Anda di halaman 1dari 4

A.

Etiologi HIV

Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang meruakan


virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae, subfamili lentiviridae, genus
lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan
kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari
2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
dunia adalah grup HIV-1 (Yuliyanasari, 2017).

HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama tetapi mempunyai
perbedaan struktur genom. HIV-1 punya gen vpu tapi tidak punya vpx , sedangkan HIV-2
sebaliknya. Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai
peranan dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua
tipe HIV. Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka penelitian – penelitian klinis dan
laboratoris lebih sering sering dilakukan terhadap HIV-1 (Fajar, 2013)

HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi oleh lipid
bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan
gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor
kemokin dan memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian
dalam terdapat dua kopi RNA juga berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi
dan maturasi HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase, dan
protease. Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen untuk
mengkode protein penting dan enzim (Yuliyanasari, 2017).

Ada tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol
mengkode enzim reverse transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env mengkode
komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan
tat penting untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Yuliyanasari, 2017).
B. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi HIV bervariasi secara luas di antara bayi, anak-anak, dan
remaja. Pada banyak bayi, pemeriksaan fisik saat lahir adalah normal. Gejala awal mungkin
hampir tidak terlihat, seperti limfadenopati dan hepatosplenomegali, atau spesifik seperti
keterlambatan pertumbuhan, diare kronis atau berulang, pneumonia interstisial, atau
sariawan. Temuan sistemik dan paru yang umum ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa,
sedangkan malnutrisi berat mendominasi di Afrika. Gejala ditemukan lebih sering pada anak-
anak daripada orang dewasa dengan infeksi HIV, termasuk infeksi bakteri berulang,
pembengkakan parotis kronis, pneumonitis interstitial limfositik, dan onset dini untuk
penurunan neurologis progresif (Darmadi & Ruslie, 2012).

Setelah infeksi awal, pasien mungkin tetap seronegatif (tes antibodi HIV masih
menunjukkan hasil negatif) walaupun virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah
yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan
laboratorium karena kadarnya belum memadai. Antibodi terhadap HIV biasanya muncul
dalam 3 sampai 6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Fase ini sangatlah
penting karena pada fase ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan virus ke orang
lain. Fase ini disebut “window periode” (Yuliyanasari, 2017).

Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV :

1. Keadaan umum
- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
- Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5ᴼC) yang lebih
dari satu bulan
- Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
- Limfadenopati meluas
2. Kulit
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan
kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts),
folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA) tapi
tidak selalu terkait dengan HIV.
3. Infeksi
- Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina
berulang
- Infeksi viral : Herpes zoster
- herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
- Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis,
pneumonia berulang, sinusitis kronis atau berulang.
- Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif (Fajar, 2013)

CDC mengklasifikasikan infeksi HIV menjadi kategori sebagai berikut (CDC


2009) :

1) Kategori A
infeksi HIV asimtomatik, tanpa adanya riwayat gejala maupun keadaan AIDS.
2) Kategori B
terdapatnya gejala-gejala yang terkait HIV; termasuk: diare, angiomatosis basiler,
kandidiasis orofaring, kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease
(PID) termasuk klamidia, GO, atau gardnerella, neoplasma servikal, leukoplakia
oral (EBV), purpura trombosito-penik, neuropati perifer, dan herpes zoster.
3) Kategori C
infeksi HIV dengan AIDS.
4) Kategori A1, B1, dan C1
yaitu CD4 >500/ μL
5) Kategori A2, B2, dan C2
yaitu CD4 200-400/ μL.
6) Kategori A3, B3, dan C3
yaitu CD4 > 200 / μL
C. Transmisi HIV
Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui empat jalur, yaitu:
a. Kontak seksual: HIV terdapat pada cairan mani dan sekret vagina yang akan
ditularkan virus ke sel, baik pada pasangan homoseksual atau heteroseksual.
Kerusakan pada mukosa genitalia akibat penyakit menular seksual seperti
sifilis dan chancroid akan memudahkan terjadinya infeksi HIV.
b. Tranfusi: HIV ditularkan melalui tranfusi darah baik itu tranfusi whole blood,
plasma, trombosit, atau fraksi sel darah lainnya.
c. Jarum yang terkontaminasi: transmisi dapat terjadi karena tusukan jarum yang
terinfeksi atau bertukar pakai jarum di antara sesama pengguna obat-obatan
psikotropika.
d. Transmisi vertikal (perinatal): wanita yang teinfeksi HIV sebanyak 15-40%
berkemung-kinan akan menularkan infeksi kepada bayi yang baru
dilahirkannya melalui plasenta atau saat proses persalinan atau melalui air
susu ibu (Suhaimi, Savira, & Krisnadi, 2009)

DAPUS

Center for Disease Control and Prevention. (2009) Epidemiology of HIV InfectionThrough.
Available from: http://www/cdc.gov/hiv/topics/s urveillance/resources/slides/gen
eral/general.pdf

Anda mungkin juga menyukai