Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science Session

LEPTOSPIROSIS

Oleh :
Ismail Bin Abdullah 1840312404

Preseptor:
dr. Roza Mulyana, Sp.PD-KGer, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme

patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans . Penyakit ini pertama kali

dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan

penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. Leptospirosis atau disebut juga sebagai

Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd

disease.

Penyakit ini adalah zoonosis yang disebabkan oleh patogen spirochaeta, genus

Leptospira. Distribusi penyakit ini meluas ke seluruh dunia, terutama pada wilayah

dengan iklim tropis. Infeksi ini masuk ke manusia biasanya terjadi akibat ingesti

air atau makanan yang terkontaminasi leptospira sp. Lebih jarang lagi, organisme

tersebut masuk ke dalam tubuh melalui membran mukosa atau luka pada kulit.

Gambaran klinisnya bisa ikterik maupun anikterik. Karena gambaran kliniknya mirip

penyakit-penyakit demam akut lain, maka pada setiap kasus dengan keluhan demam,

leptospirosis anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis bandingnya,

apalagi yang di daerah endemik.

Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai

dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat

menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk

2
parah (disebut sebagai Weil’s syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan

gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika.

Perlu penatalaksanaan yang komprehensif agar pasien terhindar dari

komplikasi penyakit leptospirosis. Pada umumnya prognosis penyakit ini baik,

namun kasus yang kompleks dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati.

Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak

spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam

dekade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti

Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini

termasuk dalam the emerging infectious diseases.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan pada clinical science session ini adalah membahas leptospirosis

dari definisi sampai tatalaksananya.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah mengetahui dan memahami leptospirosis.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan adalah tinjauan keputakaan yang merujuk pada beberapa

literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia

maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai

zoonosis. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever,

swamp fever, autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever,

canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain.

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen

spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi di Jepang oleh

Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun 1886. Weil

menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus,

pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal. 1

Di Indonesia, gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van

der Scheer di Jakarta pada tahun 1892, sedang isolasinya dilakukan oleh Vervoot

pada tahun 1922. Penyakit ini disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever,

Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease.1

2.2 Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu

mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua

spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non

4
patogen atau saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan

serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.

Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan

penyakit infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme

fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 μm, disertai spiral halus yang

lebarnya 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk

kait. 2

Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri lainnya.

Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis. Di bawah

membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helikal, serta

membran sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi flagelnya, yang terletak

diantara membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela

periplasmik. Leptospira memiliki dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal

pada setiap ujung sel. Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan

menggunakan mikroskop lapangan gelap.2

Gambar 2.1. Leptospira interrogans

5
Leptospira merupakan Spirochaeta yang paling mudah dibiakkan, tumbuh

paling baik pada keadaan aerob pada suhu 28-30ºC dan pada pH 7,4. Media yang bisa

digunakan adalah media semisolid yang kaya protein, misalnya media Fletch atau

Stuart. Lingkungan yang sesuai untuk hidup leptospira adalah lingkungan lembab

seperti kondisi pada daerah tropis.2

Berdasarkan spesifisitas biokimia dan serologi, Leptospira sp. Dibagi menjadi

Leptospira interrogans yang merupakan spesies yang 6eliable dan Leptospira biflexa

yang bersifat tidak 6eliable (saprofit). Sampai saat ini telah diidentifikasi lebih dari

200 serotipe pada L.interrogans. Serotipe yang paling besar prevalensinya adalah

canicola, grippotyphosa, hardjo, icterohaemorrhagiae.3

Tabel 2.1 Beberapa serogrup dan serovar L. Interrogans

6
2.3 Epidemiologi

Leptospirosis merupakan zoonosis dengan distribusi luas di seluruh dunia,

terutama pada wilayah dengan iklim tropis. Angka kejadian leptospirosis di seluruh

dunia belum diketahui secara pasti. Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis

ataupun pada daerah yang memiliki faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka

kejadian leptospirosis dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun. Di daerah

tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis berkisar antara 10-100

per 100.000 sedangkan di daerah dengan angka kejadian berkisar antara 0,1-1 per

100.000 per tahun.

Case fatality rate (CFR) leptospirosis di beberapa bagian dunia dilaporkan

berkisar antara <5% - 30%. Angka ini memang tidak terlalu tinggi mengingat masih

banyak daerah di dunia yang angka kejadian leptospirosisnya tidak terdokumentasi

dengan baik. Selain itu masih banyak kasus leptospirosis ringan belum didiagnosis

secara tepat. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang

terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies

mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya.

Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus

merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada

manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni

serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan

melalui urin saat berkemih.4

Hewan terpenting dalam penularan leptospirosis adalah jenis binatang

pengerat, terutama tikus. Bakteri leptospira khususnya spesies L. Ichterro

7
haemorrhagiae banyak menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus)

dan tikus rumah (Rattus diardii). Sedangkan hewan peliharaan seperti kucing, anjing,

kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan babi dapat menjadi hospes perantara dalam

penularan leptospirosis.3,14 Transmisi bakteri leptospira ke manusia dapat terjadi

karena ada kontak dengan air atau tanah yang tercemar urin hewan yang mengandung

leptospira. Selain itu penularan bisa juga terjadi karena manusia mengkonsumsi

makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan bakteri leptospira.5

Gambar 2.2 Siklus Penularan Leptospirosis

2.4 Patogenesis

8
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman
leptospira masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit,
konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus,
alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang
terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui
kulit utuh yang lama terendam air saat banjir. Transmisi infeksi leptospira ke manusia
dapat melalui berbagai cara, yang tersering adalah melalui kontak dengan air atau
tanah yang tercemar bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui kulit
yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan
penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila kontak
lama dengan air. Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira bisa juga masuk
melalui konjungtiva. Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh tidak
menimbulkan lesi pada tempat masuk bakteri. Hialuronidase dan atau gerak yang
menggangsir (burrowing motility) telah diajukan sebagai mekanisme masuknya
leptospira ke dalam tubuh.1

Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam

lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen

gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah

setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah

dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal

pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit.

Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan mengalami multiplikasi di darah

dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan

dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2 hari infeksi. Leptospira

virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi, lesi primer adalah kerusakan

9
dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan vaskulitis serta merusak organ.

Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel.3

Patogenitas leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel

dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada bakteri leptospira mempunyai

aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan

aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,

sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Bakteri leptospira

mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang mengakibatkan lisisnya eritrosit

dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.1

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di

dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus ginjal dan lumen

tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan

meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan

hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah

satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal ginjal tampak pembesaran ginjal disertai

edema dan perdarahan subkapsular, serta nekrosis tubulus renal. Sementara

perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata. Secara mikroskopik

tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi dan

hiperplasia sel Kupffer.3

10
Gambar 2.3 Leptospirosis pathway dan gambaran klinisnya

11
2.5 Gambaran Klinis Leptospirosis

Infeksi pada manusia biasanya terjadi akibat ingesti air atau makanan yang

terkontaminasi leptospira sp. Lebih jarang lagi, organisme tersebut masuk ke dalam

tubuh melalui membran mukosa atau luka pada kulit. Setelah masa inkubasi 1-2 minggu,

terjadi awitan demam yang bervariasi, yang selama waktu itu spiroketa terdapat dalam

aliran darah.1 Penderita akan terkena demam mendadak dan menggigil, sakit perut dan

muntah-muntah. Penderita mengeluh sakit otot, sakit kepala hebat dan epistaksis,

mungkin dapat ditemukan konjungtivitis. Hati agak membengkak, pada 50% dari kasus

dijumpai ikterus pada hari kelima, Pada hepatitis karena Leptospira sp. ini seringkali

disertai dengan peningkatan serum kreatin fosfokinase (pada hepatitis virus kadarnya

normal).2

Pada minggu pertama sakit, Leptospira sp. dapat dijumpai di seluruh tubuh

penderita, hal ini dapat dibuktikan dengan cara inokulasi darah penderita pada marmot.

Pada minggu ke-2 Leptospira mulai menyerang ginjal dan pada akhir minggu ke-2 dapat

ditemukan dalam urin. Leptospira dalam urin dapat dijumpai sampai hari ke-40.

Kerusakan pada ginial dapat menyebabkan gagal ginjal dan berakibat fatal, mungkin

perlu dialisis. Jika susunan saraf pusat terkena, dapat menyebabkan timbulnya gejala

meningitis atau ensefalitis.2

Keterlibatan ginjal pada banyak spesies binatang bersifat kronis dan


mengakibatkan pengeluaran sejumlah besar leptospira di urine; ini mungkin
meniadi sumber utama kontaminasi lingkungan yang mengakibatkan infeksi pada
manusia. Urine manusia juga dapat mengandung spiroketa pada minggu kedua
dan ketiga penyakit. Antibodi yang beraglutinasi, ikatan komplemen, dan litik
muncul selama proses infeksi. Serum dari pasien yang sedang dalam masa

12
penyembuhan dapat melindungi hewan percobaan dari infeksi yang fatal.
Imunitas yang didapat dari infeksi pada manusia dan hewan tampaknya
mempunyai sifat serospesifik. 1

Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun
demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism akan mencapai
convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat
dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan
sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat
lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikro organism hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.

Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri

langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.5,6,7

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,

13
Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :

ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan

- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai

hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik : nekrosis fokal

- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

2.6 Diagnosis Leptospirosis

Penegakan diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium sederhana dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis keluhan yang dirasakan

14
pasien leptospirosis adalah demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama dibagian

frontal, nyeri otot, mata merah/ fotofobia, mual muntah. Tanyakan sejak kapan keluhan

tersebut timbul. Penting juga ditanyakan tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk

kelompok resiko tinggi (lihat Tabel 2.1).3

Tabel 2.1: Resiko Penularan Leptospirosis

Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, dan

hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal

atau sedikit menurun disertai gambaran netrofilia dan laju endap darah yang meninggi.

Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Pada pemeriksaan urin dijumpai proteinuria,

leukosuria. Bila organ hepar terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan

transaminase. BUN, ureum dan kreatinin meningkat jika komplikasi ke ginjal. 3

Pemeriksaan laboratorium penunjang, sampel berupa darah dan likuor

serebrospinalis, Leptospira dapat ditemukan pada minggu sakit yang pertama. Leptospira

dapat ditemukan dalam urin mulai akhir minggu pertama sampai hari ke-40. Darah

dalam bentuk sediaan tebal dan sedimen urin diperiksa dengan mikroskop lapangan

gelap. Untuk kultur, bahan pemeriksaan ditanam dalam pembenihan cair atau semisolid

yang mengandung serum kelinci 70% dan ditambahkan 5-fluorourasil sebagai selectioe

inhibitor. Pemeriksaan serologi sangat penting untuk diagnosis leptospirosis. Pada

15
umumnya antibody baru ditemukan setelah hari ke-7 atau ke-10. Titernya akan selalu

meningkat dan akan mencapai puncaknya pada minggu sakit yang ke atau ke-4. Namun

hasil tes serologi bergantun kepada jumlah strain Leptospira yang dipergunakan untuk

memeriksa serum penderita. Titernya dimulai dari l/I0.000 ke atas. 2

Berikut adalah kriteria diagnosis menurut WHO SEARO 2009:4

1. Kasus suspect

demam akut (≥38,5ºC) dan/ atau nyeri kepala hebat dengan:

 Myalgia

 Kelemahan dan/ atau

 Conjunctival suffusion, dan

 Riwayat terpajan dengan lingkungan yang terkontaminasi leptospira

2. Kasus probable (pada tingkat pelayanan kesehatan primer)

Kasus suspect dengan 2 gejala di bawah ini:

 Nyeri betis

 Batuk dengan atau tanpa batuk darah

 Ikterik

 Manifestasi perdarahan

 Iritasi meningeal

 Anuria/ oliguria dan/ atau proteinuria

 Sesak napas

 Aritmia jantung

 Rash di kulit

16
Kasus probable (pada tingkat pelayanan kesehatan sekunder dan tersier)

 Berdasarkan ketersediaan fasilitas laboratorium, kasus probable leptospirosis

adalah kasus suspect dengan IgM rapid test positif.

DAN/ ATAU

 Temuan serologik yang mendukung (contoh : titer MAT ≥200 pada suatu

sampel)

DAN/ ATAU

Ditemukan 3 dari di bawah ini:

 Temuan pada urin : proteinuria, pus, darah

 Neutrofilia relatif (>80%) dengan limfopenia

 Trombosit < 100.000/mm³

 Peningkatan bilirubin > 2 mg% ; peningkatan enzim hepar yang meningkat

moderat (serum alkali fosfatase, serum amilase, CPK)

3. Kasus confirm

Kasus confirm pada leptospirosis adalah suatu kasus suspect atau probable dengan

salah satu di bawah ini:

 Isolasi kuman leptospira dari spesies klasik

 Hasil PCR (+)

 Serokonversi dari negatif ke positif atau peningkatan 4 kali pada titer MAT

 Titer MAT = 400 atau lebih pada sampel tunggal

Apabila kapasitas laboratorium tidak dapat ditetapkan:

17
 Positif dengan 2 tes rapid diagnostik dapat dipertimbangkan sebagai kasus

confirm.

2.7 Diagnosis Banding Leptospirosis

Pasien dengan Leptospirosis yang anikterik pada umumnya tidak berobat

karena keluhannya bisa sangat ringan. Karena gambaran kliniknya mirip penyakit-

penyakit demam akut lain, maka pada setiap kasus dengan keluhan demam,

leptospirosis anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis bandingnya,

apalagi yang di daerah endemik.

Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever of unknown origin

di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding

leptospirosis anikterik harus mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti

influenza, HIV serocon version, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus,

infeksi mononukleosis dan juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam tifoid,

bruselosis, riketsiosis dan malaria.

2.8 Penatalaksanaan

A . PENCEGAHAN

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur


intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan
dan intervensi pada penjamu manusia.

Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati
oleh desinfektans seperti lisol. Maka upaya ”Lisolisasi” upaya "lisolisasi" seluruh
permukaan lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor

18
banjir yang mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah
mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya


dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan
tercemar kuman dari hewan piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau
hewan liar. Hindari berkontak dengan kencing hewan piaraan.

Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak


dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot,
terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis
menangani hewan, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat
kotor.

Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih
sehat diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang
memiliki risiko tinggi terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Tikus
rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan
pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang
bergiat di ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan
hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika
kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai. Selain itu
penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi.

Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang
dapat mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama,
bisa sampai setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut
sebagai Swine herd’s disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar
mengandangkan ternaknya dan jauh dari sumber air. Saluran buangan ternak
hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak mencemari lingkungan.7,8,9

19
B. TERAPI KURATIF

Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin
G, dosis dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7
hari. 10

Tujuan Pemberian Obat Regimen

1. Treatment  
  a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
    Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
    Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
     
  b.Leptospirosis sedang/ berat Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau
    Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
    Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
    Eritromycin 4 x 500 mg i.v
     

2. Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/oral/minggu


     

• Terapi untuk leptospirosis ringan

Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa.
Pada golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang
menyebabkan penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum
tampak nyata. Sehingga penatalaksanaan cukup secara konservatif.11

Penatalaksanaan konservatif

 Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38°C

20
 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.
Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen,
dianjurkan sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita.
Karbohidrat dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis.
Protein diberikan 0,2 – 0,5 gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam
amino essensial.

 Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.


paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada
minggu pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh
atau setelah terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-
8 juta unit, bahkan pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat
diberikan sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian
penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari.

 Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan
terhadap fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat

 Antipiretik
 Nutrisi dan cairan.
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya
menurun maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang
seimbang dengan kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang
berkurang. Diberikan protein essensial dalam jumlah cukup. Karena
kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi
sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase
oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus
dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang
justru membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya,

21
justru akan membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan
yang berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan
cairan dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana
dapat dikerjakan monitoring / balance cairan secara cermat.

Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan
secara parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup
kandungan nutrisinya.

 Pemberian antibiotik
◦ Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai
12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin
bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian
terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin,
ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional tersebut di atas,
meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.
 Penanganan kegagalan ginjal.
Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari
leptospirosis. Kelainan ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN).
Terjadinya ATN dapat diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan
plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan melihat perbandingankreatinin
urine dan plasma, ”renal failire index” dll.

 Pengobatan terhadap infeksi sekunder.


Penderita leptospirosis sangat rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara
lain: bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi
dialisis peritoneal), dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis
terdapat pada 20-70% kasus . Pengelolaan sangat tergantung dari jenis
komplikasi yang terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik
mempunyai angka kematian yang tinggi.

22
 Penanganan khusus
1. Hiperkalemia  diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa
insulin (10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena
menyebabkan cardiac arrest.

2. Asidosis metabolik  diberikan natrium bikarbonas dengan dosis


(0,3 x KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi  diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung  pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi
ensefalopati dan uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya,
mempertahankan oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian
obat anti konvulsi.

6. Perdarahan  transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering
mnakutkan. Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat.
Perdarahan kadang0-kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis
peritoneal. Untuk menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan
pemeriksaan faal koagulasi secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat
timbunan bahan-bahan toksik dan akibat trpmbositopati.

7. Gagal ginjal akut  hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik,


dialisis.

2.9 Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi dari leptospirosis, diantaranya adalah gagal

ginjal akut (95% dari kasus), gagal hepar akut (72% dari kasus), gangguan respirasi

23
akut (38% dari kasus), gangguan kardiovaskuler akut (33% dari kasus), dan

pancreatitis akut (25% dari kasus).

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita leptospirosis adalah:

1. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau poliuria dapat timbul 4-

10 hari setelah gejala leptospirosis terlihat. Terjadinya gagal ginjal akut pada

penderita leptospirosis melalui 3 mekanisme:

a. Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira

Invasileptospiramenyebabkankerusakantubulusdan glomerulus sebagai

efeklangsungdarimigrasileptospirayang menyebar hematogen menuju

kapilerperitubulerkemudianmenujujaringaninterstitium, tubulus, dan lumen

tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelasapakah hanyaefek

migrasiatauefekendotoksinleptospira.

b. Reaksi imunologi

Reaksiimunologiberlangsungcepat, adanya kompleksimun dalamsirkulasi

danendapankomplemendanadanyaelectron dencebodiesdalam glomerulus,

membuktikanadanya proses immune-complex glomerulonephritis

danterjaditubulo interstitial nefritis.

c. Reaksi non spesifikterhadapinfeksisepertiinfeksi yang lainmenyebabkan

iskemiaginjal. Iskemiaginjal, glomerulonefritis, tubulo interstitial nefritis,

24
daninvasikumanmenyebabkanterjadinyanekrosisyang berakhi rmenjadi gagal

ginjalakut.

2. Gagal hepar akut

Di hepar terjadi nekrosis sentri lobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer

disertai kolestasis. Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh

beberapahal, antara lain karena kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal

yang akan menurunkan ekskresi bilirubin sehingga meningkatkan kadar

bilirubin darah, terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisisi ntra

vaskuler akan meningkatkan kadar bilirubin, proliferasi sel Kupfer sehingga

terjadi kolestatik intra hepatik.

3. Gangguan respirasi dan perdarahan paru

Adanya keterlibatan paru biasanya ditandai dengan gejala yang bervariasi,

diantaranya: batuk, dispnea, dan hemoptisis sampai dengan Adult Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) dan Severe Pulmonary Haemorrhage Syndrome

( SPHS). Paru dapat mengalami perdarahan dimana patogenesisnya belum

diketahui secara pasti. Perdarahan paru terjadi diduga karena masuknya

endotoksin secara langsung sehingga menyebabkan kerusakan kapiler dan

terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi pada pleura, alveoli, trakeobronkial,

kelainan berupa kongesti septum paru, perdarahan alveoli multifokal, dan

infiltrasi sel mononuklear. Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya

kongesti pada septum paru, oedem dan perdarahan alveoli multifokal, esudat

fibrin. Perdarahan paru dapat menimbulkan kematian pada penderita

leptospirosis.

25
4. Gangguan kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan system

konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner.

Manifestasi dari gangguan kardiovaskuler ini sangat bervariasi dari tanpa

keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongestif yang fatal.

Selama fase septikemia, terjadi migrasi bakteri, endotoksin, produk enzim atau

antigen karena lisisnya bakteri, akan meningkatkan permeabilitas endotel dan

memberikan manifestasi awal penyakit vaskuler.

5. Pankreatitis akut

Sebenarnya pankreatitis akut adalah komplikasi yang jarang ditemui pada

pasien leptospirosis berat. Pankreatitis terjadi karena adanya nekrosis dari sel-

sel pancreas akibat infeksi bakteri leptospira (acute necrotizing pancreatitis).

Selain itu, terjadinya pankreatitis akut pada leptospirosis bisa disebabkan

karena komplikasi dari gagalnya organ-organ tubuh yang lain (multiple organ

failure), syok septik, dan anemia berat (severe anemia).

Pencegahan

Pengendalian leptospirosis di masyarakat sangat terkait dengan hasil studi faktor-

faktor risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian leptospirosis terdiri

dari pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah bagaimana

agar orang sehat sebagai sasaran bias terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya

bersifat promotif, termasuk disini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan

pencegahan sekunder yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis,

26
dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya dapat menyebabkan

kematian.

Pengelolaan secara umum penderita leptospirosis sama dengan penyakit sistemik

akut yang lain. Rasa sakit diobati dengan analgetika, gelisah, dan cemas dikendalikan

dengan sedatif, demam diberi antipiretik, jika terjadi kejang pemberian sesuai dengan

keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

2.10 Prognosis

Prognosis leptospirosis pada umumnya baik, namun kasus yang kompleks ini

dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati.

27
Daftar Pustaka

1. Geo F. Brook, Karen C. Carroll, Janet S. Butel, Stephen A. Morse, dan

Timothy A. Mietzner. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25 Jawetz, Melnick dan

Adelberg. Jakarta: EGC. 2013.

2. Suharno Josodiwondo. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:

Binarupa Aksara. 2010.

3. FKUI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: FKUI. 2008.

4. WHO. Kriteria Diagnosis Leptospirosis. 2009.

5. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal


Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
6. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman
Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah
Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
7. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer
Obor : Jakarta. 2002.
8. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis — Kumpulan
Makalah Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
9. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human
Leptospirosis guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva :
WHO.2003.109
10. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars
of Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals
of Semarang. Konas PETRI, 2002.
11. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with
leptospirosis and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo.
2000.42(6):327-32

28

Anda mungkin juga menyukai