Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Dalam industri proses dan industri kimia, tangki berpengaduk banyak
digunakan. Agar proses kimia dapat berjlan dengan lancar dimana diperoleh hasil
atau produk yang diinginkan, maka diperlukan untuk mengontrol variabel pada
tangki berpengaduk. Adapun variabel yang berpengaruh dalam mengoptimasikan
produk yang diinginkan adalah diameter tangki, jarak pengaduk pada posisi off-
center dari dinding tangki, tinggi pengaduk dari dasar tangki, diameter pengaduk,
jumlah daun pengaduk, ukuran pengaduk daun pengaduk, dan jumlah serta lebar
sekat. Namun selain dari rancangan tangki pengaduk, geometri tangki, sifat-sifat
fisik fluida (kerapatan dan kekentalan), dan laju putaran juga mempengaruhi
operasi pengadukan.
Pengadukan adalah suatu operasi kesatuan yang mempunyai sasaran untuk
menghasilkan pergerakan tidak beraturan dalam suatu cairan, dengan alat mekanis
yang dipasang pada alat seperti propeler. Pola aliran yang terjadi dalam cairan
yang diaduk tergantung pada jenis pengaduk, karakteristik fluida yang diaduk dan
ukuran serta perbandingan ukuran antara tangki, pengaduk, dan sekat. Bahan yang
diaduk bisa berupa dua cairan yang saling melarut, padatan dalam cairan, gas
dalam cairan dalam bentuk gelembung. Pengadukan juga dapat dilakukan untuk
mempercepat perpindahan panas.
Tangki pengaduk (tangki reaksi) adalah bejana pengaduk tertutup yang
berbentuk silinder, bagian alas dan tutupnya cembung. Tangki pengaduk terutama
digunakan untuk reaksi-reaksi kimia pada tekanan diatas tekanan atmosfer dan
pada tekanan vakum, namun tangki ini juga sering digunakan untuk proses yang
lain misalnya untuk pencampuran, pelarutan, penguapan ekstraksi dan juga untuk
kristalisasi. Percobaan ini digunakan untuk memperkenalkan suatu cara
melaksanakan suatu proses pengadukan fliuda dengan menggunakan tangki
berpengaduk dan menunjukkan pengaruh beberapa variable operasi.

1.2 Tujuan Percobaan

1
1. Dapat menjelaskan pola aliran yang terjadi dalam tangki berpengaduk
Dapat menjelaskan pengaruh penggunaan sekat pada pola aliran yang
ditimbulkan
2. Dapat menghitung kebutuhan daya yang diperlukan untuk suatu operasi
pencampuran
3. Dapat menentukan karakteristik daya pengaduk

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengadukan dan Pencampuran


Pengadukan (agitation) merupakan operasi yang menimbulkan gerakan
pada suatu bahan (fluida) di dalam sebuah tangki, dimana gerakannya membentuk
suatu pola sirkulasi (McCabe dkk., 1985). Fungsi utama operasi pengadukan
adalah sebagai sarana pencampuran, yang bertujuan untuk menyeragamkan suatu
campuran bahan. Fungsi lainnya adalah untuk menyelenggarakan reaksi,
mempercepat perpindahan panas, mempercepat perpindahan massa, serta
menyebarkan atau mendispersikan gas di dalam zat cair dalam bentuk gelembung-
gelembung kecil. Salah satu sistem pengadukkan yang banyak ditemui di industri
proses kimia adalah tangki berpengaduk, yang umumnya digunakan untuk
mengaduk fluida cair. Sistem ini terdiri dari suatu tangki penampung fluida,
pengaduk (impeller) yang terpasang pada batang pengaduk dan perangkat
penggerak (motor) yang mengubah pasokan energi luar menjadi gerakan batang
pengaduk.
Pengadukan berbeda dengan pencampuran. Tidak semua operasi
pengadukkan melibatkan pencampuran. Akan tetapi, proses pencampuran
biasanya melibatkan pengadukan. Pencampuran (mixing) merupakan suatu
peristiwa menyebarnya bahan-bahan secara acak, di mana bahan yang satu
menyebar ke dalam bahan yang lain dan sebaliknya (McCabe dkk., 1985).
Sebelum adanya pencampuran, bahan-bahan yang akan dicampur terpisah dalam
satu fasa atau lebih. Misalnya, Carboxy Methyl Celluloce (berfasa padat) yang
dicampurkan ke dalam air (berfasa cair) di dalam suatu bejana. Pada proses
pencampuran, pengadukkan dilakukan untuk menyeragamkan suatu campuran
dengan cepat dan meningkatkan transfer momentum antar partikel pada fluida
yang diaduk. Dengan pengadukan maka akan mempercepat tercapainya campuran
homogen pada proses pencampuran.

