Judul : Mengatasi Kebiasaan Merokok Melalui Konseling Individual dengan EFT (Emotional
Freedom Technique)
Sinopsis :
Arnaldi adalah seorang guru BK di sebuah sekolah menengah kejuruan,kemudian ada salah satu
siswanya bernama toni, dia datang menemui pak arnaldi untuk mencari solusi dari masalah yang
dihadapinya yaitu ketergantungan terhadap rokok dan toni ingin sekali berhenti merokok.
Selanjutnya pak arnaldi menggunakan teknik EFT atau Emotional Freedom Technique dimana
cara kerjanya adalah dengan mengetukkan dengan dua jari pada titik-titik akupuntur yang
berkaitan dengan emosi.
Hasil analisis :
Asses yaitu menilai dan menyatakan kembali masalah klien dalam istilah
keterampilan. Konselor menjalin kerjasama dengan klien untuk menemukan masalah
pokok klien terkait dengan kelemahan ketrampilan klien dalam mengatasi
masalahnya.
Dalam tahap ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya yaitu konselor terus
mengulang-ulang pertanyaan dan mengungkapkan kembali tujuannya datang kepada
konselor adalah untuk bisa mengurangi kecanduannya terhadap rokok dengan
bantuan dari konselor.
Tahapan ( Intervere to develop self helping skills )
Dalam tahap ini konselor menyuruh klien untuk mengisap dan membayang
pahitnya rasa rokok saat pertama kali klien mencoba merokok. Dalam tahap ini
konselor melakukan Emotional Freedom Technique terhadap konselee. Konselee juga
menyetujuai prtokol yang dilakukan oleh Konselor. Mengingat konselee sendiri
sepertinya meyakini bahwa Guru BK dapat membantunya dalam mengatasi
kesulitannya, tanpa mengetahui Guru BK tersebut mempunyai keahlian yang sudah
teruji atau belum dalam melakukan Terapi tersebut. Ini menunjukkan bahwa
kemungkinan ketidakberhasilan konseling juga tergantung kepada edukasi yang
dimiliki oleh calon konselee terhadap informasi seorang konselor yang akan dia
percayai untuk membantunya mengatasi kesulitannya.
Dalam tahap ini, konselor tidak banyak memberikan informasi selanjutnya kepada
konseli untuk tindakan selanjutnya apakah sesi konseling sudah berakhir atau tidak,
bagaimana sikap konselor selanjutnya kepada konseli jika konseli suatu saat
membutuhkan kembali bantuan konselor. Sehingga dari awal konseling dengan
berakhirnya konseling ini tidak memenuhi syarat yang baik dalam melakukan
konseling, bahkan tidak ada kesepakatan bersama terkait waktu konseling dan
berkahirnya konseling.