Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Januai, 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

NEURALGIA TRIGEMINAL

Oleh :
SITI NURFITRI P. ZUHRUHUR
NURUL AMALIYAH

Pembimbing :
dr. Hj. NURHANI Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Nurul Amaliyah
NIM : 10542 0571 14
Judul Referat : NEURALGIA TRIGEMINAL

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2019


Pembimbing

(dr. Hj. NURHANI Sp.S )

2
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : SITI NURFITRI P. ZUHRUHUR
NIM : 10542053413
Judul Referat : NEURALGIA TRIGEMINAL

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2019


Pembimbing

(dr. Hj. NURHANI Sp.S )

3
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan Referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Referat berjudul “NEURALGIA TRIGEMINAL” ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Anak. Secara khusus penulis
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Hj. Nurhani
Sp.S, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Referat ini belum sempurna adanya
dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir
kata, penulis berharap agar Referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.

Makassar, Januari 2019

Penulis

4
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 8

2. Anatomi 9

3. Epidemiologi 10

4. Etiologi 11

5. Patofisiologi 12

6. Klasifikasi 15

7. Manifestasi Klinis ............................................................. 16

8. Diagnosis ........................................................................... 17

9. Diagnosis Banding............................................................. 18

10. Tatalaksana......................................................................... 21

11. Prognosis............................................................................ 27

BAB III PENUTUP ................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri muka atau yang lebih dikenal sebagai trigeminal neuralgia

merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut

Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf

dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan

membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya

fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu

cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.1,2

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik

sampai dua menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti

ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri

seperti saat terkena setrum listrik.1,2

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi

sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian

obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan

memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya

saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia

Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga

pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.3

6
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. Terapi pada pasien ini ada 2 macam

yaitu medikamentosa dan pembedahan. Perawatan secara medikamentosa berupa

pemberian obat-obatan anti konvulsan dengan cara menurunkan hiperaktivitas

nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. Pengobatan efektif pada 80%

kasus. Pemberian obat dimulai dengan dosis yang paling minimal, kemudian

karena penyakit ini memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin berat dan

lebih sering maka dibutuhkan penambahan dosis dimana akan menimbulkan suatu

efek samping atau kontrol rasa sakit yang tidak adekuat. Pemberian obat-obatan

ini dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasi dengan lainnya. Jika

perawatan dengan obat-obatan sampai dosis maksimal dan dengan kombinasi

beberapa obat sudah tidak mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan

pembedahan menjadi pilihan.4

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang

menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens,

nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu

dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti

dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.5

Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the study

of Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral.

Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus

trigeminus. Sementara menurut International Headache Society trigeminal

neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti

tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya

muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi,

berbicara.5

Tabel 1.1 Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS

Definisi menurut IASP Definisi menurut IHS


Tiba-tiba, biasanya unilateral, sifat Nyeri unilateral pada wajah, nyeri
nyeri hebat, menusuk, berulang dan seperti sengatan listrik yang
berdistribusi di salah satu atau lebih berdistribusi ke salah satu atau lebih
cabang dari nervus 5. dari nervus 6.
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-

8
hal sepele seperti mencuci muka,
bercukur, merokok, berbicara, dan
menggosok gigi. Namun juga dapat
terjadi secara mendadak.

2. Anatomi dan Fisiologi Nervus Trigeminus

Nervus Trigeminus merupakan saraf cranial terbesar yang memiliki 3


percabangan yaitu :
1. Nervus Opthalmicus bersifat sensoris murni.
Saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi
persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma
( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian atas
dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus
frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-
arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus.
2. Nervus maksilaris bersifat sensoris murni.
Saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen
maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju ke orbita
melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra orbitalis
menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar dari foramen
infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di
permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir
sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang
yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan
mukosa mulut yang bersebelahan.

3. Nervus mandibularis bersifat motoris dan sensoris.


Radiks sensoris meninggalkan ganglion trigeminal dan berjalan keluar
cranium melalui foramen ovale. Radiks motoris n.trigeminus juga keluar dari
cranium melalui foramen yang sama dan bergabung dengan akar sensoris

9
membentuk truncus n.mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis mensarafi
kulit pipi dan kulit atas mandibula dan sisi kepala. Juga mensarafi articulation
temporomandibularis dan gigi rahang bawah, mukosa pipi, dasar mulut, dan
bagian depan lidah. Serabut motoris n.mandibularis mensarafi otot-otot
pengunyah. Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf
otot-otot pengunyah. Dan juga menegangkan palatum molle dan membrane
tympani (Leksmono P, 1997).

Gambar 1. Nervus Trigeminal

3. Epidemiologi

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah

wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria

sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia,

dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun

kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder.

10
Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia

trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan

etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.

Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan .

Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita

baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin

tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan

meningkat.3,9

4. Etiologi

Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal neuralgia,

namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya bukti objektif.

Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama berdasarkan pada

penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung pada saraf dan teori

ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.10

Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel

sklerosism diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada

saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral.

11
Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh

dan menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.10

5. Patofisiologi

Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak jelas

dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan hipotesis

yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun perifer. Pada

awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit fungsional karena

tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus trigeminus. Sekitar 40

tahun yang lalu, Kerr mengamati spesiment rhizotomi pasien secara histologi dan

menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara morfologi yang mirim

dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan sklerosis perineural dan

endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat diterima dari gangguan

mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang diajukan oleh Dott pada

tahun 1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal dimulai dari interkoneksi

akson demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls ektopik yang spontan.

Kemudian ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di

perifer tetapi juga terjadi perubahan di struktur sentral dari nervus trigeminus.

Teori mekanisme sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus,

nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri.

Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan klinis

penyakit.10

12
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan

beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan retikularis,

nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti mengindikasikan

bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal dan menginduksi

fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke

perifer. Meskipun masih terdapat dua pertanyaan utama yang belum terjawab. 10

Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan

berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan

penyakit, progresifitas distropi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus

tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa

reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi

sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain

bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi. Degranulasi

sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai

ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast.

Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga

mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,

konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan

tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh

karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami inflamasi

pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada periode

trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas struktur saraf

fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa nervus trigeminus

13
adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini mungkin menjelaskan

mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun lokal akan segera

terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular pada saraf trigeminus

terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh

peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel syndrome". Ini berarti bahwa

kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang dapat

menyebabkan trigeminal neuralgia.10

Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem saraf

trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan pada

formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini mampu menghambat

pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori

patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka

membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang

membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan

dalam segmental batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan

demikian, distrofi di TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia.

Tidak diragukan lagi, harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk

mekanisme patogenetik. 10

14
6. Klasifikasi

IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal

menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus

yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat

diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.4

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.4

Trigminal Neuralgia Idiopatik:

1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,

sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding

laki-laki.

Trigeminal Neuralgia Simptomatik:

15
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus

atau nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.

3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas

pada golongan usia.

7. Manifestasi Klinis

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :8,11,12

1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,

seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang

berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari

dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval

bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.

2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan

unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1%

dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga

paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya

terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa

diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris

dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah

distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).

16
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti

perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal

neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode

aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya

serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.

4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri

atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.

Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung

beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan

nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.

8. Diagnosis

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-

sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan

uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat

pemeriksaan.13

Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache

Society adalah sebagai berikut:13

A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang

berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:

17
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada

cabang mandibularis atau maksilaris.

2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa

menikam atau membakar.

3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.

4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti

makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok

gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.

5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

C. Tidak ada kelainan neurologis.

D. Serangan bersifat stereotipik.

E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat

keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance

Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk

melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan

mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara

tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini.

Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau

abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-

definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat

18
menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai

tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan

lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril,

gusi, lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon

sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin).6

9. Diagnosis Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul

pada wajah dan kepala.14

Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,

tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia

postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada

daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.14

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang

bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi

hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis

temporomandibular dan maloklusi gigi.14

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.

Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering

ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan

menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke

bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi

ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian

analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan

19
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik

mungkin.14

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri

paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan

berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal

yang lebih lama.14

Tabel 6.1 Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal

Faktor yang
Diagnosis Persebara
Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding n
Memperburuk

Neuralgia Daerah Laki- laki/ perempuan = 1:3, Titik-titik


Trigemina persarafan Lebih dari 50 tahun, rangsang sentuh,
l cabang II Paroksismal (10-30 detik), mengunyah,
dan III nyeri bersifat menusuk-nusuk senyum, bicara,
nervus atau sensasi terbakar, persisten dan menguap
trigeminus, selama berminggu-minggu
unilateral atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik
maupun sensorik.
Neuralgia Unilateral Lebih banyak ditemukan pada Tidak ada
Fasial atau wanita usia 30-50 tahun
Atipik bilateral, Nyeri hebat berkelanjutan
pipi atau umumnya pada daerah maksila
angulus
nasolabialis
, hidung
bagian
dalam

Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan,


Post Biasanya Nyeri seperti sensasi terbakar, pergerakan
herpetiku pada daerah berdenyut-denyut
m persebaran Parastesia, kehilangan sensasi
cabang sensorik keringat
oftalmikus Sikatriks pada kulit

20
nervus V
Sindrom Unilateral, Nyeri berat berdenyut-denyut Mengunyah,
Costen dibelakang diperberat oleh proses tekanan sendi
atau di mengunyah, temporomandibula
depan Nyeri tekan sendi temporo- r
telinga, mandibula.
pelipis,
wajah
Migren Orbito- Nyeri kepala sebelah Alkohol pada
frontal, beberapa kasus
rahang atas,
angulus
nasolabial

10. Tatalaksana

Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini

pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah

hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan

a. Terapi Farmakologi

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan

beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European

Federation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal

dengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800mg

sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen

dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien

dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.

Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European

Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin

efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan

21
lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi

obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan

valproat.2

Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian

200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari

sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauh

lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil

keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan

lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid

4 – 12 mg/hari.2

Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan

obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang

disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin,

topiramate, levetiracetam, dan valproat.2

22
Gambar 7.1 Management terapi pada trigeminal neuralgia

Karbamazepine

Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada

kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine

memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis dan

neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar

penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti dengan

menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat

luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan

agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang

selama pengobatan.2,6,7

Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah).

Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat

dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi.

23
Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir

70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil

perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul

efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.

Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri

membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.2

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental

confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat

juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash,

gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia,

keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi

seksual.2,6

Oxykarbamazepin

Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana

mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan

dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x

300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis

maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah

nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul

yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit

darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus

secara bertahap.2

24
Lamotrigine

Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan

menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari secara

perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek

samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-

10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga

terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau

limfadenopati indikasi Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan

penghentian segera.2

Phenitoin

Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat

anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari

fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam

mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-

kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan

pengukuran kadar obat dalam plasma.7,8

Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgia

dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping yang

ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga

mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan

hypertrichosis. 2

25
Baklofen

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat

dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru

terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi

karbamazepine.. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg

perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal

neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.2

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah

mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan

secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau

serangan jantung.2

Gabapentin

Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya

dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya

3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling

sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat,

penghentian secara cepat harus dihindari.2

b. Terapi Pembedahan

Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak

bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi

pembedahan.2

26
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi

pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan

penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan

dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah

pada MRI.1

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,

terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer

dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan

suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah

rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan

gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma

knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di

fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus

trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang

menekan nervus trigeminus. 2

11. Prognosis
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama

berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa

menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan

jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup singkat,

morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat

dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat

27
berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapatmenderita depresi

dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi

kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin

kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.14

BAB III

PENUTUP

Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan

ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau

seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam

beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat

unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam

etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer

dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder

sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum

ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk

mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah

28
pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat

dipertimbangkan dengan cara pembedahan

DAFTAR PUSTAKA

1. Gupta SK, Gupta A, Mahajin A, et al. Clinical insights in Trigeminal


Neuralgia. JK Science 2005; 7 (3): 181-184.

2. Mark Obermann. Treatment optionts in trigeminal neuralgia. Therapeutics


Advances in Neurological Disorders 2010; 3(2): 107-115.

3. Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal


neuralgia. Hospital Physician 2003; 3: 64-70.

4. Loeser JD. Cranial Neuralgia, In : Banica’s Management of Pain,


Philadelphia, Lipincott William & Wilkins. 2001.

5. Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology,


diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2001; 87 (1):
117-132.

6. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An


Updated Review. Seattle: IASP Press. 2002.

7. Bryce DD. Trigeminal Neuralgia. [online] Facial Neuralgia Rerources 2006


[cited 2013 June 1]; Availabe from: URL: http://www.Facial Neuralgia,
org/conditins/tn.html.

29
8. Kauffman AM and Patel M. Your complete guide to trigeminal neuralgia.
[online] CCND Winnipeg 2001. [cited 2012 June 1]; Available from URL:
http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/trigeminal_neuralgia/manuscript/

9. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam


neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.

10. Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of


trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4):
1-7

11. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal


Neuralgia. Columbia Dental Review 2000; 5: 4-7.

12. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral
Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL:
http://www.epub.org.br.

13. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal
neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259.

14. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. [cited 2013 June
1]; Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-
overview

30

Anda mungkin juga menyukai