3
Tujuan operasi pengadukan yang utama adalah terjadinya pencampuran.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu
yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk
operasipencampuran. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua kelompok
yaitu pencampuran antara cairan yang saling tercampur (miscible) dan
pencampuran antara cairan yang tidak tercampur atau tercampur sebagian
(immiscible). Selain pencampuran fasa cair dikenal pula operasi pencampuran fasa
cair yang pekat seperti lelehan, pasta, dan sebagainya dan pencampuran fasa padat
seperti bubuk kering, pencampuran fasa gas, dan pencampuran antar fasa(Irma,
2003).
Proses pencampuran dalam fasa cair dilandasi oleh mekanisme
perpindahan momentum di dalam aliran turbulen. Pada aliran turbulen,
pencampuranterjadi pada 3skala yang berbeda, yaitu(Irma, 2003):
 Pencampuran sebagai akibat aliran cairan secara keseluruhan (bulk
flow) yang disebut mekanisme konvektif.
 Pencampuran karena adanya gumpalan-gumpalan fluida yang
terbentuk dan tercampakkan di dalam medan aliran yang dikenal sebagai
eddies, sehingga mekanisme pencampuran ini disebut eddy diffusion.
 Pencampuran karena gerak molekular yang merupakan mekanisme
pencampuran difusi.
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling
menentukan adalah eddy diffusion. Mekanisme ini membedakan pencampuran
dalam keadaan turbulen daripada pencampuran dalam medan aliran laminer.Sifat
fisik fluida yang berpengaruh pada proses pengadukan adalah densitas dan
viskositas(Irma, 2003).
Secara khusus, proses pengadukan dan pencampuran digunakan untuk
mengatasi tiga jenis permasalahan utama, yaitu untuk menghasilkan keseragaman
statis ataupun dinamis pada sistem multifase multikomponen, untuk memfasilitasi
perpindahan massa atau energi di antara bagian – bagian dari sistem yang tidak
seragam dan untuk menunjukkan perubahan fase pada sistem multikomponen
dengan atau tanpa perubahan komposisi.

4
Aplikasi pengadukan dan pencampuran bisa ditemukan dalam rentang
yang luas, diantara dalam proses suspensi padatan, dispersi gas-cair, cair-cair
maupun padat-cair, kristalisasi, perpindahan panas dan reaksi kimia.

2.2 Pengadukan Zat Cair


Pengadukan zat cair dilakukan untuk berbagai maksud, antara lain
(McCabe, 1991):
1. Untuk membuat suspensi partikel zat padat.
2. Untuk meramu zat cair yang mampu campur (miscible), seperti metal
alkohol-air.
3. Untuk menyebarkan (disperse) gas di dalam zat cair, dalam bentuk
gelembung-gelembung kecil.
4. Untuk menyebarkan zat cair yang tidak dapat bercampur dengan zat cair
lain sehingga membentuk emulsi atau suspense butiran-butiran halus.
5. Untuk mempercepat perpindahan kalor anatara zat cair dengan kumparan
atau mantel pemanas kalor.
Pencampuran diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan
membaurkan bahan-bahan. Proses utama pada pencampuran adalah penyisipan
antar partikel jenis yang satu di antara partikel jenis yang lain. Dalam hal ini
diperlukan gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya
pencampuran dapat berlangsung dengan baik. Proses pencampuran bisa dilakukan
dalam sebuah tangki berpengaduk.
Aplikasi pengadukan dan pencampuran bisa ditemukan dalam rentang yang
luas, diantaranya dalam proses suspensi padatan, dispersi gas-cair, cair-cair
maupun padat-cair, kristalisasi, perpindahan panas dan reaksi kimia. Proses
pencampuran dalam fasa cair dilandasi oleh mekanisme perpindahan mementum
di dalam aliran turbulen. Pada aliran turbulen, pencampuran terjadi pada 3 skala
yang berbeda, yaitu:
a. Pencampuran sebagai akibat aliran cairan secara keseluruhan (bulk flow)
yang disebut mekanisme konvektif
b. Pencampuran karena adanya gumpalan-gumpalan fluida yang terbentuk
dan tercampakkan di dalam medan aliran yang dikenal sebagai eddies,
sehingga mekanisme pencampuran ini disebut eddy diffusion

5
c. Pencampuran karena gerak molekular yang merupakan mekanisme
pencampuran difusi.
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling
menentukan adalah eddy diffusion. Mekanisme ini membedakan pencampuran
dalam keadaan turbulen daripada pencampuran dalam medan aliran laminer.Sifat
fisik fluida yang berpengaruh pada proses pengadukan adalah densitas dan
viskositas.

2.2.1 Densitas Fluida


Densitas fluida merupakan hubungan antara massa fluida dan volume yang
ditempatinya. Hubungan tersebut ditunjukkan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut (Irma, 2003):
m
ρ= .................................................. (2.1)
V

Dimana, ρ = densitas fluida


m = massa fluida
V = volume fluida
Volume larutan dipengaruhi oleh komposisi dan temperatur, sehingga
densitas larutan secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh komposisi dan
temperatur. Volume larutan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut(Irma, 2003):

V sol =n A V A +n B V B .. .................................... (2.2)


Dengan,

V sol = volume larutan


V A dan V B = volume molar komponen A dan B
n A dan n B = jumlah mol komponen A dan B
Hubungan antara volume molar dengan konsentrasi untuk tiap larutan
dapat dinyatakan dalam bentuk grafik. Larutan ideal memiliki kurva yang
berbentuk garis lurus, sedangkan larutan tidak ideal memiliki kurva hubungan
volume molar dan konsentrasi tidak linear (Irma, 2003).

6
2.2.2 Viskositas Fluida
Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya
gesekan antar lapisan material, karenanya viskositas menunjukkan tingkat
ketahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin besar viskositas maka aliran akan
semakin lambat. Besarnya viskositas dipengaruhi beberapa faktor seperti
temperatur, gaya tarik antar molekul dan ukuran serta jumlah molekul terlarut.
Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Walas, 2005):
1. Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik, maka
viskositas akan turun dan begitu pula sebaliknya, jika suhu turun maka viskositas
akan naik. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-partikel cairan yang
semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan kekentalanya menurun.
2. Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan
dengan konsentrasi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi
larutan menyatakan banyaknya pertikel zat yang terlarut tiap satuan volume.
Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan
viskositasnya semakin tinggi pula.
3. Berat molekul solute
Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute, karena dengan
adanya solute yang berat akan menghambat atau memberi beban yang berat pada
cairan sehingga akan menaikkan viskositasnya.
4. Tekanan
Tekanan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
viskositas suatu cairan dikarenakan besar kecilnya tekanan mempengaruhi besar
kecilnya viskositas suatu cairan.
Fluida baik cair maupun gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat
kekentalan yang berbeda. Zat cair memiliki viskositas yang disebabkan karena
adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antar molekul sejenis). Sedangkan dalam
zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antar molekul. Berikut macam-
macam viskositas (Bird, 1993):

7
1. Viskositas dinamik, yaitu rasio antara shear, stress, dan shear rate.
Viskositas dinamik disebut juga koefisien viskositas.
2. Viskositas kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya.
Dinyatakan dalam satuan stoke (st) pada CGS dan m2/s pada SI.
3. Viskositas relatif dan spesifik, pada pengukuran viskositas suatu emulsi
atau suspensi biasanya dilalukan dengan membandingkan dengan larutan
murni.
4. Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, kerana semakin besar
tekanannya, cairan aliran semakin sulit mengalir akibat dari beban yang
dikenakan padanya. Viskositas aliran bernilai tetap pada tekanan 0-100
atm.
Viskositas semua cairan dan larutan akan turun seiring dengan kenaikan
temperatur. Analisis kuantitatif pertama kali mengenai hal ini dilakukan oleh
Poiseuille. Dia menemukan bahwa viskositas air pada temperatur tertentu dapat
dihubungkan dengan viskositas pada 0oC melalui persamaan empiris (Bird, 1993):

η0
bη=
1+ αT +T 2
....................................... (2.3)
Dengan,

α,β = Konstanta Thrope dan Roger


η = Viskositas cairan pada temperatur T
ηo = Viskositas air pada temperatur 0oC

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengadukan dan


Pencampran.
Proses pengadukan dan pencampuran dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah (Simamora, 2010):
a. Perbandingan antara geometri tangki dengan geometri pengaduk.
b. Bentuk dan jumlah pengaduk.
c. Posisi sumbu pengaduk.
d. Kecepatan putaran pengaduk.

8
e. Penggunaan sekat dalam tangki dan juga properti fisik fluida yang diaduk
yaitu densitas dan viskositas.

Oleh karena itu, perlu tersedia seperangkat alat tangki berpengaduk yang
bisa digunakan untuk mempelajari operasi dari pengadukan dan pencampuran
tersebut.
Pencampuran terjadi pada tiga tingkatan yang berbeda, yaitu
(Simamora, 2010):
 Mekanisme konvektif : pencampuran yang disebabkan aliran cairan secara
keseluruhan  (bulk flow).
 Eddy diffusion : pencampuran karena adanya gumpalan - gumpalan fluida
yang terbentuk dan terhamburkan dalam medan aliran.
 Diffusion : pencampuran karena gerakan molekuler.
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling
menentukan adalah eddy diffusion. Mekanisme ini membedakan pencampuran
dalam keadaan turbulen dengan pencampuran dalam medan aliran laminer. Sifat
fisik fluida yang berpengaruh pada proses pengadukan
adalah densitas dan viskositas.
Secara khusus, proses pengadukan dan pencampuran digunakan untuk
mengatasi tiga jenis permasalahan utama, yaitu (Simamora, 2010):
 Untuk menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada sistem
multifase multikomponen.
 Untuk memfasilitasi perpindahan massa atau energi diantara bagian-bagian
dari sistem yang tidak seragam.
 Untuk menunjukkan perubahan fase pada sistem multikomponen dengan
atau tanpa perubahan komposisi.

2.4. Pola Arus Dalam Bejana Aduk

Meningkatkan kecepatan pengaduk akan menghasilkan pola aliran yang


sangat turbulen. Akibatnya terjadi arus putar (vortex) yang dapat mencapai sumbu
pengaduk. Beberapa cara untuk mencegah terjadinya vortex dalam proses
pengadukan antara lain: (Walas,2005)

9
1. Tidak memasang pengaduk di tengah tangki (off center). Poros pengaduk
digeser dari pusat tangki kemudian dimiringkan secara tegak lurus
terhadap pergeseran itu. Digunakan untuk tangki berukuran kecil.
2. Untuk tangki yang berukuran besar. Pengaduk dipasang pada sisi tangki
dengan poros pada bidang horizontal.
3. Memasang beberapa sekat secara vertikal terhadap dinding tangki.

Gambar 2.1 Pola alir pengadukan. (a) Axial atau radial pada tangki tidak
bersekat. (b) Posisi off-center untuk menghindari terjadinya vortex. (c) Axial
pada tangki bersekat. (d) Radial pada tangki bersekat.(Walas, 2005).

2.5 Parameter Hidrodinamika dalam Tangki Berpengaduk


Hidrodinamika fluida yang terjadi dalam tangki berpengaduk dapat
diturunkan dalam suatu korelasi empiris antara bilangan Reynolds, Power, dan
Fraude (McCabe dkk., 1985).
1. Bilangan Reynold
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tidak berdimensi yang
menyatakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskos. Persamaan untuk
menghitung bilangan Reynolds seperti ditunjukkan pada persamaan (1) sebagai
berikut :

  N  Da2
N Re 
 ...................................................(2.4)

10
Dimana:
NRe = bilanganReynolds
ρ = densitas fluida (kg/m3)
N = kecepatan pengaduk (rad/s)
Da = diameter pengaduk (m)
μ = viskositas fluida (kg/m.s)

Bilangan Reynolds mengklasifikasikan karakteristik sirkulasi dalam proses


pengadukan didalam tangki menjadi 3 (Brodkey and Hershey,1998), yaitu:
1. Laminar
Rezim laminar dalam pengadukan mempunyai bilangan Reynolds yang
nilainya kurang dari 10.
2. Transisi
Rezim transisi memiliki bilangan Reynolds mulai dari 10 hingga 10.000
bergantung pada pengaduk yang digunakan.
3. Turbulen
Rezim turbulen pada tangki memiliki bilangan Reynoldslebih dari 10.000.
Pada sistem tanpa sekat daerah turbulen ditandai dengan terjadinya
vortex di sekitar pengaduk.

2. Bilangan Power
Bilangan tak berdimensi lainnya adalah bilangan daya. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung bilangan daya seperti yang ditampilkan oleh
persamaan (2) sebagai berikut (Brodkey and Hershey,1998) :

p
NPo 
  N 3  Da5
.........................................................(2.5)
Dimana:
NPo = bilangan daya
ρ = densitas fluida (kg/m3)
N = kecepatan pengaduk (rad/s)
Da = diameter pengaduk (m)
P = daya (watt)

11
Pada sistem bersekat, bilangan daya sangat bergantung pada bilangan
Reynolds.Namun pada saat bilangan Reynolds mencapai nilai besar dari 104
(aliran turbulen). Bilangan daya akan konstan dan tidak lagi bergantung pada
bilangan Reynolds.

Bilangan Reynolds dan bilangan daya diperlukan untuk membuat kurva


karakteristik pengadukan.Skala yang dipakai pada kurva ini adalah skala
logaritmik.Kurva karakteristik pengadukan merupakan suatu kurva yang
menyatakan hubungan antara bilangan daya dan bilangan Reynolds.Bilangan daya
berada pada sumbu y dan bilangan Reynolds berada pada sumbu x.

3. Bilangan Fraude
Bilangan tak berdimensi ini menunjukkan perbandingan antara gaya
inersia dengan gaya gravitasi. Bilangan Fraude dapat dihitung dengan persamaan
berikut (Brodkey and Hershey,1998) :

………………………(2.6)

dimana :

Fr = Bilangan Fraude

N = Kecepatan Putaran Pengaduk

D = Diameter Pengaduk

g = Percepatan Gravitasi

Bilangan Fraude bukan merupakan  variabel yang signifikan. Bilangan ini


hanya diperhitungkan pada sistem pengadukan dalam tangki tidak bersekat. Pada
sistem ini permukaan cairan dalam tangki akan dipengaruhi gravitasi, sehingga
membentuk pusaran (vortex). Vorteks menunjukkan keseimbangan antara gaya
gravitasi dengan gaya inersia.

12
13
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Penentuan Pola Aliran


3.1.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan memeberikan gambaran visual yang dapat diamati
oleh praktikan pola aliran yang terbentuk/terjadi didalam tangki berpengaduk.

3.1.2 Alat yang digunakan


1. Unit tangki berpengaduk
2. Impeler dengan berbagai model dan ukuran
3. Sekat

3.1.3 Bahan yang digunakan


1. Air
2. Potongan plastik warna

3.1.4 Prosedur Kerja


1. Tangki diisi dengan air hingga ketinggian 30 cm dari dasar tangki yang
sudah dipasang sekat.
2. Impeler dipasang pada posisi yang tersedia pada batanag poros tangki
berpengaduk
3. Motor pengaduk dihudupkan
4. Kecepatan putar motor diatur 200 rpm
5. Gerakan fluida didalam tangki diamati, sampai terlihat pusaran air dan
vorteks pada permukaan air.
6. Sejumlah kecil potongan plastic warna dimasukkan kedalam tangki.
7. Amati pola aliran yang terbentuk
8. Kemudian, ulangi percobaan dengan semua jenis impeler pada kecepatan
200 rpm dengan sekat dan tanpa sekat.

3.2 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk


3.2.1 Tujuan

14
Percobaan ini bertujuan memeberikan kemampuan kepada
mahasiswauntuk menetukan besar daya yang diperlukan untuk suatu operasi
pemcampuran dalam tangki berpengaduk.

3.2.2 Alat yang digunakan


1. Unit tangki berpengaduk
2. Impeler dengan model paddle dan propeler
3. Sekat

3.2.3 Bahan yang digunakan


1. Air

3.2.4 Prosedur Kerja


1. Tangki diisi dengan air hingga ketinggian 30 cm dari dasar tangki yang
sudah dipasang sekat.
2. Impeler jenis propeler dipasang pada posisi yang tersedia pada batanag
poros tangki berpengaduk
3. Klem penyetel pegas dikendorkan sehingga memungkinkan dynamometer
dapat bergerak bebas.
4. Posisi kedudukan dynamometer diatur pada posisi netral.
5. Panjang tali pegas diatur sehingga posisi indikator/penunjuk garis dengan
tanda garis dan selubung pegas pada posisi netral.
6. Kecepatan putar motor diatur 50-400 rpm dengan interval 10 rpm.
7. Kemudian, ulangi percobaan dengan jenis impeller propeler tanpa sekat,
paddle dengan sekat dan paddle tanpa sekat pada kecepatan 50-400 rpm
dengan interval 10 rpm. Amati setiap perubahan gaya yang terjadi pada
setiap kecepatan pemutaran.

15
3.3 Rangkaian Alat Percobaan

Motor Penggerak

Pengatur Kecepatan Motor


Penggerak
0
o

Dynamometer

Batang Pengaduk

Buffle (sekat)

Impeller

Gantungan Impeller
Tangki

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Pola Aliran
Tabel 4.1 Pola Aliran Dalam Tangki Berpengaduk

