Anda di halaman 1dari 25

MATERI PRE READING TRAINING OF TRAINER

KOMUNIKASI DAN EDUKASI EFEKTIF


DI RUMAH SAKIT
Bandung, 24-27 Juli 2019

INDONESIAN HEALTH PROMOTING HOSPITAL


NETWORK
2019

1
BAGIAN I
KOMUNIKASI EFEKTIF

Setelah satu hari dirawat sedikitnya pasien telah berinteraksi


dengan 15 staf rumah sakit dari berbagai profesi baik dokter spesialis,
dokter umum di UGD, perawat UGD, Perawat di ruangan, petugas
laboratorium, radiologi, petugas administrasi pendaftaran, satpam
dan lainnya. Komunikasi di rumah sakit memiliki karakteristik
tertentu dibandingkan dengan komunikasi pada umumnya.
Karakteristik unik tersebut dikarenakan situasi lingkungan rumah
sakit yang sangat kompleks. Seringkali di rumah sakit berhadapan
dengan orang –orang yang memiliki tingkat stress/ emosional yang
berlebihan yang diakibatkan oleh situasi kondisi penyakitnya ataupun
tekanan tenaga kesehatan akibat beban kerja yang berlebih. Hal ini
membutuhkan penerapan strategi komunikasi yang efektif.
Joint Commision International (JCI) merilis sejak tahun 2004 -
2013 kasus sentinel lebih banyak terjadi di rumah sakit dan
mengakibatkan 59,1% meninggal , 9,1% kehilangan fungsi dan 31,4%
kecacatan lainnya. Kejadian sentinel sebagian besar disebabkan oleh
ketidakefektifan dalam berkomunikasi, baik komunikasi antar tenaga
kesehatan di rumah sakit maupun komunikasi petugas kesehatan
dengan pasien. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)
menekankan pentingnya peningkatan komunikasi efektif dalam
asuhan pasien hal ini juga bagian dari implementasi Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 1691 tahun 2010 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Komunikasi yang efektif dirumah sakit akan
meningkatkan keselamatan pasien sehingga terhindar dari kasus
sentinel.

2
DEFINISI
Komunikasi efektif terdiri dari dua istilah yaitu komunikasi dan
efektif. Komunikasi adalah proses menyampaikan atau berbagi
informasi, pikiran atau perasaan melalui lisan, tulisan maupun bahasa
tubuh. Efektif artinya membawa hasil atau sesuai dengan harapan/
tujuan.
Komunikasi dikatakan efektif jika informasi, pemikiran atau
pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik
sehingga diperoleh pengetahuan/pemahaman, kesamaan persepsi dan
perubahan perilaku.

Kita mengenal istilah 3V dalam komunikasi, istilah 3V merupakan


hasil penelitian Profesor Albert Mehrabian. Ia telah mempelopori
pemahaman komunikasi sejak tahun 1960-an. Ia menerima gelar PhD
dari Clark University dan pada tahun 1964 memulai karir sebagai
pengajar dan peneliti di University of California, Los Angeles.

Secara sederhana, hasil penelitiannya mengenai 3V umumnya


disampaikan sebagai berikut:
• 7% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Verbal
/ kata-kata
• 38% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Vokal
/ intonasi
• 55% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Visual
/ bahasa tubuh
Formula Mehrabian (7%/38%/55%) berlaku dalam situasi di mana ada
ketidaksesuaian antara kata dan ekspresi. Artinya, saat kata-kata
tidak cocok dengan ekspresi wajah -khususnya pada penelitian yang
Mehrabian- orang cenderung percaya ekspresi wajah yang tampak,
bukan kata yang diucapkan.

Komunikasi di rumah sakit memiliki karakteristik tertentu


dibandingkan dengan komunikasi pada umumnya. Karakteristik unik
tersebut dikarenakan situasi lingkungan rumah sakit yang memiliki

3
kompleksitas. Seringkali di rumah sakit berhadapan dengan orang –
orang yang memiliki tingkat stress/ emosional yang berlebih yang
diakibatkan situasi kondisi penyakit yang mengharuskan penerapan
strategi komunikasi yang efektif.

Admisi Rehab Medik



Satpam
Petugas
lab


Rohaniawan

P

Dokter Ahli gizi






Petugas
radiologi Farmasi

Perawat Administrasi

Gambar 1
Corak Komunikasi di Rumah Sakit

Berdasarkan gambar 1 dapat diperoleh penjelasan begitu


kompleknya corak komunikasi di rumah sakit. Pasien sebagai senter
dalam pelayanan dalam sehari dapat bertemu dengan lebih dari 15
orang petugas rumah sakit yang berbeda yang memiliki karakteristik
yang berbeda pula. Begitupun perawat misalnya dalam sehari akan
berkomunikasi dengan professional pemberi asuhan lainnya
setidaknya 10 PPA selain dengan teman sejawatnya sendiri. Dari
gambar tersebut dapat terlihat potensi hambatan komunikasi yang
mungkin muncul dalam proses asuhan pasien.

4
KOMPONEN KOMUNIKASI
Komponen komunikasi yang efektif harus memenuhi kriteria yaitu :
1. Pengirim pesan (sender)
2. Pesan yang dikirimkan (massage)
3. Bagaimana pesan itu dikirimkan (delivery channel atau media)
4. Penerima Pesan (receiver)
5. Umpan Balik (feedback)

KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT


1. Komunikasi antar petugas kesehatan
JCI melaporkan bahwa tingkat kematian dan kecatatan pasien
disebabkan oleh komunikasi antar petugas kesehatan yang buruk.
Komunikasi antar petugas kesehatan dapat dilakukan oleh lintas
profesi (misalnya perawat dengan dokter) maupun satu profesi
(dokter dengan dokter). Komunikasi antar tenaga kesehatan
dilakukan sebagai bagian dari tim. Setiap petugas kesehatan akan
melakukan komunikasi baik komunikasi langsung maupun
komunikasi tidak langsung.
a. Komunikasi langsung dilakukan ketika masing-masing petugas
melakukan pertukaran pesan secara langsung, hal ini mungkin
ditemui pada saat kunjungan pasien dan berdiskusi tentang
perkembangan pasien
b. Komunikasi tidak langsung dapat terjadi ketika salah satu dari
petugas tersebut tidak dapat hadir secara langsung.
Komunikasi tidak langsung dapat melalui telepon maupun
catatan rekam medik.
Peningkatan Komunikasi efektif antar petugas kesehatan
dapat dilakukan dengan teknik SBAR (Situation, Background,
Assesment, Recommendation).
SBAR (Situasion, Background, Assesment, Recommendation)
dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai teknik
komunikasi yang digunakan oleh kapal selam nuklir. Pada akhir

5
tahun 1990 SBAR mulai di kenalkan pada area kesehatan pada
kurikulum pelatihan Crew Resource Management (CRM). Sejak saat
itu, SBAR diadopsi oleh rumah sakit dan fasilitas perawatan di
seluruh dunia sebagai cara sederhana namun efektif untuk
standarisasi komunikasi antara pemberi perawatan.
Joint Commission International (JCI) telah menyatakan bahwa
SBAR merupakan praktik terbaik dalam komunikasi standar dalam
pelayanan kesehatan untuk membangun budaya mutu dan
keselamatan pasien. Dokter dan professional pemberi asuhan (PPA)
lainnya menggunakan SBAR untuk berbagi informasi pasien dalam
format yang jelas, lengkap, ringkas dan terstruktur. SBAR
memastikan komunikasi antar pelayanan kesehatan berjalan efektif
dengan satu set strategi. SBAR dapat digunakan pada saat
pelaporan hasil kritis, transfer pasien dan hands off. Formula SBAR
adalah sebagai berikut :
I : Introduction; Ucapkan salam, panggil nama yang ditelepon
kemudian sebutkan nama anda, nama ruangan dan nama
rumah sakit.
Contoh : Selamat Sore dr.Joko Sp. Ort. , Saya Perawat Reni dari
Ruang Kacapiring RSUD Sehat Sentosa akan
melaporkan pasien Dina, 42 tahun”
S : Situation ; Sampaikan apa yang dikeluhkan pasien dan hasil
observasi anda saat ini.
Contoh : Pasien Dina saat ini mengeluh nyeri dada dan
mengalami sesak napas, Respirasi 42 x/menit, Tekanan
darah saat ini 150/ 96 mmHg, , Heart Rate 96x/ menit
dan terlihat gelisah
B : Background : sampaikan riwayat pasien masuk rumah sakit
dan tindakan/ pengobatan yang telah dilakukan.
Contoh : Pasien Dina masuk rumah sakit 2 hari yang lalu
dengan fraktur tibia dextra dan kemarin telah dilakukan
operasi, Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung
dan diabetes “

6
A : Asessment : sampaikan hasil penilaian anda berdasarkan
Situation dan Background
Contoh : Penilaian saya, kemungkinan pasien mengalami
serangan jantung
R : Recommendation : Sampaikan apa yang telah anda lakukan
untuk mengatasi masalah tersebut dan apa yang anda
harapkan kepada mitra komunikasi kita
Contoh : saya harap dokter segera untuk melihatnya dan saya
sudah mulai dengan pemberian oksigen 2 liter/menit, dan
mengatur posisi semifowler, apakah dokter setuju?
Setelah proses penyampaian informasi melalui SBAR
tersampaikan selanjutnya Tulis, Baca Ulang dan Konfirmasi
(Tulbakon) atas perintah yang diterima. Setiap perintah yang
diterima di tulis dan dibacakan ulang, untuk obat terutama obat
yang nama obat dan rupa mirip harus dilakukan pengejaan
menggunakan ejaan alfhabet internasional.

Tabel 1 Kode Alfabet telephonic internasional


Karakter Kode Alfabet Karakter Kode Alfabet
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu

Proses SBAR dan Tulbakon dapat dilakukan dengan


menggunakan formulir khusus SBAR atau bisa juga tanpa
Formulir, tapi untuk pemula lebih baik menggunakan formulir
untuk memudahkan proses komunikasi.

7
2. Komunikasi petugas kesehatan dengan pasien
Komunikasi petugas dengan pasien adalah komunikasi yang
menyembuhkan (terapeutik), setiap kata-kata yang keluar dari
petugas kesehatan harus yang mengandung pesan-pesan yang
dapat membantu pasien meningkatkan status kesehatannya.
Komunikasi kesehatan petugas kesehatan dengan pasien harus
efektif.
Lima kunci komunikasi efektif petugas kesehatan dan pasien
dalam edukasi adalah :
a. Smile / tersenyum
Salah satu cara membangun kemampuan komunikasi
yang baik dengan pasien adalah dengan cara membangun
hubungan baik/ kepercayaan (trust) sedini mungkin dengan
pasien. Tersenyumlah dan gunakan kontak mata sebagai sinyal
positif yang anda kirimkan ketika anda memulai percakapan.
Pastikan pasien bahwa anda sangat merasa senang bisa
berbicara dengannya.
b. Be clear/ berbicara dengan jelas
Berbicaralah dengan jelas ketika anda berbicara dengan
pasien agar pesan yang disampaikan dapat di tangkap secara
komprehensif. Hindari berbicara dengan cepat , suara lirih atau
parau. Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah rekan
pembicaraan anda dan dengarkan kembali, jika anda merasa ada
yang kurang jelas rubahlah gaya bicara anda.
c. Relax / Santai
Anda dapat menjadi komunikator yang baik jika anda
dapat berbicara dengan santai. Jika anda gugup, anda akan
berbicara cepat dan sulit untuk dipahami. Gugup dapat terjadi
ketika edukator tidak memahami materi secara komprehensip.
Anda juga dapat membuat pasien tidak nyaman saat anda
gugup.

8
d. Variatif / Tidak monoton
Edukator harus mampu membuat pasien tidak bosan
terhadap materi yang disampaikan. Anda dapat membuat topic
pembicaraan lebih variatif, diselingi dengan humor (jangan
berlebihan) atau sesekali merubah intonasi ketika
menyampaikan pesan inti.
e. Dengar dan Pahami
Komunikasi dalam edukasi adalah komunikasi dua arah.
Anda perlu mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan
oleh pasien dan keluarga. Pasien akan kehilangan minat untuk
berbicara ketika edukator terus-terusan berbicara sehingga
anda tidak mampu menggali apa sebenarnya yang menjadi
kebutuhan pasien.

HUKUM KOMUNIKASI
Lima hukum komunikasi efektif (REACH) :
1. Respect (sikap menghargai): Berarti rasa hormat dan saling
menghargai orang dan dapat membangun kerjasama menghasilkan
sinergi
2. Empathy: Kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada
situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu syarat
utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan
atau dimengerti oleh orang lain.
3. Audible: Dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible
berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima
pesan.
4. Care and Clarity (jelas): Memberi perhatian akan apa yang
disampaikan oleh mitra bicara sehingga membuat merasa
diperhatikan. Care juga berarti menyimak secara seksama apa isi
pembicaraan dari lawan kalau diperlukan memberi umpan balik
untuk mendapatkan penjelasan.

9
5. Humble (rendah hati), Untuk membangun rasa menghargai orang
lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.

Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan


pesan yang diterima sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Pada
kenyataannya sering kita mengalami kegagalan saling memahami.
Sumber utama kesalahpahaman adalah cara penerima menangkap
makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksud oleh pengirim, karena
pengirim gagal mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat.
Kemungkinan terjadi adanya kesenjangan antara apa yang sebenarnya
dimaksudkan pengirim dengan apa yang dimaksudkan oleh penerima,
sehingga hal ini akan memungkinkan terciptanya suatu pertentangan
(conflict) antar individu-individu yang berkomunikasi. Kegagalan
tersebut diantaranya bersumber dari hambatan yang bersifat
emosional dan socioculture, misalnya kita tersinggung seorang teman
membelai kepala kita, ternyata baginya merupakan ungkapan
keakraban. Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun
tidak sadar untuk memberikan penilaian dan menghakimi si
pembicara, akibatnya ia menjadi bersikap defensif (bersikap menutup
diri) dan sangat berhati-hati dalam berkata-kata. Kesalahpahaman
atau distorsi dalam komunikasi sering terjadi karena kita tidak saling
mempercayai (A. Supratiknya, 2001).
Praktik komunikasi efektif, diperlukan dukungan keterampilan
dasar komunikasi interpersonal yang meliputi observasi, mendengar,
membaca, berbicara, dan menulis. Kemampuan dasar seorang tenaga
kesehatan sebagai komunikator yaitu bertanya, cara berbicara dan
menjelaskan, keterampilan mendengar, cara mengamati, dan
memahami bahasa non-verbal khususnya dalam menjaga sikap
(bahasa tubuh). Keterampilan tersebut menjadi penting agar
mendukung komunikasi efektif dalam melaksanakan asuhan
pelayanan kepada pasien.
1. Keterampilan bertanya: Dalam bertanya, ada 2 jenis pertanyaan
yaitu terbuka dan tertutup. Ketika bertanya kepada pasien, dapat

