Anda di halaman 1dari 28

KONSEPTUAL MODEL

DALAM KEPERAWATAN JIWA

DOSEN PENGAMPUH:
Ns. Wiwi Susanti Piola., M.kep

DI SUSUN OLEH:
Anisa Radjab
C01418014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan limpahan rahmat
nyalah makalah tentang “Konseptual model dalam keperawatan” ini dapat terselesaikan
dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi, sistematika, maupun cara
penyajiannya. Makalah tentang “Konseptual model dalam keperawatan jiwa” ini adalah
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan jiwa.

Ucapan terimakasih kami kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan jiwa
serta bagi semua pihak yang turut mendukung dalam pembuatan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari materi
tentang “Konseptual model dalam keperawatan jiwa” dan emoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang tema yang sama, khususnya bagi
kami sendiri sebagai penyusun.

Gorontalo, juni 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 3
A. Definisi Model Konseptual Keperawatan Jiwa .................................................................... 3
B. Klasifikasi Model Konseptual Keperawatan Jiwa ................................................................ 7
BAB III........................................................................................................................................ 10
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 10
A. Model Konseptual Psikoanalisa ......................................................................................... 10
B. Contoh dan Aplikasi Medel Psikoanalisa dalam Keperawatan Jiwa .................................. 22
BAB IV ....................................................................................................................................... 23
PENUTUP ................................................................................................................................... 24
A. Kesimpulan......................................................................................................................... 24
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang
menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok,
situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya. Model konseptual
memberikan keteraturan untuk berfikir, mengobservasi dan menginterpretasi apa yang
dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk
menanyakan tentang fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah (Brockopp, 1999
: 73 ).
Model konseptual keperawatan jiwa mengurai situasi yang terjadi dalam lingkungan atau
stresor yang mengakibatkan seseorang individu menciptakan perubahan yang adaptif baik
secara mandiri maupun bantuan perawat. Model konseptual keperawatan jiwa merupakan
upaya yang dilakukan baik oleh perawat untuk menolong seseorang dalam
mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme koping yang positif untuk mengatasi
stresor yang dialaminya (Videbeck, 2008 : 54).
Model psikoanalisa adalah pandangan pada manusia yang pada hakikatnya adalah
makhluk dorongan nafsu. Psikoanalisa merupakan model yang pertama dikemukakan
oleh Sigmund Freud, sehingga beliau di kenal dengan bapak Psikoanalisa. Psikoanalisa
meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan
perkembangan pada masa anak ( Kohnstamn & Palland, 1984 : 66 ).
Model psikoanalisa tidak dapat terpisahkan dalam praktik keperawatan khususnya dalam
lingkup keperawatan jiwa. Model psikoanalisa memandang bahwa perilaku yang
ditunjukkan oleh setiap manusia tidak terlepas dari proses tumbuh kembang yang
dialaminya. Sehingga kegagalan seseorang dalam fase tumbuh kembangnya dapat
menyebabkan seseorang melakukan perilaku yang maladaptive. Berdasarkan masalah-
masalah di atas,kami tertarik untuk membahas model konseptual keperawatan jiwa secara
lebih mendalam khususnya tentang model psikoanalisa.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang model konsep tual keperawatan jiwa (
model psikoanalisa )
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan model konseptual keperawatan jiwa
b. Mengidentifikasi model konseptual psikoanalisa
c. Menjelaskan aplikasi model psikoanalisa

C. Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan makalah ini yaitu model konseptual keperawatan jiwa
khususnya model konseptual psikoanalisa beserta aplikasinya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Model Konseptual Keperawatan Jiwa


1. Model Konseptual
Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang fenomena,
menggambarkan teori dari skema konseptual melalui penggunaan symbol dan diafragma,
dan Konsep adalah suatu keyakinan yang kompleks terhadap suatu obyek, benda, suatu
peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi seseorang berupa ide,
pandangan atau keyakinan. Model konsepadalah rangkaian konstruksi yang sangat
abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas fenomena-fenomena,
mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah. (Hidayat, 2006, hal.42)
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang
menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok,
situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya. Model konseptual
memberikan keteraturan untuk berfikir, mengobservasi dan menginterpretasi apa yang
dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk
menanyakan tentang fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah (Christensen &
Kenny, 2009, hal. 29).
2. Model Konseptual dalam Keperawatan
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan
kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan
memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar
mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu
saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan (Brockopp, 1999, dalam Hidayati,
2009).
Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu
keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai pribadi yang utuh dan
unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber awal
masalah tetapi juga perupakan sumber pendukung bagi individu. Kesehatan merupakan
konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan tentang kisaran sehat-sakit yang hanya
dapat terputus ketika seseorang meninggal. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai

3
komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau meningkatnya
keseimbangan kehidupan seseorang (klien) (Marriner-Tomey, 2004, dalam Nurrachmah,
2010).
Tujuan dari model konseptual keperawatan (Ali, 2001, hal. 98) :
a. Menjaga konsisten asuhan keperawatan.
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap anggota tim keperawatan.
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan kelompok lain
termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi cara pandang dan fokus penekanan pada skema
konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penenkanan pada
sistem adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer (Marriner-Tomey ,
2004, dalam Nurrachmah, 2010).
3. Keperawatan Jiwa
a. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa( Yosep, 2010, hal. 1-2 )
1) Menurut American Nurses Associations (ANA)
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik
dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan
kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).
2) Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak ganguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan management,
bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
3) Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal
dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang lain.

4
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu
perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik
dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan
masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).Keperawatan
jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan
mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia
(Sulistiawati dkk , 2005, hal. 5).
b. Komponen Paradigma Keperawatan Jiwa
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan,
kesehatan dan keperawatan(Sulistiawati dkk, 2005, hal. 5-6)
1) Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi
dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang
sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu
adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu
mempunyai kemampuan untuk berubahdan keinginan untuk mengejar tujuan personal.
Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai
hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu
bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
2) Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan
lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan
lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat
beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan
diri individu.
3) Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu
segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk
memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.

5
4) Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan
diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan
diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri
sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar
untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk
mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien
belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi
berbagai masalah kehidupan.
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa bertujuan untuk mememberian asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien, merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).
Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta
diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari
tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien.
Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan
terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah. Tahap demi
tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan tidak mungkin
dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana
/ wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih
besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien
lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian
klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau
masalah teratasi. (Keliat, 2006, hal.1-3)
c. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
Prinsip-prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa menurut (Yosep, 2010, hal.6)
1) Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi
keperawatan jiwa : yang kompeten).
2) Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat
dengan klien).

6
3) Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
4) Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
5) Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).
6) Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam
keperawatan jiwa).
7) Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya
dalam keperawatan jiwa).
8) Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan
dalam keperawatan jiwa).
9) Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).
10) Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses
keperawatan : dengan standar- standar perawatan).
11) Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards
(aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar
professional).

B. Klasifikasi Model Konseptual Keperawatan Jiwa


Menurut Yosep (2009 : 12), konseptual model keperawatan, dapat dikelompokkan
menjadi beberapa model yaitu :

1) Model psikoanalisa ( Freud, Erickson )


Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego
(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya ( ego ) untuk mematuhi tata
tertib, peraturan, norma, agama (super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (defiation of behavioral).
Proses terapeutik Psikoanalisa memakai : Free association, analisa mimpi dan transfer
untuk membentuk kembali perilaku. Free association : mencurahkan seluruh pikiran dan
perasaan tanpa ada sensor. Terapist akan mencari pola kata-kata dan area yang secara
tidak sadar dihindari. Kemudian dibandingkan dengan ilmu terapist tentang pengetahuan

7
tentang jiwa dan konflik. konflik yang dihindari klien dianggap hambatan dan harus
diselesaikan. Analisa mimpi : menjadi gambaran konflik intra psikis yang menjadi
hambatan klien dalam berperilaku. Simbol-simbol mimpi dianalisa dan disimpulkan.
Kedua proses ini dilengkapi dengan transfer yaitu terapist menjadi sasaran perilaku atau
perasaan klien.

2) Model Interpersonal

Teori ini dikemukakan oleh Harri Stack Sullivan. Dia menganggap perilaku itu
merupakan bentukan karena adanya interaksi dengan orang lain atau lingkungan sosial.
Kecemasan disebabkan perilakunya tidak sesuai atau tidak diterima orang lain sehingga
akan ditolak oleh lingkungan. Perilaku timbul karena adanya dorongan untuk kepuasan
dan dorongan untuk keamanan. Perilaku karena adanya dorongan untuk memuaskan diri
disebabkan karena adanya kelaparan, tidur, kenyamanan dan kesepian. Keamanan
berhubungan dengan penyesuaian diri terhadap nila-nilai budayaseperti nilai-nilai
masyarakat dan suku. Sulivan beranggapan bila kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
akan kepuasan dan keamanan terganggu maka dia akan mengalami sakit mental.

3) Model Sosial

Konsep ini dikemukan oleh Gerard Caplan, yang menyatakan bahwa perilaku
dipengaruhi lingkungan sosial dan budaya. Caplan percaya bahwa situasi sosial dan
menjadi faktor predisposisi klien mengalami gangguan mental, seperti kejadian
kemiskinan, masalah keluarga dan pendidikan yang rendah. Karena kondisi ini akhirnya
individu mengalami ketidakmampuan mengkoping stes, ditambah lagi dukungan dari
lingkungan sangat sedikit. Individu mengembangkan koping yang patologis. Krisis juga
bisa menyebabkan klien mengalami perubahan perilaku. Koping yang selama ini dipakai
dan dukungan dari lingkungan tidak dapat dipakai lagi sehingga klien mengalami
penyimpangan perilaku.

4) Model Eksistensi

Konsep ini didasarkan teori dari Sartre, Heidegger dan Keirkegaard. Fokus teori
berdasarkan pengalaman kllien disini dan saat ini, tidak memperhitungkan masa lalu
klien. Seseorang akan merasa hidupnya bermakna bila dia menerima dirinya apa adanya
dan memakai itu untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

8
5) Model Komunikasi

Konsep ini dikemukan oleh Eric Berne. Dia mengatakan bahwa setiap perilaku, baik
verbal maupun nonverbal adalah bentuk komunikasi. Ketidakmampuan komunikasi
mengakibatkan kecemasan dan frustasi.

6) Model Behavioral

Konsep ini berdasarkan teori belajar. dan mengatakan bahawa semua perilaku itu
dipelajari. Perilaku seseorang karena dia belajar itu dari lingkungannya. Fokus konsep ini
terletak pada tindakan, bukan pada pikiran atau perasaan individu. Perubahan perilaku
membuat perubahan pada kognitif dan afektif.

7) Model Medical

Konsep ini dikemukan oleh Siglar and Osmond. Fokusnya pada diagnosis penyakit
mental dan proses pengobatan berdasarkan diagnosis. Proses pengobatan ke arah somatik
: farmakoterapi, ECT atau psikosurgery. Fungsi model medikal adalah mengobati yang
sakit dan proses pengobatan pada fisik, tidak menyalahkan perilaku kliennya.

8) Model Keperawatan

Konsep ini dikemukan oleh Dorethea, Orem, Joan Richi, Roy dan Martha Rogers. Konsep
ini berdasarkan teori sistem, teori perkembangan dan teori interaksi yang bersifat holistik
: bio-psiko-sosial spiritual. Perawat mengarah pada perubahan perilaku, menyediakan
waktu banyak, menciptakan hubungan yang terapeutik dan sebagai pembela klien.

9
BAB III

PEMBAHASAN

A. Model Konseptual Psikoanalisa


1. Definisi

Psikoanalisa adalah pandangan evolusionistis-naturalistis: pada hakikatnya manusia itu


adalah makhluk dorongan nafsu. Yang asli adalah Das Es, sedangkan yang lebih tinggi
(Das Ich dan Ueber Ich) hanyalah timbul dari das Es. Semua adalah alam dan
perkembangan timbul dari alam yang tinggi yang rohaniah tidak berdiri sendiri dan
diterangkan dari sudut lapisan bawah, dari alam. Tetapi setelah orang menerima bahwa
rohaniah itu berdiri sendiri dan bahwa ada norma-norma kebenaran, kebaikan, kemurnian
dan yang umum serta abadi, maka orang tidak dapat menerima ajaran psikoanalisa (
Kohnstamn & Palland, 1984 : 66 ).

Menurut Kaplan & Sadock ( 2010 ), psikoanalisa merupakan model yang pertama
dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku
pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak. Setiap fase
perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan
symbol dari konflik. Gangguan jiwa terjadi akibat :

1) Perkembangan diri: Artinya gangguan jiwa dapat terjadi karena perkembangan


seseorang ketika masih kecil/kanak –kanak atau kasus yang terjadi adalah akibat masa
lalu.
2) Resolusi konflik perkembangan yang inadequate : Artinya gangguan jiwa terjadi
karena seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya di masa lalu dengan baik,
sehingga muncul ketidakpuasan.
3) Ego (akal) tidak dapat mengontrol id (kehendak nafsu atau insting) Gejala – gejala
yang muncul adalah hasil usaha untuk berkompromi dengan kecemasan dan
berhubungan dengan konflik yang tidak teratasi. Psikoanalisa sampai saat ini
dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner dibidang psikologi. Hipotesis
psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh
motif – motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan

10
pembuat peta ketidaksadaran manusia. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu
yang lama. Konsep ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurut Maramis (2009 :
34 ) fokusnya pada perkembangan psikoseksual dari fase – fase Oral, Anal, Phalik,
Laten, Genitikal yang penuh konflik-konflik pada masa penyelesaian tugas setiap
fase.
a. Fase oral (usia 0;0 - 1;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: mulut makan sebagai sumber kenikmatan. Bentuk
rangsangan: rangsangan terhadap bibir, rongga mulut, kerongkongan, menggigit dan
mengunyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (kalau
makanan tidak memuaskan). Ada dua tipe perilaku dalam tahap ini, yaitu oral
incorporative behavior (memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut) dan oral
aggressive atau oral sadistic behavior (menggigit dan meludah). Tipe oral
incorporative muncul pertama kali dan melibatkan stimulus yang menyenangkan pada
mulut dari orang lain atau dari makanan. Fase oral yang kedua, yaitu oral aggressive atau
oral sadistic, terjadi ketika gigi mengalami kesakitan karena munculnya gigi baru.
Sebagai hasil dari kejadian ini, bayi memiliki perasaan benci sekaligus cinta terhadap
ibunya. Orang yang terfiksasi dalam tahap ini cenderung pesimis, bermusuhan, dan
bersikap agresif. Mereka cenderung suka menentang dan sarkastik, mengucap kata-kata
yang menggigit dan memperlihatkan kekejaman terhadap orang lain. Mereka cenderung
dengki terhadap yang lain dan mencoba untuk mengeksploitasi dan memanipulasi mereka
dalam usaha untuk mendominasi.

b. Fase anal (usia 1;0 - 2/3;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: dubur pembuangan kotoran sebagai sumber


kenikmatan Bentuk rangsang: bebas dari tegangan anal. Semua bentuk kontrol diri (self
control) dan penguasaan diri (self masery) berasal dari fase anal. Dampak toilet training
terhadap kepribadian di masa depan, tergantung kepada sikap dan metoda orang tua dalam
melatih. Jika toilet training ini tidak berjalan lancar, yaitu anak memiliki kesulitan dalam
belajar atau orang tua meminta terlalu banyak, anak akan bereaksi dalam satu atau dua
cara. Cara yang pertama yaitu membuang air besar ketika dan di mana orang tua tidak
setuju, dalam arti menentang usaha orang tua untuk mengatur. Jika anak menemukan
teknik ini memuaskan untuk mengurangi frustasi dan sering menggunakannya, anak

11
tersebut mungkin akan mengembangkananal aggressive personality. Bagi Freud, ini
adalah dasar untuk berbagai bentuk perilaku sadistik dan permusuhan dalam kehidupan
dewasa, meliputi kekejaman, menghancurkan, dan temper tantrum. Cara kedua dari
reaksi anak terhadap rasa frustasi dari toilet training adalah untuk menahan feses. Ini
menghasilkan perasaan menyenangkan dan bisa menjadi teknik yang berhasil untuk
memanipulasi orang tua. Orang tua akan menjadi cemas jika anak tidak buang air besar
selama beberapa hari, sehingga anak menemukan metode baru untuk mengamankan
perhatian dari orang tua. Perilaku ini merupakan dasar untuk perkembangan anal retentive
personality. Orang ini cenderung menjadi kaku, rapi secara kompulsif, keras kepala dan
berhati-hati.

c. Fase Phalik (usia 2/3;0 - 5/6;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: alat kelamin. Sumber kenikmatan: Masturbasi dan
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya. Pada tahap ini, anak
memperlihatkan ketertarikannya untuk mengeksplorasi dan bermain dengan alat
genitalnya. Kesenangan yang diperoleh melalui alat genital tidak hanya melalui perilaku
seperti masturbasi tetapi juga melalui khayalan, anak-anak menjadi ingin tahu tentang
kelahiran dan mengenai kenapa anak laki-laki mempunyai penis sedangkan anak
perempuan tidak.

Konflik dasar dari tahap phallic berpusat pada hasrat yang tidak disadari kepada orang
tua yang berlainan jenisnya. Bersamaan dengan ini, terdapat keinginan untuk
menggantikan orang tua sesama jenisnya. Freud mengidentifikasi konflik tersebut dan
mengemukakan konsepnya tentang:

Oedipus complex yaitu hasrat yang tidak disadari oleh seorang anak laki-laki terhadap
ibunya, dan berkeinginan untuk menggantikan dan menyingkirkan ayahnya. Dengan
hasrat untuk menyingkirkan ayahnya karena ketekutannya bahwa ayahnya akan
membalas dendam dan menyakitinya. Dia mengintepretasikan ketakutannya bahwa
ayahnya akan memotong alat genitalnya yang merupakan sumber kesenangan dan
keinginan seksualnya disebut Freud sebagai castration anxiety.

12
Electra complex yaitu hasrat yang tidak disadari oleh seorang anak perempuan terhadap
ayahnya, dan berkeinginan untuk menggantikan ibunya. Disini anak perempuan
menemukan bahwa mereka tidak mempunyai penis seperti anak laki-kaki dan mereka
menyalahkan ibunya dikenal dengan istilah penis envy yaitu perasaan cemburu terhadap
anak laki-laki yang mempunyai penis disertai perasaan kehilangan karena anak
perempuan tidak memiliki penis.

