Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM FITOKIMIA

RESUME TUGAS 4 DAN TUGAS 5


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 1

KELAS F

CAHANA RASTRA COTAMA (201710410311041)

DOSEN PEMBIMBING:

Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt


Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
TUGAS 4
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa
golongan polifenol dan tanin pada ekstrak Psidium guajava. Tanin pada tanaman
jambu biji dapat ditemukan pada bagian buah, daun dan kulit batang, sedangkan
tanin tidak terkandung dalam bagian bunga. Pada tanaman jambu biji, bagian
daunnya sering digunakan sebagai obat, karena pada bagian daunnya mengandung
9-12% senyawa tanin, selain itu juga mengandung asam malat, minyak atsiri dan
minyak lemak (Depkes, 1989). Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium
guajava L.) menurut Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa
mengandung nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan
bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan
infeksi mikroba patogen dan mencegaah pemakanan oleh herbivora. Hasil
fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin,
triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al., 2012).
Senyawa polifenol mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa polifenol cenderung
mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida
dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987).
Menurut beberapa penelitian yang dipublikasi menyatakan bahwa kelompok
polifenol berperan baik bagi kesehatan sebagai antioksidan. Manfaat antioksidan
pada polifenol yaitu berpotensi untuk menghambat pertumbuhan kanker dan
mengurangi risiko penyakit jantung. Terdapat penelitian lain yang menyimpulkan
bahwa polifenol dapat mengurangi resiko penyakit Alzheimer.
Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa komplek yang tersebar
hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian daun, buah, akar
serta batang. Secara kimia, tanin merupakan senyawa komplek yang tersusun dari
polifenol yang sukar dipisahkan dan tidak membentuk kristal. Tanin dan
ssenyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran
pencernaan dan di bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin
10 dapat mempercepat pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat
melindunginya dari infeksi atau sebagai antiseptik (Tyler, et al., 1976).
Sebelum pengujian dilakukan ekstraksi terhadap simplisia daun jambu biji
untuk menghilangkan senyawa yang mengganggu pengamatan. Proses ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan air panas, dimaksudkan agar seluruh tanin yang
ada dapat tertarik. Hal ini dikarenakan tanin merupakan campuran senyawa
polifenol yang dalam keadaan alami pada tumbuhan berada dalam bentuk
glikosidanya, sehingga dapat larut dalam air. Sedangkan pemanasan bertujuan
untuk mempercepat kelarutannya dalam air dengan meningkatkan energi kinetik
molekul secara keseluruhan. Kemudian ditambahkan NaCl 10% yang berfungsi
untuk menghilangkan zat pengotor serta protein yang dapat membuat hasil
menjadi positif palsu (Wahyuni dan Syamsudin, 2014).
Pada pengujian gelatin, hasil filtrat ditambahkan sedikit gelatin dan larutan
NaCl 10%. Penambahan gelatin bertujuan untuk mengendapkan garam. Jika
larutan mengandung senyawa tanin, larutan akan membentuk endapan yang
berwarna putih. Pada proses ini terjadi reaksi antara tannin dengan gelatin
membentuk senyawa kopolimer mantap (endapan) yang tidak larut dalam air
(Harborne, 1996).
Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl untuk mempertinggi
penggaraman dan tannin-gelatin. Pada hasil uji ini, didapatkan endapan putih
setelah penambahan gelatin yang menunjukkan adanya tannin pada filtrat hasil
ekstraksi daun jambu biji (Wahyuni dan Syamsudin, 2014).
Pada pengujian ferri klorida ditambahkan dengan satu tetes ferriklorida
(FeCl3) dan akan terbentuk endapan berwarna hitam kehijauan yang menunjukkan
adanya tanin pada filtrat hasil ekstraksi daun jambu biji (Wahyuni dan Syamsudin,
2014).
Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi reduksi. Tanin
merupakan golongan senyawa polifenol, polifenol mampu mereduksi besi (III)
menjadi besi (II) (Budini, 1980).
Perubahan warna terjadi karena terbentuknya senyawa kompleks antara
inti fenolik tanin dengan ion Fe3+ sehingga memberikan senyawa kompleks
berwarna (Hartono dan Wicaksono, 2018). Reaksi yang terjadi:

