Anda di halaman 1dari 21

DAMPAK COVID-19 TERHADAP PRODUKSI TIMAH DI INDONESIA

OLEH :

HAMZA

R1D118035

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Jumlah kasus Covid-19 yang semakin meningkat melemahkan perekonomian
nasional maupun internasional. World Health Organization (WHO) telah
mengumumkan jika Virus Corona (COVID-19) merupakan sebuah wabah pandemi
yang sudah menyebar ke seluruh dunia. Kasus COVID-19 per tanggal 16 Mei telah
menginfeksi lebih dari satu juta penduduk dunia. Pandemi COVID-19 yang
disebabkan oleh virus Corona baru SARS-CoV-2 tidak hanya menghantam sektor
kesehatan di Indonesia. Berbagai sektor bisnis mengalami perlambatan akibat virus
Covid-19. Mulai dari sektor pariwisata, penerbangan, perhotelan, farmasi, alat berat,
otomotif, perkebunan hingga pertambangan mineral dan batubara. Kendati tidak
secara tidak langsung, sektor bisnis dan ekonomi pun ikut mengalami pukulan yang
cukup berat. Penyebaran COVID-19 yang meluas ke beberapa negara berdampak
pada berbagai sektor, salah satunya industri pertambangan yang memiliki pasar
ekspor. Pandemi COVID-19 yang terjadi secara global menyebabkan perlambatan
ekonomi hampir di semua negara dan juga mempengaruhi permintaan komoditas
pertambangan di negara tujuan ekspor. Pandemi virus corona yang menggoyang pasar
global ikut menekan pasar dan harga komoditas, termasuk logam timah.. Jumlah
kasus Covid-19 yang semakin meningkat melemahkan perekonomian nasional
maupun internasional.Meskipun angka kesembuhan Covid-19 terus meningkat,
kemunculan kasus penyebaran Covid-19 juga mengalami peningkatan sehingga
ketidakpastian masih terus memengaruhi laju perekonomian global dan nasional.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa dampak Pandemi Covid-19 pada industri Pertambangan di Indonesia ?
2. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 pada produksi Timah di Indonesia ?
3. Apa langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapi dampak covid-19
pada produksi Timah ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dampak Pandemi Covid-19 pada industri Pertambangan di Indonesia
2. Menjelaskan dampak Pandemi Covid-19 pada produksi Timah di Indonesia
3. Mendeskripsikan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapi dampak
covid-19 pada produksi Timah ?
BAB 2

KAJIAN TEORI

Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran
nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. COVID-19
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Ini
merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di
Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.

Gejala-gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering.
Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, sakit
tenggorokan atau diare, Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul
secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa pun dan tetap
merasa sehat. Sebagian besar (sekitar 80%) orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu
perawatan khusus. Sekitar 1 dari 6 orang yang terjangkit COVID-19 menderita sakit parah
dan kesulitan bernapas.

Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status
pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease
2019 (COVID-19). Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit
yang menyerang banyak korban, serempak di berbagai negara. Sementara dalam kasus
COVID-19, badan kesehatan dunia WHO menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena
seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi penyakit COVID-19. Dengan ditetapkannya
status global pandemic tersebut, WHO sekaligus mengonfirmasi bahwa COVID-19
merupakan darurat internasional. Artinya, setiap rumah sakit dan klinik di seluruh dunia
disarankan untuk dapat mempersiapkan diri menangani pasien penyakit tersebut meskipun
belum ada pasien yang terdeteksi.

Perkembangan penyebaran Covid-19 di Indonesia yang belum terkendali telah mendorong


pemerintah merilis kebijakan baru guna mengefektifkan langkah penanganan wabah dan
meminimalisasi dampak yang ditimbulkannya. Sebelumnya, pemerintah menetapkan
Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Keppres
tersebut menempatkan Gugus Tugas yang dikomandani oleh BNPB sebagai pelaksana,
koordinator, serta pengawas dalam menangani Covid-19. Kini, pemerintah telah menetapkan
epidemi Covid-19 di Indonesia sebagai bencana nasional melalui Keppres No. 12 Tahun
2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional
pada Senin, 13 April 2020.

Peneliti Fornano & Wolf (Corona and Macroeconomic Policy, 2020), menyebutkan bahwa
“the coronavirus outbreak will cause a negative supply shock to the world economy, by
forcing factories to shut down and disrupting global supply chains”. Institute for
Development of Economics and Finance (INDEF) kemudian mengabstraksikan hasil
penelitian Fornano & Wolf tersebut dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa pandemi
COVID-19 ini diprediksi akan menyebabkan guncangan sisi penawaran-permintaan yang
meliputi penurunan produksi barang – penurunan pendapatan – gelombang pemutusan
hubungan kerja – penurunan daya beli – penurunan permintaan atas barang. Adapun
guncangan yang dimaksud adalah yang bergerak pada sektor ekonomi antara lain pariwisata,
transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Indonesia sudah sejak lama menjadi produsen utama komoditi timah dunia. Sudah
sepatutnya pula Indonesia menjadi penentu harga timah. Sejauh ini, ICDX menjadi bursa
transaksi timah Indonesia, dan sejak Agustus bursa komoditi timah bertambah dengan
masuknya BBJ (Bursa Berjangka Jakarta atau JFX-Jakarta Futures Exchange) juga melayani
bursa transaksi timah.sejak zaman penjajahan kolonial Belanda, Indonesia sudah dikenal
sebagai penghasil timah utama dunia. Sejak ditemukan timah di Bangka sekitar tahun 1710,
kegiatan penambangan di pulau ini terus berlangsung hingga kini dan memberikan kontribusi
yang besar dalam ekspor barang tambang dari Indonesia. Sejak lama juga Indonesia
mendambakan menjadi negara penentu harga dalam perdagangan timah dunia melalui bursa
komoditi yang bisa dijadikan acuan dalam perdagangan timah. Hal ini sudah dilakukan
melalui bursa komoditi ICDX (Indonesia Commodity Derivatives Exchange) atau BKDI
(Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia). Kini selain ICDX timah juga diperdagangkan di
lantai bursa BBJ (Bursa Berjangka Jakarta atau juga disebut JFX-Jakarta Futures Exchange).
Selama ini harga timah dunia yang menjadi acuan adalah harga yang ditetapkan melalui
London Metal Exchange.

Timah (Tin) merupakan logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah,
berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi
dengan kandungan unsur kimia dengan simbol Sn (Latin: stannum). Di Indonesia jenis timah
dengan kriteria tersebut sering dikenal dengan istilah timah putih. Munculnya istilah timah
putih ini karena timah sering dirancukan dengan logam lain yaitu logam lunak yang berwarna
kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik didih 1.740°C
pada tekanan atmosfer dan mengandung unsur kimia dengan symbol Pb yaitu timbal.
Akibatnya, yang sering muncul dalam beberapa referensi, klasifikasi timah di Indonesia
digolongkan dalam dua kelompok yaitu timah putih dan timah hitam yang sebetulnya
merupakan dua logam yang berbeda. Perbedaan persepsi di masyarakat ini kemungkinan
besar disebabkan karena kedua logam tersebut mempunyai fungsi yang hampir sama karena
keduanya banyak digunakan untuk solder dalam industri elektronik (Kementerian ESDM,
2013).Indonesia dengan produksi timah yang mencapai 84.000 metrik ton pada tahun 2014
merupakan salah satu produsen utama timah dunia dengan kontribusi sekitar 30% dari total
produksi timah dunia. Dengan total produksi tersebut, Indonesia menempati peringkat kedua
sebagai produsen utama timah setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang produksinya
mencapai 110.000 metrik ton (US Geological Survey, 2015). Daerah sentra produksi timah di
Indonesia diantaranya Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di daratan Sumatera,
Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau sampai sebelah barat pulau Kalimantan.
Daerah-daerah tersebut dikenal sebagai “The Indonesian Tin Belt’” (PT. Timah, 2011),
dengan kandungan cadangan logam timah yang masih didominasi oleh Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang menguasai 90% total produksi timah Indonesia. Produksi timah di
Indonesia dikuasai oleh PT. Timah yang memiliki wilayah penambangan mencapai 92%,
sedangkan sisanya sebanyak 8% dimiliki oleh pihak swasta.

Komoditas timah di Indonesia sudah mendunia sejak abad ke tujuh di zaman kejayaan
Kerajaan Sriwijaya (Bappebti, 2013). Hingga saat ini, timah merupakan salah satu produk
potensial pertambangan dan ekspor di Indonesia. Adanya peningkatan permintaan atas
produk timah dan olahannya di pasar domestik maupun internasional menjadikan timah
sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi dan bisa diandalkan sebagai komoditas
ekspor unggulan.

Perkembangan produksi timah di Indonesia relatif menurun dari tahun 2002 ke tahun 2012
lalu meningkat drastis di tahun 2013, tetapi turun lagi di tahun 2014. Tren penurunan
produksi dari tahun 2002 ke 2014 hanya sebesar 2,31%, penurunan lebih besar terjadi dari
tahun 2002 ke 2012 sebesar 7,61%, dan penurunan produksi terbesar terjadi tahun 2013 ke
2014 sebesar 11,76%. Kondisi produksi timah tahun 2013 dan tahun 2014 relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan harga timah dunia.
Apabila harga timah dunia tinggi maka ada insentif bagi produksi timah dunia untuk
meningkat karena mayoritas produksi timah Indonesia merupakan produk ekspor. Prediksi
harga timah dunia pada tahun 2017 akan meningkat berdasarkan prediksi Bank Dunia dan
EIU Economic and Commodity Forecast (2015). Apabila regulasi, penegakan hukum, pelaku
usaha, konsumsi timah dalam negeri naik dan permintaan timah dunia meningkat maka bisa
saja prediksi produksi timah hingga tahun 2020 yang menurun ternyata dapat meningkat
seiring dengan peningkatan harga timah dunia.

Gambar 2.1 Produksi Timah Indonesia, 2002-2014 dan Prediksi Produksi Timah tahun 2015-
2020 dibandingkan harga Timah Dunia. Sumber: USGS (2014) dan LME (2015), diolah

Harga timah internasional yang terbentuk merupakan hasil interaksi dari penawaran dan
permintaan timah. Harga ini dipengaruhi oleh jumlah timah yang ditransaksikan. Dari posisi
pembeli/demand, semakin banyak timah yang ingin dibeli maka dapat meningkatkan harga
timah. Sementara dari sisi penjual/supply, semakin banyak timah yang ingin dijual maka
dapat menurunkan harga timah. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi supply komoditas
timah relatif sulit untuk dikendalikan. Ada banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang
faktor yang mempengaruhi pembentukan harga komoditas timah, yaitu: permintaan timah,
penawaran timah, kondisi ekonomi dunia, persediaan timah dan industri timah di Indonesia.
Gambar 2.2 Harga Timah Internasional, 1985-2015 (MTon). Sumber: World Bank (2015)

Selanjutnya, grafik dibawah ini menunjukan memperlihatkan produksi tiga negara utama
penghasil tambang timah tahun 2013-2020. Produksi timah dunia riil paling tinggi tahun
2014 sebesar 296.000 metrik ton dimana kontribusi RRT merupakan terbesar yaitu 125.000
metrik ton atau 42,2% produksi dunia dan Indonesia diurutan kedua yaitu 84.000 metrik ton
atau 28,4%. Namun, produksi timah dunia ini diperkirakan akan turun 5,7% menjadi hanya
279.000 metrik ton di tahun 2015 jika dibandingkan tahun 2014. Penurunan produksi timah
dunia ini salah satu penyebabnya diperkirakan terjadi karena turunnya produksi timah di RRT
dan Indonesia sebesar 22,4% dan 16,7%. Selanjutnya, seiring dengan harapan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dunia, maka prediksi produksi timah dunia juga meningkat sebesar
1,1% menjadi 282.000 metrik ton di tahun 2016 jika dibandingkan tahun 2015.
Gambar 2.3 Produksi Negara Utama Penghasil Tambang Timah, 2013 -2020 (MTon).
Sumber: USGS (2015) dan Roskill (2015), diolah

Produksi timah dunia paling tinggi diperkirakan tahun 2020 sebesar 321.956 metrik ton
dimana kontribusi RRT merupakan yang terbesar yaitu 78.826 metrik ton atau 42,2%
produksi dunia dan Indonesia diurutan kedua yaitu 43.594 metrik ton atau 28,4%. Data ini
cukup menarik karena seiring dengan waktu terlihat bahwa proporsi produksi timah di RRT,
Indonesia dan Peru turun sedangkan proporsi produksi negara lain penghasil timah
meningkat.

Gambar 2.4 memperlihatkan enam negara utama pengekspor timah tahun 2011-2016.
Berdasarkan data terlihat bahwa ekspor timah dunia paling tinggi terjadi tahun 2011 sebesar
USD 9.294 juta dimana kontribusi Indonesia merupakan yang terbesar yaitu USD 2.439 juta
atau 26% ekspor timah dunia dan Singapura diurutan kedua yaitu USD 1.190 juta dengan
kontribusi 13% ekspor timah dunia. Data ini sangat menarik karena berdasarkan data US
Geological Survey Mineral Resources Program (USGS, 2014) negara Singapura tidak tercatat
sebagai salah satu produsen timah. Jadi ada indikasi bahwa Singapura hanya melakukan re-
ekspor atau ilegal ekspor dari negara lain.
Gambar 2.4 Perkembangan dan Proyeksi Ekspor Timah dari Negara Utama dan Dunia, 2011-
2020. Sumber: Trade Map (2016), diolah

Rata-rata dalam waktu 10 tahun, ekspor timah Indonesia, Singapura dan Malaysia berturut-
turut sebesar USD 1.658 juta, USD 900 juta dan USD 480 juta. Terjadi penurunan tren ekspor
untuk semua negara sebesar rata-rata 0,07% dari tahun 2011-2014. Penurunan ekspor terbesar
terjadi pada negara Thailand sebesar 0,14% dan penurunan ekspor terkecil terjadi pada
negara Bolivia sebesar 0,025%. Penurunan ekspor ini kemungkinan merupakan salah satu
implikasi dari penurunan pertumbuhan ekonomi dunia.

Berikut peluang, hambatan dan strategi industri timah di Indonesia :


Ada tiga hambatan dan tiga peluang yang bisa dirangkum dalam industri timah di Indonesia.
Hambatan yang perlu diatasi yaitu: (1) Rendahnya harga timah dunia dan domestik, (2) Harga
timah dunia mengacu pada pasar bursa LME dan bukan pada BKDI, (3) Adanya indikasi
ekspor ilegal dari Babel. Selain itu peluang yang perlu ditangkap oleh pemerintah dan pelaku
usaha terkait timah yaitu: (1) Terbukanya kesempatan melakukan hilirisasi karena
meningkatnya produksi timah, (2) Prediksi harga timah tahun 2017 akan naik, dan (3)
Pembuatan regulasi SNI timah solder untuk melindungi pelaku usaha/ importir supaya
mendapatkan barang yang berkualitas.
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Pandemi Covid-19 pada Industri Pertambangan di Indonesia

Penyebaran wabah virus Corona di Indonesia yang semakin meningkat diprediksi


memukul sektor pertambangan dalam jangka waktu panjang. Pemerintah menilai
pengaruh Corona belum begitu menjatuhkan lini bisnis sektor mineral dan batu bara di
kuartal I 2020, namun berpotensi berbahaya di kuartal selanjutnya.penyebab menurunnya
kinerja sektor minerba setidaknya disebabkan oleh 2 hal, yaitu kegagalan pasar dan
kegagalan kebijakan. Kegagalan pasar adalah kondisi permintaan dan penawaran yang
tidak sejajar. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor
Minerba, Irwandy Arif membandingkan dengan harga minyak dunia yang saat ini anjlok
akibat Corona karena mobilitas di sektor transportasi dan manufaktur berhenti. Sementara
faktor kebijakan kegagalan berarti kebijakan atau peraturan pemerintah yang disusun
tidak bisa menangani kegagalan pasar tersebut, yang ada hanyalah memperumit dan
memperburuk keadaan.
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan jika Virus Corona (COVID-
19) merupakan sebuah wabah pandemi yang sudah menyebar ke seluruh dunia. Kasus
COVID-19 per tanggal 9 April telah menginfeksi lebih dari satu juta penduduk dunia.
Seluruh sektor industri mengalami perlambatan ekonomi termasuk sektor pertambangan.
Adapun dampak penyebaran covid-19 terhadap sektor pertambangan adalah sebagai
berikut :
a. Produksi Berkurang
Beberapa negara yang melakukan lockdown seperti China, India serta salah satu
negara dengan dampak corona terburuk diluar China yaitu Italy melakukan lockdown
sesuai dengan instruksi dari pemerintahan negara tersebut. Hal ini berakibat pada
berhentinya perusahaan pertambangan di negara tersebut untuk melakukan kegiatan
produksi. Produksi yang terhenti akan berakibat pada supply beberapa komoditas
mengalami penurunan.
b. Permintaan Menurun
Sektor pertambangan terutama sektor batubara merupakan salah satu sektor
komoditas pertambangan yang mengalami dampak terbesar dari adanya pandemik ini.
Permintaan yang terbesar biasanya berasal dari China, Korea dan India mengalami
penurunan permintaan terutama untuk support kepada Industri mereka. Virus corona
akan berdampak terhadap pertumbuhan permintaan karena pelambatan ekonomi di
negara importir batu bara seperti China dan Korea akibat penyebaran virus Corona.
Hal ini diakibatkan oleh adanya kebijakan lockdown yang membuat industri di negara
tersebut melambat untuk beberapa waktu.
c. Prospek kedepan
Beberapa perusahaan mulai khawatir akan keadaan pasar yang kurang stabil, setelah
musim penghujan hampir selesai artinya masuk ke musim panas yang berarti
peningkatan produksi namun dengan adanya pandemic ini,akan berakibat pada sektor
pertambangan karena tidak adanya kepastian kapan pandemi ini akan berakhir. Hal ini
memberikan kewaspadaan pada setiap perusahaan akan masa depan sektor ini
kedepanya.

3.2 Dampak Pandemi Covid-19 pada Produksi Timah di Indonesia

Penyebaran COVID-19 yang meluas ke beberapa negara berdampak pada berbagai


sektor, salah satunya industri pertambangan yang memiliki pasar ekspor. PT Timah Tbk
sebagai perusahaan pertambangan timah terbesar di Indonesia, juga turut mengalami
dampak langsung dari Virus Corona. Harga jual timah awal tahun ini terus menurun. Hal
ini dipicu dari pemberhentian sementara produksi barang-barang elektronik, smartphone
dan teknologi lainnya yang bahan dasarnya menggunakan timah, turut memacu
menurunnya permintaan pasar akan timah.
Selama pekan ketiga Februari 2020, harga bergerak fluktuatif. Pelemahan harga timah
di akhir pekan ketiga, dipicu laporan kondisi pasar dunia yang terus mengkhawtirkan
yang dipicu epidemi wabah Covid-19 yang telah merangsek jauh. Kendati demikian, pada
transaksi Senin (24 Februari 2020), aksi profit taking pelaku pasar mengangkat harga
timah. Setelah sebelumnya, harga komoditas timah ini lunglai. Tercatat harga timah di
bursa berjangka internasional semakin pulih dan bergerak naik memasuki perdagangan
pekan ketiga Februari, baik di bursa London Metal Exchange (LME), Malaysia dan juga
bursa Shanghai di tengah anjloknya perdagangan saham kawasan Asia oleh kekhawatiran
pasar meningkatnya korban epidemi virus corona. Hingga pekan ketiga Februari 2020,
menujuk data Komisi Kesehatan Nasional China telah melaporkan total 77.345 kasus
yang terinfeksi dan 2.592 jumlah kematian.Korea Selatan meningkatkan kewaspadaan
terhadap corona virus ke level tertinggi setelah jumlah kasus di negara itu naik menjadi
lebih dari 600, yang terbanyak di luar China, sementara jumlah kematian baru-baru ini 7
orang. Di tempat lain, ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah yang terinfeksi di
Iran dan Italia, sekarang masing-masing menjadi 43 dan 157. Iran juga telah melaporkan
7 orang yang tewas akibat penyakit yang disebabkan oleh coronavirus, Covid-19.
Konsekuensinya, harga timah untuk kontrak Juni 2020 yang banyak diperdagangkan di
bursa Shanghai bergerak naik 1880 yuan menjadi 137340 yuan/MT. Demikian juga
untuk perdagangan yang sedang berlangsung di LME, harga sedang menguat 0,77% atau
127,50 USD/MT ke posisi 16732,50 USD/MT. Harga timah pernah terjun ke posisi
terburuk 4 bulan pasca viralnya berita virus Corona. Pada akhir perdagangan timah di
bursa Malaysia (KLTM) hari Senin (24/02/2020) harga ditutup naik 30 USD/MT atau
0,18% menjadi 16.570 USD/MT. Di bursa berjangka Indonesia harga timah jenis PB300
masih di posisi 16450 USD/MT. Di dalam negeri, pada Selasa (25/2), dialoporkan
bahwa PT Timah Tbk menyatakan penyebaran wabah virus korona membuat bisnis
perusahaan terkoreksi dan memilih untuk mengerem penjualan ke luar negeri. Direktur
Utama PT Timah M Riza Pahlevi Tabrani mengatakan virus tersebut memengaruhi harga
jual komoditas yang mereka tambang. Perusahaan memilih wait and see untuk ekspor.
Tercatat oleh PT Timah, bahwa harga sempat USD17.800 per ton. Sehingga kalau harga
bagus tetap akan meningkatkan penjualan. Pihak PT Tumah membenarkan akan ada
pembcaraan lebih jauh dengan para mitra di dunia usaha terkait antisipasi volatilitas harga
timah. Dalam kaitan itu, kesempatan yang sama, Sekretaris Perusahaan PT Timah
Abdullah Umar Baswedan mengatakan dampak dari virus Korona memang tidak
langsung menggangu perusahaan. Namun dampaknya lebih pada pasokan dan
permintaan (supply and demand) sehingga mempengaruhi harga. Selain itu, PT Timah
juga menyampaikan bahwa peningkatan produksi juga menunggu pergerakan harga yang
meningkat. PT Timah yakin, ada kemungkinan untuk meningkatkan produksi
sebesar lima persen dari estimasi realisasi produksi di tahun lalu yang sebesar 65
ribu-70 ribu ton.
Sepanjang pekan pertama Maret 2020, seperti yang terpantau dalam Chart,
harga timah internasional dan di sentra produksi Timah di dalam negeri bergerak
fluktuatif dengan tren yang melemah. Di dalam negeri, terpantau PT Timah Tbk
telah memulai pembangunan smelter timah baru di Muntok, Bangka Barat.. Pabrik
tersebut nantinya menggunakan teknologi di bidang pemurnian dan pengolahan timah
yakni EPCC TSL Furnace Ausmelt. Pada perdagangan Senin (2 Maret 2020), harga
timah yang berasal dari Wuhan ternyata berdampak pada sejumlah perusahaan pelat
merah. Salah satunya PT Timah Tbk yang menyatakan bahwa wabah Covid-19 yang
semakin meluas membuat harga jual timah mengalami penurunan (terkontraksi).
Sehingga, perseroan masih mempertimbangkan perkembangan pasar untuk
meningkatkan produksi. Harga sempat naik ke posisi US$17.800 per ton, setelah ada
pendemi Covid-19 sempat terkoreksi. Saati ni, PT Timah masih menunggu
perkembangan harga internasional. Oleh karena itu, timah juga akan berkomunikasi
dengan pelaku industri seluruh dunia terkait dengan pergerakan harga. Maka, untuk
mengantisipasi penuruan harga, PT Timah masih menahan jumlah ekspor saat ini.
Karena hal itu perseroan tak menargetkan angka produksi yang agresif pada 2020
ini. Atau targetnya naik sebesar 5 persen, tapi tergantung juga dengan harga. Sementara
itu, pada Selasa (3 Maret 2020), Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI)
memperkirakan, harga timah sepanjang tahun 2020 bisa di level US$18.700 per ton
hingga US$ 20.600 per ton. Dari sisi kapasitas produksi, Berdasarkan data
Kementerian ESDM, sepanjang tahun 2019, produksi timah Indonesia mencapai
69.763,66 ton atau sebesar 99,57% dari rencana produksi. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), ekspor timah dari Januari hingga November 2019 mencapai
US$1,17 miliar atau turun 19,17% dari periode yang sama tahun 2018 yang mencapai
US$1,45 miliar. Selanjutnya pada Rabu (4 Maret 2020), laporan Direksi PT Timah Tbk.
Menyatakan bahwa mereka tetap melihat kondisi pasar untuk menentukan target
produksi pada tahun ini untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari mewabahnya virus
corona alias Covid-19. Meredanya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina
menjadi salah satu dorongan positif pada tahun 2020 ini. Namun, mewabahnya virus
corona kini menjadi tantangan utama bagi kegiatan bisnis emiten berkode saham TINS
tersebut. Memang yang paling isu adalah harga yang tertekan, kemarin trade war,
sekarang ada corona, pasca corona harga drop, mungkin setelah itu kami wait and see.
Kendati demikian, PT Timah Tbk memastikan perseroan tidak memiliki isu produksi
pada tahun 2020 ini. Sehingga pada akhir pekan, Jum’at (6 Maret), mengamati
perkembangan harga timah di bursa komoditas global, terlihat harga timah tampaknya
masih menalami pukulan yang cukup kuat pada perdagangan akhir pekan, terutama di
bursa Malaysia dan Shanghai. Namun terjadi pergerakan sebaliknya pada harga timah
di bursa berjangka Indonesia (BBJ).
Pandemi virus corona yang menggoyang pasar global ikut menekan pasar dan harga
komoditas, termasuk logam timah. Kondisi ini berdampak terhadap kinerja operasional
produksi dan penjualan PT Timah Tbk (TINS) di awal tahun ini. Sekretaris Perusahaan
TINS Abdullah Umar mengungkapkan, pelemahan nilai kurs rupiah dan tekanan terhadap
harga komoditas sebagai imbas dari pandemi virus corona ikut berdampak terhadap
kinerja TINS di kuartal pertama. Produksi bijih maupun logam timah TINS ditaksir
mengalami penurunan dan lebih rendah dari rencana. Sementara penjualan logam timah
tertekan seiring dengan tingkat pelemahan permintaan pasar logam timah dunia.
Sayangnya Abdullah belum mau memaparkan dengan detail realisasi produksi maupun
penjualan TINS di sepanjang kuartal I-2020 ini.

Gambar 3.1 Harga Timah di Komoditas Global

Direktur Utama PT Timah Tbk, Riza Pahlevi mengatakan, pihaknya masih menunggu
perkembangan pasar untuk mengakselerasi penjualan terutama pasar ekspor. Oleh karena
itu, sementara ini PT Timah menurunkan produksi dan menahan penjualan hingga harga
dinilai menguntungkan perusahaan. Riza menyebutkan, penurunan produksi mencapai 20-
30 persen dari target bulanan yang telah ditetapkan perusahaan.
3.3 Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Untuk Menghadapi Dampak Covid-19 Pada
Produksi Timah

Langkah sementara yang dilakukan produsen Timah untuk menghadapi dampak


Covid-19 adalah menahan ekspor dan mengurangi produksi sambil melihat
perkembangan permintaan pasar. Hal ini dilakukan Produsen belum memprediksikan
kapan permintaan akan membaik di tengah situasi global yang sedang tak menentu.
Emiten TINS ini selanjutnya perlu melakukan sejumlah langkah strategis menghadapi
kondisi ini. PT Timah Tbk, Riza Pahlevi menyebutkan telah menempuh langkah
menurunkan produksi hingga 30 persen. Penurunan produksi ini lantaran permintaan
dunia yang berkurang akibat dari banyaknya industri yang menggunakan timah sebagai
bahan dasar menghentikan sementara produksinya akibat dari COVID 19. Pasar Timah
adalah ekspor, negara-negara tujuan ekspor Timah Indonesia hampir semuanya
terdampak virus corona. Beberapa bahkan menghentikan produksinya, meskipun ada
yang sudah kembali berproduksi secara bertahap. Sehingga memilih untuk mengurangi
produksi sampai situasi kembali membaik adalah langkah terbaik lantaran harga timah
dunia yang masih belum menggembirakan sejak awal tahun lalu.
Harga yang sekarang ini masih jauh dari harga produksi Timah Indonesia. Penahanan
ekspor harus dilakukan sampai harga menggembirakan. Produsen ini juga perlu
melakukan langkah efisiensi di berbagai bidang operasional produksi. Hal ini untuk
menekan cost produksi. Efisiensi lumrah dilakukan sebagai sebuah strategi. Hal ini sudah
dilakukan oleh perusahaan sejak menghadapi isu perang dagang, menyikapi penurunan
harga timah dunia dan saat ini covid 19.

Selain itu, untuk menjamin kegiatan Produksi timah tetap beroperasi dperlukan
langkah-langkah mitigasi guna menjaga daerah penambangan dan pekerja-pekerja
tambang. Kebijakan jaga jarak atau social distancing yang diterapkan pemerintah masih
memberi peluang pada tambang untuk beroperasi. Untuk itu, operasional harus dijalankan
dengan metodologi safety standard terkait tambahan risiko yang mungkin timbul akibat
wabah covid-19. Pada tahap awal, upaya pencegahan dilakukan dengan membangun
kesadaran setiap orang di operasional tambang untuk sadar bahaya Covid-19. Penyebaran
informasi dan sosialisasi secara masif telah dilakukan baik melalui email, pemasangan
material komunikasi, dan melalui media sosial. Program kampanye tersebut untuk
membangun kesadaran dan pola hidup sehat, mendorong kebiasaan cuci tangan pakai
sabun atau memakai sanitizer untuk sterilisasi. Serta mengurangi kontak tangan dengan
hidung, mulut, mata, dan telinga yang menjadi pintu masuk virus ke tubuh. Kesadaran
mengonsumsi makanan sehat dan olahraga teratur, terus didorong ke setiap orang,
sehingga memiliki imunitas atau kekebalan tubuh yang baik. Upaya pencegahan juga
dilakukan dengan penyediaan thermo gun untuk pemeriksaan suhu dan hand sanitizer
ditempatkan di tempat-tempat strategis. Bagi pekerja yang suhu tubuhnya lebih dari 37,5
derajat, tidak diperkenankan untuk bekerja dan diharuskan memeriksakan diri ke klinik
perusahaan. Upaya selanjutnya adalah memberlakukan program social distancing setiap
orang yang ada di wilayah operasional tambang. Social distancing intinya memberikan
jarak antara karyawan satu sama lain, memberikan jarak aman baik saat kerja maupun
ketika di kendaraan menuju tempat kerja, larangan menerima tamu (kecuali izin khusus),
memaksimalkan penggunaan teknologi sebagai pengganti kegiatan tatap muka,
penyemprotan desinfektan di area kerja dan mes, karantina 14 hari bagi pekerja yang sakit
atau datang dari luar, dan beberapa program yang lain. Upaya yang tak kalah penting
yang perlu dilakukan adalah membangun sistem pelaporan dan respons terkait Covid-19
yang terbuka 24 jam. Jika ada pekerja yang sakit dapat segera melapor ke CCR melalui
telepon atau WhatsApp atau SMS. Nantinya tim Emergency akan berkoordinasi dengan
dokter atau paramedis untuk melakukan pemeriksaan. Di tengah ancaman wabah virus
Corona, kebijakan perusahaan saat ini mendorong langkah-langkah yang mengutamakan
kesehatan dan keselamatan kerja, dengan tetap menjaga supaya operasional tambang tetap
berjalan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Dampak penyebaran covid-19 terhadap sektor pertambangan di Indeonsia adalah
permintaan dan penawaran yang tidak sejajar, produksi berkurang, anjloknya harga
komoditi.
2. Dampak dari penyebaran Covid-19 terhadap produksi timah di Indeonesia adalah
produksi timah menurun 20 - 30%, harga jual timah menurun di pasaran dan
penahanan ekspor komoditi timah.
3. Langkah yang harus diambil untuk menghadapi dampak Covid-19 adalah menahan
ekspor sampai harga Timah kembali membaik di pasaran dan mengurangi produksi
untuk mnenekan cost.
4.2 Saran
Melihat kondisi harga timah yang anjlok pada pasaran perlu dilakukannya peningkatan
industri hilir timah untuk menambah nilai jual timah tersebut. Hal itu dikareanakan
timah yang dijual dalah barang mentah. Maka demgam melakukan value added
(penambahan nilai) pada bahan mentah tersebut diharapkan mampu meningkatkan harga
timah dipasaran. Hal yang tak kalah penting adalah melaksanakan kegiatan operasioanal
penambangan dengan protocol Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA

Bappebti. (2019). “Pasar Timah Indonesia Ada Di Dua Bursa”. Bulletin Bappebti/Mjl/210/
XII/2019/Edisi September.

Bappebti. (2020). “ANALISIS KOMODITI TIMAH MINGGU IV 24 FEBRUARI 2020


S.D. 28 FEBRUARI 2020”. Kementrian Perdagangan.

Bappebti. (2020). “ANALISIS KOMODITI TIMAH PERTAMA BULAN MARET 2020 02


s.d. 06 MARET 2020”. Kementrian Perdagangan.

Begini Jadinya Industri Pertambangan Gara-Gara Penyebaran Virus Corona.


https://duniatambang.co.id/Berita/read/853/Begini-Jadinya-Industri-Pertambangan-Gara-
Gara-Penyebaran-Virus-Corona. Diakses pada Sabtu, 16 Mei 2020 pada pukul 12.39 WITA.

Dampak Corona, PT Timah Ambil Langkah Efisiensi dan Tahan Ekspor.


https://www.ap3i.or.id/News/News-Update/Dampak-Corona-PT-Timah-Ambil-Langkah-
Efisiensi-dan-Tahan-Ekspor-.html. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2020 pada pukul 11.23
WITA

Dampak COVID-19, PT Timah Tbk Turunkan Produksi dan Tahan Ekspor.


https://kumparan.com/babelhits/dampak-covid-19-pt-timah-tbk-turunkan-produksi-dan-
tahan-ekspor-1tAgrg46CJZ/full. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2020 pada pukul 11.23
WITA.

Dampak Virus Corona, Harga Timah Turun. https://kepridays.co.id/2020/02/11/dampak-


virus-corona-harga-timah-turun. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2020 pada pukul 11.55
WITA.
Jati, Kumara.2016.Prospek Pasar Perdagangan Timah : Peluang dan Tantangan. Info
Komoditi Timah. Badan Pengkajian dan Pengembagan Perdagangan. Kementerian
Perdagangan.

Pertanyaan dan jawaban terkait Coronavirus. https://www.who.int/indonesia/news/novel-


coronavirus/qa-for-public. Diakses pada Sabtu, 16 Mei 2020 pada pukul 10.55 WITA.

TINS: Harga Timah Turun, PT Timah Kurangi Produksi.


https://miraeasset.co.id/id/News/23650. Diakses pada Minggu, 17 Mei 2020 pada pukul 10.55
WITA.

Anda mungkin juga menyukai