Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhahn Dasar


Keamanan adalah keadaaan aman dan tentram (Tarwoto dan Wartonah,
2010). Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit atau cedera tapi keamanan
juga dapat membuat individua man dalam aktivitas, mengurangi stres dan
meningkatkan kesehatan umum. Keamana fisik (biologic safety) merupakan
keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera
(injury) baik secara mekanis, thermis, elektris, maupun bakteriologis.
Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya yang mengancam kesehatan fisik, yang pada Bahasa ini akan di
fokuskan pada providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman (
Asmadi,2005).
Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya fisik. Ancama terhadap keselamatan seseorang dapat dikatagorikan
sebagai ancaman mekanis, kimiawi, termal dan bakteriologis. Kebutuhan akan
keamanan terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal.
Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan
kehidupan seseorang. Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada
banyak factor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengonterol
masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang
lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitar dan lingkungan(
Asmadi, 2005).
Konsep dasar keamanan terkait dengan kemampuan seseorang dalam
menghindari bahaya, yang ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran serta
motivasi orang tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan. Ada tiga
factor penting yang terkait dengan keamanan yaitu: tingkat pengetahuan dan
kesadaran individu, kemampuan fisik dan mental untuk melakukan upaya

6
7

pencegahan, serta lingkungan fisik yang membahayakan atau berpotensi


menimbulkan bahaya ( roper, 2012)
1. Pengertian Resiko Jatuh
Resiko jatuh (risk for fall) merupakan diagnose keperawatan
berdasarkan North American Nursing Diagnosa Association (NANDA),
yang didefinisikan sebagai peningkatan kemungkinan terjadi jatuh yang
dapat menyebabkan cedera fisik ( Wilkinson, 2005).
Jatuh merupakan kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di
lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk
orang yang sengaja berpindah posisi ketika tidur (WHO, 2007)
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat di simpulkan bahwa
jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengajayang mengakibatkan
seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tempat kehilangan
kesadaran atau luka
2. Faktor Penyebab Resiko Jatuh
Resiko jatuh di pengaruhi oleh factor internal dan factor eksternal.
Factor internal adalah factor yang berasal dari dalam diri seseorang,
sedangkan factor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri orang
tersebut misalnya dari lingkungan sekitar.
a. Faktor internal
Faktor internal yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk
proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit
jantung, stroke dan gangguan artopedik serta neurologic.
Faktor internal dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah
kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjasi saat lansia
sedang menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi.
Prubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden
jatuh.
8

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal juga mengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya
terjadi pada minggu pertama hospitallisasi, yang menunjukan bahwa
mengenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberikan kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai factor resiko eksternal. Obat yang
mempengaruhi kadiovaskuler dan system saraf pusat meningkatkan
resiko terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkinan hipotensi atau
karena mengakibatkan perubahan status, emtal. Laksatif juga
berpengaruh terhadap inseden jatih.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal,
tongkat kaki empat dan welker. Pasien yang menggunakan alat bantu
lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan
kelemahan otot dan konfusi, yang merupakan factor ekstrinsik
terjadinya jatuh.

c. Pencegahan Terhadap Resiko Jatuh


1) Mengidentifikasi factor resiko, penilaian keseimbangan, gaya
berjalan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan
keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi
factor lingkungan. Setiap lansia harus dievaliasi bagaimana
keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat
dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian
apakah kekuatan otot ekstermitas bawah cukup untuk berjalan
tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik,
9

tidak mudah goyang, dan mengangkat kaki dengan benar saat


berjalan.
2) Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman
misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah
dibuat yang aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan
pada meja dan tangan) serta lantai yang tidak licin dan penerangan
yang cukup. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau
penyakit yang baru. Apabila keadaan lansia lemah atau lemas
tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan dan usahakan
pelan-pelan jika merubah posisi (darmojo 2009).

