Anda di halaman 1dari 2

Ketidaksetaraan dalam kesehatan reproduksi berhubungan dengan ketimpangan ekonomi yang

kemudian berkorelasi dengan ketidaksetaraan dalam kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. Hal
itu sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jangkauan sistem kesehatan serta oleh situasi ketidaksetaraan
gender.

Isu gender dalam kesehatan reproduksi antara lain yaitu pada kesehatan ibu dan bayi, dimana angka
kematian ibu dan bayi yang masih tinggi di Indonesia. Selain itu, ketidakmampuan perempuan dalam
mengambil keputusan (kapan hamil dan dimana akan melahirkan), sikap dan perilaku keluarga yang
cenderung mengutamakan laki-laki, dan permasalahan keluarga berencana seperti masih tingginya
unmet need KB. Unmet need KB yang belum terpenuhi terjadi pada perempuan dengan tingkat
kesejahteraan terendah, pendidikan kurang, dan tinggal di daerah pedesaan.

“Hal ini akan berisiko tinggi meningkatnya kehamilan yang tidak diinginkan serta risiko terhadap
kesehatan dan dampak ekonomi seumur hidup bagi seorang perempuan dan anak-anaknya,” ujar Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty di Universitas
Brawijaya, Malang, dalam sambutannya pada acara Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia-
State of World population (SWOP) Report yang dibuat oleh UNFPA setiap tahunnya yang bekerja sama
dengan BKKBN.

Dalam pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KKBPK) selama ini, ada beberapa isu gender yang
sangat menyolok. Di antaranya, pertama, akses laki-laki terhadap informasi dan pelayanan KB masih
sangat terbatas, dimana pengetahuan metode KB bagi perempuan lebih besar dibanding KB Pria
khususnya vasektomi. Kedua, kesertaan KB pria vasektomi hanya 0,2 persen (SDKI 2012), terbatasnya
jenis kontrasepsi pria (hanya kondom dan vasektomi) menjadikan laki-laki enggan untuk menjadi
peserta KB. Ketiga, masih sangat sedikit laki-laki yang mengetahui manfaat KB bagi diri dan keluarganya.
Keempat, masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi serta
perencanaan jumlah dan jarak kelahiran anak. Kelima, anggapan masyarakat bahwa KB adalah urusan
perempuan, karena kodrat perempuan untuk hamil dan melahirkan, perempuan tidak memiliki
kekuatan untuk memutuskan ikut ber-KB. Keenam, masih terbatasnya pengetahuan laki-laki dan
perempuan mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi. Ketujuh,
masih tingginya ASFR yang menunjukkan wanita usia remaja yang telah hamil dan melahirkan.
Kedelapan, norma dalam masyarakat bahwa ketidaksuburan disebabkan oleh pihak istri.

Program KKBPK merupakan salah satu langkah tepat untuk mendukung peningkatan kesetaraan,
khususnya kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, serta
memerangi HIV/AIDS serta penyakit menular seksual melalui Program KB dan Kesehatan Reproduksi
serta peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi.

Anda mungkin juga menyukai