PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum, perdarahan setelah lahir, atau post partum hemorrhagic (PPH)
adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Perdarahan postpartum ini mempengaruhi 5-
15% ibu dalam proses melahirkan anak (British Columbia Section, 2006), atau pada masa
nifas dalam tempoh 12 minggu setelah melahirkan anaknya (Cunningham, 2005). Perdarahan
postpartum adalah penyebab utama kematian maternal secara dunia luas dan merupakan
penyebab tunggal kedua kematian utama ibu, peringkat di belakang preeklampsia atau
eklampsia (Mousa dan Walkinshaw, 2001). Menurut Carroli G. dan teman-temannya di
dalam jurnal Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology tahun Desember
2008, prevalensi perdarahan postpartum di dunia kirakira sekitar 6% dan 1,86% dari semua
kelahiran, masing-masing, dengan variasi yang luas di seluruh wilayah di dunia.
Sejak dahulu, penyebab kematian maternal tidak banyak berubah, yaitu perdarahan,
eklampsia, dan sepsis. Selalunya, perdarahan secara masif yang menyebabkan kematian ibu
tidak dapat diperkirakan dan terjadi tiba-tiba. Di Indonesia, terbukti masih tingginya angka
kematian ibu hamil relative tinggi, yaitu sekitar 18.000 wanita yang meninggal akibat
komplikasi obstetri (10%), perdarahan (30,77%), pre-eklamsi atau eklamsi (25,8%), infeksi
(22,5%), dan lain-lain (11,5%) (Soefoewan, 2003). . Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003, AKI di Indonesia 307/100.000 kelahiran hidup
manakala angka kematian ibu di Sumatera Utara 379/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2001. Berdasarkan laporan Depkes tahun 2009 pula, angka kematian ibu di Indonesia
226/100.000 kelahiran hidup. Penurunan angka kematian ibu di Indonesia masih terlalu
lambat untuk mencapai target yang ingin dicapai pada tahun 2015 diperkirakan 115/100.000
kelahiran hidup. Penyebab perdarahan postpartum bisa disebabkan banyak faktor seperti
atoni uteri, trauma uteri, tonus uteri, kondisi uteri itu sendiri, dan lain-lain. Faktor yang
paling sering adalah disebabkan atoni uteri. Namun, ada pula faktor predisposisi yang bisa
memicu kepada terjadinya perdarahan postpartum, seperti laserasi jalan lahir, riwayat
persalinan sebelumnya, faktor usia, kadar hemoglobin pada ibu, dan sebagainya
(Cunningham, 2005). Antaranya, jumlah paritas merupakan salah satu faktor predisposisi
perdarahan postpartum. Adanya fakta yang menarik perhatian penulis tentang faktor
predisposisi ini. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, bisa dijumpai penerangan
bahwa ibu yang paritas tinggi lebih cenderung untuk menderita perdarahan postpartum
(Stanford Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan jumlah paritas dengan perdarahan postpartum. , 2009).
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hemorrhage postpartum ( HPP ) adalah perdarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah
kelahiran sehingga kehilangan banyak darah melalui saluran genital.
Kehilangan darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala
tiga persalinan (ekspulsi atau ekstraksi plasenta dan ketuban) (Taber, 1994).
Kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih diantara waktu keluarnya plasenta dan 24 jam
setelah keluarnya plasenta.
2.2 Klasifikasi
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemorrhage) adalah Perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) adalah
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
2.3 Etiologi
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemorrhage) yaitu :
1) Atoni uterus (Tonus) adalah Keadaan lemahnya tonus / konstraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Pada atonia uteri, uterus tidak
mampu berkontraksi baik, hal ini merupakan sebab utama dari perdarahan post
partum
2) Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan
keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4
hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/
pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk
rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu
dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang
diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi
jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau
perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
3) Luka bekas seksio sesaria
2.4 Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada
waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah
dan menyebabkan perdarahan yangbanyak. Atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Keadaan demikian menjadi
faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium. Trauma jalan lahir
seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu
proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
2.5 Manifestasi
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. Gejala Klinis
berdasarkan penyebab yaitu :
1. Atoni uterus ( Tonus )
a. Perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan postpartum primer ).
b. Konstraksi uterus lemah.
c. Anemia
d. Konsistensi rahim lunak
2. Trauma Jaringan
a. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
b. Uterus kontraksi dan keras.
c. Plasenta lengkap.
d. Klien pucat dan Lemah
3. Trombofilia atau masalah pembekuan darah
a. Mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan
b. Perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan atausuntikan.
c. Perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
4. Sisa Plasenta
a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Kontraksi uterus baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan:
a. Pemeriksaan Laboratorium, yaitu Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa
pembekuan
b. Pemeriksaan USG Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa
jaringan konsepsi intrauterine.
c. Kultur uterus dan vaginal yaitu menentukan efek samping apakah ada infeksi
yang terjadi.
d. Urinalisis yaitu untuk memastikan kerusakan kandung kemih.
e. Profil Koagulasi yaitu untuk menentukan peningkatan degradasi kadar produk
fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin
parsial.