d. Penilaian Resiko Jatuh


Penilaian resiko jatuh untuk mengurangi tingkat kejadian jatuh di
rumah sakit terdapat 38 alat uji, namun 34 alat uji yang terstandarisasi.
MFS, HFS dan penilain standar termasuk alat penilaian yang
memenuhi kriteria dan dirancang untuk membantu menargetkan pasie
yang beresiko jatuh terutama pada usia > 65 tahun (scott, et al., 2006)

1) Penilaian MFS ( Morse Fall Scale)


Skala MFS dinilai secara menyeluruh berkala, diidentifikasi
dari tingkat jatuh skor >45 resiko tinggi, skor 25-44 resiko sedang,
skor 0-24 resiko ringan dan mewakili enam factor yang
berkontribusi signifikan terhadap kemungkinan pasien jatuh
(Morse dan Tylkom, 1989 dalam morse, 2009)
Table 2.1 instrumen penelitian morse fall scale (morse, 2009)
Parameter Status/keadaan skor
Penyakit penyerta Ada 15
( Diagnosa Sekunder) Tidak ada 0
Alat bantu alat Tanpa alat bantu, tidak 0
dapat jalan, kursi roda.
Tongkat penyangga
(crutch) walker 15
kursi
30
Pemasangan infus Ya 20
interavena/ heparin Tidak 0
10

Cara berjalan Normal, tidak dapat 0


berjalan
Lemah 10
Terganggu 20
Status mental Menyadari kelemahan 0
Tidak menyadari 15
kelemahan
Total skor 15
Kesimpulan

2) Penilaian HFS ( Hendrich fall scale)


Focus penilaian jatuh pada HFS ditentukan dengan 7 item
instrumen yang telah ditetapkan dengan menilai kondisi pasien
dan memberikan skor sesuai dengan keadaan saat dilakukan
observasi (stalhandske, et al 2004).
Table 2.2 instrumen penilaian dengan menggunakan hendrich
falls scale
Hendrich, Bender & Nyhuis, 2003)
Factor resiko Skala Skor
Riwayat jatuh sebelumnya Ya 7
Tidak 0
Gangguan eminasi Ya 3
(inkontinensia, nocturia, Tidak 0
frekuensi eliminasi)
Bingung/disoreantasi Ya 4
Tidak 0
Depresi Ya 3
Tidak 0
Vertigo/pusing Ya 2
Tidak 0
Gangguan mobilitas/ Ya 3
keterbatasan gerak dan Tidak 0
kelemahan
Tidak mampu mengambil Ya 7
keputusan Tidak 0
Jumlah skor

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan Resiko Jatuh


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan
melalui pendekatan proses keperawatan yang bertujuan untuk
pengumpulan data atau informasi, Analisa data, dan penentuan masalah
atau diagnosis keperawatan. Manfaat pengkajian keperawatan adalah
11

membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan klien,


kekuatan serta kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan,
yang terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan, pengelompokan dan
pengorganisasian serta menganalisa dan merumuskan diagnosa
keperawatan.
a. Anamnesis
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam anamnesis sebagai
berikut:
1) Meliputi klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk panti, nomor
register, dan diagnose medis

2) Alasan datang kepanti


Meliputi apakah klien masuk kepanti dengan alasan sudah tidak
mempunyai keluarga atau kemauan klien sendiri

3) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus arthritis rematoid
dengan resiko jatuh adalah rasa nyeri yang menyebabkan jatuh.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
pasien, digunakan :
a.) Provoking incident: apakah ada peristiwayang menjadi factor
presipitasi nyeri
b.) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Umumnya rasa nyeri yang dirasakan psien seperti tertimpah
beban berat atau seperti tertusuk benda tajam
c.) Region radiation: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa saki
menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d.) Severity (scale of pain):seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien. berdasarkan skala nyeri.
12

e.) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam/siang hari.

4) Data Riwayat Kesehatan


a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi:
1) Sumber kecelakaan: penyebab dari sumber masalah
2) Gambaran yang mendalam bagai mana resiko jatuh itu
terjadi: pasien dapat menceritakan bagai mana ia dapat
mengalami jatuh tersebut
3) Factor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-
obatan
4) Keadaan fisik disekitar
5) Peristiwa yang terjadi saat belum terjatuh sampai terjadinya
jatuh
6) Beberapa keadaan lain yang memperbeat berjalan

b) Riwayat penyakit dahulu


Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit yang merubah kemampuan gaya berjalan yang
menyebabkan resiko jatuh pada kelien rematoid atritis

c) Riwayat jatuh
Anamesis ini meliputi:
1) Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau
berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil
atau besar, sedang batuk atau bersin.
2) Gejala yang menyertai: nyeri dada, berdebar-debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, sesak nafas.
3) Kondisi komorbid yang releven: pernah stroke, penyakit
jantung, sering kejang, rematik, depresi, deficit sensorik.
13

4) Riview obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretic,


autonomic bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik,
analgetik, psikotropik

d) Riwayat psikososial dan spiritual


Peranan pasien dalam keluarga, status emosi
meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu,
adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan tetangga
yang tidak harmonis, status dalam berkerja. Dan apakah
klien rajin melakukan ibadah sehari-hari

5) Aktivitas/ istirahat
Gejala: nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya
terjadi bilateral dan simetris.limitasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.

6) Keamanan ( spesifikasi pada lansia dirumah)


Gangguan keamanan berupa jatuh dirumah pada lansia
memiliki insiden yang cukup tinggi, banyak diatara lansia
tersebiut yang akhirnya cidera berat bahkan meninggal. Bahaya
yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit
untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang
spesifik tentang keadaan rumah yang terstruktur. Contoh
pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang
dilakukan oleh departemen kesehatan dan pelayanan
masyarakat amerika.
14

7) Pemeriksaan fisik
1) Status mental
a) Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi : composmctis, apatis delirium,
samnolen, stupor, dan coma
b) Glas coma scale
Skala yang digunakan untuk menilai kesadaran pasien. respon
yang perlu diperhatikan mancapai tiga hal yaitu reaksi
membuka mata, bicara dan motoric. Hasil pemeriksaaan gcs
disajikan dalam bentuk simbul E, V, M dan selanjutnya nilai
gcs tersebut dijumlahkan.

2) Tanda tanda vital


Batas suhu normal suhu saat ini irama dan frekuensi
jantung abdomen tekanan darah abdomen, pernafasan abdomen

3) Integritas ego
Gejala: factor-faktor stres akut/kronis: mis, finansial,
pekerjaan, ketidak mampuan, factor-faktor hubungan, keputusan
dan ketidak berdayaan (situasi ketidak mampuan) ancaman pada
konsep diri , citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya tergantungan
pada orang lain).

4) Makana/cairan
Gejala: ketidak mampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual, anoreksia,
kesulitan untuk mengunyah
Tanda: penurunan berat badan, kekeringan pada memberan mukosa
15

5) Hygiene
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi, ketergantungan.

6) Neurosensory
Gejala: kebas, semutan, pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan
Tanda: pembengkakan sendi simetris

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).

8) Keamanan
Gejala: kulit mengkilat, tegang, nodul sukutan, lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani
tuga/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap
kekeringan pada mata dan memberan mukosa.

9) Interaksi sosial
Gejala: kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang
lain, perubahan peran ,isolasi

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik yang berlangsung actual maupun potensial. Doagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI, 2016)
Dalam Setandar Keperawatan Indinesia (SDKI) yang diterbitkan
pada tahun 2016 oleh PPNI ( persatuan perawat nasional Indonesia),
muncul diagnose keperawatan dengan kerusakan fisik, yaitu :
16

a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilits fisik
c. Resiko jatuh
1) Definisi: beriko mengalami kerusakan fisik dengan gangguan
kesehatan akibat terjatuh
2) Etiologi
a) Usia > 65 tahun (pada dewasa) atau <2 tahun ( pada anak)
b) Riwayat jatuh
c) Anggota gerak bawah prosthesis ( buatan)
d) Pengguanaan alat bantu berjalan
e) Penurunan tingkat kesadaran
f) Perubahan fungsi kognitif
g) Lingkungan tidak aman (licin, gelap, lingkungan asing)
h) Kondisi paska oprasi
i) Hipotensi ortostatik
j) Perubahan kadar glukosa darah
k) Anemia
l) Kekuatan otot menurun
m) Gangguan pendengaran
n) Gangguan keseimbangan
o) Gangguan penglihatan ( katarak, ablasio retina, neuritis
aptikus)
p) Neuropati
q) Efek agen farmakologi ( sedasi, alcohol, anasteri umum)
3) Batasan karakteristik
a) Osteoporosis
b) Kejang
c) Penyakit sebrovaskuler
d) Katarak
e) glukoma
f) demensai
17

g) hipotensi
h) amputasi
i) intoksisasi

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan ( NOC&NIC, 2015)


Perencanaan keperawatan adalah pencatatan tentang kegiatan
perencanana keperawatan ( langkah pemecahan serta urutan
proritasnya, perumusan tujuan, perencanaan tindakan , dan penelitian)
yang dapat dipertangguang jawabkan secara massal, teknis, dan hukum
yang bertujan untuk mengomunikasikan secara tertulis langkah yang
perlu diambil serta urutan proritasnya, tujuan yang ingin dicapai,
rencana tindakan pemecahan masalah klien, dan rencana penilaiannya

a) Resiko jatuh
1). Tujuan: klien terbebas dari jatuh dan klien melakukan tindakan
keamana
2). kriteria hasil
a) klien dapat menggunakan alat bantu dengan benar
b) klien dapat menempatkan penompang untuk mencegah jatuh
c) klien dapat memodifikasi lingkungan untuk mencegah jatuh
d) klien dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
e) klien dapat menempatkan susunan pegangan tangan sesuai
kebutuhan

b) Intervensi keperawatan
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit dahulu
pasien
3) Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko
jatuh ( misalnya, lantai licin, karpet yang licin, anak tangga
tanpa pegangan , jendela, dan kolam renang)
18

4) Menghindarkan lingkungan yang bahaya ( misalnya:


memindahkan perabotan)
5) Bila diperlukan gunakan reteksi fisik untuk membatasi resiko
jatuh
6) Memasang side rail tempat tidur
7) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
8) Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien
9) Memberikan penerangan yang cukup
10) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
11) Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cedera

4. Penatalaksanaan /Impelementasi
Impelementasi keperawatan ditunjukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kemanana klien. Karena sebagian besar tindakan
keperawatan dapat diterapkan pada semua lingkungan, maka intervensi
tersebut harus terdiri dari dua bagian, yaitu: pertimbangan tahap
perkembangan dan pelindungan lingkungan. Katagori pertama dari
intervensi mencangkup intervensi yang spesifik untuk mengurangi
resiko pada setiap kelompok perkembangan usia ( potter dan perry,
2005)

5. Evaluasi
Rencana keperawatan yang dirancang untuk mengurangi resiko
cedera pada klien, di evaluasi dengan cara membandingkan kriteria
hasil dengan tujuan yang diciptakan selama tahap perencanaan. Jika
tujuan telah dicapai, maka intervensi keperawatan dengan efektif dan
tepat. Jika tidak tercapai, maka perawat harus menentukan apakah ada
resiko baru yang berkembang pada klien atau apakah resiko
sebelumnya tetap ada.
19

