ABSTRAK
Latar belakang : Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50%
dari jumlah populasi dewasa. Penyakit periodontal merupakan penyakit kronis yang diawali dengan gingivitis.
Gingivitis ditandai dengan peningkatan infiltrasi makrofag yang berfungsi untuk memfagositosis bakteri yang
menginfiltrasi jaringan gingiva. Probiotik mempengaruhi sitokine (TNF-α, dan interleukin) yang perannya dalam
aktivasi sitokin proinflamasi yang berpengaruh pada proses pergantian dan adhesi leukosit terutama makrofag untuk
keluar dari pembuluh darah dan menuju tempat terjadinya inflamasi, dan perdarahan gingiva, sehingga penurunan
tadi mempengaruhi jumlah sel makrofag menjadi berkurang. Tujuan : Penelitan ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan jumlah sel makrofag gingiva tikus wistar jantan yang mengalami gingivitis pada pemberian probiotik
yang mengandung Lactobacillus casei dan Lactobacillus reuteri. Metode : Jenis penelitian ini eksperimental
laboratoris, dengan rancangan post test only control group design. Penelitian ini dilakukan pada 27 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan berusia 2-4 bulan dengan berat 200 gram. Dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok
pertama perlakuan probiotik Lactobacillus casei, kelompok dua perlakuan probiotik Lactobacillus reuteri, kelompok
tiga kelompok tanpa pemberian probiotik. Pemberian probiotik dilakukan saat terjadi tanda peradangan pada gingiva
tikus akibat induksi LPS E.coli. Kemudian pada hari ke-4 dilakukan dekaputasi setelah perlakuan. Selanjutnya
gingiva anterior rahang bawah bagian labial dibuat sediaan histologi untuk pengecatan hematoxylin eosin. dan
pemeriksaan mikroskopis untuk menghitung jumlah sel makrofag. Data dianalisis menggunakan One-Way Anova
dan dilanjutkan uji LSD. Hasil : Hasil uji One-Way Anova menunjukkan nilai p<0,05 memperlihatkan bahwa secara
keseluruhan terdapat perbedaan yang bermakna. Hasil uji LSD terdapat perbedaan bermakna antar kelompok
penelitian. Kesimpulan : Pemberian probiotik yang mengandung lactobacillus casei dan lactobacillus reuteri
menujukkan perbedaan jumlah sel makrofag pada tikus wistar jantan yang mengalami gingivitis.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris secara in vivo, dengan rancangan
penelitian yang digunakan adalah desain post test only control group design (Notoatmodjo,
2010).
1. Tempat Penelitian
Brawijaya.
2. Waktu Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jenis
wistar jantan. Tikus diambil dari laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
2. Sampel Penelitian
Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik non random sampling yaitu purpossive
sampling, sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
(Notoatmodjo, 2010).
b. Besar sampel
Menurut Federer (1993) dalam Dada (2013) untuk penelitian eksperimen dengan
rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial secara sederhana dapat dirumuskan :
( t - 1) x ( r – 1) ≥ k
Keterangan :
( n - 1) ( r – 1) ≥ 15
( 3 - 1) ( r – 1) ≥ 15
2 ( r – 1) ≥ 15
2r - 2 ≥ 15
2r ≥ 17
r ≥ 8,5
Hasil perhitungan jumlah sampel untuk penelitian ini yaitu 9 sampel tiap perlakuan.
Hewan coba yang sudah diadapatasikan akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian probiotik (Lactobacillus casei dan
Lactobacillus reuteri).
2. Variabel Terikat
3. Variabel Terkendali
Variabel yang dikendalikan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode kerja.
1. Bakteri probiotik Lactobacillus casei didapatkan dari sediaan yakult, yang diaplikasikan
pada hewan coba dengan cara disuntikkan pada junctional ephithelium sulkus gingiva gigi
insisivus pertama kanan rahang bawah bagian labial, dengan dosis 2 x 10 8 sel/ml dengan
2. Bakteri probiotik Lactobacillus reuteri didapatkan dari sediaan biogaia, yang diaplikasikan
pada hewan coba dengan cara disuntikkan pada junctional ephithelium sulkus gingiva gigi
insisivus pertama kanan rahang bawah bagian labial, dengan dosis 2 x 10 8 sel/ml dengan
3. Jumlah sel makrofag pada gingiva adalah banyaknya pembentukan sel makrofag gingiva
400x. Sel ini berukuran 10 sampai 30 µm dan umumnya memiliki satu inti yang berbentuk
lonjong dan berbentuk ginjal yang terletak eksentris Secara histologi sitoplasma terpulas
gelap dengan permukaan yang tidak teratur dan lipatan serta tonjolan yang menandakan
aktivitas fagositosisnya.
4. Lipopolisakarida yang digunakan berasal dari Escherichia coli, diaplikasikan pada hewan
coba dengan cara disuntikkan pada junctional ephithelium sulkus gingiva gigi insisif
pertama kanan rahang bawah bagian labial, dengan dosis 5 μg/0,05 ml PBS dan
1. Bahan Penelitian
6) Formalin 10%
7) EDTA 10%
8) Ammonium Hydroxide 5
9) Ammonium Oxalate 5%
11) Xylol
12) Gliserin
19) Spiritus
2. Alat Penelitian
4) Pipet
6) Sonde
9) Autoclave
13) Pengaduk
15) Cutter
16) Refrigerator
18) Pinset
G. Prosedur Penelitian
Hewan dilakukan aklimatisasi selama seminggu sebelum diberi perlakuan untuk adaptasi
tikus dengan tempat yang memiliki ventilasi udara cukup dan makanan yang baik.
Bahan yang dipakai pada kelompok perlakuan terdiri dari Lipopolisakarida Escherichia
coli yang dipakai untuk menginduksi dan menghasilkan infeksi pada jaringan periodontal.
Bakteri probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus casei dan Lactobacillus reuteri. Dosis
konfersi dari manusia ke-hewan (Suhardjono,1995) dosis probiotik 2 x 108 CFU/ml. Pada
manusia diberikan sebanyak 65 ml. Cara perhitungan volume probiotik yang diberikan terhadap
hewan coba.
Volume pemberian :
= 65 ml x (faktor konfersi)
= 65 ml x 0,018
= 1,17 ml
Jadi volume yang diberikan terhadap hewan coba dengan pemberian selama 4 hari
1) Membeli LPS dengan sediaan yang sudah jadi dengan jumlah 10 mg.
3) Stok LPS dikemas dalam wadah tertutup dan disimpan dalam suhu ruang.
3. Pelaksanaan penelitian
ketamin dan xyla dengan dosis 80mg/kg berat badan yang disuntikkan pada kaki belakang
coli. LPS disuntikan pada junctional ephithelium sulkus gingiva gigi insisif pertama kanan
rahang bawah bagian labial sebanyak 0,02 ml, diberikan 1 kali sehari selama 4 hari, sampai
munculnya gejala klinis gingivitis berupa perubahan warna gingiva menjadi kemarahan,
perubahan konsistensi menjadi lebih padat, dan perubahan tekstur menjadi lebih halus dan
menkilap. Pada hewan coba yang mengalami abses, kematian ataupun tidak terdapat tanda klinis
terjadinya gingivitis dilakukan penggantian hewan coba lain yang diberi perlakuan yang sama
agar didapatkan hasil yang akurat. Setelah gejala klinis muncul dilakukan pemberian probiotik
Setelah gejala klinis muncul dilakukan pemberian bakteri probiotik dilakukan dengan
menyuntikkan pada daerah junctional ephithelium sulkus gingiva gigi insisif pertama kanan
rahang bawah bagian labial. Volume pemberian sebanyak 1,17 ml, diberikan 1 kali sehari
selama 4 hari. Pemberian bakteri probiotik ini dilakukan dengan cara yang sama, yaitu: untuk
Kelompok II dan kelompok III diberikan secara bersamaan setalah terjadinya tanda klinis
gingivitis.
Hewan coba baik dari kelompok kontrol maupun perlakuan sebelum didekaputasi
dilakukan pemeberian eter secara inhalasi menggunakan eter 10% selama 3 menit sampai hewan
coba mengalami kematian, setelah itu dilakukan pengambilan sampel jaringan ikat gingiva, dan
gigi pada regio insisif pertama kanan rahang bawah sebelah labial. Jaringan dipotong dengan
ketebalan 2-3 mm, panjang 1 cm, lebar 0,5 cm dan selanjutnya dilakukan fiksasi dengan
untuk melepaskan bahan anorganik dalam tulang tanpa merusak protein yang ada, dengan
memakai larutan EDTA 10% (pH 7,4) pada suhu 4°C. Adapun urutan dekalsifikasinya sebagai
berikut:
1) Sampel yang sudah difiksasi dicuci dengan air bersih yang mengalir pelan
2) Dimasukkan pada larutan EDTA yang sudah ada dan dilakukan vibrasi 2x agar proses
dekalsifikasi merata.