2.7 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Obati anemia dalam masa kehamilan
b. Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar dianjurkan untuk
menjalani persalinan di RS.
c. Jangan memijat dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas
2. Penanganan
a. Tentukan GCS atau skala kesadaran
b. Bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi intravena berupa darah
c. Kontrol perdarahan dengan pemberian O2 3lt/menit.
3. Penatalaksanaan secara umum saat terjadinya perdarahan
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,
beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan
40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
h. Ganti darah yang hilang.
i. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
j. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
k. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
4. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
1. Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
2. Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
3. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4. Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
5. Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus
dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
6. Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh
darah didalam miometrium.
7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil
2. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
3. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila
perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
4. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara
hati-hati dan halus.
5. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6. Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
7. Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral).
c. Plasenta inkarserata
1. Tentukan diagnosis kerja
2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat,
tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks
yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
3. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan
plasenta.
4. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
6. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar
dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik
plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
1. Berikan segera cairan isotonik (RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan
laparatomi
2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan
kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,
lakukan operasi uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan
2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
4. Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 1 hari.
g. Robekan serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat
segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,
lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar
sehingga semua robekan dapat dijahit
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan paska tindakan
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr%
berikan transfusi darah
2.8 Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
a. Syok hemoragik
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal
dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila
hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut
menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing,lemas dan akan berdampak juga
pada asupan ASI bayi.
c. Sindrom Sheehan
Sindrom Sheehan adalah kondisi hipopituitarisme setelah perdarahan hebat HPP selama
atau segera setelah persalinan. Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari
perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia
yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat
mempengaruhi sistem endokrin.
2.9 Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka
kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny.K usia 23 tahun datang ke rumah sakit pada hari Selasa, 5 April 2011. Klien datang
diantar oleh bidan dan suaminya dengan kondisi gawat yaitu perdarahan pervagina sekitar
500cc. Klien mengalami pendarahan setelah melahirkan anak pertama, 4 april 2011 pukul
01.30. Setelah menjalani pemeriksaan, didapatkan data pengkajian: TD: 80/40 mmHg ; HR:
98 x/mnt ; RR: 30 x/mnt ; T: 35,8oC ; konjungtiva anemis ; BB 60Kg. Hasil pemeriksaan
lab ditemukan Hb 8mg/dl. Dari pemeriksaan diagnostik yang sudah dilakukan, yaitu USG
dan pemeriksaan inspekulo, diagnosa medis menyatakan Ny.K mengalami Hemmoragic post
partum (pendarahan pasca persalinan) dengan penyebab atonia uteri. Ny.K harus menjalani
rawat inap di RS untuk mengendalikan pendarahannya.
3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Bangsa/ suku : Indonesia/Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat rumah : Surabaya
B. Identitas Wali
Nama : Tn.H
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Indonesia/Jawa
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan :Swasta
Alamat Rumah : Surabaya
C. Status perkawinan
Perkawinan ke :1
Usia menikah : 23 tahun
Lama menikah : 2 tahun
E. Riwayat menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari, teratur
Lama : 7 hari
Banyaknya : hari ke-1 sampai ke-2 sebanyak 3 pembalut per hari, hari ke 3-5
kurang lebih 2-3 kali ganti pembalut dan pada hari ke 6 dan ke 7
sebanyak 1 -2 pembalut.
Sifat darah : encer
Dismenorhoe : tidak pernah mengalami.
Fluor Albus : tidak ada
Ibu mengatakan ia tidak pernah menderita penyakit seperti kencing manis, hipertensi.
Ibu mengatakan dalam kelurga tidak ada yang menderita Diabetes, Hipertensi,
Radang hati maupun tidak ada keturun kembar.
H. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas sekarang
a. Kehamilan
Ibu mengatakan ini adalah kehamilan yang pertama dengan usia kehamilan 9 bulan.
Iburutin periksa hamil pada bidan tiap trimester.
b. Persalinan
Ibu bersalin pada tanggal 4 April 2011 pukul 01.30 per vaginam dengan bantuan
vacuum. Pada tanggal 5 April 2011 jam 13.15 ibu mengatakan keluar perdarahan
sebanyak 500cc
c. Nifas
Ibu mengatakan mengeluarkan darah pada jalan lahir dan nyeri pada bekas
jalan kelahiran
I. Riwayat KB
Ibu tidak pernah ikut KB sebelumnya dan tidak mengerti tentang KB
J. Diet/ makan
Ibu mengatakan baik sebelum atau saat hamil pola makan dan minum tetap sama,
yaitu makan 3x sehari dengan nasi, lauk ( ikan laut, tempe, tahu, telur ), sayur (
bayam, kangkung, kacang- kacangan, wortel ), buah ( pepaya, jeruk ), selama hamil
setiap pagi ibu minum susu 1 gelas 1 hari. Minum air putih ± 5-6 gelas sehari, tidak
pernah ngidam.
K. Pola eliminasi
Ibu mengatakan sebelum hamil BAK ± 2x -3x sehari, lancar, tidak nyeri, warnanya
kuning, BAB 1x sehari, teratur, konsistensi lunak, warna kuning saat hamil BAK ± 5x-6x
sehari, lancar, tidak nyeri, warnanya kuning BAB 1x sehari, teratur, konsistensi lunak,
warna kuning.
L. Aktivitas sehari- hari
Pola istirahat dan tidur : Ibu mengatakan baik sebelum atau saat hamil pola istirahat
sama yaitu tidur malam ± 8 jam ( 21.00 - 05.00 ), tidur siang ± 1 jam ( 14.00 - 15.00).
Seksualitas : Ibu mengatakan sebelum hamil melakukan hubungan seksual 2x seminggu
sedangkan saat hamil ibu jarang sekali melakukan hubungan seksual karena takut
mengganggu kehamilan.
Pekerjaan : Ibu mengatakan baik sebelum atau saat hamil ibu bekerja di pabrik selain itu
juga ibu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak mencuci dll,
tanpa ada gangguan dengan kehamilannya.
M. Keadaan Psikologis
Ibu merasa cemas karena perdarahan yang dialaminya.
N. Riwayat sosial :
Perkawinan : Menikah 1 kali, usia perkawinan 2 tahun.
Kehamilan ini : Direncanakan
Perasaan tentang kehamilan ini : Ibu mengatakan senang dan menerima kehamilan
ini begitu juga dengan suami dan keluarga yang
lain.
O. Data spiritual
Ibu beragama Islam dan taat menjalani ibadah.
C. Wajah
Oedema : Ada
Conjungtiva : Anemis
Sklera Mata : Putih, tidak ikterus.
D. Dada
Bentuk : Simetris
Mammae : ada
Benjolan : tidak ada
Striae : striae livida
Areola : mengalami hiperpigmentasi
Puting susu : menonjol ( keluar ), sudah keluar kolostrum
Nyeri : Tidak
E. Extremitas
Oedema tangan dan jari : tidak ada
Oedema tibia dan jari : tidak ada
Varices tungkai : tidak ada
Reflek patella : positif
F. Abdomen
Bekas luka : tidak ada
Pembesaran perut : bekas pembesaran uteri
Bentuk perut : bulat lonjong pada bagian bawah (setelah melahirkan)
Oedema : tidak ada
Acites : tidak ada
G. Genetalia
Vulva dan vagina : tidak ada masalah
Varices : tidak ada
Luka : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Nyeri : ya
Perineum : tidak ada masalah
Bekas luka/luka parut : tidak ada
Uji Diagnostik
A. Darah
Golongan Darah : O
Hb : 8 mg/dl
Hbs Ag : Tidak dilakukan
B. Urine
Albumin : Tidak dilakukan
Reduksi : Tidak dilakukan
4.1 Kesimpulan
Hemorraghic postpartum ( HPP ) adalah perdarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran sehingga kehilangan banyak darah melalui saluran genital. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan
perinium. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture
uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Dari penjelasan tersebut kita dapat mengangkat beberapa masalah
keperawatan, seperti defisit volume cairan, perubahan perfusi jaringan perifer, resiko infeksi,
resiko syok hipovolemik, dan kecemasan. Penanganan yang bisa dilakukan berupa
penentuan CGS atau skala kesadaran, bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi
intravena berupa darah, kontrol perdarahan dengan pemberian O2 3lt/menit.
4.2 Saran
Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya hemorraghic postpartum (HPP),
obati anemia dalam masa kehamilan, pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan
sebelumnya, agar dianjurkan untuk menjalani persalinan di RS, jangan memijat
dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas.
DAFTAR PUSTAKA
http://krismasekasaputra.blogspot.com/2018/01/makalah-hematom-post-partum-hpp.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38585/Chapter
%20I.pdf;jsessionid=0F6F099A0577177AB6E3F6CAD9ECBC38?sequence=5
https://id.scribd.com/doc/311085098/makalah-pendarahan-post-partum