Anda di halaman 1dari 11

Karakter Visual Bangunan Kolonial Belanda

Kantor Gubernur Jawa Timur


(Gouverneur Kantoor Van Oost Java)

Tri Ajeng Prameswari, Antariksa, Noviani Suryasari


Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
Email: triajengprameswari@gmail.com

ABSTRAK
Surabaya memiliki banyak bangunan peninggalan Belanda yang bersejarah, salah
satunya adalah Kantor Gubernur Jawa Timur. Kantor ini memiliki keunikan pada
karakter visualnya sehingga perlu untuk ditinjau. Keunikan karakter visual pada
bangunan ini terlihat pada atap bangunannya yang datar, memiliki menara jam yang
memiliki hiasan pada puncaknya. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui karakter
visual dari fasade bangunan kolonial Belanda Kantor Gubernur Jawa Timur. Metode
yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan langkah mendekripsikan
elemen-elemen visual bangunan dan menganalisisnya sehingga dapat disimpulkan
karakter visual bangunan. Karakter visual pada bangunan Kantor Gubernur Jawa
Timur termasuk dalam periode Arsitektur transisi/peralihan dan Arsitektur Kolonial
Belanda Modern yang menganut langgam Niewe Bouwen dan Art Deco. Terdapat
beberapa perubahan pada fasad bangunan, namun perubahan itu tidak terlalu
signifikan dan tidak mengubah karakter asli bangunan.
Kata kunci: elemen visual, karakter visual, bangunan kolonial Belanda

ABSTRACT
Surabaya has lots of Dutch heritage of historic buildings, one of which is the Office of
the Governor of East Java. This office has a unique characteristic of visual thus need
to be reviewed to determine the style or era of this building. The unique characters of
the building were had a flat roof of, has a clock tower which has a decoration on the
peak with the pole gold and white paint that all dominates in this building. The method
has been used is descriptive analysis method with some steps to decrypt the visual
elements of the building and analyze it to conclude the visual character of the building.
Visual character of the East Java Governor Office Building included in the period of
transition Architecture/transition and Dutch Colonial Architecture Modern embracing
Niewe Bouwen style and Art Deco. There are several changes to the facade of the
building, but the change was not significant and does not changed the original of
visual character of the building.
Keywords: preservation, colonial buildings,

12 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017


Pendahuluan
Kota Surabaya adalah kota pahlawan yang merupakan kota yang kaya dengan
perjuangan dan sejarahnya. Penjajahan Belanda pada saat itu mendorong kemajuan
infrastruktur dan bangunan di Kota Surabaya, terutama setelah munculnya Politik Etis
atau politik balas budi oleh Ratu Wilhelmina. Pembangunan di Kota Surabaya mulai pesat
terutama akibat pemindahan kedudukan Gezaghebber Van Den Ousthek dari Kota
Semarang ke Kota Surabaya, sehingga pada tahun 1817 kota ini resmi menjadi ibukota
keresidenan. Pembangunan pada masa penjajahan menjadikan Kota Surabaya
mempunyai banyak bangunan peninggalan Belanda yang bersejarah, salah satunya
adalah kantor gubernur Jawa Timur, yang terletak di kawasan tugu pahlawan Surabaya.
Pada kawasan tugu pahlawan Surabaya (tugu alun–alun centong) terdapat
beberapa bangunan peninggalan kolonial seperti kantor gubernur Jawa Timur, Kantor
Bank Mandiri, Gedung Pelni dan Gedung Soeara Asia. Di antara beberapa bangunan
tersebut hanya ada satu bangunan yang beratap datar, yaitu kantor gubernur Jawa Timur.
Kantor gubernur yang terletak berseberangan degan tugu pahlawan (bekas kantor
pengadilan Belanda) dibangun pada Mei 1929. Pembangunan kantor dilakukan sebuah
perusahaan NV Nederlandsche Aanneming Masthapy. Pada jaman kolonial, gedung ini
digunakan sebagai Gouverneurs Kantoor (Kantor Gubernur), Residensi Kantoor (Kantor
Residen), dan CKC. Pada masa penjajahan Jepang bangunan ini di jadikan sebagai
Kantor Syuucho (Karesidenan) dan sekarang bangunan ini berfungsi sebagai kantor
gubernur Jawa Timur. Gedung ini adalah karya terbesar W. Lemei yang merupakan
arsitek terkemuka pada zaman Belanda. Pembangunan gedung ini adalah karena adanya
politik desentralisasi (1903), di mana setiap pemerintah lokal mempunyai otonomi. Kantor
yang dibangun di Surabaya ini adalah simbol dari modernisasi kota yang sudah sejak
lama menjadi ibu kota dari Propinsi Jawa Timur. Pada waktu itu gedung ini adalah gedung
kantor gubernur di Indonesia yang terbesar, termegah dan termewah (Ibid. H. V. 53),
sehinggga hal ini menjadi bukti bahwa sudah sejak dahulu Jawa Timur merupakan daerah
yang makmur dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Bangunan mencerminkan langgam arsitektur kolonial Belanda modern (Nieuwe
Bouwen). Ciri khas yang paling kuat dari bangunan ini adalah berwarna putih pada
seluruh fasadnya, serta memiliki menara jam dan ornamen kubah kecil berwarna
keemasan pada bagian puncaknya yang menjadikan bangunan ini memiliki karakter visual
berbeda dan paling menonjol di antara bangunan lain di sekitar kawasan, sehingga
bangunan ini layak untuk dikaji. Kondisi menara jam pada bangunan ini sangat
memprihatinkan, terdapat banyak sampah pada tangga yang merupakan sirkulasi untuk
mencapai puncak menara jam. Pada ruang menara ini sempat tidak lagi difungsikan
akibat perawatan yang kurang. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi karakter
visual dan perubahan fasade bangunan kolonial Belanda pada kantor gubernur Jawa
Timur. Karakter visual fasade bangunan menjadi topik utama yang diangkat karena dari
karakter visual suatu bangunan dapat diketahui gaya atau langgam yang dimiliki oleh
bangunan.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode dekriptif analitis untuk mengumpulkan data
sekunder dan primer melalui observasi. Langkah awal studi dengan melakukan survey
langsung pada objek. Setelah mengetahui gambaran dari fasade bangunan yang diamati
kemudian mendeskripsikan tiap elemen penyusun fasade bangunan. Setelah
mendeskripsikan elemen-elemen penyusun fasade kemudian dianalisis lebih lanjut untuk
menyimpulkan karakter visual dari bangunan. Variabel pada studi ini adalah gaya
bangunan untuk mengetahui klasifikasi gaya yang pada bangunan ini. Elemen fasad
bangunan berupa atap, dinding, pintu, jendela, lubang angin dan kolom untuk

arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017 13


menganalisis karakter visual pada bangunan. Indikator yang digunakan untuk mencari ciri
spesifik adalah bentuk, material, warna, ornamen, serta perubahan yang terjadi.

Hasil dan Pembahasan


Kantor gubernur Jawa Timur (Gouverneur Kantoor Van Oost Java) adalah karya
terbesar arsitek terkemuka pada zaman Belanda, yaitu W. Lemei yang pernah bekerja di
Kementrian Landgesbowen (Kepala Jawatan Gedung Negara). Gedung ini memiliki
konsep matrik 4,75 m untuk jarak kolom, lorong atas maupun lorong bawah serta pada
koridornya (Yulianto1995). Jika dilihat dari desain bangunannya, ide gedung ini terlihat
mirip dengan bangunan gedung Balai Kota Hilversum di Belanda yang merupakan hasil
karya arsitek Belanda terkenal Ir. William. Dudok.

Massa bangunan
Massa bangunan persegi panjang dengan lubang pada bagian tengahnya yang
terlihat seperti terdiri dari banyak massa yang sebenarnya berupa satu kesatuan.
Penambahan selasar pada massa bangunan gedung lama yang difungsikan untuk
memudahkan akses ke gedung baru mempengaruhi siluet bangunan. Bangunan termasuk
dalam periode Arsitektur transisi/peralihan dan Arsitektur Kolonial Belanda Modern yang
menganut langgam Niewe Bouwen dan Art Deco. Bangunan yang berada di atas tahun
1920 memiliki langgam Niewe Bouwen (Handinoto, 1996). (Gambar 1)
Bentuk massa pada bangunan kantor gubernur Jawa
Timur adalah persegi panjang dengan lubang pada
Atap datar merupakan ciri khas bagian tengahnya yang terlihat seperti terdiri dari
dari langgam Niewe Bouwen. banyak massa yang sebenarnya berupa satu kesatuan.

Sisi utara dan selatan pada


bangunan ini di miringkan 8 .

Gambar 1. Massa bangunan kantor gubernur Jawa Timur.

