Ekonomi Mineral
Ekonomi Mineral
OLEH :
HAMZA
R1D118035
KENDARI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dampak Pandemi Covid-19 pada industri Pertambangan di Indonesia
2. Menjelaskan dampak Pandemi Covid-19 pada produksi Timah di Indonesia
3. Mendeskripsikan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapi dampak
covid-19 pada produksi Timah ?
BAB 2
KAJIAN TEORI
Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran
nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. COVID-19
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Ini
merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di
Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.
Gejala-gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering.
Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, sakit
tenggorokan atau diare, Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul
secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa pun dan tetap
merasa sehat. Sebagian besar (sekitar 80%) orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu
perawatan khusus. Sekitar 1 dari 6 orang yang terjangkit COVID-19 menderita sakit parah
dan kesulitan bernapas.
Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status
pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease
2019 (COVID-19). Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit
yang menyerang banyak korban, serempak di berbagai negara. Sementara dalam kasus
COVID-19, badan kesehatan dunia WHO menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena
seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi penyakit COVID-19. Dengan ditetapkannya
status global pandemic tersebut, WHO sekaligus mengonfirmasi bahwa COVID-19
merupakan darurat internasional. Artinya, setiap rumah sakit dan klinik di seluruh dunia
disarankan untuk dapat mempersiapkan diri menangani pasien penyakit tersebut meskipun
belum ada pasien yang terdeteksi.
Peneliti Fornano & Wolf (Corona and Macroeconomic Policy, 2020), menyebutkan bahwa
“the coronavirus outbreak will cause a negative supply shock to the world economy, by
forcing factories to shut down and disrupting global supply chains”. Institute for
Development of Economics and Finance (INDEF) kemudian mengabstraksikan hasil
penelitian Fornano & Wolf tersebut dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa pandemi
COVID-19 ini diprediksi akan menyebabkan guncangan sisi penawaran-permintaan yang
meliputi penurunan produksi barang – penurunan pendapatan – gelombang pemutusan
hubungan kerja – penurunan daya beli – penurunan permintaan atas barang. Adapun
guncangan yang dimaksud adalah yang bergerak pada sektor ekonomi antara lain pariwisata,
transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Indonesia sudah sejak lama menjadi produsen utama komoditi timah dunia. Sudah
sepatutnya pula Indonesia menjadi penentu harga timah. Sejauh ini, ICDX menjadi bursa
transaksi timah Indonesia, dan sejak Agustus bursa komoditi timah bertambah dengan
masuknya BBJ (Bursa Berjangka Jakarta atau JFX-Jakarta Futures Exchange) juga melayani
bursa transaksi timah.sejak zaman penjajahan kolonial Belanda, Indonesia sudah dikenal
sebagai penghasil timah utama dunia. Sejak ditemukan timah di Bangka sekitar tahun 1710,
kegiatan penambangan di pulau ini terus berlangsung hingga kini dan memberikan kontribusi
yang besar dalam ekspor barang tambang dari Indonesia. Sejak lama juga Indonesia
mendambakan menjadi negara penentu harga dalam perdagangan timah dunia melalui bursa
komoditi yang bisa dijadikan acuan dalam perdagangan timah. Hal ini sudah dilakukan
melalui bursa komoditi ICDX (Indonesia Commodity Derivatives Exchange) atau BKDI
(Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia). Kini selain ICDX timah juga diperdagangkan di
lantai bursa BBJ (Bursa Berjangka Jakarta atau juga disebut JFX-Jakarta Futures Exchange).
Selama ini harga timah dunia yang menjadi acuan adalah harga yang ditetapkan melalui
London Metal Exchange.
Timah (Tin) merupakan logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah,
berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi
dengan kandungan unsur kimia dengan simbol Sn (Latin: stannum). Di Indonesia jenis timah
dengan kriteria tersebut sering dikenal dengan istilah timah putih. Munculnya istilah timah
putih ini karena timah sering dirancukan dengan logam lain yaitu logam lunak yang berwarna
kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik didih 1.740°C
pada tekanan atmosfer dan mengandung unsur kimia dengan symbol Pb yaitu timbal.
Akibatnya, yang sering muncul dalam beberapa referensi, klasifikasi timah di Indonesia
digolongkan dalam dua kelompok yaitu timah putih dan timah hitam yang sebetulnya
merupakan dua logam yang berbeda. Perbedaan persepsi di masyarakat ini kemungkinan
besar disebabkan karena kedua logam tersebut mempunyai fungsi yang hampir sama karena
keduanya banyak digunakan untuk solder dalam industri elektronik (Kementerian ESDM,
2013).Indonesia dengan produksi timah yang mencapai 84.000 metrik ton pada tahun 2014
merupakan salah satu produsen utama timah dunia dengan kontribusi sekitar 30% dari total
produksi timah dunia. Dengan total produksi tersebut, Indonesia menempati peringkat kedua
sebagai produsen utama timah setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang produksinya
mencapai 110.000 metrik ton (US Geological Survey, 2015). Daerah sentra produksi timah di
Indonesia diantaranya Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di daratan Sumatera,
Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau sampai sebelah barat pulau Kalimantan.
Daerah-daerah tersebut dikenal sebagai “The Indonesian Tin Belt’” (PT. Timah, 2011),
dengan kandungan cadangan logam timah yang masih didominasi oleh Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang menguasai 90% total produksi timah Indonesia. Produksi timah di
Indonesia dikuasai oleh PT. Timah yang memiliki wilayah penambangan mencapai 92%,
sedangkan sisanya sebanyak 8% dimiliki oleh pihak swasta.
Komoditas timah di Indonesia sudah mendunia sejak abad ke tujuh di zaman kejayaan
Kerajaan Sriwijaya (Bappebti, 2013). Hingga saat ini, timah merupakan salah satu produk
potensial pertambangan dan ekspor di Indonesia. Adanya peningkatan permintaan atas
produk timah dan olahannya di pasar domestik maupun internasional menjadikan timah
sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi dan bisa diandalkan sebagai komoditas
ekspor unggulan.
Perkembangan produksi timah di Indonesia relatif menurun dari tahun 2002 ke tahun 2012
lalu meningkat drastis di tahun 2013, tetapi turun lagi di tahun 2014. Tren penurunan
produksi dari tahun 2002 ke 2014 hanya sebesar 2,31%, penurunan lebih besar terjadi dari
tahun 2002 ke 2012 sebesar 7,61%, dan penurunan produksi terbesar terjadi tahun 2013 ke
2014 sebesar 11,76%. Kondisi produksi timah tahun 2013 dan tahun 2014 relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan harga timah dunia.
Apabila harga timah dunia tinggi maka ada insentif bagi produksi timah dunia untuk
meningkat karena mayoritas produksi timah Indonesia merupakan produk ekspor. Prediksi
harga timah dunia pada tahun 2017 akan meningkat berdasarkan prediksi Bank Dunia dan
EIU Economic and Commodity Forecast (2015). Apabila regulasi, penegakan hukum, pelaku
usaha, konsumsi timah dalam negeri naik dan permintaan timah dunia meningkat maka bisa
saja prediksi produksi timah hingga tahun 2020 yang menurun ternyata dapat meningkat
seiring dengan peningkatan harga timah dunia.
Gambar 2.1 Produksi Timah Indonesia, 2002-2014 dan Prediksi Produksi Timah tahun 2015-
2020 dibandingkan harga Timah Dunia. Sumber: USGS (2014) dan LME (2015), diolah
Harga timah internasional yang terbentuk merupakan hasil interaksi dari penawaran dan
permintaan timah. Harga ini dipengaruhi oleh jumlah timah yang ditransaksikan. Dari posisi
pembeli/demand, semakin banyak timah yang ingin dibeli maka dapat meningkatkan harga
timah. Sementara dari sisi penjual/supply, semakin banyak timah yang ingin dijual maka
dapat menurunkan harga timah. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi supply komoditas
timah relatif sulit untuk dikendalikan. Ada banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang
faktor yang mempengaruhi pembentukan harga komoditas timah, yaitu: permintaan timah,
penawaran timah, kondisi ekonomi dunia, persediaan timah dan industri timah di Indonesia.
Gambar 2.2 Harga Timah Internasional, 1985-2015 (MTon). Sumber: World Bank (2015)
Selanjutnya, grafik dibawah ini menunjukan memperlihatkan produksi tiga negara utama
penghasil tambang timah tahun 2013-2020. Produksi timah dunia riil paling tinggi tahun
2014 sebesar 296.000 metrik ton dimana kontribusi RRT merupakan terbesar yaitu 125.000
metrik ton atau 42,2% produksi dunia dan Indonesia diurutan kedua yaitu 84.000 metrik ton
atau 28,4%. Namun, produksi timah dunia ini diperkirakan akan turun 5,7% menjadi hanya
279.000 metrik ton di tahun 2015 jika dibandingkan tahun 2014. Penurunan produksi timah
dunia ini salah satu penyebabnya diperkirakan terjadi karena turunnya produksi timah di RRT
dan Indonesia sebesar 22,4% dan 16,7%. Selanjutnya, seiring dengan harapan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dunia, maka prediksi produksi timah dunia juga meningkat sebesar
1,1% menjadi 282.000 metrik ton di tahun 2016 jika dibandingkan tahun 2015.
Gambar 2.3 Produksi Negara Utama Penghasil Tambang Timah, 2013 -2020 (MTon).
Sumber: USGS (2015) dan Roskill (2015), diolah
Produksi timah dunia paling tinggi diperkirakan tahun 2020 sebesar 321.956 metrik ton
dimana kontribusi RRT merupakan yang terbesar yaitu 78.826 metrik ton atau 42,2%
produksi dunia dan Indonesia diurutan kedua yaitu 43.594 metrik ton atau 28,4%. Data ini
cukup menarik karena seiring dengan waktu terlihat bahwa proporsi produksi timah di RRT,
Indonesia dan Peru turun sedangkan proporsi produksi negara lain penghasil timah
meningkat.
Gambar 2.4 memperlihatkan enam negara utama pengekspor timah tahun 2011-2016.
Berdasarkan data terlihat bahwa ekspor timah dunia paling tinggi terjadi tahun 2011 sebesar
USD 9.294 juta dimana kontribusi Indonesia merupakan yang terbesar yaitu USD 2.439 juta
atau 26% ekspor timah dunia dan Singapura diurutan kedua yaitu USD 1.190 juta dengan
kontribusi 13% ekspor timah dunia. Data ini sangat menarik karena berdasarkan data US
Geological Survey Mineral Resources Program (USGS, 2014) negara Singapura tidak tercatat
sebagai salah satu produsen timah. Jadi ada indikasi bahwa Singapura hanya melakukan re-
ekspor atau ilegal ekspor dari negara lain.
Gambar 2.4 Perkembangan dan Proyeksi Ekspor Timah dari Negara Utama dan Dunia, 2011-
2020. Sumber: Trade Map (2016), diolah
Rata-rata dalam waktu 10 tahun, ekspor timah Indonesia, Singapura dan Malaysia berturut-
turut sebesar USD 1.658 juta, USD 900 juta dan USD 480 juta. Terjadi penurunan tren ekspor
untuk semua negara sebesar rata-rata 0,07% dari tahun 2011-2014. Penurunan ekspor terbesar
terjadi pada negara Thailand sebesar 0,14% dan penurunan ekspor terkecil terjadi pada
negara Bolivia sebesar 0,025%. Penurunan ekspor ini kemungkinan merupakan salah satu
implikasi dari penurunan pertumbuhan ekonomi dunia.
PEMBAHASAN
Direktur Utama PT Timah Tbk, Riza Pahlevi mengatakan, pihaknya masih menunggu
perkembangan pasar untuk mengakselerasi penjualan terutama pasar ekspor. Oleh karena
itu, sementara ini PT Timah menurunkan produksi dan menahan penjualan hingga harga
dinilai menguntungkan perusahaan. Riza menyebutkan, penurunan produksi mencapai 20-
30 persen dari target bulanan yang telah ditetapkan perusahaan.
3.3 Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Untuk Menghadapi Dampak Covid-19 Pada
Produksi Timah
Selain itu, untuk menjamin kegiatan Produksi timah tetap beroperasi dperlukan
langkah-langkah mitigasi guna menjaga daerah penambangan dan pekerja-pekerja
tambang. Kebijakan jaga jarak atau social distancing yang diterapkan pemerintah masih
memberi peluang pada tambang untuk beroperasi. Untuk itu, operasional harus dijalankan
dengan metodologi safety standard terkait tambahan risiko yang mungkin timbul akibat
wabah covid-19. Pada tahap awal, upaya pencegahan dilakukan dengan membangun
kesadaran setiap orang di operasional tambang untuk sadar bahaya Covid-19. Penyebaran
informasi dan sosialisasi secara masif telah dilakukan baik melalui email, pemasangan
material komunikasi, dan melalui media sosial. Program kampanye tersebut untuk
membangun kesadaran dan pola hidup sehat, mendorong kebiasaan cuci tangan pakai
sabun atau memakai sanitizer untuk sterilisasi. Serta mengurangi kontak tangan dengan
hidung, mulut, mata, dan telinga yang menjadi pintu masuk virus ke tubuh. Kesadaran
mengonsumsi makanan sehat dan olahraga teratur, terus didorong ke setiap orang,
sehingga memiliki imunitas atau kekebalan tubuh yang baik. Upaya pencegahan juga
dilakukan dengan penyediaan thermo gun untuk pemeriksaan suhu dan hand sanitizer
ditempatkan di tempat-tempat strategis. Bagi pekerja yang suhu tubuhnya lebih dari 37,5
derajat, tidak diperkenankan untuk bekerja dan diharuskan memeriksakan diri ke klinik
perusahaan. Upaya selanjutnya adalah memberlakukan program social distancing setiap
orang yang ada di wilayah operasional tambang. Social distancing intinya memberikan
jarak antara karyawan satu sama lain, memberikan jarak aman baik saat kerja maupun
ketika di kendaraan menuju tempat kerja, larangan menerima tamu (kecuali izin khusus),
memaksimalkan penggunaan teknologi sebagai pengganti kegiatan tatap muka,
penyemprotan desinfektan di area kerja dan mes, karantina 14 hari bagi pekerja yang sakit
atau datang dari luar, dan beberapa program yang lain. Upaya yang tak kalah penting
yang perlu dilakukan adalah membangun sistem pelaporan dan respons terkait Covid-19
yang terbuka 24 jam. Jika ada pekerja yang sakit dapat segera melapor ke CCR melalui
telepon atau WhatsApp atau SMS. Nantinya tim Emergency akan berkoordinasi dengan
dokter atau paramedis untuk melakukan pemeriksaan. Di tengah ancaman wabah virus
Corona, kebijakan perusahaan saat ini mendorong langkah-langkah yang mengutamakan
kesehatan dan keselamatan kerja, dengan tetap menjaga supaya operasional tambang tetap
berjalan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Dampak penyebaran covid-19 terhadap sektor pertambangan di Indeonsia adalah
permintaan dan penawaran yang tidak sejajar, produksi berkurang, anjloknya harga
komoditi.
2. Dampak dari penyebaran Covid-19 terhadap produksi timah di Indeonesia adalah
produksi timah menurun 20 - 30%, harga jual timah menurun di pasaran dan
penahanan ekspor komoditi timah.
3. Langkah yang harus diambil untuk menghadapi dampak Covid-19 adalah menahan
ekspor sampai harga Timah kembali membaik di pasaran dan mengurangi produksi
untuk mnenekan cost.
4.2 Saran
Melihat kondisi harga timah yang anjlok pada pasaran perlu dilakukannya peningkatan
industri hilir timah untuk menambah nilai jual timah tersebut. Hal itu dikareanakan
timah yang dijual dalah barang mentah. Maka demgam melakukan value added
(penambahan nilai) pada bahan mentah tersebut diharapkan mampu meningkatkan harga
timah dipasaran. Hal yang tak kalah penting adalah melaksanakan kegiatan operasioanal
penambangan dengan protocol Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Bappebti. (2019). “Pasar Timah Indonesia Ada Di Dua Bursa”. Bulletin Bappebti/Mjl/210/
XII/2019/Edisi September.