Anda di halaman 1dari 2

A.

Pengertian Distosia
adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his) adalah
hambatan atau kesulitan dalam persalinan yang disebabkan oleh his yang tidak normal, baik
kekuatan maupun sifatnya.

His dikatakan tidak normal apabila :


1. Terlalu lemah yang dinilai dengan palpasi pada puncak fundus.
2. Terlalu pendek yang dinilai dari lamanya kontraksi.
3. Terlalu jarang yang dipantau dari waktu sela antara 2 his.

Menurut WHO, his dinyatakan memadai apabila terdapat his yang kuat sekurang – kurangnya 3
kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing – masing lamanya > 40 detik.

B. Etiologi
Penyebab dari distosia karena kelainan tenaga atau his adalah :
1. Primigravida Tua
2. Multigravida atau grandemulti
3. Faktor herediter, emosi, dan ketakutan.
4. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat – obatan seperti oksitosin maupun
obat penenang.
5. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim.
Ini dijumpai pada kesalahan –kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
6. Kelainan uterus, yaitu uterus bikornis.
7. Kehamilan postmatur.

C. Klasifikasi
Distosia karena kelainan tenaga atau his dibagi berdasarkan beberapa klasifikasi, yaitu:
1. Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan
serviks atau mendorong janin keluar sehingga terjadi pemanjangan fase laten maupun fase
aktif. Inersia uteri juga dikatakan sebagai his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih
jarang dibandingkan dengan his yang nomal.

Penyebab dari inersia uteri adalah :


a. Penggunaan analgetik yang terlalu cepat.
b. Disproporsi sefalopelvik. c. Kelainan posisi dan letak janin.
d. Reganngan yang berlebihan pada dinding rahim (polihidramion dan kehamilan ganda)
e. Perasaan takut dari ibu.

Inersia uteri dibagi atas dua, yaitu:


a. Inersia uteri primer : kelemahan his yang timbul sejak awal persalinan.

Penatalaksanaan inersia uteri primer adalah :


Perbaiki keadaan umum pasien.
Pastikan tidak ada disproporsi sefalopelvik.
Rujuk ke rumah sakit bila kala 1 aktif lebih dari 12 jam pada multipara maupum primipara.
Pecahkan ketuban, kemudian berikan oksitosin 5 satuan per drips bila tidak ada kemajuan his.
b. Inersia uteri sekunder : kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan teratur.

Penatalaksanaan inersia uteri sekunder adalah :


Perbaiki keadaan umum.
Pastikan tidak ada disproporsi sefalopelvik.
Rujuk ke rumah sakit bila kala 1 aktif lebih dari 12 jam pada multipara maupun primipara.
Pecahkan ketuban dan berikan pitosin 5 satuan per drips. Nilai kemajuan persalinan kembali
setelah 2 jam pemberian pitosin. Inersia uteri yang tidak dapat ditangani dengan hati – hati
dapat menyebabkan kematian janin, kesakitan pada ibu, kemungkinan infeksi, kehabisan
tenaga ibu dan dehidrasi.
2. Tetania uteri
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat sehingga tidak ada relaksasi pada rahim. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yaitu persalinan yang sudah selesai dalam
waktu yang kurang dari 3 jam.

Penanganan dari tetania uteri adalah :


Berikan tokolitik seperti ritodine ataupun petidin 50 mg untuk menimbulkan relaksasi dan
istirahat.
Bila tidak ada tanda – tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio
sesarea.
Pada partus presipitatus, tidak banyak hal yang dapat dilakukan karena bayi dapat lahir dengan
cepat. Akibat yang ditimbulkan adalah luka – luka pada jalan lahir dan perdarahan intrakranial
pada bayi.
3. Incoordinate uteri action
Incoordinate uteri action adalah kelainan his pada persalinan berupa perubahan sifat his, yaitu
meningkatnya tonus otot uterus didalam dan diluar his, serta tidak ada koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah dan bawah sehingga his tidak efisien mengadakan pembukaan
serviks. Penyebabnya karena pemberian oksitosin yang berlebihan atau ketuban pecah lama
yang disertai dengan infeksi.

Penatalaksanaannya adalah :
Kurangi ketakutan ibu dan pemberian analgesik.
Lakukan pertolongan persalinan dengan menggunakan alat bantu bila memungkinkan.
Bila tidak dapat tertangani, rujuk kerumah sakit terdekat.

Sumber:
1. Winkjosastro. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta;2002.
2. Cunningham. Obstetric Williams. penerbit buku kedokteran ECG, Jakarta;2006.
3. IBG Manuaba dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta;2006

Anda mungkin juga menyukai