Gaya bangunan
Tidak semua gaya arsitektur peralihan maupun arsitektur kolonial modern
diterapkan pada bangunan ini, karena bangunan ini menerapkan percampuran gaya
klasik dan modern. Menerapkan prinsip-prinsip modernisme dengan atap datar, volume
bangunan berbentuk kubus, fasade kebih sederhana dengan dominasi garis-garis
horizontal serta tidak terlalu banyak menggunakan ornamen. Pengaplikasian gaya
arsitektur kolonial peralihan/transisi yang dapat diidentifikasi dari ciri-ciri bangunan antara
lain (Gambar 2):
14 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017
• Adanya tower atau menara pada bangunan;
• Terdiri dari banyak lubang dan jendela yang berfungsi sebagai pencahayaan dan
penghawaan alami;
• Pada tampak terlihat masih sedikit terpengaruh gaya klasik pada kolom dan
lengkungan setengah kubah lubang cahaya (Tudor Arch); dan
• Terdapat ornamen yang berfungsi sebagai pencahayaan alami.

Adanya taman Pintu dan Jendela


pada bagian berbahan kayu solid
tengah bangunan dengan kombinasi kaca
seperti konsep dan logam pada
bangunan pada pegangan yang
jaman klasik merupakan ciri dari Art
Renaissance. Deco.

Adanya sudut-sudut bundar


yang mencerminkan langgam
Niewe Bouwen.
Adanya taman pada
Terdapat ornamen bagian tengah
yang berfungsi sebagai bangunan seperti
pencahayaan alami konsep bangunan
yang merupakan ciri pada jaman klasik
arsitektur transisi. Renaissance.

Gambar 2. Aplikasi gaya bangunan kantor gubernur Jawa Timur.

Pengaplikasian gaya arsitektur modern kolonial Belanda yang dapat diidentifikasi


dari ciri-ciri bangunan antara lain :
Niewe Bouwen:
• Denah berbentuk asimetri dengan taman pada bagian tengah dan hampir
keseluruhan ruang berbentuk persegi panjang;
• Volume bangunan berupa kubus dengan atap pada bangunan ini berupa atap
datar;
• Menggunakan bahan-bahan hasil industri seperti beton dan batu bata sebagai
material dinding;
• Cat keseluruhan pada bangunan berwarna putih;

arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017 15


• Bentuk tampak tidak simetri dan terkesan kaku sesuai karakter bahan
bangunannya yaitu beton;
• Menggunakan skala manusia pada pintu dan jendela; dan
• Adanya sudut-sudut bundar yang terdapat pada ruang yang berada di sebelah
tempat parkir.
Art Deco:
• Lantai, didominasi oleh lantai dengan bahan teraso yang bermotif geometrik dan
diberi border;
• Plafon pada lobby menggunakan ekspos balok kayu dan detail pada pusat plafon;
dan
• Jendela berbahan kayu solid dengan kombinasi logam pada pegangan dan tralis
serta adanya kaca es polos.

Atap
Atap pada bangunan beratap datar merupakan ciri langgam Niewe Bouwen, hiasan
pada atap berupa tower dan hiasan kemuncak atap pada atap tidak terdapat perubahan
yang mengubah karakter asli, namun terdapat atap tambahan berupa atap drop off dan
atap pada selasar (Gambar 2).

Dinding
Fasad pada bangunan mengalami beberapa kali perubahan pada bagian barat,
namun sudah dikembalikan ke bentuk awal sehingga tidak mengubah bentuk aslinya.
Pada bagian selatan, timur dan barat terjadi perubahan tampak fasad karena adanya
selasar baru yang menghubungkan kantor baru dengan kantor lama dan kantor gubernur
Jatim dengan Kantor Bapeda yang mengubah tampilan fasadnya, namun tidak merubah
karakter asli fasad. Fasad pada bangunan ini memiliki kesan vertikal dan horizontal yang
sangat kuat pada bagian kanannya, hal ini disebabkan oleh ketinggian menara yang
sangat tinggi, yaitu 47,5m. Pada fasad lantai 1 terdapat balustrade di antara kolom-kolom,
juga dihiasi oleh lubang cahaya dengan bentuk lengkungan tudor arch, yaitu adalah
lengkungan yang berbentuk setengah kubah yang pada bagian tengahnya berupa kaca
bening dan kolom yang sedikit terpengaruh gaya renaissance Inggris menunjukkan bahwa
bangunan ini memiliki gaya arsitektur transisi. (Tabel 1)
Tabel 1. Peubahan Fasad Bangunan Kantor Gubernur Jawa Timur

16 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017


Perubahan-perubahan pada fasade (Tabel 1) yang terjadi saat ini adalah akibat
adanya kebutuhan ruang dan pola masyarakat yang lebih modern dan praktis.
Penambahan drop off adalah perubahan perilaku masyarakat yang menggunakan supir
dan turun tepat di depan gedung, selain itu drop off juga berfungsi sebagai penanda pintu
masuk utama. (Gambar 3)

Gambar 3. Kiri kantor Gubernur tahun 1936, tengah tahun 1972, kanan tahun 2016.

arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017 17


Jendela dan Pintu
Jendela asli pada bangunan hampir keseluruhan tidak memiliki ornamen kecuali
pada jendela yang berada diujung koridor pada lantai 2 (J9) ornamen terdapat pada
teralis dan jendela mati J11, ornamen yang terdapat pada bangunan ini bentuknya
sederhana. Pada lantai 1 bangunan didominasi dengan Jendela 3 dan pada lantai 2
bengunan didominasi oleh Jendela 7 yang lubang kacanya lebih kecil dibandingkan
dengan Jendela 3. Jendela pada bangunan ini menunjukkan hierarki ruang, semakin
tinggi jabatan penghuni ruang kantor, semakin kecil lubang jendela yang ada. (Gambar 4,
Gambar 5, dan Gambar 6)

Gambar 4. merupakan Gambar 5. merupakan Gambar 6. merupakan


dominasi Jendela pada dominasi Jendela pada satu-satunya jendela
ruang-ruang di Lantai 1 ruang-ruang di Lantai 2 yang memiliki ornamen.
kantor gubernur Jawa kantor gubernur Jawa Timur.
Timur.

Pintu asli pada bangunan terpengaruh oleh langgam art deco dengan ciri
menggunakan kayu solid berpanel dengan kombinasi logam dan kaca pada daun pintu
serta terdapat handle pintu, dan beberapa pintu menggunakan warna biru yang
disuramkan. Pada masa kolonial Belanda pintu menunjukkan hierarki ruang, semakin
tebal lis yang mengelilingi semakin tinggi jabatan pegawai yang berada diruang itu. Pintu
pada ruang-ruang penting di lantai 2 tidak menggunakan pintu yang bermaterial kaca.
Pintunya bermaterial kayu solid dengan lis tebal karena pada lantai 2 sebagian besar
merupakan ruangan pejabat tinggi seperti ruang gubernur dan ruang wakil gubernur.
Pada pintu ini sudah bukan pintu asli lagi melainkan pintu pengganti dengan ornamen
ukiran pada bagian atas dan bawah pintu. Pintu tambahan pada ruang binaloka tidak
memiliki keterkaitan dengan pintu-pintu asli yang menyebabkan gaya bangunan menjadi
tersamar. (Gambar 7 dan Gambar 8)

Tebal lis
menunjukkan
hierarki ruang
pada lantai 2

Gambar 8. Pintu pada ruang pejabat di lantai


Gambar 7. Pintu pada ruang pegawai di 2 merupakan pintu baru yang disesuai kan
lantai 1 memiliki ketebalan lis yang dengan pintu asli, diberi tambahan ornamen
berbeda dengan ruang pejabat di lantai 2. untuk menambah kesan megah.

18 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017


Lubang angin
Lubang angin merupakan salah satu bentuk penyesuaian terhadap iklim tropis
basah di Indonesia yang berfungsi sebagai tempat mengalirkan udara dari dalam keluar
bangunan. Selain itu lubang angin juga dapat menjadi elemen estetis pada bangunan.
Lubang angin pada umumnya terletak di atas pintu dan jendela, ada pula yang terletak di
lorong koridor bangunan. Pada umumnya, motif yang terdapat pada lubang angin yang
terdapat di bangunan ini adalah motif geometris. Bentuk-bentuk geometris yang biasanya
digunakan sebagai motif hiasan adalah bentuk-bentuk geometris yang berdimensi dua
antara lain bentuk bulat, segi empat, segilima, belah ketupat, setengah lingkaran, dan
sebagainya. Pada lantai 1 lubang angin hanya terdiri dari besi-besi penyangga yang
menghias, sedangkan pada lantai 2 didominasi oleh ornamen geometri. (Gambar 9)

Penutupan lubang angin dengan triplek


Sebelum perubahan Sesudah perubahan maupun kaca sehingga fungsinya sudah tidak Lubang angin jenis ini ditemukan
ditutup dengan triplek lagi sama seperti awal di bangun lorong koridor pada lantai 1
putih

Gambar 9. Ukuran dan kondisi lubang angin pada Lantai 1.

Pada lantai 2 ornamen pada lubang angin bervariasi, ada yang bentuk dasarnya
persegi dan persegi panjang. Bentuk dasar persegi panjang hanya terdapat pada sisi
barat dan sisi dalam barat bangunan, sedangkan pada sisi dalam selatan dan utara
berbentuk dasar persegi yang disusun secara selang-seling. Bangunan ini terdiri dari dua
lapis dinding, dinding pertama merupakan tampaknya sebagai eksterior, bagian ini
mengelilingi teras, kemudian dinding lapisan yang kedua termasuk dalam dinding interior.
Dua lapis dinding ini terdiri dari lubang angin dengan motif ornamen yang berbeda-beda
pada fasad sisi barat, timur, fasad sisi dalam utara,selatan dan barat. Pada lapisan luar
fasad sisi dalam utara, selatan dan barat bermaterial bata roster. Susunan lubang angin
pada sisi dalam utara bangunan (Gambar 10):

arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017 19


Lubang angin pada sisi utara dan
selatan dalam bangunan berbentuk
persegi panjang dan disusun diatas
pintu dan jendela serta pada bagian
dinding bagian luar berada diantara
kolom

Lubang angin pada sisi barat dan


sisi dalam barat bangunan
berbentuk persegi panjang dan
disusun secara sejajar dengan
jendela mati yang ada pada dinding
luar bangunan

Gambar 10. Ukuran dan kondisi lubang angin pada lantai 2 sisi dalam utara bangunan.

Susunan lubang angin pada sisi barat bangunan (Gambar 11)

Gambar 11. Posisi dan jenis lubang angin pada sisi barat dalam lantai 2

20 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017


Kolom
Kolom pada bangunan kantor, kolom 1 memiliki sedikit sifat kolom tuscan tetapi
lebih disederhanakan dengan tidak adanya ornamen ukiran yang menghias pada kaki dan
kepala meperlihatkan bahwa bangunan ini memadukan gaya arsitektur kolonial modern
dan arsitektur transisi. Lubang angin pada bagian ini memiliki ornamen geometris yang
disusun selang seling pada setiap ruang, material dan warna mencerminkan langgam art
deco (Gambar 12)

80cm
Kepala
160 cm

Badan
Kolom ini tidak
terdapat
perubahan
secara bentuk
sejak awal
dibangun Kaki

Letak kolom pada koridor lantai 1 Bagian kepala dan kaki kepala kolom lebih
ditebalkan sebesar 3cm setinggi 50cm

Gambar 12. Kolom pada bangunan kantor gubernur Jawa Timur.

Elemen ruang dalam pada bangunan memiliki keunikan dan ciri khas yang tidak
ditemukan pada bangunan lain terutama pada bagian menara, perubahan yang cukup
signifikan terjadi pada dinding lapisan dalam 2 karena adanya tuntutan kebutuhan ruang.

Kesimpulan
Karakter visual pada gedung kantor gubernur Jawa Timur memiliki kesan bangunan
monumental karena perbandingan yang ada pada proporsi lebar serta tinggi, yaitu 1:2
yang menjadikan bangunan ini memiliki kesan monumental dan menjadi yang paling
menonjol di sekitar kawasan. Ciri khas pada bangunan ini adalah berwarna putih
seluruhnya dengan atap datar dan menara jam yang menjulang tinggi dengan hiasan
kemuncak berwarna keemasan di atasnya. Terdapat teras/koridor yang mengelilingi
hampir seluruh bangunan. Pintu dan jendela menunjukkan adanya hierarki ruang semakin
penting ruang dalam bangunan, lis pintu semakin tebal dan semakin kecil lubang jendela
yang ada semakin tinggi jabatan penghuni ruang. Berdasarkan ciri-ciri dan kondisi aspek
visual dan spasial, gedung kantor Gubernur yang ada di Jawa Timur termasuk dalam
periode arsitektur transisi/peralihan dan arsitektur kolonial Belanda modern yang
berlanggam Niewe Bouwen dan Art Deco.

Daftar Pustaka
Undang-undang Republik Indonesia no. 11, 2010 tentang Bangunan Cagar Budaya.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-
1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi
Offset

arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017 21


Sumalyo, Y. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Antariksa©2017

22 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai