ABSTRAK
Surabaya memiliki banyak bangunan peninggalan Belanda yang bersejarah, salah
satunya adalah Kantor Gubernur Jawa Timur. Kantor ini memiliki keunikan pada
karakter visualnya sehingga perlu untuk ditinjau. Keunikan karakter visual pada
bangunan ini terlihat pada atap bangunannya yang datar, memiliki menara jam yang
memiliki hiasan pada puncaknya. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui karakter
visual dari fasade bangunan kolonial Belanda Kantor Gubernur Jawa Timur. Metode
yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan langkah mendekripsikan
elemen-elemen visual bangunan dan menganalisisnya sehingga dapat disimpulkan
karakter visual bangunan. Karakter visual pada bangunan Kantor Gubernur Jawa
Timur termasuk dalam periode Arsitektur transisi/peralihan dan Arsitektur Kolonial
Belanda Modern yang menganut langgam Niewe Bouwen dan Art Deco. Terdapat
beberapa perubahan pada fasad bangunan, namun perubahan itu tidak terlalu
signifikan dan tidak mengubah karakter asli bangunan.
Kata kunci: elemen visual, karakter visual, bangunan kolonial Belanda
ABSTRACT
Surabaya has lots of Dutch heritage of historic buildings, one of which is the Office of
the Governor of East Java. This office has a unique characteristic of visual thus need
to be reviewed to determine the style or era of this building. The unique characters of
the building were had a flat roof of, has a clock tower which has a decoration on the
peak with the pole gold and white paint that all dominates in this building. The method
has been used is descriptive analysis method with some steps to decrypt the visual
elements of the building and analyze it to conclude the visual character of the building.
Visual character of the East Java Governor Office Building included in the period of
transition Architecture/transition and Dutch Colonial Architecture Modern embracing
Niewe Bouwen style and Art Deco. There are several changes to the facade of the
building, but the change was not significant and does not changed the original of
visual character of the building.
Keywords: preservation, colonial buildings,
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode dekriptif analitis untuk mengumpulkan data
sekunder dan primer melalui observasi. Langkah awal studi dengan melakukan survey
langsung pada objek. Setelah mengetahui gambaran dari fasade bangunan yang diamati
kemudian mendeskripsikan tiap elemen penyusun fasade bangunan. Setelah
mendeskripsikan elemen-elemen penyusun fasade kemudian dianalisis lebih lanjut untuk
menyimpulkan karakter visual dari bangunan. Variabel pada studi ini adalah gaya
bangunan untuk mengetahui klasifikasi gaya yang pada bangunan ini. Elemen fasad
bangunan berupa atap, dinding, pintu, jendela, lubang angin dan kolom untuk
Massa bangunan
Massa bangunan persegi panjang dengan lubang pada bagian tengahnya yang
terlihat seperti terdiri dari banyak massa yang sebenarnya berupa satu kesatuan.
Penambahan selasar pada massa bangunan gedung lama yang difungsikan untuk
memudahkan akses ke gedung baru mempengaruhi siluet bangunan. Bangunan termasuk
dalam periode Arsitektur transisi/peralihan dan Arsitektur Kolonial Belanda Modern yang
menganut langgam Niewe Bouwen dan Art Deco. Bangunan yang berada di atas tahun
1920 memiliki langgam Niewe Bouwen (Handinoto, 1996). (Gambar 1)
Bentuk massa pada bangunan kantor gubernur Jawa
Timur adalah persegi panjang dengan lubang pada
Atap datar merupakan ciri khas bagian tengahnya yang terlihat seperti terdiri dari
dari langgam Niewe Bouwen. banyak massa yang sebenarnya berupa satu kesatuan.
Gaya bangunan
Tidak semua gaya arsitektur peralihan maupun arsitektur kolonial modern
diterapkan pada bangunan ini, karena bangunan ini menerapkan percampuran gaya
klasik dan modern. Menerapkan prinsip-prinsip modernisme dengan atap datar, volume
bangunan berbentuk kubus, fasade kebih sederhana dengan dominasi garis-garis
horizontal serta tidak terlalu banyak menggunakan ornamen. Pengaplikasian gaya
arsitektur kolonial peralihan/transisi yang dapat diidentifikasi dari ciri-ciri bangunan antara
lain (Gambar 2):
14 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017
• Adanya tower atau menara pada bangunan;
• Terdiri dari banyak lubang dan jendela yang berfungsi sebagai pencahayaan dan
penghawaan alami;
• Pada tampak terlihat masih sedikit terpengaruh gaya klasik pada kolom dan
lengkungan setengah kubah lubang cahaya (Tudor Arch); dan
• Terdapat ornamen yang berfungsi sebagai pencahayaan alami.
Atap
Atap pada bangunan beratap datar merupakan ciri langgam Niewe Bouwen, hiasan
pada atap berupa tower dan hiasan kemuncak atap pada atap tidak terdapat perubahan
yang mengubah karakter asli, namun terdapat atap tambahan berupa atap drop off dan
atap pada selasar (Gambar 2).
Dinding
Fasad pada bangunan mengalami beberapa kali perubahan pada bagian barat,
namun sudah dikembalikan ke bentuk awal sehingga tidak mengubah bentuk aslinya.