10
menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup. Ini
dapat digunakan untuk mengarahkan pembicaraan dan
memungkinkan kita untuk mengambil keputusan apakah gejala
yang dikeluhkan pasien. Tetapi untuk meningkatkan keselamatan
pasien kita harus menggali informasi yang lengkap dengan
mengajukan pertanyaan terbuka.
2. Keterampilan berbicara: saat berbicara dengan pasien dan
keluarga pasien, sebaiknya menggunakan bahasa mudah
dimengerti (perlu mengetahui apakah pasien/ keluarga
menggunakan bahasa tertentu), disesuaikan dengan usia, latar
belakang, dan kemampuan mental mitra bicara kita. Agar informasi
yang disampaikan terstruktur, logis, dan bisa dipahami, perlu
dilakukan persiapan sebelum menjelaskan. Penjelasan harus
seringkas mungkin dan pilihlah kata-kata yang bisa dipahami
pasien, jangan menggunakan jargon atau istilah klinis. Penjelasan
verbal akan lebih mudah dipahami bila disertai ilustrasi/ gambar
atau demonstrasi. Sesudah informasi disampaikan, berikan
pertanyaan umpan balik untuk memastikan pasien sudah
memahami penjelasan yang diberikan.
3. Keterampilan mendengarkan: Teknik mendengarkan secara aktif
melibatkan fisik dan mental. Kita bukan hanya mendengarkan apa
yang dikatakan pasien, tetapi juga berusaha memahami emosi dan
perasaan yang berkaitan dengan kata-kata pasien. Pesan yang kita
terima merupakan kombinasi antara apa yang didengar dan apa
yang dilihat. Bahasa tubuh yang menunjukkan minat, seperti
menganggukkan kepala, tersenyum, kontak mata, atau ekspresi
wajah akan membuat pasien menyadari dokter atau tenaga
kesehatan fokus kepadanya. Sebagai umpan balik dalam
mendengar, kita perlu melakukan parafrase yaitu menggunakan
kata-kata kita sendiri untuk mencerminkan inti pernyataan pasien.
Ini digunakan guna memastikan bahwa apa yang kita pahami
sudah sesuai dengan yang pasien sampaikan pada kita.

11
GAYA KOMUNIKASI
Setiap individu memiliki gaya komunikasi tersendiri, dalam
berkerja sebagai tim gaya komunikasi tersebut harus menjadi
perhatian agar tetap komunikasi dapat berjalan secara efektif.
Agresif Pasif Asertif
Kemampuan - berfikiran - menyenangi - efektif, pendengar
Komunikasi tertutup komunikasi tidak yang baik
- bukan langsung - tidak menghakimi
pendengar - selalu setuju - mempertimbangkan
yang baik - tidak pernah perasaan orang lain
- tidak dapat mengemukakan
melihat orang pendapat
lain - ragu-ragu
menunjukan
keahliannya
- monopoli
Kepercayaan - “ semua orang - “ jangan tidak setuju” - Percaya semua
harus seperti - “jangan membuat memiliki nilai
saya” kegaduhan” - Mengangani situasi
- “ saya tidak sebaik mungkin
pernah salah” - Semua memiliki
hak berpendapat
Karakteristik - mencapai - mudah memaafkan - sadar diri
tujuan dengan - mempercayai semua
biaya mahal orang
- menggertak - terbuka dan
- merendahkan fleksibel
dan sarkastik -pro aktif

Perilaku - merendahkan - menghindari konflik - Konsisten


- tidak berpikir - mengeluh bukan - Action oriented
dia salah mengambil tindakan
- bossy - kesulitan
- over power mengimplementasikan
- mengetahui tindakan
segalanya
- tidak
menunjukan
penghargaan
Perasaan - marah - tidak memiliki - antusias
- bermusuhan kekuatan - Positif
- frustasi - orang lain lebih baik

12
- tidak sabar
Isyarat Non - Tunjuk jari - gelisah - gesture yang
Verbal - Mengernyitkan - sering menganggukan terbuka
dahi kepala dan tersenyum - kontak mata
- Kesilauan - tidak ada kontak mata - rileks
- Nada tinggi - volume suara kecil - intonasi sesuai
postur kaku maksud pesan
Isyarat - “ kamu harus” - suaranya monoton - bertanya
Verbal - “Kerjakan ini”
- Kata kasar
Mekanisme -Harus selalu - menghindari dan - negosiasi, tawar
dalam menang mengabaikan masalah menawar
memecahkan argumen - menarik diri - menghadapi
masalah masalah dengan baik
tidak membuat
kondisi yang lebih
buruk

HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF


Komunikasi tenaga kesehatan dan pasien seringkali menemui
hambatan yang dapat menyebabkan komunikasi tidak efektif.
Hambatan –hambatan tersebut diantaranya adalah :
1. Hubungan yang tidak baik antara tenaga kesehatan dengan pasien
Hubungan yang tidak baik disebabkan karena edukator dan
pasien ada yang merasa lebih tinggi (tidak setara), tidak menjaga
privasi pasien dan membedakan pasien berdasarkan suku,ras dan
agama.
2. Pesan yang disampaikan tidak jelas
Edukator menyampaikan pesan tidak jelas, sering berkata
gumaman (introduction sound) seperti “eee”…mmmm”. Dari sisi
pesan alat bantu yang disampaikan tidak tepat.
3. Lingkungan yang tidak kondusif
Lingkungan yang bising dapat menganggu proses edukasi, jika
materi edukasi lebih privasi, siapkan ruangan khusus untuk
edukasi.
4. Tidak tepat sasaran
Edukator harus mampu mengidentifikasi siapa sasaran yang tepat untuk
dilakukan edukasi, apakah pasien, anaknya, ibunya,ayahnya ayau
asistennya?

13
BAGIAN II
PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA

Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga (edukasi) merupakan


salah satu pemenuhan hak pasien dan keluarga akan informasi
kesehatan yang dijamin oleh undang-undang RI no 44 tahun 2009
tentang rumah sakit. Pasien berhak mengetahui diagnosis penyakit
dan upaya peningkatan kesehatan yang akan dilaksanakannya agar
pasien dan keluarga ikut serta berpartisipasi aktif dalam upaya
kesembuhannya. Partisipasi pasien dan keluarga sangat penting dalam
proses mempercepat penyembuhan dan hal ini akan berdampak
terhadap efektifitas dan efisiensi baik bagi rumah sakit maupun bagi
pasien dan keluarga.
Dampak kegiatan edukasi pasien dan keluarga adalah
mempercepat proses pemulihan dan menurunkan peluang untuk
readmisi atau datang kembali ke rumah sakit dengan penyakit yang
sama pada waktu tertentu. Di Amerika Serikat biaya yang dikeluarkan
pasien readmisi lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan ketika pasien datang pertamakali ke rumah sakit.
Kembalinya pasien dengan penyakit yang sama bahkan dengan kondisi
lebih buruk dapat diatasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga
melalui kegiatan edukasi. Sedangkan dampak partisipasi aktif pasien
dan keluarga bagi rumah sakit adalah akan menurunkan length of stay
(LOS) dan menurunkan peluang readmisi. Dalam era JKN dimana
pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit dibiayai melalui
BPJS rumah sakit dituntut untuk melakukan kendali mutu dan

14
kendali biaya. LOS yang lebih rendah akan membuat rumah sakit tidak
merugi dengan tetap mempertahankan kualitas mutu layanan.

DEFINISI
Pendidikan pasien dan keluarga adalah upaya sistematis dan
terstruktur membangun kemampuan dan tanggungjawab terhadap
kesehatan dirinya sendiri melalui peningkatan pengetahuan, kemauan
dan kemampuan dalam mengatasi sumber masalah kesehatan.
Pendidikan kesehatan dilakukan secara multidisiplin dan
terintegrasi sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Edukator harus
melalukan kajian kebutuhan edukasi agar pelaksanaan kegiatan
edukasi dilaksanakan secara efektif dan efisien . Edukator harus
memanfaatkan moment sebaik baiknya, jadikan setiap momen
bertemu pasien adalah sebagai upaya melakukan edukasi. Misalnya
ketika membantu pasien turun dari tempat tidur, ajarkan pasien dan
keluarga cara turun yang benar untuk menghindari risiko pasien
jatuh. Edukasi dilakukan dari sejak pasien masuk sampai pasien
keluar.

TUJUAN
Tujuan edukasi pasien dan keluarga adalah meningkatkan
partisipasi aktif pasien dan keluarga dalam proses asuhan sehingga
mampu mengambil keputusan yang tepat dalam meningkatkan
kesehatannya secara mandiri sehingga timbul tanggungjawab
terhadap status kesehatannya.

LANGKAH- LANGKAH EDUKASI


Berdasarkan teori Stoomberg (2015) terdapat 4 langkah proses
edukasi pasien dan keluarga yaitu asessmen, perencanaan,
implementasi dan evaluasi :

15
1. Asesmen : langkah awal dari proses edukasi yang berupa kegiatan
pengumpulan data pasien, kebutuhan belajar dan potensi
hambatan belajar. Keberhasilan proses edukasi dipengaruhi oleh
hasil pengkajian.. Beberapa hal yang harus menjadi fokus data
pengkajian adalah :
a. Pastikan identitas pasien benar
b. Bahasa, identifikasi bahasa yang digunakan sehari – hari
apakah menggunakan bahasa Indonesia, bahasa asing, bahasa
daerah (sebutkan) atau bahasa isyarat. Rumah sakit harus
menfasilitasi proses edukasi dengan menyediakan berbagai
macam bahasa yang memungkinkan pasien berobat ke rumah
sakit tersebut. Rumah sakit dapat mengidentifikasi
karyawannya yang pandai berbahasa asing atau rumah sakit
dapat bekerjasama dengan lembaga bahasa untuk menyediakan
penterjemah.
c. Keyakinan dan nilai-nilai , kaji nilai-nilai dan keyakinan pasien
tentang penyakitnya, baik nilai dan keyakinan yang positif
maupun negatif. Contohnya keyakinan negatif pasien adalah
jika sakit typhoid maka tidak boleh gunting kuku, hal ini tentu
bertentangan dengan nilai-nilai kesehatan, atau tidak boleh
pulang pada hari Sabtu dll.
d. Literasi kesehatan, kaji tingkat literasi kesehatan dari pasien.
Semakin tinggi kemampuan literasi kesehatan maka pasien
memiliki kesiapan yang lebih baik untuk dilakukan proses
edukasi. Cara mengkaji literasi kesehatan pasien yang
termudah adalah adalah dengan kemampuan membaca,
penguasaan pengetahuan beberapa istilah penyakit secara
konferehensif, dan kemampuan menyebutkan kata-kata istilah
kesehatan
e. Gaya Pembelajaran yang disukai, identifikasi gaya pembelajaran
yang disukai pasien dan keluarga. Pada umumnya gaya
pembelajaran terdiri dari 3 jenis yaitu visual, audio dan
kinestetik. Pengkajian gaya belajar ini penting untuk

16
menentukan metode dan teknik edukasi yang akan digunakan.
Pasien dengan gaya pembelajaran visual lebih menyukai metode
pembelajaran melalui indra penglihatan. Pasien lebih senang
tampilan gambar/ grafik dan sejenisnya. Pasien dengan gaya
pembelajaran auditori lebih dominan menyenangi proses
pembelajaran dengan menggunakan indra pendengaran,
sehingga pasien dengan karakteristik ini akan lebih senang jika
diajak diskusi atau mendengarkan pesan kesehatan melalui
perangkat audio. Sedangkan pasien dengan gaya pembelajaran
kinestetik menyenangi proses pembelajaran melalui gerakan
anggota tubuh/ demontrasi.
f. Motivasi untuk berubah, identifikasi potensi dari pasien yang
akan dijadikan dasar dalam perubahan perilaku baru
g. Kesediaan menerima informasi
h. Kebutuhan pasien akan pembelajaran. Mengkaji kebutuhan
edukasi merupakan hal paling penting untuk mengetahui
kebutuhan belajar pasien dan keluarganya. Proses mendapat
data potensial kebutuhan edukasi dapat melalui data objektif
maupun subjektif. Data objektif, misalnya setelah dilakukan
asesmen pasien berisiko jatuh sehingga pasien atau keluarga
harus dilakukan edukasi pencegahan pasien jatuh. Sedangkan
data subjektif diperoleh dari keterangan pasien. Tanyakan
kepada pasien apa yang membuatnya khawatir atau apa yang
menjadi pikiran berkaitan dengan status kesehatannya atau
tanyakan apa yang ingin diketahui dari kondisi kesehatannya
dan upaya penatalaksanaannya.
Dalam akreditasi versi 2012 setidaknya terdapat enam
tema kebutuhan edukasi yang harus disiapkan oleh rumah
sakit, yaitu :
1). Penggunaan obat yang aman
2). Potensi interaksi obat dengan makanan
3). Teknik Rehabilitasi Medik
4). Penggunaaan peralatan medik yang aman

17
5). Manajemen nyeri
6). Diit dan Nutrisi
7). Diagnosis penyakit dan faktor risikonya terkait kebutuhan
promosi kesehatan
Didalam JCI terdapat beberapa yang harus dikaji akan
kebutuhan edukasi yaitu :
1). Informasi obat secara komprehensif
2). Informasi antikoagulan
3). Pengendalian infeksi (kebersihan tangan, Healthcare
Associated Infections, tindakan invasif dan perawatan pre
dan post operasi)
4). Pencegahan pasien jatuh
5). Fokus perubahan perilaku (berhenti merokok, aktivitas fisik,
mengurangi konsumsi alkohol, kebersihan diri dll)
6). Pencegahan bunuh diri
7). Tanda dan gejala yang harus menjadi perhatian pasien dan
keluarga
i. Pengkajian terhadap hambatan belajar adalah mengidentifikasi
potensi-potensi yang dapat menganggu efektifitas kegiatan
edukasi. Pengkajian hambatan belajar ini sebagai dasar untuk
merencanakan teknik dan metode yang tepat dalam proses
kegiatan edukasi. Setiap hambatan belajar harus dilakukan
intervensi untuk meminimalkannya. Beberapa hambatan belajar
yang mungkin muncul adalah :
1). Bahasa à apakah diperlukan penerjemah atau tidak
2). Nyeri à edukasi pada saat pasien mengalami nyeri akan tidak
efektif, batasi materi dan waktu, kolaborasi dengan
dokter/perawat untuk menajemen nyeri, lakukan
penjadwalan kembali.
3). Hambatan fungsional à hambatan fungsional dikarenakan
penurunan fungsi fisiologis tubuh, misalnya gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan bicara atau
penurunan mobilitas fisik.

18
4). Hambatan emosional à kondisi emosional akan
mempengaruhi efektifitas penerimaan pesan, lakukan
pendampingan psikiater atau rohaniawan.
5). Penurunan fungsi kognitif à kemampuan pasien dalam
menerima pesan pembelajaran dipengaruhi oleh fungsi
kognitifnya. Jika hal ini ditemukan maka edukator dapat
melibatkan keluarga atau orang yang tinggal serumah dalam
proses edukasi.
6). Motivasi yang buruk, motivasi untuk berubah dapat menjadi
faktor penguat dari keinginan belajar, walaupun sebenarnya
tidak perlu motivasi pun seseorang dapat berubah dengan
terus melakukan pengulangan-pengulangan (repetisi). Waktu
yang sebentar di rumah sakit harus dimanfaatkan oleh
edukator, walaupun tidak ada motivasi untuk berubah,
edukator dapat menitipkan pesan-pesan perubahan perilaku
kepada keluarganya dan keluarganya diminta untuk
mengulang - ngulang pesan yang disampaikan (repetisi).
7). Literasi kesehatan yang rendah dapat menjadi penghambat
proses pembelajaran, edukator perlu melibatkan keluarga
yang memiliki literasi kesehatan yang lebih baik dalam
proses edukasi.
2. Perencanaan ; Setelah kebutuhan edukasi pasien dan potensi
hambatan telah diketahui maka proses perencanaan dimulai.
Perencanaan edukasi didasarkan pada hasil pengkajian dan
dilakukan bersama-sama pasien dan atau keluarga. Dalam proses
perencanaan edukator harus membangun jembatan antara
kebutuhan pasien dan kekhawatiran pasien. Peremcanaan meliputi
proses penetapan tujuan bersama, intervensi hambatan belajar,
penetapan materi, metode dan teknik pembelajaran.

19
Kekhwati
Kebutuhan jembatan ran

Langkah-langkah perencanaan edukasi yaitu :


a. Menetapkan tujuan
Edukator bersama-sama pasien dan atau keluarga
menetapkan tujuan bersama kebutuhan edukasi berdasarkan
hasil pengkajian. Apa yang akan menjadi prioritas dalam
kebutuhan edukasi dan sampai level mana target-target
edukasi dapat dicapai. Tujuan yang dibuat harus spesifik,
terukur, dapat dicapai, realistik dan mempunyai batas waktu
yang jelas. Dalam menetapkan tujuan edukator harus
menjembatani antara kebutuhan dan kekhawatiran. Berikut
beberapa contoh sederhana edukator menjembatani kebutuhan
dan kekhawatiran pasien.
Kebutuhan Kehawatiran Jembatan
pasien
Olah raga/ Nyeri “ dengan berolah raga,
aktifitas fisik anda dapat
meningkatkan
kekuatan otot dan akan
mengurangi nyeri, mari
kita cek olah raga yang
tepat untuk anda
Kemoterapi Rambut saya "Kemo membunuh sel-
akan rontok sel yang tumbuh cepat,
seperti rambut dan
kanker. Sementara itu,
mari kita diskusikan
apa yg tepat sebagai
penggantinya wig atau
kerudung ... "

20
Menurunkan Saya tidak bias "Makanan rendah
kolesterol makan enak kolesterol dapat lezat.
Berikut adalah
beberapa contohnya.
Dan Anda juga dapat
memperlakukan diri
Anda sekali-sekali. "

b. Menetapkan intervensi untuk mengatasi hambatan


Edukator harus menetapkan intervensi hambatan
belajar agar proses edukasi berjalan dengan efektif.
Intervensi hambatan belajar didasarkan pada hasil asesmen
hambatan belajar yang ditemukan. Pada umumnya
intervensi untuk mengatasi hambatan belajar adalah
sebagai berikut :
Hambatan Belajar Intervensi
Bahasa Gunakan penterjemah
Nyeri Batasi materi yang
diberikan
Gangguan fungsional Libatkan keluarga
Gangguan emosional Libatkan rohaniawan/
psikiater
Penurunan fungsi kognitif Libatkan keluarga
Nilai-nilai agama yang Libatkan rohaniawan
bertentangan
Nilai-nilai budaya yang Libatkan keluarga/ tokoh
bertentangan budaya
Literasi kesehatan yang Libatkan keluarga
rendah

c. Menetapan isi edukasi


Edukator menetapkan isi materi edukasi sesuai dengan
hasil kajian kebutuhan. Pada saat menetapkan isi materi
edukasi tidak harus diberikan secara komprehensif,
mungkin ada beberapa hal yang telah pasien ketahui,

21
sehingga edukator dapat memberikan penguatan atas
informasi yang telah diketahuinya. Sedangkan pada bagian
materi yang belum diketahui menjadi fokus dari materi yang
akan disampaikan. Penentuan materi edukasi juga
disepakati bersama-sama pasien dan keluarga.
Struktur materi edukasi agar sistematis dapat
menggunkan metode :
1) Why : Kenapa materi ini penting diketahui oleh pasien dan
keluarga
2) What : Apa isi materi tersebut
3) How to : Bagaimana caranya/ langkah langkahnya
4) Call to Action : Mengajak pasien dan keluarga untuk
sesuai tujuan materi edukasi
d. Menentukan metode dan media edukasi
Metode edukasi merupakan teknik penyampaian pesan
kesehatan pada proses edukasi sedangkan media adalah
instrumen/ alat bantu penguatan pesan. Penentuan
metode dan media edukasi harus dilakukan secara cermat
dan efektif. Menentukan metode dan media yang digunakan
untuk edukasi didasarkan pada hasil kajian gaya belajar
yang disukai.
Gaya belajar Karakteristik Pendekatan dalam
Pembelajaran
Visual Lebih menyukai Gunakan media
gambar, grafik, visual, leaflet,
dan tampilan flashcard, lembar
visual lainnya balik

Auditori Lebih menyukai Gunakan diskusi


instruksi verbal
Kinestetik Lebih menyukai Gunakan simulasi,
pembelajaran demonstrasi,
melalui gerakan roleplay
Penentuan metode dan media edukasi juga dapat
dilakukan berdasarkan pada tujuan yang ditetapkan
dengan tetap memperhatikan gaya pembelajaran yang
disukai. Misalkan untuk meningkatkan pengetahuan bisa

22
menggunakan media leaflet dengan metode diskusi
sedangkan untuk meningkatkan keterampilan pasien dan
keluarga bisa menggunakan metode demontrasi/simulasi
dengan media alat peraga.

3. Pelaksanaan ; Implementasi dilaksanakan beradasarkan pada hasil


perencanaan, hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
edukasi :
a. cek kembali kesiapan pasien dalam menerima edukasi, tidak
tertutup kemungkinan ditemukan pasien mengalami
perubahan kondisi kesehatannya.
b. Cek juga kesiapan edukator dalam memberikan edukasi, jika
materi yang disampaikan tidak dikuasai lebih baik meminta
bantuan ahlinya atau sampaikan materi dari panduan yang
telah ditetapkan oleh rumah sakit.
c. Cek kembali apakah media telah sesuai dengan perencanaan,
jika diperlukan lakukan mixing media.
d. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses
pembelajaran
e. Hormati privasi pasien, jika materi edukasi sangat rahasia atau
pasien meminta untuk tidak diketahui oleh yang lain edukator
harus menfasilitasi ruangan khusus untuk edukasi
f. Lakukan komunikasi efektif
g. Lakukan komunikasi efektif
h. Lakukan edukasi dengan tetap memperhatikan kondisi pasien
i. Lakukan langkah-langkah kecil untuk tujuan yang besar,
hindari membebani pasien dari informasi, menerima berapapun
jumlah langkah pasien bersedia untuk menerima informasi dan
selalu menawarkan kesempatan untuk mempelajari lebih
lanjut.
j. Berikan penguatan-penguatan, garis bawahi pesan-pesan
penting yang harus diperhatikan
k. Tanyakan kembali materi yang disampaikan

23
l. Berikan reinforcement dan penghargaan untuk membangun
rasa percaya diri pasien dalam perubahan perilaku yang akan
dijalaninya.
Dalam Proses pelaksanaan edukasi beberapa hambatan
mungkin akan ditemui dimana pada saat pengkajian tidak terdeteksi,
oleh karena itu dibutuhkan antisipasi dari edukator untuk melakukan
intervensi hambatan pada proses pelaksanaan edukasi, berikut
contoh hambatan yang mungkin ditemui :

Keberhasilan proses tindakan edukasi sangat tergantung dari


kesiapan pasien dan kesiapan edukator, sehingga peran edukator
dalam proses asesmen dan perencanaan menjadi sangat penting
dalam mempersiapkan keberhasilan tindakan edukasi.

Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian tujuan dan target edukasi yang telah
direncanakan dengan hasil dari proses implementasi. Evaluasi dapat
dilakukan pada setiap proses atau pada akhir proses edukasi. Evaluasi
yang dilakukan pada setiap proses untuk mengetahui sejauhmana
persiapan pada setiap proses edukasi. Sedangkan edukasi yang
dilakukan pada akhir proses dilakukan untuk menilai apakah tujuan
dari edukasi tercapai atau tidak dan sejauhmana capaian dari target
evaluasi tersebut.

24
Secara umum evaluasi yang dilakukan pada tahapan akhir adalah
sebagai berikut :
a. Mampu menjelaskan dengan bantuan
b. Mampu mendemontrasikan dengan bantuan
c. Mampu menjelaskan secara mandiri
d. Mampu mendemontrasikan dan menjelaskan secara mandiri
e. Perlu pengulangan
Sedangkan evaluasi pelaksanaan edukasi pasien dan keluarga
secara keseluruhan di rumah sakit dilakukan oleh pengelola edukasi/
PKRS dapat dilakukan melalui open medical record review (OMRR) dan
close medical record review (CMRR). OMRR dilakukan ketika pasien
masih ada di rumah sakit kemudia di ambil secara acak dokumen
rekam mediknya apakah dilakukan proses edukasi atau tidak dan
dilakukan verifikasi langsung kepada pasien, sedangkan CMRR
dilakukan pada dokumen rekam medis pasien setelah dirawat
(pasiennya sudah pulang).

THANK YOU

25

Anda mungkin juga menyukai