KELOMPOK : 1
KELAS F
DOSEN PEMBIMBING:
KESIMPULAN:
1. Uji gelatin menunjukkan sampel mengandung tannin
2. Uji ferri klorida positif mengandung polifenol
3. Uji KLT positif mengandung polifenol dan tannin
TUGAS 5
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa
golongan antrakinon dan ekstrak Rheum officinale L. melakukan pengujian
dengan uji Borntrager, uji modifikasi Borstrager, dan pengujian kromatografi
lapis tipis.
Tanaman kelembak selain berfungsi untuk melancarkan BAB, juga
bermanfaat untuk: antioksidan, antiseptic, astringent, antispamodik, anti-
hipertensi, antiinflamasi, tonik, purgatif, stomakik antimutagen, antitumor,
antipiretik, antikolesterol (Depkes, 2010).
Akar kelembak menjadi komponen dalam rokok klembak menyan yg
populer di kalangan masyarakat menengah ke bawah di DIY dan jateng kelembak
juga dijadikan campuran dlm pembuatan jamu. Khasiat obatnya adalah sbg
laksatif penenang. Mengobati sembelit (konstipasi) dan membantu mengatasi
penggumpalan darah dan nanah serta Pengobatan hepatitis B (Depkes, 2010).
Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah sebagai
berikut; Batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk, Akar
kelembak mengandung glikosida adstringent yang berkelakuan sebagai zat
penyamak. Pada akarnya pula mengandung antrkuinon yang berefek
purgative,dan tannin yang berefek melawan astringen atau dapat disebut
sebagai adstringent,tapi dalam jumlah kecil efek astringen juga dibutuhkan,tapi
jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan efek laksatif (Depkes, 2010).
Pada pengujian borntrager dilakukan ekstraksi terhadap ekstrak Rheum
officinale L. untuk menghilangkan senyawa yang mengganggu pengamatan.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menambahkan aquadest yang dimaksudkan
agar seluruh senyawa antrakinon yang ada dapat tertarik. Hal ini dikarenakan
dalam keadaan alami pada tumbuhan antrakinon terbentuk berikatan dengan
glikosida, sehingga dapat larut dalam air. Kemudian dilakukan penyaringan agar
mudah untuk mengidentifikasi senyawa. Setelah itu diekstraksi dengan toluena
sebanyak dua kali sehingga senyawa antrakinon akan terlarut dalam fase
toluenanya. Ditambahkan ammonia pekat agar dapat memberikan suasana basa
dengan optimal sehingga dapat mendeteksi adanya antrakinon. Hasil positif
ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi merah jingga setelah
penambahan NaOH (basa) karena antrakinon akan memberikan karakteristik
warna merah, violet, hijau atau ungu dengan basa (Sirait, 1987).
Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat pada video yang ditampilkan saat
praktikum online yaitu timbul warna merah dibagian alkalis setelah pengocokan.
Hal ini menunjukkan adanya antrakinon.
Pada pengujian modifikasi borntrager dilakukan penambahan KOH dan
hidrogen peroksida yang kemudian dipanaskan diatas penangas air selama 5
menit. Pemanasan dengan larutan kalium hidroksida (KOH) bertujuan untuk
menghidrolisis glikosida antrakinon menjadi aglikonnya, yaitu antrakinon.
Sedangkan larutan hidrogen peroksida berfungsi untuk mengoksidasi bentuk
tereduksi dari antrakinon yaitu antron, oksantron dan diantron menjadi antrakinon
(Cahyadi, 2008).
Pemanasan dilakukan untuk menaikkan suhu larutan karena antrakinon
larut dalam pelarut organik yang panas. Kemudian disaring larutan setelah dingin.
Setelah itu, ditambahkan asam asetat glasial untuk menetralkan larutan lalu
ditambah toluena untuk memisahkan lapisan air dengan fase pelarut organik.
Senyawa antrakinon akan terlarut pada fase toluena. Kemudian ditambah amonia
pekat untuk memberikan suasana basa dengan optimal sehingga dapat mendeteksi
senyawa antrakinon yang ditunjukkan dengan adanya warna merah muda pada
lapisan alkalisnya. Hal ini terjadi karena gugus phenol pada golongan antrakinon
bereaksi dengan ammonia yang membentuk komplek phenate yang berwarna
merah. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditampilkan dalam video praktikum
online yaitu terdapat warna merah muda pada bagian alkalis yang menunjukkan
adanya antrakinon.
Pada uji kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan pemeriksaan dibawah
UV 254 nm dan UV 365 nm. Pada prinsipnya UV 254 nm lempeng akan
berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak gelap dan pada UV 365 nm noda
akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna gelap (Wulandari, 2011).
Pada pengamatan UV 254 nm didapatkan noda hitam dikarenakan tidak
ada noda yang berpendar. Warna itu menunjukkan senyawa antrakinon. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dengan sinar UV 254 nm semua
derivat antrakinon meredamkan fluoresensi pada pelat, dengan sinar UV 365 nm
semua derivat antrakinon berfluoresensi kuning atau merah coklat (Wagner,
1984).
Hal ini juga sesuai dengan hasil yang didapat saat pengamatan dibawah
UV 365 nm yaitu terdapat noda berwarna pendar kuning, kuning kecoklatan.
Selain itu, pada pengamatan secara visual didapat noda berwarna kuning. Hal ini
sesuai dengan hasil identifikasi antrakinon pada ekstrak metanol Rhei radix yang
terbentuk 1 bercak berwarna kuning dengan Rf 0,19 (Cahyadi, 2008).
Setelah itu, dilakukan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm
dengan menggunakan pereaksi larutan KOH 10% dalam metanol. Hasilnya
didapatkan noda ungu muda (merah ungu) pada Rf 0,74 dan 0,77 ini hasil sampel
VA, sedangkan pada sampel VIA terdapat Rf 0,48; 0,74; 0,77. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa pada deteksi menggunakan pereaksi kalium
hidroksida etanolik, antrakinon berwarna merah pada visibel dan berfluoresensi
merah pada sinar UV 365 nm. Antron dan antranol berwarna kuning pada visibel
dan berfluoresensi kuning pada sinar UV 365 nm (Wagner, 1984).
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzo kuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk tujuan identifikasi
kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya
terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan
dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol. (Harborne, 1987).
Antrakinon bebas sebagai krisofanol, aloe-emodin, rhein, emodin, dan
emodin mono-etil eter (physcion). Senyawa tersebut juga terdapat dalam bentuk
glikosida. Sejumlah glikosida dengan aglikon yang berhubungan dengan
antrasena ditemukan dalam tanaman obat kelembak. Glikosida ini jika hidrolisis
menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya.
Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-
trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya
memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi dan
translokasi aglikon pada situs kerjanya. Glikosida antrakuinon adalah katartik
stimulant dan bekerja dengan cara meningkatkan tonus otot halus dari usus besar
(Depkes, 2010).
Biosintesis antrakuinon ditemukan dari studi mikroorganisma seperti
Penicillium islandicum, spesies yang memproduksi derivate antrakuinon melalui
pembentukan unit asetat melalui kondensasi dari kepala ke ekor. Yang pertama
dibentuk adalah intermediet asam poli-β-ketometilen yang kemudian memberi
variasi senyawa aromatic teroksigenasi mengikuti kondensasi intramolekular.
Intermediet antranol dan antron akan membentuk antrakuinon. Emodin, senyawa
seperti antrakuinon, dibentuk pada tanaman tinggi dengan jalur yang sama. Reaksi
transglikosilasi membentuk glikosida muncul pada tahap akhir setelah inti
antrakuinon terbentuk (Depkes, 2010).
Bentuk senyawa antrakuinon dalam tumbuhan masih rumit karena prazat
aslinya mudah terurai oleh enzim atau cara ekstraksi yang tidak sesuai, sehingga
laporan mengenai adanya antrakuinon bebas harus dipertimbangkan dengan hati-
hati. Banyak antrakuinon yang terdapat sebagai glikosida dengan bagian gula
terikat dengan salah satu gugus hidroksil fenolik. (Robinson, 1995).
Pada saat mengidentifikasi pigmen dari tumbuhan baru, harus diingat bahwa
hanya sedikit saja antrakuinon yang terdapat secara teratur dalam tumbuhan. Yang
paling sering dijumpai ialah emodin, sekurang-kurangnya terdapat dalam enam
suku tumbuhan tinggi dan dalam sejumlah fungus. (Harborne, 1987).
Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat
dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang
berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus
hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut:
Strukturkimiaantrakinon. Nama lain: 9,10-antracendion, 9,10-antrakion;
C14H8O2 (BM: 208,22 g/mol)
KESIMPULAN
1. Pada uji borntrager positif mengandung antrakinon
2. Pada uji modifikasi borntrager positif mengandung antrakinon
3. Pada uji KLT terdapat spot noda yang menunjukkan adanya senyawa
antrakinon, antranon dan antranol.
DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soedir. Bandung : ITB Press.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 434, 436, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Taiz, L. and Zeiger, E. (2002) Plant Physiology (Third Edition). Sinauer
Associates, Inc., Publishers, Sunderland, 67-86.
Azwar, Saifuddin. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robinson,T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-
216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Sirait,K.T. dan Zorro (1987). Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem.
Tenaga Listrik.Bandung: ITB.
Cahyadi,W. 2008. Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: Bumi aksara.
Wulandari, Lstyo. 2011.Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus.
Presindo.
Tyler, Varro. E. et al. (1976). Pharmacognosy. Seventh edition. Philadelphia: Lea.
& Febiger.