Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan tentang pemberian ASI

eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dan dilanjutkan pemberian ASI sampai dua

tahun pertama kehidupannya. Angka Kematian Bayi menurut WHO (2015) pada

negara ASEAN seperti di Singapura 3 per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per

1.000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per

1.000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1.000 kelahiran hidup. Angka

kematian bayi masih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Salah satu

upaya untuk mencegah terjadinya kematian bayi adalah dengan pemberian ASI

eksklusif.

Hal ini didukung oleh pernyataan United Nations Childrens Funds (UNICEF),

bahwa sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian bayi

dunia dapat dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal

kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada

bayi (Roesli, 2008). WHO (2010) merekomendasikan untuk menyusui secara

eksklusif karena dapat melindungi bayi dan anak terhadap penyakit berbahaya dan

mempererat ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan anak. Pemberian ASI

secara eksklusif dapat mengurangi angka kematian pada bayi. Pemberian ASI

ekskusif di dunia hanya mencapai 39%. Menurut Kemenkes RI 2014 menyatakan

1
2

bahwa presentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 – 6 bulan di Indonesia

pada tahun 2012 yaitu sebesar 48,6%. Pada tahun 2013 mencapai 54,3%, sedikit

meningkat dari tahun sebelumnya, namun hal ini masih di bawah target

pencapaian pemberian ASI eksklusif secara nasional yaitu 80%.

Cakupan ASI eksklusif provinsi Bali pada tahun 2013 sebesar 67,4%.

Berdasarkan data profil Kesehatan Kota Denpasar (2014) menunjukkan bahwa

dalam lima tahun terakhir cakupan ASI eksklusif di kota Denpasar belum bisa

mencapai target yang di tetapkan secara nasional. Pemberian ASI eksklusif

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ASI tidak segera keluar pada hari

pertama pasca persalinan, keadaan puting susu ibu, ibu merasa ASI keluar sedikit,

dan pengaruh promosi susu pengganti ASI. Berbagai faktor diatas akan

memberikan dampak ke ibu untuk beralih menggunakan susu formula, padahal

tidak semua bayi dapat menerima susu formula. Hal ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Irawan dan Rizky pada tahun 2014 tentang hubungan

pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan, dengan

hasil ada hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia

0-6 bulan dengan tingkat risiko mengalami diare sebesar 6,25 kali lebih berisiko

untuk terkena diare.

ASI mengandung nutrisi yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan

anak. Hal ini didukung oleh pemerintah yang telah menetapkan peraturan

pemerintah No 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Peraturan

pemerintah tersebut menyatakan bahwa setiap bayi harus mendapatkan ASI

eksklusif yaitu air susu ibu yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6
3

bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman

lain (Kemenkes RI, 2012).

Selama ini cara yang digunakan untuk kelancaran produksi ASI yang

dilakukan oleh petugas kesehatan adalah dengan cara memberikan dukungan untuk

menyusui secara berkesinambungan pada ibu selama masa nifas dan juga dengan

cara mengajarkan ibu untuk melakukan pemijatan payudara tetapi cara ini dapat

menimbulkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan, sehingga ibu enggan untuk

melakukannya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Pertiwi (2012)

dengan judul faktor – faktor yang mempengaruhi proses laktasi ibu dengan bayi

usia 0-6 bulan. Hasil penelitian menunjukan 47% ibu menunjukan bahwa kondisi

dan perawatan payudaranya kurang baik, ini menunjukkan tentang pentingnya

perawatan payudara dalam kelancaran produksi ASI.

Ketidaklancarnya produksi ASI dapat di cegah. Salah satu metode yang terbaru

dan sudah mulai sering digunakan di beberapa negara seperti Jepang, Korea dan

Bangladesh adalah dengan pijat oketani. Keunggulan pijat ini menurut Oketani

(2008) adalah tidak menimbulkan rasa nyeri dan rasa ketidaknyamanan pada ibu,

hal ini berkebalikan dengan pijat payudara pada umumnya, dapat meningkatkan

produksi ASI meskipun ukuran payudara nya kecil, seluruh kulit payudara menjadi

lebih halus, bagian aerola, leher puting dan puncak puting menjadi lebih elastis,

sehingga memudahkan bayi untuk menyusu, saluran ASI menjadi lebih lancar

karena tekanan di alveoli, kualitas ASI membaik dan ASI juga keluar dengan lebih

lancar saat bayi menghisap. Kejadian seperti pembengkakan payudara, puting

lecet, saluran ASI mampet dan mastitis bisa dicegah dengan pijat ini.
4

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Khayati, dkk (2014) yang meneliti