3) Sampel yang sudah terdekalsifikasi lengkap dibersihkan dengan air mengalir dan segera
ditransfer pada larutan ammonia selama 30 menit (ammonia concentrated 5 tetes dalam 100
ml distilled water) dengan tujuan untuk menghilangkan larutan dekalsifikasi yang tersisa.
f. Pemrosesan jaringan
penyayatan dengan mikrotom. Tahapan pemrosesan jaringan menurut Syafriadi et.al. (2008),
1. Dehidrasi, yaitu penarikan air dari jaringan secara bertahap dengan menggunakan alkohol.
Dari konsentrasi yang kecil yaitu 70% selama 1 jam, 80% selama 1 jam, 90% selama 1 jam
2. Clearing, yaitu untuk menjernihkan jaringan sehingga tampak transparan dengan cara
memasukkan jaringan ke dalam larutan xylol sebanyak 3 kali selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam.
3. Impregnasi, yaitu proses infiltrasi parafin. Proses ini dilakukan dengan cara mencairkan
parafin solid pada suhu 60°C dan selanjutnya memasukkan parafin pada jaringan sebanyak 2
4. Embedding, yaitu penanaman jaringan dengan parafin solid yang dilakukan dengan cara:
a. Menyiapkan jaringan yang dikondisikan dalam suhu 60°C. Bahan embedding juga
b. Penyiapan alat pencetak berupa kaset, lalu bahan embedding dituang ke dalam alat
c. Jaringan diambil dengan menggunakan pinset lalu ditanam ke dalam pencetak yang telah
d. Alat pencetak yang telah terisi parafin dan jaringan didinginkan pada alat pendingin
5. Penyayatan
antara lain:
b. Menempelkan blok paraffin pada block holder mikrotom dengan bantuan pemanasan.
Setelah itu, dilakukan proses penyayatan jaringan dengan alat yang digunakan untuk
memotong jaringan adalah rotary microtom. Blok yang akan dipotong disiapkan pada alat
pendingin agar parafin tetap padat dan kompak. Gelas objek disiapkan dan diberi label sesuai
dengan nomer spesimen. Water bath (tissue floation bath) disiapkan pada suhu 40°C, kemudian
blok parafin diletakkan pada head microtom dan diatur ketebalan yang dikehendaki (4µ = 4x10-
3
). Sayatan yang diperoleh diletakkan pada water bath agar sayatan dapat mengembang dengan
baik lalu tiriskan. Setelah itu, sayatan pada gelas obyek diletakkan pada hot plate (alat pemanas)
yang dilakukan adalah sesuai standar rutin Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya. Metode pengecatan Haematoksilin eosin secara progresif menurut
19) Mounting menggunakan cairan Entellan lalu ditutup dengan obyek glass. Sedangkan hasil
pengecatan yang didapatkan antara lain: inti sel (biru), eritrosit (merah), sitoplasma
menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Sel makrofag dihitung dengan
bantuan mikroskop cahaya pada 3 slide dari masing-masing ulangan dengan 5 lapang pandang.
Setiap preparat secara sistematis dihitung mulai dari pojok kiri bawah kemudian digeser keatas
hingga tepi atas jaringan, lalu digeser ke kanan kemudian ditarik ke bawah demikian seterusnya
hingga ujung kanan jaringan sehingga semua lapangan terbaca. Jumlah makrofag tiap sampel
H. Analisis data
Data yang diperoleh dalam penelitian berupa jumlah sel makrofag tikus yang telah diberi
perlakuan yang dihitung dalam mikroskop dengan pembesaran 400x. Jenis data yang didapat
disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan gambar. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS.
Data dari setiap pemeiksaan dianalisis secara statistik dengan tingkat kemaknaan 95% (p= 0,05),
1. Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk dengan syarat jumlah ≤ 50 sampel, untuk
bermakna data tidak homogen diantara kelompok data, dimana asumsi homogenitas
terpernuhi jika nilai signifikansi pada Levene’s Test, di atas 0,05 (p > 0,05).
3. Uji One-Way Anova dengan syarat distribusi data normal dan varians data harus sama,
4. Jika uji One-Way Anova menghasilkan p < 0,05, maka dilanjutkan dengan uji LSD pada
5. Jika syarat uji One-Way Anova tidak terpenuhi, maka dilanjutkan uji alternative dengan
Rattus Norvegicus
Gingivitis
Pembuatan preparat
Pengecatan HE
Hasil Penelitian
Analisa Data
N0 HASIL PERHITUNGAN
JUMLAH SEL MAKROFAG
1. 8
2. 7
3. 10
4. 9
5. 11
6. 11
7. 9
8. 11
9. 12
10. 12
11. 10
12. 11
13. 10
14. 11
15. 19
16. 14
17. 17
18. 15
19. 17
20. 15
21. 19
22. 18
23. 14
24. 23
25. 23
26. 28
27. 23