Lingkungan yang aman berperan penting dalam meningkatkan,


mempertahankan dan memulihkan kesehatan. Dengan mengguanakan
proses keperawatan perawat mengkaji klien dan lingkungannya untuk
menentukan factor resiko, mengelompokkan factor-faktor resiko,
membuat diagnose keperawatan, merencanakan intervensi yang
spesifik, termasuk Pendidikan kesehatan ( Potter dan Perry, 2005).
Evaluasi hasil:
a) Klien dapat mengidentifikasi perasaan internalnya terhadap ansietas
dan menggunakan tindakan koping
b) Klien dapat menjaga kebersihan dan perawatan diri
c) Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi
d) Klien dapat membedakan antara pikiran danperasaan yang
distimulasi dari dalam dirinya dan yang distimulasi dari luar
e) Klien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain
f) Klien menunjukkan efek yang sesuai dengan perasaan, pikiran dan
situasi

C. Tinjaun Konsep Penyakit

1. Definisi Penyakit Athritis Rematoid


Arthritis rematoid, kata arthritis berasal dari sua kata Yunani, pertama,
arthron, yang berarti sendi. Kedua, it is yang berarti peradangan. Secara
harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis
adalah suatu penyakit auto imun dimana persendian ( biasanya sendi tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri
dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagiandalam sendi (
Gordon, 2002).

2. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketauhi secara pasti,
namun factor predisposisi adalah mekanisme imunitas ( antigen-antibodi),
factor metabolic dan infeksi virus.
20

3. Patofisiologi
Pada arthritis rematoid , reaksi auto imun ( yang dijelaskan
sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan synovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema,proliferasi memberana synovial
dan akhirnya pembentukan pannus, pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu pergerakan sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot.
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai
dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan dan selanjutnya tidak diserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresof yang cepat ditandai
dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vasculitis yang
difus ( Smeltzer dan Bare, 2002)

4. Manisfestasi klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli arthritis
rheumatoid. Persendia yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu
serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-
kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis rheumatoid mono-
artikular ( Charuddin, 2003)

a) Stadium awal

Malase, penurunan BB, rasa cape, sedikit demam dan anemia. Gejala
local yang berupa pembengkakan, nyeri dengan gangguan gerak pada
sendi matakarpofalangial
21

b) Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul/ketidak setabilan sendi akibat rupture/ ligament yang
menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas berupa deficit ulnar jari-
jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki

5. Masalah Keperawatan Arthritis Rematoid


a) resiko jatuh
b) nyeri akut berhubungan dengan perubahan patalogis oleh rhemstoid
srthritis
c) hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

6. Penatalaksaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegagkan pendekatan pertama yang harus


dilakukan adalah langsung berusaha untuk membina hubungan yang baik
antara passen dengan keluargaya dengan dokter atau tim pengobatan
yangb merawatnya.

a) Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan (


Reeves, 2001) yang akan dilakukan sehingga terjadi hubungan baik
dan tejalin ketaatan pasien.
b) OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat
inflamasi yang sering dijumpai
c) DMARD ( disease-modifying antirheumatic drugs) digunakan untuk
melindungi rawam sendi dan tulang dari proses destruksi akobat
arthritis rheumatoid.
d) riwayat penyakit alamiah pada umumnya 25% pasien akan mengalami
manifestasi penyakit yang bersifat monosiklis ( hanya mengalami satu
episode AR dan selanjutnya akana mengalami remisi sempurna).
e) rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat
kemampuan pasien AR dengan tujuan
1) mengurangi rasa nyeri
22

2) mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatsan gerak sendi


3) pmencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
4) mencegah terjadinya deformitas
5) meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
6) mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada
orang lain.

7. Lansia
a. definisi lansia
Lansia atau menua adalah suatu keadan yang terjadidi dalam
kehidupan manusia. Menua merupakan peroses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suyatu waktu tertentu,tetapi dimulai sejak permulaian
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun pisikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas,penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak proposional.

b. Karakteristik lansia
Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptive
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

c. Klasifikasi lansia
Depkes RI ( 2003) mengklarifikasi lansia dalam katagori berikut :
1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
23

3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau


lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
4) Lansia pontensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagian berikut :
a) Elderly : 60-70 tahun.
b) Old : 75-89 tahun.
c) Very old > 90 tahun

Anda mungkin juga menyukai