Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA JAMUR

INOKULASI

OLEH :

SYAH FITRI YANI


1703113347

DOSEN PENGAMPU :
Dra. ATRIA MARTINA, M. Si
HARI KAPLI, M. Si

ASISTEN :
AFNI ZULIANI
TIWI FEBRINA

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2017 tingkat konsumsi jamur di

Indonesia mencapai 47.753 ton sedangkan produksinya hanya 37.020 ton. Setiap

tahun permintaan jamur tiram meningkat 10% baik untuk kebutuhan hotel,

restoran, vegetarian dan lain sebagainya (Kalsum et al. 2011). Produksi Jamur

tiram masih rendah karena permintaan konsumen cukup tinggi (Karisman 2015).

Untuk itu kita harus meningkatkan lagi produksi jamur tiram putih untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Melalui kegiatan pengabdian kepada

masyarakat ini dengan budidaya rumah jamur dan olahannya dapat lebih

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menambah income masyarakat

setempat.

Lingkungan umum dan masih sering digunakan untuk budidaya jamur adalah

dataran tinggi karena memiliki suhu rendah dan kelembaban tinggi. Namun jamur

tiram dapat dibudidayakan dalam suatu media buatan atau dikenal dengan baglog.

Media tersebut dapat berasal dari kayu yang telah lapuk atau bahan lignin yang

terbungkus dalam plastik dan telah disterilkan (Widiwurjani 2010). Penggunaan

media yang kaya akan selulosa, lignin, protein dan hemiselulosa yang telah

terdekomposisi sangat sesuai untuk pertumbuhan miselia dan perkembangan

tubuh buah jamur karena merupakan sumber nutrisi melimpah bagi jamur

(Wahyudi et al. 2002).

Budidaya jamur sangat dipengaruhi oleh jenis media tanam dan lama waktu

pengomposan media. Pengomposan media penting dilakukan untuk membuat

1
media tanam terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah

dicerna oleh jamur dalam pertumbuhannya (Pasaribu 2002). Proses pengomposan

berfungsi untuk mengubah limbah yang semula tidak bermanfaat menjadi bahan

yang lebih bermanfaat dan menjasi bahan yang aman dan tidak berbahaya.

Organisme yang bersifat patogen akan mati karena suhu yang tinggi mencapai

70C pada saat proses pengomposan (Prayogo et al. 2018). Maka dari itu

dilakukanlah praktikum budidaya jamur dengan judul “Inokulasi”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara inokulasi

yang baik dan benar dalam budidaya jamur.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat memberikan informasi

mengenai cara inokulasi yang baik dan benar dalam budidaya jamur.

2
II. METODE

II.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan dari pukul 08.00 sampai dengan 10.30 WIB,

melalui pembelajaran dalam jaringan (daring) atau materi yang langsung

dijelaskan oleh dosen pengampu mata kuliah budidaya jamur.

II.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah spatula,

lampu spiritus, bibit F2 jamur tiram, dan media tanam.

II.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja dari praktikum ini yaitu proses inokulasi dilakukan dengan

steril. Kemudian karet pengikat media tanam (baglog) dibuka. Potongan paralon

yang menyerupai cincin dipasangkan pada bagian leher plastik media tanam

(baglog). Bibit jamur tiram putih (± 20 butir jagung yang sudah dikelilingi

miselium dari jamur tiram putih) diambil lalu diinokulasikan ke dalam media

tanam (baglog) dan sedikit ditekan. Setelah diinokulasikan tutup kembali media

tanam (baglog) menggunakan koran dan diikat kembali. Media tanam diinkubasi

sampai miselium memenuhi baglog.

3
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil

Tabel 1. Hasil praktikum pengomposan media tanam jamur


No. Tahapan Gambar/foto dokumentasi
1. Sterilisasi spatula.

2. Pengadukkan bibit jamur


menggunakan spatula.

3. Proses inokulasi.

4. Proses penutupan baglog


menggunakan kapas.

III.2 Pembahasan

Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan

induk (botolan) ke dalam baglog. Proses inokulasi bibit F2 harus dilakukan dalam

keadaan bersih, mencuci tangan dan menggunakan pakaian bersih. Bibit

berkualitas merupakan salah satu usaha penting guna menjaga kualitas produk

4
jamur tiram (Sutarman 2012). Sebelum inokulasi, spatula disterilkan

menggunakan alkohol 70% dan dibakar. Kemudian ujung cincin baglog dibuka.

Ambil sedikit bibit jamur tiram (miselia), ± 3 (tiga) sendok teh menggunakan

spatula steril, dan letakkan ke dalam baglog sambil sedikit ditekan. Selanjutnya

media yang telah diisi bibit ditutup dengan kapas, dan ujung plastik disatukan

kembali serta dipasang cincin (Djarijah 2001).

Inokulasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam melakukan

budidaya Jamur. Inokulasi adalah pemindahan bibit Jamur ke dalam baglog.

Apabila pada tanaman lain tahap ini adalah sama dengan tahap penanaman bibit.

Inokulasi bibit jamur dilakukan secara khusus yaitu dilakukan secara aseptik atau

steril. Jika dilakukan dalam kondisi kurang steril akan bisa menyebabkan

mikroorganisme lain ikut masuk dan berkembang di dalam baglog. Sehingga tentu

saja menyebabkan terganggunya pertumbuhan miselium Jamur. Mikroorganisme

ini bisa berupa jamur lain atau bisa juga bakteri. Setelah proses inokulasi selesai

dilanjutkan dengan proses penumbuhan miselium atau biasa disebut

penginkubasian (Sutarman 2012).

Selain teknik inokulasi, kebersihan alat, tempat dan sumberdaya

(pelaksanaanya) perlu diperhatikan. Dalam hal ini, kebersihan diukur dari tingkat

sterilisasinya. Jika ditinjau dari cara atau teknik inokulasi, metode yang diterapkan

oleh perusahaan sudah cukup baik. Dilihat dari sterilisasi ruangan, alat dan

pelaksana yang cukup baik. Dari hasil pengamatan dilapanan botol dan alat seperti

pinset dan spatula panjang disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Sterilisasi dari pelaksanaan pun juga sudah baik, dengan memperhatikan sterilisasi

dengan mencuci tangan sebelum inokulasi dan juga pelaksana menutup mulut

5
selama proses inokulasi dan juga pelaksana memakai penutup mulut selama

proses inokulasi berlangsung. Sehingga kemungkinan kecil baglog tersebut

tumbuh jamur lain yang berwarna hijau putih kekuningan yang dapat merusak

pertumbuhan miselium jamur target kita misalnya jamur tiram (Karisman 2015).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan baha terdapat kesesuaian antara praktik

di lapangan dengan teori yang dipaparkan. Inokulasi terbaik menggunakan

inokulas (bibit jamur) agar lebih terjaga kemurnian spesies maupun strainnya.

Kualitas bibit merupakan kunci dari keberhasilan dalam budidaya jamur, terdapat

beberapa yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit jamur tiram yaitu, a) bibit

berasal dari varietas yang unggul; b) umur bibit optimal 30-4 hari; c) bibit tidak

terkontaminasi (Sutarman 2012).

6
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah inokulasi adalah proses

pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan induk (botolan) ke dalam

baglog. Proses inokulasi bibit F2 harus dilakukan dalam keadaan bersih, mencuci

tangan dan menggunakan pakaian bersih. Bibit berkualitas merupakan salah satu

usaha penting guna menjaga kualitas produk jamur.

IV.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikum ini dilakukan

secara langsung, sehingga praktikkan lebih memahami teori dan juga prakteknya

yang berjalan singkron.

7
DAFTAR PUSTAKA

Djarijah NM. 2001. Budi Daya Jamur Tiram. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Kalsum U, Siti F, dan Catur W. 2011. Efektivitas Pemberian Air Leri terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).
AGROVIGOR. 4(2) : 86-92.

Karisman W. 2015. Pengaruh Perbandingan Limbah Serbuk Kayu dan Blotong


terhadap Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostratus). Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Biologi. UMM Malang.

Sutarman. 2012. Keragaan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
pada media serbuk gergaji dan ampas tebu bersuplemen dedak dan tepung
jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12(3) : 163-168.

Pasaribu T. 2002. Aneka jamur unggulan yang menembus pasar. Grasindo.


Jakarta

Prayogo TS, Razak AR dan Sikanna R. 2018. Pengaruh lama pengomposan


terhadap tubuh buah dan kandungan gizi pada jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus). KOVALEN. Vol 4 (2) : 131-144.

Wahyudi, Husen dan Santoso. 2002. Pertanian organik menuju pertanian


alternatif dan berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.

Widiwurjani. 2010. Menggali potensi serasah sebagai media tumbuh jamur


Tiram putih (Pleurotus oetreatus). Unesa University Press. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai