Anda di halaman 1dari 40

TINJAUAN PUSTAKA

DRY EYE (EVAPORATIVE TEAR DYSFUNCTION)

Disusun oleh :
dr. Jeffry Caesar

Pembimbing :
dr. Dina Novita, Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………….................... i
DAFTAR ISI………………………………………………….................... ii
DAFTAR TABEL…………………………………………….................... iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………............................ 1
BAB II PATOFISIOLOGI DRY EYE……………………………. 2
BAB III KLASIFIKASI DRY EYE……………………….. ……... 4
BAB IV EVAPORATIVE TEAR DYSFUNCTION……………... 5
4.1 Definisi……………………………………….................5
4.2 Etiologi………………………………………………….5
BAB V PENEGAKAN DIAGNOSIS ETD………………………. 7
5.1 Gejala dan tanda……………………………………….. 7
5.2 Pemeriksaan…………………………………................. 14
BAB VI DIAGNOSIS BANDING………………………................. 23
BAB VII PENATALAKSANAAN…………………………………..29
BAB VIII KESIMPULAN………………………………….................34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...35

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Temuan karateristik pada pemeriksaan tes diagnostic…….. 26


Tabel 2. Diagnosis Dry eye berdasarkan subtype…………………… 27
Tabel 3. Pilihan terapi untuk Dry Eye tipe Evaporatif………………. 30
Tabel 4. Alur pengobatan pada Meibomian Gland Dysfunction……. 31

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme dari Dry Eye……………………………………….. 3


Gambar 2. Klasifikasi Dry Eye menurut International Dry Eye……….. 4
Gambar 3. Blefaritis Posterior pada dry eye………………………………. 6
Gambar 4. Bitot’s Spot di konjungtiva pada defisiensi vitaminA……... 6
Gambar 5. Neovaskularisasi di kornea……………………………….... 8
Gambar 6. Disfungsi kelenjar meibom………………………………… 8
Gambar 7. Margo palpebra normal……………………………………..9
Gambar 8. Klasifikasi MGD berdasarkan International Workshop…… 10
Gambar 9. Transiluminasi meibografi pada MGD…………………….. 12
Gambar 10. Gambaran Meibum yang cloudy pada MGD………………. 12
Gambar 11. Gambaran Meibum yang opak pada MGD…………………12
Gambar 12. Gambaran Meibum tampak seperti material pasta gigi……. 13
Gambar 13. Skala osmolaritas tear film dalam Osm/L…………………..15
Gambar 14. Perbandingan Inter-Eye Difference osmolaritas…………… 15
Gambar 15. Alat untuk mengukur osmolaritas tear film………………….. 16
Gambar 16. Alat mengukur tear evaporation………………………… 16
Gambar 17. Analisis profil alat dari tear evaporation…………………… 19
Gambar 18. Gambaran kelenjar Meibom pada meibografi………………20
Gambar 19. Contoh grade 4 dari pemeriksaan viskositas Meibum……... 21
Gambar 20. Pemeriksaan standar untuk kuantitas Meibum…..………….22
Gambar 21. Filamen keratopati………………………………………..... 23
Gambar 22. Blok dari muara kelenjar Meibom…………………………..25
Gambar 23 Lid Notching………………………………………………………25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Dry eye menurut DEWS (Dry eye Workshop) didefinisikan sebagai


penyakit multifaktorial dari tear film dan permukaan mata yang menghasilkan
gejala seperti gangguan visual, rasa tidak nyaman di mata, dan ketidakstabilan
film air mata yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada permukaan bola
mata .1
Dry eye menggambarkan adanya suatu gangguan dari Unit Fungsional
Lakrimal (LFU), sebuah sistem terintegrasi yang terdiri dari glandula lakrimalis,
permukaan bola mata meliputi kornea, konjungtiva dan glandula meibom, kelopak
mata dan serabut saraf motoric dan sensoris yang menghubungkan semuanya.
Unit Fungsional Lakrimal (LFU) mengatur komponen utama dari tear film dan
respon terhadap lingkungan, endokrinologi, dan pengaruh kortikal.1
Prevalensi dry eye pada populasi umum masih belum diketahui secara
pasti. Dalam studi epidemiologi dry eye yang dilakukan dalam berbagai populasi
pasien, prevalensi gejala berkisar antara 6% dari populasi Australia 40 tahun dan
lebih tua hingga dari populasi di atas usia 65 di Maryland, AS. Dengan
menggunakan perkiraan prevalensi 6% dan data sensus AS 2000, ada 7,1 juta
orang di Amerika Serikat di atas usia 40 yang mengalami gejala mata kering.
Sebagian besar penelitian menemukan peningkatan prevalensi seiring
bertambahnya usia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi mata
kering lebih besar pada wanita.3
Insiden dry eye syndrome paling tinggi terdapat di negara Italia sebanyak
57% dari populasi, sedangkan Indonesia sendiri terdapat 27,5% (Varikooty,
2004). Dilaporkan bahwa wanita terkena 62% lebih banyak terkena dry eye
syndrome dari pada pria.
Tinjauan pustaka ini akan menjelaskan tentang dry eye khususnya tipe
Evaporative Tear Dysfunction. Definisi, etiologi, klasifikasi, gejala dan tanda
klinis, serta manajemen terapi yang dapat diberikan akan dipaparkan pada referat
ini.

1
BAB II
PATOFISIOLOGI DRY EYE

Permukaan mata adalah unit fungsional yang terbuat dari film air mata,
kelenjar lakrimal, epitel kornea dan konjungtiva dan kelenjar meibom, elemen
yang bekerja bersama untuk menyediakan sistem yang efisien yang diperlukan
untuk kesehatan dan fungsi normal mata dan sistem visual. Sistem saraf dan
sistem hormon sistemik adalah faktor penting yang mempertahankan homeostasis
permukaan okular. Keduanya mengendalikan respons terhadap rangsangan
internal dan eksternal. Studi terbaru menunjukkan bahwa mekanisme imunologis
juga memainkan peran penting dalam mengatur lingkungan permukaan mata.4
Gagasan sebelumnya untuk penyebab dry eye pada prinsipnya adalah
kuantitas atau kualitas film air mata yang tidak memadai, dan manajemen terapi
didasarkan pada air mata pengganti saja. Dry eye sekarang diakui sebagai
penyakit pada permukaan mata dengan keterlibatan sistem kekebalan tubuh. Ada
banyak penyebab dry eye yang dapat dikaitkan dengan klasifikasinya.4
Mekanisme utama dari dry eye dipercaya dipengaruhi oleh 3 faktor utama
yaitu hiperosmolaritas tear-film, ketidakstabilan tear-film, dan inflamasi.
Hiperosmolaritas dari tear-film menekan epitel permukaan dan menyebabkan
pelepasan mediator inflamasi dimana akan mengganggu hubungan antara sel
epitel superfisial. Sel T dapat menginfiltrasi epitel dan memproduksi sitokin.
Sitokin ini meningkatkan pelepasan dari sel epitel dan apoptosis. Hasil ini
membuat gangguan hubungan antara sel epitel semakin buruk dan masuknya sel
inflamasi, menghasilkan sebuah lingkaran patofisiologi yang buruk.1
Ketidakstabilan tear-film dapat dipicu oleh kondisi lain seperti
xerophthalmia, alergi mata, pemakaian lensa kontak, konsumsi diet dari asam
lemak esensial, diabetes melitus dan lain-lain. Kerusakan dari epitel ini
menstimulasi ujung saraf kornea yang menyebabkan gejala seperti rasa tidak
nyaman pada mata, peningkatan reflek mengedip, dan secara potensial dapat