Freud mengemukakan kepribadian anak laki-laki pada masa phallic adalah tidak tahu
malu, sia-sia, dan keyakinan diri. Sedangkan kepribadian anak perempuan pada masa
phallic adalah melebih-lebihkan feminitas dan bakatnya untuk mengemudikan dan
menaklukan orang lain.
d. Fase latency (usia 5/6;0 - 12/13;0)

Perasaan takut kepada pembalasan orangtua menimbulkan represi terhadap dorongan


seksual pada anak, sehingga impuls seksual dan agresi pada fase awal (pregenital
impuls) mereda. Pada fase laten ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi dan
mulai merasa peduli dengan orang lain. Anak menjadi lebih mudah dididik dibandingkan
dengan masa sebeum dan sesudahnya (masa pubertas).

e. Fase Genital (usia 12/13;0 - dewasa)

Fase ini dimulai dengan perubahan fisiologik dari sistem reproduksi, yakni fase pubertas.
Impuls pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi,
untuk mencapai perkembangan kepribadian yang stabil. Pada fase phalik, cathexis
genital mempunyai sifat narcistik; Pada fase genital narcisme itu mulai disalurkan ke
objek di luar seperti berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain
jenis, perkawinan dan keluarga.

Freud juga mengemukakan struktur psiko / jiwa manusia berdasarkan: Id, Ego, Superego
dan topografi jiwa berdasarkan sadar, prasadar dan tak sadar ( Maramis, 2009 : 37 ).

1) Freud menyatakan bahwa Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah: yang di
dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-
keinginan yang direpresi. Id menjadi bahan dasar bagi pembentukan psikis lebih
lanjut dan tidak terpengaruh oleh kontrol pihak ego dan prinsip realitas. Koswara

13
(1991:32) mengatakan bahwa Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem
yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sistem yang bertindak
sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut
untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan.
Id diatur oleh prinsip kenikmatan (pleasure principle) yang mendorongnya selalu
ingin mendapatkan kenikmatan. Id juga didorong oleh kecenderungan destruktif
terhadap hal-hal yang menghambat pencapaian kenikmatan dan penghindaran
ketidaknyamanan, termasuk merusak diri sendiri jika terlalu banyak hal menyakitkan
dialami dalam kehidupan. Selain bekerja secara tak sadar, id bersifat impulsif dan
selalu ingin terpuaskan. Proses yang berlangsung di dalamnya adalah refleks dan
proses primer berupa wish-fulfilment atau berkhayal untuk memenuhi kebutuhan.
Setiap kali naluri merangsang tubuh, id secara refleks bereaksi dengan
membayangkan objek pemuas kebutuhan untuk meredakan dorongan naluriah itu.
Proses primer merupakan dasar bagi fantasi dan kreativitas yang nantinya berperan
penting dalam proses kreatif dan artistik.
Untuk mencapai kenikmatan yang kongkret dan mempertahankan eksistensi
kepribadian dalam kehidupan nyata, dibentuklah ego yang fungsinya sebagai operator
bagi id dalam menyalurkan dorongan-dorongan naluriah yang lebih realistis. Ego
memegang fungsi rasional dari kepribadian. Setelah ego, terbentuk lagi satu unsur
struktur kepribadian, superego, yang berfungsi sebagai hakim ‘moral’ bagi
kepribadian. Superego berisi anjuran-anjuran (termasuk perintah) dan larangan dari
orang-orang yang signifan (orang tua) yang terinternalisasi dalam diri individu.
Superego dapat dikatakan memegang fungsi etis dari kepribadian.
Id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-
tindakan refleks, yakni suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme
kerjanya otomatis dan segera. Serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses
yang kedua adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi
psikologis yang rumit (Koswara, 1991: 33). Freud menambahkan bahwa pikiran
autistic atau angan-angan sangat diwarnai oleh pengaruh proses primer, gambaran-
gambaran mentah yang bersifat memenuhi hasrat ini merupakan satu-satunya
kenyatan yang dikenal Id. Jadi, Id merupakan sistem yang paling dasar yang dimiliki

14
oleh manusia . Id tidak membutuhkan perintah dari sistem yang lainnya karena Id
akan bekerja secara otomatis.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari
semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung,
hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan. Sebagai contoh, peningkatan rasa
lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini
sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi
terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id
terpenuhi. Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan
mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin
menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk
memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan
sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan
ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang
melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk
memuaskan kebutuhan.
Bertitik tolak pada konsep diatas, maka contoh kepribadian yang saya lakukan dalam
hubungannya dengan teori Id ialah reflek berusaha untuk makan dan minum. Dimana
ketika terjadi rasa lapar implikasi yang terjadi pada dalam tubuh yaitu timbulnya rasa
lemas, sehingga dengan segera tubuh harus melakukan aktivitas makan dan minum
yang secara tidak sadar dilakukan untuk mengatasi efek lapar tersebut. Melalui
tindakan tersebut, secara otomatis tidak hanya rasa lapar tersebut dapat diredakan dan
bahkan dapat dihilangkan tetapi juga rasa lemas itu pun dapat dihilangkan.
2) Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan
dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego
baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip
realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang
realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu
tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls.
Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan,

15
ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang
tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi
melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia
nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
Menurut Freud, ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan
dunia luar. Aktifitasnya bersifat sadar, prasadar, maupun tak sadar. Ego seluruhnya
dikuasai oleh prinsip realitas, tugas ego adalah untuk mempertahankan
kepribadiannya sendiri dan untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan
konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain, juga
mengontrol apa yang mau masuk kesadaran yang akan dikerjakan. Masih menurut
Freud (dalam Koswara, 1991:34), ego terbentuk pada struktur kepribadian individu
sebagai hasil kontak dengan dunia luar.
Menurut Koswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak
sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyatan, dan menjalankan
fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Jadi dalam hal ini, ego merupakan alat
pengarah menuju dunia objek dan menjalankan prinsipnya berdasarkan kenyataan
dan merupakan hasil persinggungan dengan dunia luar atau realitas kehidupan.
Bertitik tolak pada konsep diatas, maka contoh kepribadian yang saya lakukan dalam
hubungannya dalam konsepsi ego ialahmemutuskan pembelian yang paling efektif
ketika rasa lapar terjadi. Yang mana ketika rasa lapar terjadi, pada tahap sebelumnya
tentunya telah dilakukan proses berpikir untuk melakukan tindakan yang tepat
dalam komunikasi dengan pihak yang dianggap paling tepat baik melalui
komunikasi langsung maupun komunikasi tidak langsung. Melalui komunikasi ini
tentunya, diharapkan akan memperoleh informasi yang tentunya dapat memberikan
keyakinan saya untuk melakukan proses aktivitas selanjutnya. Misalnya bila dinilai
lebih baik melakukan akativitas pembelian karena dirasa lebih efisien, maka
dilakukanlah aktivitas pembelian itu, sebagai respon untuk menanggulangi rasa lapar
tersebut. Sehingga rasa lega akan tumbuh sebagai implikasi dari kebutuhan yang telah
dipenuhi.
Menurut Freud, ego adalah struktur kepribadian yang berurusan dengan tuntutan
realita,berisi penalaran dan pemahaman yang tepat. Ego berusaha menahan tindakan

16
sampai dia memiliki kesempatan untuk memahami realitas secara akurat, memahami
apa yang sudah terjadi didalam situasi yang berupa dimasa lalu,dan membuat rencana
yang realistik dimasa depan. Tujuan ego adalah menemukan cara yang realistis dalam
rangka memuaskan Id.
Pembentukan ego dan superego menyisakan berbagai kecemasan dan ketakutan yang
merupakan cikal-bakal dari konflik intrapsikis yang jadi daya gerak kepribadian. Dari
sinilah petualangan psikis manusia yang kompleks bermula dan beragam tingkahlaku
yang rumit kemudian ditampilkan, termasuk perilaku artistik yang merupakan unsur
utama proses penciptaan seni. Id terus-menerus mendorong manusia untuk
memperoleh kenikmatan dan menghindari kesakitan. Refleks dan proses primer terus
terjadi. Setiap kali naluri merangsang, id menggebu-gebu menuntut pemenuhan
segera. Namun, tidak setiap dorongan naluriah bisa disalurkan karena ada hambatan
atau keterbatasan diri untuk memenuhinya. Id tidak realistik sehingga mengabaikan
kenyataan yang ada. Tuntutannya banyak yang tak bisa terlaksana sebab tak masuk
akal atau tak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

3) superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi


moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat, kami rasa
benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Menurut
Freud, superego dibentuk dengan melalui proses internalisasi dari nilai-nilai atau
aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh atau
berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Menurut Koswara (1991:34-
35) fungsi utama superego adalah sebagai pengendali dorongan-dorongan atau
impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau
bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; menagrahkan ego pada tujuan-tujuan
yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan dan mendorong individu
kepada kesempurnaan.
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini
termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi
aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi. Hati nurani
mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan
masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau
hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk

17
menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua
yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan
ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir
dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik
mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego
istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-
kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif
mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau
terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
Bertitik tolak pada konsep diatas, maka contoh kepribadian yang saya alami dalam
hubungannya dalam konsepsi superego adalah lahirnya sebuah keyakinan karena
aktivitas yang dilakukan sudah dirasa etis dan benar dan dapat diterima oleh
maysarakat dalam permasalahan ketika terjadi rasa lapar disuatu tempat dan memilih
aktivitas pembelian sebagai alternatif yang terbaik.
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism)sebagai strategi
yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorngan
das Esmaupun untuk menghadapi tekanan das Uber Ichatas das Ich, dengan tujuan
kecemasan yang dialami individu dapat dikurangi atau diredakan (Kuntojo, 2015:46).
Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan egoitu adalah mekanisme yang rumit
dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam mekanisme pertahanan ego yang menurut
Freud umum dijumpai (Koeswara, 2001: 46—48).
1) Represi,yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan kecemasan dengan
cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke
dalam ketidaksadaran.
2) Sublimasi,adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau
meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif
das esyang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa
diterima, dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
3) Proyeksi,adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan
kecemasan kepada orang lain.

18
4) Displacement,adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada
objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding individu semula.
5) Rasionalisasi,menunjuk kepada upaya individu memutarbalikkan kenyataan, dalam
hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan
masuk akal. Rasionalissasi sering dibedakan menjadi dua: sour grape techniquedan
sweet orange technique.
6) Pembentukan reaksi,adalah upaya mengatasi kecemasan karena insdividu memiliki
dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya.
7) Regresi,adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai
dengan tingkat perkembangannya

2. Prinsip-prinsip model psikoanalisa


Menurut Stuart (1995), prinsip-prinsip psikoanalisa dikelompokkan menjadi :
1) Prinsip konstansi
artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas
konflik psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil.
Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik
yang permanen (tetap).
2) Prinsip kesenangan
artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidaksenangan dan
sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (pleasure principle).
3) Prinsip realitas
yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.

3. Proses terapi model psikoanalisa


Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa
mimpi, transferen,interpretasi serta analisa resistensi untuk memperbaiki traumatik masa
lalu ( Yosep, 2009 : 13 ).
1) Asosiasi bebas

Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan
mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannnya tanpa penyuntingan atau penyensoran
(Akinson, 1991). Pada teknik ini penderita disupport untuk bias berada dalam kondisi

19
relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan
sudah berada dalam keadaan relaks maka pasien harus mengungkapkan hal yang
dipikirkan pada saat itu secara verbal.

2) Analisa mimpi

Terapi dilakukan dengan mengkaji mimpi – mimpi pasien, karena mimpi timbul akibat
respon/memori bawah sadarnya. Mimpi umumnya timbul akibat permasalahan yang
selama ini disimpan dalam alam bawah sadar yang selama ini ditutupi oleh pasien.
Dengan mengkaji mimpi dan alam bawah sadar klien maka konflik dapat ditemukan dan
diselesaikan.

3) Transferen

Untuk memperbaiki traumatik masa lalu Peran pasien dan perawat Klien mengungkapkan
semua pikiran dan mimpinya Perawat melakukan assessment atau pengkajian tentang
keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu (pernah disiksa
orang tua, diperkosa pada masa kanak – kanak, ditelantarkan dll) dengan pendekatan
komunikasi traumatic setelah terjalin trust (saling percaya).

4) Interpretasi

Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisi mimpi,
analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis,
penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam
mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi
adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses
menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. mengungkap apa yang terkandung di balik apa
yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien.

5) Analisa resistensi

Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong
seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor terhadap
resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan timbulnya
resistensi. teknik yang digunakan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan
terjadinya penolakannya (resistensi).

20
4. Peran perawat dan klien dalam model psikoanalisa

Stuart (1995) mengatakan peran perawat dan klien dalam model psikoanalisa adalah
sebagai berikut.

1) Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai


keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secara kasar,
diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling
percaya).
2) Peran klien dalam model psikoanalisa, meliputi :

a. Mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya agar bisa diartikan therapistnya.

b. Mengkuti perjanjian jangka panjang atau kontrak yang telah disepakati.

c. Mendorong transfer, menginterprestasi pikiran dan mimpi.

3) Peran dan Fungsi Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Jiwa


a. Prevensi primer
Upaya ini meliputi meningkatnya derajat kesehatan dan pencegahan penyakit
Fungsi perawat :

• Memberi penyuluhan tentang kesehatan jiwa.

• Memberikan penyuluhan tentang proses tumbuh kembang dan pendidikan


seksual.

• Mambantu meningkatkan kondisi kehidupan.

• Melaksanakan rujukan segera bila terdeteksi adanya stressor yan potensial


menyebabkan gangguan jiwa.

• Bekerjasama dengan keluarga dalam menangani pasien.

• Berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan


jiwa.

21
b. Prevensi sekunder
Meliputi uapaya penyembuhan melalui deteksi dini dan pengobatan segera

• Melakukan pengkajian/ anamnesis dan evaluasi.

• Melakukan kunjungan rumah.

• Memberikan pelayanan gawat darurat dan psikiatri di Rumah Sakit Umum

• Menciptakan lingkungan terapeutik.

• Memantau pasien yang sedang dalam pengobatan.

• Memberikan konseling pada pasien dan keluarga.

• Memberikan psikoterpi kepada individu, keluarga dan kelompok.

• Bekerjasama dengan kelompok/ organisasi penyandang masalah sejenis


(kelompok keluarga penyandang pencandu narkoba)

c. Prevensi tersier
Meliputi upaya menurunkan gejala sisa atau disabilitas akibat penyakit. Fungsi
perawat dalam upaya ini :

• Meningkatkan keterampilan kerja pasien dan mempersiapkan rehabilitasi.

• Menyediakan program perawatan lanjutan untuk pasien agar mampu


menyesuaikan diri di masyarakat.

• Melaksanakan pelayanan rawat siang.

B. Contoh dan Aplikasi Medel Psikoanalisa dalam Keperawatan Jiwa


1. Contoh Kasus

Seseorang mengalami ketidakpuasan pada fase oral antara usia 0-2 tahun, dimana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup,
sehingga cendrung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai konvensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.Ketidakpercayaan

22
yang sudah melekat pada dirinya akan membentuk pribadi orang tersebut agresif dan
mudah marah dalam menghadapi kehidupannya.

2. Penyelesaian Menggunakan Model Psikoanalisa

Model psikoanalisa merupakan salah satu alternatif yang yang dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah. Pada kasus diatas, perawat mengkaji perilaku yang maladaptif
menggunakan model psikoanalisa dengan melihat didasari sudut tumbuh kembang yang
dialami klien.

Setelah terbina trust (saling percaya), klien akan lebih rileks untuk mengungkapkan
perasaannya. Seorang perawat harus memberikan tanggapan terhadap respon klien
misalnya sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai konvensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Sikap yang akan ditimbulkan klien dapat
berupa suka marah-marah dan protektif diri terhadap dunia luar. Selain sebagai
konselor, perawat juga dapat perawat dapat memberikan teknik keperawatann seperti
mengontrol marahnya dengan teknik distarksi dan mengajarkan cara marah yang
produktif dengan cara mengalihkan marah pada hal lain.

23
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak ganguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan management,
bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan
kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual memberikan
kerangka kerja dengan cara mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk mendapatkan
pemecahan masalah. Model konseptual keperawatan jiwa digunakan perawat sebagai
acuan untuk menolong seseorang agar dapat menghadapi stressor melalui meksnisme
koping yang positif. Model konseptual keperawatan kesehatan jiwa terdiri dari 8 model
yang terdiri dari model psikoanalisa, model perilaku, model eksistensi, model interper
sonal, model medikal, model komunikasi, model keperawatan, dan model sosial.
Model psikoanalisa mempunyai pandangan bahwa manusia adalah makhluk dorongan
nafsu. Selain itu, psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku yang terjadi pada
masa dewasa sangat dipengaruhi oleh perkembangan pada masa anak. Oleh karena itu,
kejadian pada masa lalu (masa kecil) akan sangat berpengaruh pada pembentukan
kepribadian seseorang.
Perawat dapat menerapkan model psikoanalisa dalam praktik keperawatan untuk
mengungkapkan masalah yang dialami seseorang. Perawat dapat berperan sebagai
konselor yang dapat memberikan pemecahan masalah pada seseorang yang mengalami
pengalaman buruk baik dimasa lalu maupun yang sedang dialaminya. Contohnya
seseorang yang tidak dapat mengontrol dirinya ketika marah, dapat di ajarkan untuk
melakukan marah produktif atau diajarkan teknik distraksi, sehingga selain sebagai
konselor peran perawat promotif.

24
DAFTAR ISI

Suliswati, Dkk. 2004. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta :


EGC
Maramis, Willy F. & Maramis Albert A. 2009. Ilmu kedokteran jiwa. Jakarta :
AUP
Kaplan, Harold I. & Sadock, Benjamin J. 2010. Synopsis psikiatri. Tengerang:
BINARUPA AKSARA Publisher
Stuart Gail. 2007 . buku saku keperawatan jiwa edisi 5. Jakarta:EGC
Suliswati dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:EGC

25

Anda mungkin juga menyukai