optimalisasi produksi kolostrum terkait sirkulasi dan hormonal. Hasil penelitian

bahwa kualitas kolostrum pada ibu postpartum dan meningkatkan kualitas ASI

akan menjadi lebih optimal setelah dilakukan pijat payudara dengan metode

oketani. Menurut Oketani (2008) menyusui dapat meningkatkan ikatan Ibu dan

anak. Pijat oketani telah terdaftar sebagai teknik manajemen laktasi. Pijat ini

mengacu pada jenis pijat dengan 8 teknik tangan, termasuk 7 teknik memisahkan

kelenjar susu dan 1 teknik pemerahan untuk setiap payudara kiri dan kanan yang

bertujuan untuk mengatasi masalah menyusui pada ibu postpartum dengan pijatan

tanpa rasa nyeri. Sebanyak 8 dari 10 sampel yang diteliti menyatakan bahwa hasil

pijat oketani 80% efektif mengatasi masalah payudara dan memperlancar ASI

(Kabir & Tasnim, 2009).

Pada ibu postpartum yang mengalami ketidaklancaran produksi ASI akan

mengalami stres, karena bayi merasa tidak puas saat menyusu. Salah satu

aromaterapi yang dapat mengatasi stres serta dapat menciptakan perasaan tenang

dan rileks adalah aroma melati atau jasmine oil (Jaelani, 2009). Perawatan

payudara dengan metode pijat oketani dalam prakteknya dapat dibantu dengan

sarana ekstrak jasmine. Jasmine dikenal dengan berbagai manfaat, diantarnya

antidepresan, antiseptik dan antispasmodik. Hal ini didukung oleh penelitian

Rukmala (2016) dengan judul pengaruh teknik reklasasi nafas dalam dan

aromaterapi melati terhadap tingkat dismenore disimpulkan bahwa aromaterapi

melati lebih efektif untuk menurunkan tingkat dismenore dibandingkan dengan

teknik relaksasi nafas dalam.


5

Berdasarkan data hasil wawancara terhadap pasien ibu nifas di ruang

Kebidanan Rumah Sakit Wangaya, dari lima pasien ibu nifas didapatkan hanya

satu orang yang mengatakan ASI nya tidak lancar, yang dikarenakan puting ibu

terlalu besar sehingga bayi sulit untuk menghisap. Rumah Sakit Wangaya

mempunyai kebijakan khusus untuk menangani masalah menyusui, salah satunya

adalah program inisiasi menyusui dini (IMD). Studi pendahuluan lain yang peneliti

lakukan di ruang Dahlia RS Tingkat II Udayana Denpasar didapatkan data pada

periode Januari – Maret 2018 tercatat 61 ibu nifas yang mengalami masalah dalam

menyusui, Pada periode bulan April – Juni 2018 tercatat 43 pasien.

Data diatas menunjukan adanya peningkatan masalah menyusui. Hal ini

didukung karena belum adanya tindak lanjut terhadap permasalahan tersebut. Dari

data wawancara terhadap perawat dan bidan Ruang Dahlia masalah menyusui

terjadi pada hari pertama sampai hari ketiga pasca persalinan. Berdasarkan

masalah diatas, peneliti melihat pentingnya penelitian pengaruh pijat oketani

menggunakan jasmine oil terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu postpartum

ini dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengangkat rumusan

masalah bagaimana pengaruh pijat oketani menggunakan Jasmine oil terhadap

kelancaran produksi ASI pada Ibu postpartum?


6

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh pijat oketani menggunakan jasmine oil terhadap

kelancaran produksi ASI pada ibu postpartum.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kelancaran produksi ASI pada ibu postpartum sebelum

diberikan pijat oketani dengan menggunakan jasmine oil.

b. Mengidentifikasi kelancaran produksi ASI pada ibu postpartum setelah

diberikan pijat oketani dengan menggunakan jasmine oil.

c. Menganalisis pengaruh pijat oketani dengan menggunakan jasmine oil

terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu postpartum.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Pelayanan Keperawatan

Diharapkan dapat diterapkan oleh perawat di tempat bekerja dan disesuaikan

dengan standar prosedur operasional rumah sakit sebagai upaya untuk

mendukung pemberian ASI eksklusif dengan metode pijat oketani

menggunakan jasmine oil.

2. Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan alternatif solusi oleh

masyarakat khususnya ibu postpartum yang pada hari – hari pertama pasca

persalinan mengalami ketidaklancaran produksi ASI untuk mendukung

pemberian ASI eksklusif.


7

3. Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

keperawatan tentang kelancaran produksi ASI dengan pijat oketani

menggunakan jasmine oil pada ibu postpartum.

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan bahan pustaka untuk menambah

wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan dengan pijat oketani

menggunakan jasmine oil terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu

postpartum.

Anda mungkin juga menyukai