Jenis Impeller Tangki Tanpa Sekat Tangki Bersekat

Paddle A

Aksia
l Radial

Paddle B

Aks
ial Radial

17
Paddle C

Aks
ial Radial

Propeller

Aksial
Radial

Turbine

Aksial
Radial

18
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penentuan Pola Aliran
Untuk menentukan pola-pola aliran yang terjadi dalam tangki
berpengaduk, maka digunakan impeller yaitu jenis paddle, turbin dan propeller.
Variasi percobaan yang dilakukan yaitu menggunakan sekat dan tanpa sekat
dengan batang pengaduk yang diletakkan tepat di pusat tangki. Jenis fluida yang
digunakan adalah air dengan tinggi 30 cm dari dasar tangki. Kemudian, pada
tangki dimasukkan potongan–potongan plastik berwarna merah agar memudahkan
dalam mengamati pola aliran yang terbentuk pada tangki berpengaduk. Percobaan
ini dilakukan dengan kecepatan 200 rpm.
Pola aliran yang terbentuk pada impeller jenis paddle, turbin dan propeller
tanpa menggunakan sekat adalah aksial. Untuk aliran yang tidak menggunakan
sekat, sirkulasi akan bergerak memutari propeller lalu naik di sekitar batang
pengaduk dan bergerak ke arah dinding tangki hingga jatuh ke bawah dan naik
lagi ke propeller. Pada kecepatan yang tinggi akan terjadi vortex pada aliran yang
berada di atas permukaan air. Semakin tinggi kecepatan putaran tangki maka akan
semakin besar vortex yang terjadi pada tangki.
Pola aliran yang terbentuk pada impeller jenis paddle, turbin, dan
propeller dengan menggunakan sekat cenderung tegak lurus dengan tangki
pengaduk. Pola aliran ini biasa disebut radial. Sirkulasi fluida terbentuk dari
bawah daun pengaduk kemudian bergerak ke arah sisi tangki. Bergerak di sekitar
batang pengaduk dan membelok ke atas dan ke dasar tangki. Pada pola aliran
dengan menggunakan sekat tidak terjadi vortex karena penggunaan sekat dapat
menghambat gerakan fluida saat pengadukan berlangsung sehingga sekat dapat
mencegah terjadinya vortex. Dalam hal ini dapat disimpulkan untuk mencegah
terjadinya vortex dapat dilakukan dengan menggunakan sekat pada tangki. Karena
sekat yang terdapat pada tangki dapat memecah pusaran yang terjadi saat proses
pengadukan.

4.2.2 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk


a. Hubungan Laju Aliran Dengan NRe Pada Jenis Impeller Paddle C
Dengan Sekat dan Propeller Dengan Sekat

19
Gambar 4.1 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NRe Impeller dengan Sekat

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa antara kecepatan pengaduk


dengan Reynold number (Re) terjadi kenaikan secara linear. Semakin besar
kecepatan laju putaran maka bilangan reynold juga semakin besar. Bilangan
reynold pada impeller paddle lebih besar dibandingkan bilangan reynold pada
impeller propeller, hal ini dikarenakan diameter paddle lebih besar daripada
diameter propeller. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori bahwa semakin besar
diameter suatu pengaduk maka bilangan reynold juga akan semakin besar. Pada
percobaan ini dapat diketahui bahwa alirannya bersifat turbulen, hal ini dibuktikan
dengan bilangan reynold pada kedua impeller bernilai lebih besar dari 1 x 104.

20
b. Hubungan Laju Aliran Dengan NRe Pada Jenis Impeller Paddle
Tanpa Sekat dan Propeller Tanpa Sekat

Gambar 4.2 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NRe Impeller tanpa Sekat

Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa antara kecepatan pengaduk


dengan Reynold number (Re) terjadi kenaikan secara linear. Semakin besar
kecepatan laju putaran maka bilangan reynold juga semakin besar. Bilangan
reynold pada impeller paddle lebih besar dibandingkan bilangan reynold pada
propeller. Hal ini dikarenakan diameter paddle lebih besar daripada diameter
propeller. Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa alirannya bersifat turbulen,
hal ini dibuktikan dengan bilangan reynold pada kedua impeller bernilai lebih
besar dari 1 x 104 dan ditandai dengan adanya vortex pada permukaan fluida.
Vortex yang terjadi pada tangki yang tidak menggunakan baffle atau sekat lebih
besar. Hal ini terjadi karena tidak ada sekat-sekat yang menghalangi pergerakan
arus fuida di dalam tangki.

21
c. Hubungan laju aliran dengan NPo pada jenis impeller paddle B
dengan sekat dan propeller dengan sekat

Gambar 4.3 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NPo Impeller dengan Sekat
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat pada pengaduk jenis propeller nilai power
number pada kecepatan 50 rpm hingga 400 rpm adalah 0. Hal ini dikarenakan
gaya yang dihasilkan oleh propeller sangat kecil sehingga pegas tidak dapat
mengukur besar gaya yang diperoleh. Gaya yang kecil ini disebabkan karena laju
putaran dibawah laju putaran minimum untuk propeller. Berdasarkan geankoplis
(1993), pengaduk propeller untuk mengaduk bahan dengan viskositas rendah
menggunakan kecepatan berkisar 400-1750 rpm. Sedangkan pada pengaduk jenis
paddle sedang, nilai power number yang diperoleh meningkat dari kecepatan 0
rpm hingga 100 rpm dan mengalami penurunan pada kecepatan laju putaran 150
rpm hingga 400 rpm. Hal ini dikarenakan gaya yang dihasilkan saat kecepatan 150
rpm terlalu besar sehingga pegas tidak dapat mengukur besar gaya yang diperoleh
sehingga jika kecepatan dinaikkan, gaya yang diperlukan akan sama hingga pada
400 rpm.
Jenis impeller yang menghasilkan nilai power number (Po) paling besar
adalah paddle besar yaitu pada kecepatan 150 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan impeller paddle besar, daya yang dibutuhkan untuk proses
pengadukan lebih besar dibandingkan menggunakan impeller jenis propeller dan
paddle sedang maupun paddle kecil. Hal ini terjadi karena perbandingan daun
pengaduk dengan diameter pada paddle besar adalah lebih besar dibandingkan
dengan propeller serta paddle sedang dan paddle kecil. Semakin besar diameter

22
pengaduk maka daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pengaduk juga akan
semakin besar, sehingga menghasilkan power number yang besar juga.

d. Hubungan Laju Aliran Dengan NPo Pada Jenis Impeller Paddle dan
Propeller Tanpa Sekat

Gambar 4.4 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NPo Impeller tanpa Sekat

Berdasarkan Gambar 4.4, pada pengaduk jenis propeller nilai power


number pada kecepatan 0 rpm hingga 400 rpm adalah 0. Hal ini dikarenakan gaya
yang dihasilkan oleh propeller sangat kecil sehingga pegas tidak dapat mengukur
besar gaya yang diperoleh. Gaya yang kecil ini disebabkan karena laju putaran
dibawah laju putaran minimum untuk propeller. Berdasarkan geankoplis (1993),
pengaduk propeller untuk mengaduk bahan dengan viskositas rendah
menggunakan kecepatan berkisar 400-1750 rpm. Pada jenis pengaduk paddle
sedang, nilai power number pada kecepatan 0 rpm hingga 200 rpm adalah 0
namun terjadi kenaikan power number pada laju putaran 250 rpm dan mengalami
penurunan pada kecepatan laju putaran 300 rpm hingga 400 rpm . Nilai power
number dipengaruhi oleh daya yang dibutuhkan dalam proses pengadukkan. Nilai
daya yang semakin meningkat pada kecepatan laju putaran yang semakin besar
menyebabkan nilai power number meningkat. Sedangkan penurunan power
number dikarenakan gaya yang dihasilkan saat kecepatan 250 rpm terlalu besar
sehingga pegas tidak dapat mengukur besar gaya yang diperoleh sehingga jika
kecepatan dinaikkan, gaya yang diperlukan akan sama hingga pada 400 rpm.

23
Dari Gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa tangki yang menggunakan
sekat, nilai power number lebih besar dibandingkan dengan tangki yang tanpa
sekat. Hal ini terjadi karena pada tangki yang menggunakan sekat, daya yang
dibutuhkan untuk menggerakkan pengaduk lebih besar.

24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pola aliran yang terbentuk dari jenis impeller dengan sekat pada tangki
berpengaduk yaitu pola aliran radial sedangkan pada impeller tanpa sekat
yaitu aliran aksial.
2. Semakin besar kecepatan pengadukan maka daya yang dibutuhkan juga
semakin besar.
3. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan impeller paddle lebih besar
daripada propeller.
4. Semakin besar diameter pengaduk maka daya yang dibutuhkan untuk
menggerakkan impeller juga semakin besar.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengamati gaya yang terbaca pada
bar setting. Selain itu, praktikan juga harus memahami prosedur percobaan
sebelum memulai percobaan sehingga tidak terjadi kesalahan pada saat proses
berlangsung. Kemudian, untuk praktikan selanjutnya disarankan untuk
memvariasikan jenis impeller yang digunakan agar dapat mengetahui pengaruh
daya terhadap jenis impeller yang berbeda.

25

Anda mungkin juga menyukai