Pada hasil uji yang ditampilkan saat praktikum online, didapatkan


perubahan warna menjadi hijau kehitaman yang sesuai dengan teori diatas
sehingga dapat disimpulkan jika terdapat senyawa tanin dan polifenol dalam filtrat
hasil esktraksi daun jambu biji yang diuji.
Pada uji KLT dilakukan pemeriksaan dibawah sinar UV 254 nm dan UV
365 nm, pada prinsipnya UV 254 nm lempeng akan berfluoresensi sedangkan
sampel akan tampak gelap dan pada UV 365 nm noda akan berfluoresensi dan
lempeng akan berwarna gelap (Wulandari, 2011).
Saat pengamatan UV 254 nm didapatkan noda hitam dikarenakan tidak
ada warna yang berpendar. Warna noda ini menunjukkan adanya tanin. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tanin dapat dideteksi dengan sinar
UV pendek berupa noda yang berwarna hitam (Harborne, 1987).
Pada uji KLT juga diberikan penampak noda FeCl 3 untuk menentukan
adanya senyawa fenolik. Hal ini dibuktikan karena Fe bertindak sebagai aksepto
elektron sehingga mampu membentuk kompleks dengan senyawa organik yang
berperan sebagai donor elektron (Wulandari, 2011).
Deteksi golongan senyawa polifenol dan tannin menggunakan pereaksi
semprot FeCl3, jika positif menghasilkan warna abu-abu kehitaman (Wagner dan
Balt, 1996).
Hal ini sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan yaitu terdapat noda
hitam pada Rf 0,16; 0.32; 0,35. Sehingga dapat dikatakan ekstrak yang diuji
positif mengandung polifenol dan tanin.

KESIMPULAN:
1. Uji gelatin menunjukkan sampel mengandung tannin
2. Uji ferri klorida positif mengandung polifenol
3. Uji KLT positif mengandung polifenol dan tannin
TUGAS 5
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa
golongan antrakinon dan ekstrak Rheum officinale L. melakukan pengujian
dengan uji Borntrager, uji modifikasi Borstrager, dan pengujian kromatografi
lapis tipis.
Tanaman kelembak selain berfungsi untuk melancarkan BAB, juga
bermanfaat untuk: antioksidan, antiseptic, astringent, antispamodik, anti-
hipertensi, antiinflamasi, tonik, purgatif, stomakik antimutagen, antitumor,
antipiretik, antikolesterol (Depkes, 2010).
Akar kelembak menjadi komponen dalam rokok klembak menyan yg
populer di kalangan masyarakat menengah ke bawah di DIY dan jateng kelembak
juga dijadikan campuran dlm pembuatan jamu. Khasiat obatnya adalah sbg
laksatif penenang. Mengobati sembelit (konstipasi) dan membantu mengatasi
penggumpalan darah dan nanah serta Pengobatan hepatitis B (Depkes, 2010).
Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah sebagai
berikut; Batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk, Akar
kelembak mengandung glikosida adstringent yang berkelakuan sebagai zat
penyamak. Pada akarnya pula mengandung antrkuinon yang berefek
purgative,dan tannin yang berefek melawan astringen atau dapat disebut
sebagai adstringent,tapi dalam jumlah kecil efek astringen juga dibutuhkan,tapi
jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan efek laksatif (Depkes, 2010).
Pada pengujian borntrager dilakukan ekstraksi terhadap ekstrak Rheum
officinale L. untuk menghilangkan senyawa yang mengganggu pengamatan.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menambahkan aquadest yang dimaksudkan
agar seluruh senyawa antrakinon yang ada dapat tertarik. Hal ini dikarenakan
dalam keadaan alami pada tumbuhan antrakinon terbentuk berikatan dengan
glikosida, sehingga dapat larut dalam air. Kemudian dilakukan penyaringan agar
mudah untuk mengidentifikasi senyawa. Setelah itu diekstraksi dengan toluena
sebanyak dua kali sehingga senyawa antrakinon akan terlarut dalam fase
toluenanya. Ditambahkan ammonia pekat agar dapat memberikan suasana basa
dengan optimal sehingga dapat mendeteksi adanya antrakinon. Hasil positif
ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi merah jingga setelah
penambahan NaOH (basa) karena antrakinon akan memberikan karakteristik
warna merah, violet, hijau atau ungu dengan basa (Sirait, 1987).
Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat pada video yang ditampilkan saat
praktikum online yaitu timbul warna merah dibagian alkalis setelah pengocokan.
Hal ini menunjukkan adanya antrakinon.
Pada pengujian modifikasi borntrager dilakukan penambahan KOH dan
hidrogen peroksida yang kemudian dipanaskan diatas penangas air selama 5
menit. Pemanasan dengan larutan kalium hidroksida (KOH) bertujuan untuk
menghidrolisis glikosida antrakinon menjadi aglikonnya, yaitu antrakinon.
Sedangkan larutan hidrogen peroksida berfungsi untuk mengoksidasi bentuk
tereduksi dari antrakinon yaitu antron, oksantron dan diantron menjadi antrakinon
(Cahyadi, 2008).
Pemanasan dilakukan untuk menaikkan suhu larutan karena antrakinon
larut dalam pelarut organik yang panas. Kemudian disaring larutan setelah dingin.
Setelah itu, ditambahkan asam asetat glasial untuk menetralkan larutan lalu
ditambah toluena untuk memisahkan lapisan air dengan fase pelarut organik.
Senyawa antrakinon akan terlarut pada fase toluena. Kemudian ditambah amonia
pekat untuk memberikan suasana basa dengan optimal sehingga dapat mendeteksi
senyawa antrakinon yang ditunjukkan dengan adanya warna merah muda pada
lapisan alkalisnya. Hal ini terjadi karena gugus phenol pada golongan antrakinon
bereaksi dengan ammonia yang membentuk komplek phenate yang berwarna
merah. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditampilkan dalam video praktikum
online yaitu terdapat warna merah muda pada bagian alkalis yang menunjukkan
adanya antrakinon.
Pada uji kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan pemeriksaan dibawah
UV 254 nm dan UV 365 nm. Pada prinsipnya UV 254 nm lempeng akan
berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak gelap dan pada UV 365 nm noda
akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna gelap (Wulandari, 2011).
Pada pengamatan UV 254 nm didapatkan noda hitam dikarenakan tidak
ada noda yang berpendar. Warna itu menunjukkan senyawa antrakinon. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dengan sinar UV 254 nm semua
derivat antrakinon meredamkan fluoresensi pada pelat, dengan sinar UV 365 nm
semua derivat antrakinon berfluoresensi kuning atau merah coklat (Wagner,
1984).
Hal ini juga sesuai dengan hasil yang didapat saat pengamatan dibawah
UV 365 nm yaitu terdapat noda berwarna pendar kuning, kuning kecoklatan.
Selain itu, pada pengamatan secara visual didapat noda berwarna kuning. Hal ini
sesuai dengan hasil identifikasi antrakinon pada ekstrak metanol Rhei radix yang
terbentuk 1 bercak berwarna kuning dengan Rf 0,19 (Cahyadi, 2008).
Setelah itu, dilakukan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm
dengan menggunakan pereaksi larutan KOH 10% dalam metanol. Hasilnya
didapatkan noda ungu muda (merah ungu) pada Rf 0,74 dan 0,77 ini hasil sampel
VA, sedangkan pada sampel VIA terdapat Rf 0,48; 0,74; 0,77. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa pada deteksi menggunakan pereaksi kalium
hidroksida etanolik, antrakinon berwarna merah pada visibel dan berfluoresensi
merah pada sinar UV 365 nm. Antron dan antranol berwarna kuning pada visibel
dan berfluoresensi kuning pada sinar UV 365 nm (Wagner, 1984).
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzo kuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk tujuan identifikasi
kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya
terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan
dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol. (Harborne, 1987).
Antrakinon bebas sebagai krisofanol, aloe-emodin, rhein, emodin, dan
emodin mono-etil eter (physcion). Senyawa tersebut juga terdapat dalam bentuk
glikosida. Sejumlah glikosida dengan aglikon yang berhubungan dengan
antrasena ditemukan dalam tanaman obat kelembak. Glikosida ini jika hidrolisis
menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya.
Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-
trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya
memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi dan
translokasi aglikon pada situs kerjanya. Glikosida antrakuinon adalah katartik
stimulant dan bekerja dengan cara meningkatkan tonus otot halus dari usus besar
(Depkes, 2010).
Biosintesis antrakuinon ditemukan dari studi mikroorganisma seperti
Penicillium islandicum, spesies yang memproduksi derivate antrakuinon melalui
pembentukan unit asetat melalui kondensasi dari kepala ke ekor. Yang pertama
dibentuk adalah intermediet asam poli-β-ketometilen yang kemudian memberi
variasi senyawa aromatic teroksigenasi mengikuti kondensasi intramolekular.
Intermediet antranol dan antron akan membentuk antrakuinon. Emodin, senyawa
seperti antrakuinon, dibentuk pada tanaman tinggi dengan jalur yang sama. Reaksi
transglikosilasi membentuk glikosida muncul pada tahap akhir setelah inti
antrakuinon terbentuk (Depkes, 2010).
Bentuk senyawa antrakuinon dalam tumbuhan masih rumit karena prazat
aslinya mudah terurai oleh enzim atau cara ekstraksi yang tidak sesuai, sehingga
laporan mengenai adanya antrakuinon bebas harus dipertimbangkan dengan hati-
hati. Banyak antrakuinon yang terdapat sebagai glikosida dengan bagian gula
terikat dengan salah satu gugus hidroksil fenolik. (Robinson, 1995).
Pada saat mengidentifikasi pigmen dari tumbuhan baru, harus diingat bahwa
hanya sedikit saja antrakuinon yang terdapat secara teratur dalam tumbuhan. Yang
paling sering dijumpai ialah emodin, sekurang-kurangnya terdapat dalam enam
suku tumbuhan tinggi dan dalam sejumlah fungus. (Harborne, 1987).
Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat
dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang
berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus
hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut:
Strukturkimiaantrakinon. Nama lain: 9,10-antracendion, 9,10-antrakion;
C14H8O2 (BM: 208,22 g/mol)

KESIMPULAN
1. Pada uji borntrager positif mengandung antrakinon
2. Pada uji modifikasi borntrager positif mengandung antrakinon
3. Pada uji KLT terdapat spot noda yang menunjukkan adanya senyawa
antrakinon, antranon dan antranol.

DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soedir. Bandung : ITB Press.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 434, 436, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Taiz, L. and Zeiger, E. (2002) Plant Physiology (Third Edition). Sinauer
Associates, Inc., Publishers, Sunderland, 67-86.
Azwar, Saifuddin. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robinson,T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-
216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Sirait,K.T. dan Zorro (1987). Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem.
Tenaga Listrik.Bandung: ITB.
Cahyadi,W. 2008. Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: Bumi aksara.
Wulandari, Lstyo. 2011.Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus.
Presindo.
Tyler, Varro. E. et al. (1976). Pharmacognosy. Seventh edition. Philadelphia: Lea.
& Febiger.

Anda mungkin juga menyukai