Anda di halaman 1dari 6

JADI DIRI SENDIRI

Liburan semester telah berakhir bukannya senang atau gembira yang dirasakan namun
hanya kesal, lelah, dan letih yang ada tiap harinya. Sehingga Rina ingin mendekap kaleng racun
serangga sampai habis isinya tak bersisa, namun sementara itu seekor kecoak di hadapannya
menari gembira.

***

Hari ini adalah awal semester ganjil. Rina melangkahkan kakinya ringan menuju kelas.
Seragam putih abunya terlihat cemerlang di bawah sinar mentari pagi. Kelas 2 semerter lalu,
seperti biasa, hasil raport Rina kembali memuaskan karena telah mempertahankan ranking satu
di kelasnya. Apa yang dikatakan orangtuanya setiap semester baru selalu terngiang ngiang di
telinganya.

“Kamu adalah putri kami satu satunya. Oleh karena itu jangan pernah mengecewakan kami.
Mama tidak mau kamu lengah sedikit pun, di luar sana banyak sekali yang menginginkan posisi
yang kamu tempati sekarang. Mama dan papa menjadi seperti sekarang ini karena perjuangan
kami yang sangat berat. Kamu ingin seperti kami kan? Menjadi orang terpandang, punya
keahlian, disegani, dan berpenghasilan besar? Belajar dan belajar adalah kuncinya. Jangan
sampai ada hal hal lain yang mengusik dan membuatmu melemah.”

Rina terkadang merasa lelah dan bosan dengan semua yang harus dijalaninya. Les ini les itu,
sesekali ingin rasanya mengalihkan pandangannya barang sejenak untuk melihat dunia. Dunia
remaja yang indah. Namun ia selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua itu hanyalah
keinginan yang tak layak didapatkan. Ia tidak ingin membuat orangtuanya kecewa. Ia tidak ingin
membuat rasa bangga orangtuanya luntur ketika ada pertemuan keluarga.

Pagi yang ribut. Semua orang berceloteh gembira. Saling bercerita tentang liburan
semester yang mereka lalui dua minggu kemarin, termasuk Linda teman sebangku Rina yang
kini tengah bersenda gurau dengan Annisa dan Reni. Hanya Rina yang duduk diam memandangi
wajah wajah ceria teman temannya untuk kemudian ia goreskan di atas lembar buku tulisnya.

Lalu saat itu pun tiba. Saat dimana matanya terpaku menatap wajah seseorang yang baru saja
datang bersama pak Ikhwan.

“Anak anak perkenalkan, ini Galuh, teman baru kalian. Semoga kalian bisa menjadi teman yang
baik bagi Galuh ya.” Ucapan pak Ikhwan disambut dengan sorak sorai teman-teman terutama
kaum wanita. Galuh duduk tepat di depan Rina bersama Reni karena hanya kursi itulah yang
kosong. Rina melirik Reni yang terlihat sangat antusias dengan keberadaan Galuh, dan entah
mengapa hal itu membuatnya kesal. Rina tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Wajah
Galuh yang diterjemahkan oleh Reni sebagai wajah pangeran tampan bagai di negeri dongeng
selalu menghampiri di setiap mimpinya. Padahal sampai detik ini Rina belum pernah sekalipun
berbincang dengannya, selama ini ia cukup puas hanya menikmati wangi parfum dari tubuh
Galuh yang selalu berkelebat di hidungnya. Mencuri pandangan matanya yang tajam namun
hangat. Hal hal kecil namun bagi Rina itu terasa sangat besar. Dan ia sangat menyukai itu semua.

Suatu hari, Rina menekuri lukisan indah di lembar buku yang terbuka di hadapannya.
Perpustakaan selalu menjadi bungkernya ketika waktu istirahat tiba.“Hei, kamu bawa pulpen
gak, boleh saya pinjam?” Sebuah suara indah terdengar di telinga Rina, namun tak membuat
matanya beranjak dari halaman yang tengah ia resapi. “Rina? Kamu bawa pulpen atau pensil
mungkin?” Rina menoleh ke asal suara. Ia terpaku dengan seseorang yang baru saja
mengajaknya bicara.

“Oh iya, ini.” Rina mengambil pensil 2B yang ada di saku androknya dengan gugup.

“Kamu sering kesini ya? saya perhatikan setiap istirahat kamu pasti pergi kesini.” tanya Galuh
sambil mengambil pulpen dari lengan Rina

Hidung Rina kembang kempis, sementara ia hanya bisa menganggukan kepalanya kikuk.

“Sedang baca apa?” Galuh bertanya kembali seakan ia ingin lebih mengenal Rina

Tanpa berkata sepatah pun, Rina menggeser buku di hadapannya. Galuh tersenyum.

“Eh, tahu gak, nanti siang ada pameran lukisan dari perupa ini. Kita bisa bertemu dengan
perupanya sekalian omong omong, asik kan? Saya ingin kesana, tapi semua orang yang Saya
ajak gak ada yang tertarik. Bagaimana dengan kamu? Kamu tertarik gak, kita ke sana yuk?”
Ajakan Galuh menggeser balik buku itu

Rina sangat senang sekali dengan ajakan Galuh itu, perupa ini adalah favoritnya yang selalu
memberinya banyak inspirasi, tapi di kepalanya telah menumpuk daftar acara hari ini yang
pantang ia lewatkan.

“Maaf, saya ada jadwal bimbel siang ini .” Jawab Rina datar.

“Hmm, bimbel kamu jam berapa memangnya?” Tanya Galuh

“Jam 3, tapi sebelumnya aku ada…” Belum sempat Rina menuntaskan kalimatnya, Galuh lebih
dulu angkat bicara.

“Nah, ini namanya cocok, gimana kalau kita kesana dulu?” Saut Galuh

Rina mengangguk.

“Jadi gimana? satu kayuh dua pulau terlampaui kan? Bayangkan kamu bisa bertemu dengan
orangnya plus mengagumi lukisan dan beberapa karya instalasinya secara langsung, dari pada di
sini hanya melihat dari buku.” Ucapan Galuh kembali meyakinkan Rina
Rina terdiam sejenak.

Mungkin tidak akan menjadi masalah bila dia membolos barang satu kali pertemuan di Les
Robotik nya, pikirnya. Rina lalu menatap Galih dan akhirnya mengangguk dengan pasti.

***

“Kamu telah mengecewakan Mama, seorang laki laki hanya akan membuat konsentrasi kamu
buyar. Seorang laki laki hanya bisa mengacaukan isi kepala kamu.”

Rina terdiam, menundukkan kepalanya dalam. Ternyata Mama melihat dirinya tengah bersama
Galuh tadi siang dan itu membuat wanita itu murka.

“Rina, kamu sudah punya jadwal yang harus kamu ikuti. Mengapa kamu melanggarnya. Kami
telah membayar mahal untuk kelas matematika kamu itu.” Ucapnya dengan nada yg tinggi dan
mukanya merah seperti udang rebus.

Rina terdiam. Ia tahu Mamanya tidak bisa di debat.

“Kamu tahu, apa yang Mama dan papa lakukan terhadap kamu adalah demi kebaikan kamu
sendiri. Demi masa depan kamu. Agar kamu bisa melakukan banyak hal, menjadi yang
terunggul. Dan tidak mudah ditumbangkan.” Tegas nya sekali lagi

Rina mendengus.

‘Aku tak ingin menjadi manusia super, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.’ Ucapnya sedih
dalam hati.

Sejak mamanya berbicara keras kepadanya, Rina selalu menghindari Galuh, dan membuat laki
laki itu bertanya-tanya namun Rina hanya bicara seperlunya, bila Galuh mengajaknya
berbincang.

Satu tahun telah dilewati Rina dengan baik. Nilai UN nya adalah yang tertinggi di
sekolah. Bukan main bangganya kedua orangtuanya. Alih alih merasa senang, Rina justru sedih
karena saat ini apa yang ia cita citakan telah kandas di tangan orangtuanya sendiri. Rina menatap
formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi itu dengan hati yang terkoyak.

“Hei, sudah lama kita gak ngobrol ya?” ucap galuh tersenyum

Rina terlonjak.

Awalnya ia berpikir untuk pergi dari tempat itu, namun ia urungkan. Ia meyakinkan dirinya
sendiri bahwa mungkin ini adalah pertemuan terakhirnya dengan laki laki itu karena sebentar
lagi mereka akan keluar dari sekolah ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
“Selamat ya, seperti biasa, kamu memang tak tergoyahkan.” Ucap Galuh bangga

“Makasih, selamat juga untuk kamu.” Rina tersenyum

“Rencananya pilih jurusan apa? Seni rupa?” Galuh melirik kertas yang ada di tangan Rina

Rina menggeleng.

“Arsitektur?” Tebak galuh

Namun Rina menggeleng lagi dengan lemas.

“Lalu?” Galuh penasaran

“Kedokteran.” Rina menjawab pelan

“Oh ya? Ternyata aku salah tebak ya?” Tatapanya heran

“Kamu gak salah tebak. Bila boleh memilih aku memang ingin masuk ke salah satu jurusan itu.”
Ujar Rina

“Lantas kenapa enggak ?” Tanya Galuh penasaran

Rina menaikan bahunya.

“Keinginan orangtua ya?” Galuh menatap wajah Rina yang murung itu

Rina mengangguk.

“Kamu gak ngomong apa yang kamu inginkan?” Tanya Galuh dengan halus

“Percuma, aku tidak berhak mempunyai keinginan. Ada yang bilang anak adalah aset. Dan aset
tidak bisa berkembang sendiri tanpa campur tangan sang pemilik aset.” Jawab Rina pelan.

“Hei semangat ya. Walau terasa berat, orangtua kamu pasti tahu bahwa semua ini yang terbaik
untuk kamu.” Ucap Galuh menyemangati Rina.

Rina tersenyum kecut.

Akhirnya Rina mengikuti permintaan mamahnya masuk kepengguruan tinggi, walaupun


iya sangat berat hati karena cita cita nya telah kandas demi orangtuanya.

Saat dia melakukan tes tulis keperguruan tinggi sayangnya dia gagal karena nilai nya kurang
sempurna. Rina menundukkan kepalanya dalam. Sementara mamanya melontarkan kekecewaan
yang sangat kepadanya ditimpali oleh papanya. Marah, kesal, kecewa mereka lampiaskan saat itu
juga. Telinga Rina sampai panas bagai terbakar api dibuatnya. Rina tahu ini memang salahnya
karena telah mengecewakan orangtuanya. Sebenarnya soal soal itu mudah saja baginya, namun
entah apa yang ada di dalam pikirkannya saat itu sehingga ia menghitami bulatan bulatan yang
bukan seharusnya.

“Rina, mulai besok akan ada guru private untuk kamu. Kamu tidak ingin mengecewakan mama
dan papa lagi tahun depan kan?” Tanya mamah nya sungguh marah kepada nya

Rina hanya mengangguk lemah.

“Sekarang masuk kamar. Kamu dihukum. Itulah yang pantas kamu dapatkan saat ini.” perintah
wanita tua itu.

‘Tuhan, aku lelah.’ Rina terseruk memasuki kamarnya. Hatinya tercabik menangis, tak kuat
menghadapi kehidupan yang dijalani tapi ia tetap terus berjalan mengikuti alurnya. Seiring
berjalan nya waktu demi waktu, otak seakan ingin meledak karena hari harinya hanya diisi
dengan belajar dirumah home schooling. Tak pernah sekalipun merasakan berjalan keluar rumah
mengikuti sejuknya angin segar. Sesekali ia menuangkan cerita melewati lukisan yang terlihat
sedih dan memiliki banyak arti yang begitu rumit.

Sangat lelah yang dirasakan hingga tak kuat lagi untuk menahan semua keinginan orangtuanya
yang bertolak belakang dengan Rina. Terdiam yang dilakukannya akhir akhir ini tak mengikuti
perintah orang tua lagi, suatu hari Rina nekat pergi keluar dari rumah tanpa sepengetahuan
mereka. Hal itu membuanya sangat marah, namun Rina akhirnya bisa membuka suara.

“Mah, pa. Maaf bukanya Rina tidak ingin membahagiakan dan mengikuti perintah kalian. Rina
punya masa depan yang harus dijalani sendiri tak selamanya harus diatur kalian. sebelumnya
Rina gagal itu karena kalian selalu menekan Rina. Rina juga berhak menentukan pilihan sendiri,
Rina sudah dewasa Mah, pah, bukan anak kecil lagi. Mungkin perkataan ini membuat mama dan
papa kecewa tapi Rina janji akan membuktikan berhasil dengan pilihan sendiri”.

Kata kata Rina membuat orangtuanya diam membeku.

“Baiklah kalau itu yang kamu inginkan. Resiko harus kamu terima, jika terjatuh harus bisa
bangkit sendiri, kami tidak akan ikut campur lagi.”

Kali ini Rina masuk ke universitas tinggi pilihannya sendiri dan mengambil jurusan seni
rupa. Tiga tahun yang telah dilalui meski telah Jatuh berkali kali namun tetap bangit dan tidak
menyerah. Dia berhasil menjadi pendesain interior ternama membuatnya sukses, kehidupannya
berubah bahagia tentu saja ia telah menepati janji janji membuat orangtua tidak kecewa.

~TAMAT~
BIOGRAFI

Dwi Auliaini atau biasa dipanggil Dwi oleh orang-orang terdekatnya. Memiliki hobi sampingan
yaitu berkhayal dan berhalusinasi tak jelas maksudnya, namun hobi utamanya yaitu mengambar dan
melukis sambil makan makanan yang enak . Ia lahir di kota Lebak pada tanggal 10 November 2002 dari
pasangan Muhammad Badrus dan Novita Indriani. Dwi adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Chesita
rahmadari merupakan adik yang pertama berumur 14 thn, dan yang terakhir bernama Sema Mutia
Handayani berumur

Ia lulusan dari SDN 3 Kaduagung Timur. Dan SMPN 1 Rangkasbitung . sekarang ia bersekolah
di sekolah yang insyallah yang terbaik yaitu di SMAN 3. Ia pernah mengikuti eksrakulikuler pramuka dan
voli namun sayang dikarenakan tampa restu orang tua yang tak mendukung akhirnya ia memutuskan
untuk mengambil eskul madding.

Dia memiliki 3 macam cita cita. Cita cita utama yang harus dicapai yakni membuat orangtua
bahagia dan didunia maupun diakhirat. Cita cita yang kedua yaitu menjadi Guru yang terbaik untuk
memperbaiki anak anak yang tertinggal pengetahuan dan etikanya. Cita cita yang terakhir ingin menjadi
orang sukses udnia dan akhirat. Amiinn

Anda mungkin juga menyukai