Anda di halaman 1dari 4

Nama : Riska Hamidah

NIM : 46118120037

TUGAS BESAR (TB) II PANCASILA

A. Setiap rezim pemerintahan yang berkuasa selalu berupaya mengimplementasikaan


Pancasila sebagai ideologi Bangsa dan Negara agar makna dan refleksitas Pancasila ini
diterima oleh seluruh unsur masyarakat secara luas. Hal ini telah dilakukan oleh rezim-
rezim pemerintahan yang lalu, hingga rezim pemerintahan yang sekarang yang tengah
berkuasa (era reformasi).

 Coba anda sebutkan dan jelaskan untuk setiap rezim pada masa kekuasaannya,
bagaimana rezim tersebut mengimplementasikan Pancasila dalam bentuk kebijakan
pemerintahannnya
1. Masa rezim orde lama
2. Masa rezim orde baru
3. Masa rezim era reformasi (khususnya masa pemerintatahan Presiden Joko
Widodo)

B. Kebijakan pemerintahan dalam bentuk apapun dalam system hukum Indonesia tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, baik dalam bentuk Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, PERPU, Keputusan Presiden, Menteri, Gubernur atau UUD
sekalipun, semua itu harus sesuai dengan Pancasila.

 Coba anda sebutkan dan jelaskan minimal 3 (tiga) contoh sebuah kebijakan
Pemerintah yang melanggar ketentuan tersebut hingga berpotensi mendapat
penolakan dari masyarakat luas secara masif.

Petunjuk :
1. Untuk melengkapi jawaban anda gunakan referensi media sosial, media cetak atau
elektronik yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tuliskan sumber berita,
hari atau tanggal pengutipan sumber berita.
2. Jawaban kirim ke ketua kelas lewat email (koordinasi dengan ketua kelas).
Jawaban :

A. Implementasi Pancasila di masing-masing rezim dalam bentuk kebijakan


1. Rezim Orde Lama
Terdapat 2 pandangan besar terhadap dasar negara yg berpengaruh pada munculnya
Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di
Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5
Juli 1959 pukul 17.00 di depan Instana Merdeka. Dekrit tersebut berisi :
1. Pembubaran Konstituante
2. UUD 1945 kembali berlaku
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan
paham dalam doktrin “Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalah materi pokok dari
pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang
kemudian ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN).

2. Rezim Orde Baru


Pancasila dijadikan sebagai political force di samping sebagai kekuatan ritual.
Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968
Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan
membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau
mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan (Pranoto
dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 42). Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharto
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam
mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara. Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku
pada tanggal 13 April 1968. Pada tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara.
3. Reformasi
Penetapan 1 Juni sebagai hari libur nasional untuk memperingati lahirnya Pancasila baru
diberlakukan di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ketetapan itu dibuat melalui
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Selain masuk
ke dalam ruang publik, kata Diasma, Jokowi juga telah berupaya menerapkan Pancasila
dalam penyelenggaraan negara. Misalnya dengan kebijakan membangun dari daerah
terpinggir untuk mewujudkan sila keadilan sosial pada awal masa pemerintahan.
Teranyar, pembentukan unit kerja presiden (UKP) pemantapan ideologi Pancasila (PIP)
diharapkan dapat menjadi titik baru dalam menerapkan Pancasila dalam konteks
penyelenggaraan bernegara."Sehingga penyelenggara negara bisa menjadi wujud kritik
dari pemerintah sendiri dalam melaksanakan tugasnya apakah sudah sesuai konstitusi
atau tidak," kata dia.
(Source : Abi Sarwanto, CNN Indonesia | Kamis, 01/06/2017 17:23 WIB)

B. 3 Contoh kebijakan pemerintah yg bertentangan dengan nilai Pancasila


1. Kebijakan di bidang maritime dan perikanan diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat di kawasan pesisir seperti para nelayan dan pekerja sektor
perikanan. Sayangnya saat ini, kebijakan yang ada justru menjauhkan masyarakat pesisir
dari laut yang selama ini menjadi tempat mata pencahariannya. Melihat kondisi ini, lebih
lanjut ia mengatakan bahwa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia meminta Presiden
Joko Widodo untuk menegaskan kepada jajaran di bawahnya agar pemerintah baik pusat
dan daerah untuk benar-benar mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di dalam setiap
kebijakan dan programnya. Program pemerintah terkhusus di bidang maritim dan
perikanan harus menjunjung prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, dan melibatkan
partisipasi masyarakat. (Source : rilis.id 20 Juni 2017)
2. Pasal makar baru dapat digunakan apabila seseorang terbukti melakukan percobaan
penyerangan yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah. Apabila, unsur
tersebut tidak ditemukan, maka penggunaan pasal makar salah alamat. Seharusnya aparat
kepolisian dapat menggunakan pasal yang sesuai dengan tindakan kejahatan yang
dilakukan. Bukan malah karena melanggar hukum lalu secara sembarangan dijerat pasal
makar. (Source : Suara.com Bangun Santoso | Novian Ardiansyah. Selasa, 14 Mei 2019 |
14:50 WIB)
3. Rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) untuk menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara musyawarah, yang dipersiapkan oleh
Menkopolhukam Wiranto, menuai kritik keras dari para aktivis. Wacana penyelesaian
kasus-kasus pelanggaran HAM berat dengan pembentukan DKN patut ditolak.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di luar jalur hukum akan melanggengkan
impunitas dan menambah daftar pelaku kejahatan HAM yang bebas tanpa diadili. Karena
mekanisme penyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui DKN hanya berupa
musyawarah tanpa proses hukum. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 yang
mewajibkan negara "melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum"
dan "memberikan kepastian hukum yang adil". (Source : tirto.id Haris Prabowo - 19 Juli
2018)

Anda mungkin juga menyukai