PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang latar belakang dan tujuan
dari praktikum rekayasa sistem manufaktur modul kapasitas produksi dan analisis
biaya.
Pada bab kajian pustaka dan dasar teori pada praktikum rekayasa sistem
manufaktur modul kapasitas produksi dan analisis biaya ini akan membahas tentang
harga pokok produksi, economic order quantity (EOQ), break even point (BEP),
return on investment (ROI), net present value (NPV).
2.1 Harga Pokok Produksi
Menurut Megawati (2018), harga pokok produksi adalah salah satu tugas sistem
biaya produksi. Harga pokok produksi merupakan perhitungan harga pokok produk
dengan menunjukkan penyerahan terhadap biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik.
Tanpa adanya perhitungan harga pokok produksi yang benar dan tepat maka
perusahaan tidak akan mengetahui dengan pasti keuntungan yang diperolehnya atau
mungkin juga kerugian yang terjadi. Jika ada kesalahan dalam penentuan harga
pokok produksi, perusahaan akan rugi atau kehilangan pelanggan karena harga yang
ditentukan terlalu rendah maupun terlalu tinggi.
Perhitungan harga pokok produksi dalam penetapan harga jual bagi perusahaan
sangat penting karena harga pokok produksi merupakan informasi untuk pihak
manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan terkait dengan besarnya biaya
yang dikorbankan untuk menghasilkan suatu produk dan sebagai informasi besarnya
laba atau rugi yang dialami perusahaan. Perusahaan dituntut dapat menentukan suatu
penetapan harga yang dinilai wajar oleh para konsumen dengan menggunakan sistem
perhitungan yang tepat dari satu periode ke periode seterusnya.
Menurut Kuswadi (2005), harga pokok produksi adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa selama periode yang
bersangkutan. Jadi, pada hakikatnya tidak berbeda dengan biaya untuk memperoleh
barang jadi yang siap dijual.
2.2 Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Lestari (2019), salah satu model untuk mengontrol model persedian
adalah dengan economic order quantity (EOQ), model ini digunakan untuk
mengidentifikasi ukuran pesanan tetap yang akan meminimalkan jumlah biaya
tahunan untuk menyimpan persediaan dan memesan persediaan.
Economic order quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat
diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah
pembelian yang optimal, perhitungan economic order quantity (EOQ) dapat
diformulasikan sebagai berikut:
√ 2 DS
EOQ=
H
(Menurut: Lestari, 2019)
Keterangan:
EOQ = jumlah optimal barang per pemesanan (Q)
D = permintaan tahunan barang persediaan unit
S = biaya pemasangan atau pemesanan setiap kali pesan
H = biaya penahan atau penyimpanan per unit per tahun
2.3 Break Even Point (BEP)
Menurut Worang (2018), break even point atau titik impas adalah suatu
keadaan atau kondisi dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba
dan juga tidak menderita rugi. Atau dengan kata lain jumlah biaya yang dikeluarkan
sama dengan jumlah pendapatan. Break even point memiliki fungsi agar perusahaan
dapat merencanakan tingkat penjualan yang diinginkan agar terhindar dari kerugian
dan perusahaan dapat memperoleh laba optimal.
Analisis break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk
mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah
penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break even point kita akan
mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba,
sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijakan.
2.4 Return On Invesment (ROI)
Menurut Vera (2017), profitabilitas merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan salah satu indikator
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aktiva yang dimilikinya adalah
return on invesment (ROI).
Return on invesment merupakan kemampuan yang akan digunakan untuk
menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio
adalah laba bersih setelah pajak. Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang
dikendalikan dengan mengabaikan sumber pendapatan dan biasanya rasio ini diukur
dengan persentase.
Menurut Yansari (2018), return on invesment merupakan salah satu dari rasio
profitabilitas. Return on invesment dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
ROI
Laba Bersih Setelah Pajak
¿ x 100 %
Jumlah Aktiva
(Sumber: Yansari, 2018)
Current ratio (CR) merupakan salah satu dari rasio likuiditas. Current ratio
menunjukkan bahwa nilai aset lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian
kalianya kewajiban jangka pendek. Current ratio dapat diukur dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
CR
Aset Lancar
¿ x 100 %
Kewajiban Lancar
(Sumber: Yansari, 2018)
2.5 Net Present Value (NPV)
Menurut Zai (2019), net present value merupakan selisih antara pengeluaran
dan pemasukan yang telah di diskon dengan menggunakan social opportunity cost of
capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang
diperkirakan pada masa yang akan datang yang disediakan pada saat ini. Untuk
menghitung net present value diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya
operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat atau benefit dari proyek yang
direncanakan. Jadi perhitungan net present value mengandalkan pada teknik arus kas
yang disediakan. Langkah-langkah untuk menghitung net present value adalah
sebagai berikut:
1. Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus
keluar, yang di diskontokan pada biaya modal proyek.
2. Jumlahkan arus kas yang di diskontokan ini, hasil ini di definisikan sebagai net
present value proyek.
3. Jika net present value adalah negatif, maka proyek itu harus ditolak, jika dua
proyek dengan net present value positif adalah mutually exclusive, maka salah
satu dengan nilai net present value terbesar harus dipilih.
Net present value sebesar nol menyiratkan bahwa arus kas proyek sudah
mencukupi untuk membayar kembali modal yang diinvestasikan dan memberikan
tingkat pengembalian yang diperlukan atas modal tersebut. Jika proyek memiliki net
present value positif, maka proyek tersebut menghasilkan lebih banyak kas dari yang
dibutuhkan untuk menutup utang dan memberikan pengembalian yang diperlukan
kepada pemegang saham perusahaan. Net present value dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
n
At
NPV =I + ∑ ❑
i =n (1+ k) n
(Sumber: Zai, 2019)
Dimana:
At = cash flow pada periode t
K = discount rate yang ditentukan
n = lamanya proyek tersebut diharapkan
t = periode tahun ke-n
I = investasi awal
Adapun kriteria diterima atau tidaknya suatu usulan investasi dengan
menggunakan net present value adalah bahwa jika net present value positif, maka
proyek atau usulan investasi feasible atau diterima, sedangkan apabila net present
value negatif maka usulan investasi ditolak.
BAB 3
PENGUMPULAN DATA
Pada bab ini akan membahas tentang pengolahan data pada praktikum rekayasa
sistem manufaktur modul kapasitas produksi dan analisis biaya.
4.1 Biaya Produksi
Berikut adalah biaya produksi pada pembuatan rak sepatu, dapat dilihat pada
tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Biaya Produksi
N
Bahan Baku Kuantitas Biaya Total Biaya
O
1 Mesin gerinda 1 unit Rp. 270.000 Rp. 270.000
2 Mesin bor 1 unit Rp. 234.000 Rp. 234.000
3 Tang rivet 1 unit Rp. 29.500 Rp. 29.500
Aluminium rangka
4 300 buah Rp. 25.000 Rp. 7.500.000
ukuran 3m, 3/rak sepatu
Aluminium rangka Kaki
5 100 buah Rp. 45.000 Rp. 4.500.000
ukuan 5m
6 Triplek ukuran 4 m 100 buah Rp. 55.000 Rp. 5.500.000
7 Mata gerinda (WD) 5 buah Rp. 8.000 Rp. 40.000
Mata gerinda cutting
8 5 buah Rp. 75.000 Rp. 375.000
well
9 Mata bor 5 buah Rp. 8.000 Rp. 40.000
10 Paku rivet 100 box Rp. 8.500 Rp. 850.000
11 Meteran 5 buah Rp. 10.000 Rp. 50.000
12 Lapisan triplek 5 meter Rp. 30.000 Rp. 150.000
13 Lem Fox 50 buah Rp. 20.000 Rp. 1.000.000
14 Amplas 1 buah Rp. 5.000 Rp. 5.000
15 Cat warna 50 buah Rp. 35.000 Rp. 1.750.000
16 Cat plitur 50 buah Rp. 25.000 Rp. 1.250.000
17 Biaya listrik 1000 Kwh Rp. 1.380 Rp. 1.380.000
18 Biaya tenaga kerja 5 orang Rp. 3.000.000 Rp. 15.000.000
TOTAL BIAYA Rp. 39.923.500
4.2 Biaya Tetap
Berikut adalah biaya tetap pada pembuatan rak sepatu, dapat dilihat pada tabel
4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Biaya Tetap
No Keterangan
Item Harga
.
1 Mesin gerinda Per Bulan Rp. 270.000
2 Mesin bor Per Bulan Rp. 234.000
3 Tang rivet Per Bulan Rp. 29.500
4 Mata gerinda (WD) Per Bulan Rp. 40.000
Mata gerinda cutting
5 Per Bulan Rp. 375.000
well
6 Mata bor Per Bulan Rp. 40.000
7 Meteran Per Bulan Rp. 50.000
8 Biaya listrik Per Bulan Rp. 1.380.000
9 Biaya tenaga kerja 5 orang Per Bulan Rp. 15.000.000
Total Rp. 17.418.500
Modal+ Laba(%)
Harga jual =
Jumlah produk
39. 923 . 5 00+25 %
=
100
= Rp. 499.044
Jadi, harga jual dari pembuatan rak sepatu tiap unit adalah Rp. 499.044.
4.5 Perhitungan Break Even Point, Return On Invesment, Net Present Value
Berikut adalah perhitungan dari break event point, return on invesment, dan net
present value sebagai berikut:
a. Break event point
Adapun BEP jika tiap unit rak sepatu dihargai Rp 476.937, dapat dihitung
menggunakan rumus:
Biaya Total
BEP =
Harga Jual−Biaya Variabel per Unit
20.695.500
=
258.693−195.690
= 328 unit rak sepatu
Jadi, BEP dari penjualan rak sepatu adalah 328 unit.
b. Return on invesment
Adapun ROI jika tiap unit rak sepatu dihargai Rp.258.693 dan terjual 328 unit
tiap bulan, dapat dihitung menggunakan rumus:
Total penjualan−investasi
ROI = x 100%
investasi
25.869.300−20.695 .500
= x 100%
20.695 .500
= 0.25
= 25% per bulan
Jadi berdasarkan perhitungan ROI didapatkan hasil sebanyak 25% per bulan,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha ini dianggap layak karena memiliki
keuntungan yang lebih tinggi.
c. Net present value
n
At
NPV = I +∑ ❑
i=n (1+ k )n
=
4.6 Metode Canvas
Adapun metode canvas dari pembuatan rak sepatu adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Metode Canvas Pembuatan Rak Sepatu
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini membahas kesimpulan dan saran yang didapatkan dari praktikum
rekayasa sistem manufaktur modul kapasitas produksi dan analisis biaya.
5.1 Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dari praktikum rekayasa sistem manufaktur modul
kapasitas produksi dan analisis biaya.
1. Harga pokok produksi merupakan perhitungan harga pokok produk dengan
menunjukkan penyerahan terhadap biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik. Tanpa adanya perhitungan harga pokok produksi yang benar
dan tepat maka perusahaan tidak akan mengetahui dengan pasti keuntungan
yang diperolehnya atau mungkin juga kerugian yang terjadi.
2. Break even point adalah suatu keadaan atau kondisi dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi, dengan kata
lain jumlah biaya yang dikeluarkan sama dengan jumlah pendapatan.
Berdasarkan perhitungan break even point didapatkan hasil sebanyak 328 unit.
3. Berdasarkan perhitungan return on invesment didapatkan hasil sebanyak 25%
per bulan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha ini dianggap layak
karena memiliki keuntungan yang lebih tinggi.
5.2 Saran
Pelaksanaan dalam praktikum online sistem manufaktur modul pengendalian
kualitas ini sudah baik dan lancar. Tapi sebaiknya untuk tata cara bab 3 dan bab 4
alangkah baiknya dikasih video seperti praktikum sistem produksi, agar mengerjakan
lebih mudah dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA
Vera, Ela. 2017. “Pengaruh Return On Invesment (ROI), Return On Equity (ROE),
Earning Per Shae (EPS) dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Return
Saham”. Banten: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Vol. 4. No. 2. Hal. 51-55.
Worang, Cintia, Frendy A. O. Pelleng, Henny S. Tarore. 2018. “Analisis Break Even
Point Terhadap Produksi Ayam Petelur pada UD. Kakaskasen Indah”.
Manado: Universitas Sam Ratulangi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program
Studi Administrasi Bisnis, Jurusan Ilmu Administrasi. Vol. 7. No. 1. Hal. 58-
62.
Zai, Niat Rawati, Sri Yuli Ayu Putri. 2019. “Penilaian Keputusan Investasi dengan
Menggunakan Metode Net Present Value Studi Kasus PT. Astra International”.
Padang: Universitas Ekasakti, Fakultas Ekonomi, Program Studi Akuntansi.
Vol. 5. No. 1. Hal. 93-100.