Pada bagian selatan, timur dan barat terjadi perubahan tampak fasad karena adanya
selasar baru yang menghubungkan kantor baru dengan kantor lama dan kantor gubernur
Jatim dengan Kantor Bapeda yang mengubah tampilan fasadnya, namun tidak merubah
karakter asli fasad. Fasad pada bangunan ini memiliki kesan vertikal dan horizontal yang
sangat kuat pada bagian kanannya, hal ini disebabkan oleh ketinggian menara yang
sangat tinggi, yaitu 47,5m. Pada fasad lantai 1 terdapat balustrade di antara kolom-kolom,
juga dihiasi oleh lubang cahaya dengan bentuk lengkungan tudor arch, yaitu adalah
lengkungan yang berbentuk setengah kubah yang pada bagian tengahnya berupa kaca
bening dan kolom yang sedikit terpengaruh gaya renaissance Inggris menunjukkan bahwa
bangunan ini memiliki gaya arsitektur transisi. (Tabel 1)
Tabel 1. Peubahan Fasad Bangunan Kantor Gubernur Jawa Timur
Gambar 3. Kiri kantor Gubernur tahun 1936, tengah tahun 1972, kanan tahun 2016.
Pintu asli pada bangunan terpengaruh oleh langgam art deco dengan ciri
menggunakan kayu solid berpanel dengan kombinasi logam dan kaca pada daun pintu
serta terdapat handle pintu, dan beberapa pintu menggunakan warna biru yang
disuramkan. Pada masa kolonial Belanda pintu menunjukkan hierarki ruang, semakin
tebal lis yang mengelilingi semakin tinggi jabatan pegawai yang berada diruang itu. Pintu
pada ruang-ruang penting di lantai 2 tidak menggunakan pintu yang bermaterial kaca.
Pintunya bermaterial kayu solid dengan lis tebal karena pada lantai 2 sebagian besar
merupakan ruangan pejabat tinggi seperti ruang gubernur dan ruang wakil gubernur.
Pada pintu ini sudah bukan pintu asli lagi melainkan pintu pengganti dengan ornamen
ukiran pada bagian atas dan bawah pintu. Pintu tambahan pada ruang binaloka tidak
memiliki keterkaitan dengan pintu-pintu asli yang menyebabkan gaya bangunan menjadi
tersamar. (Gambar 7 dan Gambar 8)
Tebal lis
menunjukkan
hierarki ruang
pada lantai 2
Pada lantai 2 ornamen pada lubang angin bervariasi, ada yang bentuk dasarnya
persegi dan persegi panjang. Bentuk dasar persegi panjang hanya terdapat pada sisi
barat dan sisi dalam barat bangunan, sedangkan pada sisi dalam selatan dan utara
berbentuk dasar persegi yang disusun secara selang-seling. Bangunan ini terdiri dari dua
lapis dinding, dinding pertama merupakan tampaknya sebagai eksterior, bagian ini
mengelilingi teras, kemudian dinding lapisan yang kedua termasuk dalam dinding interior.
Dua lapis dinding ini terdiri dari lubang angin dengan motif ornamen yang berbeda-beda
pada fasad sisi barat, timur, fasad sisi dalam utara,selatan dan barat. Pada lapisan luar
fasad sisi dalam utara, selatan dan barat bermaterial bata roster. Susunan lubang angin
pada sisi dalam utara bangunan (Gambar 10):
Gambar 10. Ukuran dan kondisi lubang angin pada lantai 2 sisi dalam utara bangunan.
Gambar 11. Posisi dan jenis lubang angin pada sisi barat dalam lantai 2
80cm
Kepala
160 cm
Badan
Kolom ini tidak
terdapat
perubahan
secara bentuk
sejak awal
dibangun Kaki
Letak kolom pada koridor lantai 1 Bagian kepala dan kaki kepala kolom lebih
ditebalkan sebesar 3cm setinggi 50cm
Elemen ruang dalam pada bangunan memiliki keunikan dan ciri khas yang tidak
ditemukan pada bangunan lain terutama pada bagian menara, perubahan yang cukup
signifikan terjadi pada dinding lapisan dalam 2 karena adanya tuntutan kebutuhan ruang.
Kesimpulan
Karakter visual pada gedung kantor gubernur Jawa Timur memiliki kesan bangunan
monumental karena perbandingan yang ada pada proporsi lebar serta tinggi, yaitu 1:2
yang menjadikan bangunan ini memiliki kesan monumental dan menjadi yang paling
menonjol di sekitar kawasan. Ciri khas pada bangunan ini adalah berwarna putih
seluruhnya dengan atap datar dan menara jam yang menjulang tinggi dengan hiasan
kemuncak berwarna keemasan di atasnya. Terdapat teras/koridor yang mengelilingi
hampir seluruh bangunan. Pintu dan jendela menunjukkan adanya hierarki ruang semakin
penting ruang dalam bangunan, lis pintu semakin tebal dan semakin kecil lubang jendela
yang ada semakin tinggi jabatan penghuni ruang. Berdasarkan ciri-ciri dan kondisi aspek
visual dan spasial, gedung kantor Gubernur yang ada di Jawa Timur termasuk dalam
periode arsitektur transisi/peralihan dan arsitektur kolonial Belanda modern yang
berlanggam Niewe Bouwen dan Art Deco.
Daftar Pustaka
Undang-undang Republik Indonesia no. 11, 2010 tentang Bangunan Cagar Budaya.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-
1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi
Offset
Antariksa©2017