2
menyebabkan reflek kompensasi sekresi air mata lakrimal. Hilang atau
berkurangnya lapisan normal mucin pada permukaan mata berkontribusi pada
timbulnya gejala seperti peningkatan gesekan antara kelopak mata dan bola mata.
Selama periode ini, dapat terjadi inflamasi neurogenik pada glandula lakrimalis.1
Pengaliran air mata dapat terhambat oleh karena adanya jaringan parut
pada konjungtiva atau adanya penurunan reflek sensoris dari glandula lakrimalis
yang berasal dari permukaan bola mata. Etiologinya dapat disebabkan karena
bedah refraktif seperti LASIK, penggunaan lensa kontak dan penyalahgunaan dari
anestesi lokal. 1

Gambar 1. Mekanisme Dry Eye8

3
BAB III
KLASIFIKASI DRY EYE
Terdapat beberapa klasifikasi dari dry eye, namun secara umum klasifikasi yang
dipakai adalah klasifikasi berdasarkan DEWS (Dry Eye Workshop).

DRY EYE

Aqueous Tear Evaporative Tear


Deficiency Dysfunction

Sindrom Intrinsik Ekstrinsik


Sjogren Dry
Eye

Non Sjogren Defisiensi lipid Defisiensi Vit


Primer Dry Eye dari Meibom A

Sekunder Defisiensi
Gangguan Pengawet
lakrimal
penutupan obat topikal
kelopak mata
Obstruksi ductus
kelenjar lakrimalis Pemakaian
lakrimal Rendahnya lensa kontak
rata2 reflek
Blok reflek mengedip
Penyakit pada
permukaan bola
Obat Reaksi dari mata seperti
sistemik obat-obatan alergi

Gambar 2. Klasifikasi Dry Eye menurut International Dry Eye Workshop5

4
BAB IV
EVAPORATIVE TEAR DYSFUNCTION (ETD)

4.1 Definisi
Evaporative tear dysfunction adalah salah satu bentuk dari dry eye yang
paling sering ditemukan yang disebabkan oleh adanya gangguan pada salah satu
lapisan dari tear film yaitu lapisan lipid. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan dari
lapisan tear film sehingga proses penguapan dari tear film meningkat dan
menyebabkan keluhan dry eye.

4.2 Etiologi
Penyebab untuk dry eye tipe Evaporatif sendiri dibagi menjadi dua faktor
yaitu1,5,6 :
a. Intrinsik
- Defisiensi kelenjar Meibom, misalnya pada blepharitis posterior, rosacea,
post menopause pada wanita
- Gangguan pada sistem buka tutup kelopak mata, misalnya pada retraksi
palpebra, proptosis, kelumpuhan nervus fasialis.
- Retraksi, proptosis, kelumpuhan saraf wajah.
- Reflek kedipan yang rendah, misalnya pada penyakit Parkinson,
penggunaan layar komputer dalam waktu lama, membaca dan melihat
televisi
- Reaksi dari obat-obatan, misalnya antihistamin, beta-blocker,
antispasmodik, diuretik.

b. Ekstrinsik
- Defisiensi vitamin A.
- Obat topikal termasuk didalamnya efek pengawet dari obat tersebut.
- Penggunaan Lensa kontak
- Ocular surface disease seperti konjungtivitis alergi.

5
- Diet konsumsi asam lemak esensial
- Diabetes Melitus
- Merokok

Gambar 3. Blefaritis Posterior pada dry eye 5. (A) Gumpalan minyak di lubang
kelenjar Meibom; (B) Lid Notching

Gambar 4. Bitot’s Spot di konjungtiva temporal pada kasus defisiensi vitamin A6

6
BAB V
PENEGAKAN DIAGNOSIS ETD

5.1 Gejala dan Tanda

Gejala yang biasa dikeluhkan oleh penderita Dry Eye tipe Evaporatif
adalah :
- adanya sensasi benda asing di mata
- sensasi seperti ada pasir di mata
- kelopak mata dan konjungtiva kemerahan
- rasa seperti terbakar di mata
- pandangan terasa kabur saat pagi hari.1,5,9.
Dapat dijumpai juga gejala seperti intoleransi lensa kontak, sekret mukus,
sulit menggerakkan palpebra, fotosensitivitas, dan peningkatan frekuensi
mengedip.4,8

Tanda yang dapat ditemukan pada Dry Eye tipe evaporatif diantaranya
adalah 1,5 :
- Posterior (seborrheic) blepharitis dengan disfungsi kelenjar Meibom
sering dijumpai.
- Batas kelopak mata bagian posterior ireguler, menonjol
- Terdapat brush mark yang membentuk pola margo palpebra posterior
sampai anterior
- Pada konjungtiva bulbi dan konjungtiva tarsal dapat djumpai injeksi
- Neovaskularisasi pada kornea atau pannus
- Penipisan pada lapisan kornea
- Konjungtivochalasis adalah respon umum dan faktor eksaserbasi pada
kasus Dry Eye yang kronis
- Sekresi kelenjar Meibom dapat keruh dan lebih kental

7
- Pada kornea dapat dijumpai erosi epithelial punctat yang terwarnai
dengan fluorescein.

Gambar 5. Neovaskularisasi di kornea5

Gambar 6. Disfungsi kelenjar Meibom5

8
Pada kasus dry eye tipe evaporatif 85% disebabkan adanya kelainan
disfungsi pada kelenjar Meibom atau yang disebut Meibomian Gland Dysfunction
(MGD).
Secara anatomis kelenjar Meibom terletak di lempeng tarsus. Pada orang
normal, muara-muara Meibom berada di sepanjang margo palpebra, anterior dari
mucocutaneous junction (MCJ). Secara biomikroskopis muara-muara Meibom ini
dikelilingi oleh bentukan arsitektur yang khas meliputi mukosa, acini distal, serat
dari otot riolan dan selubung jaringan ikat dari kelenjar Meibom. Konfigurasi ini
menjadi cenderung berubah pada MGD kronis dan usia lanjut.14,15

Gambar 7. Margo palpebra normal, menunjukkan muara-muara meibom


(panah) secara jelas dan memproduksi minyak15

Secara definisi MGD adalah kelainan kronis dan difus kelenjar Meibom,
biasanya ditandai dengan obstruksi duktus terminal dan atau perubahan kualitatif
atau kuantitatif dalam sekresi kelenjar. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
lapisan air mata, gejala iritasi mata, peradangan yang tampak secara klinis, dan
penyakit permukaan okular.
Klasifikasi MGD secara klinis dibagi menjadi 4 subtipe meliputi :

9
a. MGD tunggal simtomatis (nonsikatrikal, sikatrikal) dan
asimtomatis
b. MGD yang berhubungan dengan kerusakan permukaan bola mata
c. MGD yang berhubungan dengan dry eye tipe evaporatif
d. MGD berhubungan dengan kelainan mata lainnya

Obstruktif
Hiposekretori
Sikatrikal Non Sikatrikal

Sekunder :
-Dermatitis
Primer Sekunder Primer Sekunder Primer seboroik
-Acne
Rosacea

Gambar 8. Klasifikasi MGD berdasarkan International Workshop on Meibomian


Gland Dysfunction15

Kelenjar Meibom tidak mempunyai hubungan langsung dengan folikel


rambut. Setiap kelenjar Meibom terdiri dari banyak acini secretory yang terdiri
dari meibosit, duktus lateral, duktus sentral dan duktus ekskresi akhir yang

10
terbuka pada margo palpebra bagian posterior. Jumlah dan volume dari kelenjar
Meibom lebih besar dan banyak pada bagian superior daripada bagian inferior.
Kelenjar Meibom adalah bagian yang diinervasi dan fungsinya diatur oleh
androgen, estrogen, progestin, asam retinoate, dan growth factor. