Anda di halaman 1dari 3

Kelainan Tenaga (Kelainan his) adalah His yang tidak normal dalam kekuatan atau

sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.

Jenis-jenis atau klasifikasi kelainan his menurut Prawirohardjo (2010) :

a. His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundus
berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak pada
kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak
berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his
normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Inersia uteri primer. Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan
berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.

2) Inersia uteri sekunder. Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang
lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian
melemah. Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama 7
sehingga dapat menimbulkan kelelahan uterus, maka inersia uteri sekunder ini
jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik
waktu persalinan.

b. His Hipertonik

His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya
normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his.
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung
cepat (<3 jam disebut partus presipitatus). Partus presipitatus dapat mengakibatkan
kemungkinan :

1) Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.


2) Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
3) Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.

Tetania uteri juga menyebabkan asfiksia intra uterine sampai kematian janin dalam
rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir,
khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi
perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.

c. His Yang Tidak Terkordinasi His yang tidak terkordinasi adalah his yang berubah-
ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat Hypertonic Uterine Contraction. Tonus otot
meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan.

Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara buatan sebelum
kehamilan mencapai usia cukup bulan, induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang
kondisi kesehatannya atau kesehatan janinnya beresiko jika kehamilan berlanjut
(Komalasari, 2009).

Terdapat berbagai jenis induksi yang sering dilakukan oleh para medis seperti :

1) Infus Oksitosin. Hormon yang dihasilkan oleh infus Oksitosin dapat


mengakibatkan kontraksi pada otot polos uterus yang dapat digunakan pada
dosis farmakologik yang dapat menginduksi proses persalinan. Sebelum sang
bayi terlahir dalam proses persalinan yang muncul secara spontan, namun
ternyata rahim juga sangat peka oleh oksitosin. Pada saat proses persalinan itu
di mulai, serviks dapat berdilatasi yang kemudian dapat memulai refleks neural
yang dapat menstimulasi lepasnya oksitosin dan juga kontraksi uterus pada
selanjutnya. Agar dapat menghasilkan efek yang terdapat pada uterus,
dibutuhkan dosis yang cukup kuat. Dosisnya ada pada 4 hingga 16 mili setiap
menitnya. Namun dosis bagi setiap orangnya berbeda-beda, biasanya dosis
dimulai dari yang paling rendah dengan melihat kontraksi uterus serta kemajuan
proses persalinan.
2) Prostaglandin. Pemberian jenis prostagladin ini bisa merangsang otot polos juga
termasuk otot-otot pada rahim. Penggunaan prostaglandin ini sebagai induksi
pada persalinan yang terdapat dalam jenis infus intravena atau nalador dan juga
pervaginam. Pada saat kehamilan aterm, induksi pada persalinan menggunakan
prostagladin ini cukup efektif dalam mempersingkat proses persalinan, dan juga
menurunkan resiko melahirkan caesar.
3) Pemberian berupa cairan hipertonik intra uteri biasanya digunakan untuk
merangsang terjadinya kontraksi pada rahim saat kehamilan dengan janin yang
mati. Cairan hipertonik yang digunakan ini bisa berupa cairan garam hipertonik
20, atau urea. Namun terkadang pemakaian urea ini di campur menggunakan
prostaglandin yang dapat memperkuat rangsangan terhadap otot rahim. Namun,
dengan cara seperti ini bisa menimbulkan beberapa penyakit yang berbahaya.
Seperti hipernatremia, gangguan pembekuan darah dan juga infeksi.
4) Amniotomi artifisialisis ini dilakukan menggunakan cara dengan memecahkan
ketuban, baik pada bagian bawah di depan atau fore water maupun bagian
belakang atau hind water dengan menggunakan alat khusus ialah drewsmith
catheter juga omnihook yang biasanya dikombinasi dengan memberikan
oksitosin.
5) Menggunakan Foley Catheter. Dengan menggunakan foley catheter ini biasanya
agar mematangkan serviks serta induksi persalinan. Kontraindikasi ini terjadi
terdapat riwayat pendarahan, petumbuhan janin yang terhambat serta ketuban
pecah.
6) Rangsangan pada putting susu. Rangsangan ini bisa berpengaruh pada
hipofisus posterior yang dapat mengeluarkan oksitosis, yang dapat
mengakibatkan kontraksi pada rahim. Rangsangan yang bisa dilakukan ialah
melakukan pijatan yang ringan menggunakan ibu jari pada area aroela. Agar
menghindari terjadinya lecet dapat menggunakan baby oil ataupun minyak
zaitun. Lakukan pijatan ringan seperti ini selama setengah jam sampai satu jam.
Lakukan pijatan ini maksimal 3 kali dalam sehari. Tidak disarankan melakukan
pijatan di kedua payudara dalam waktu yang bersamaan, sebab di khawatirkan
hal ini dapat merangsang secara berlebihan.
Daftar pustaka
Komalasari.R.(2009). Buku saku kebidanan .Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai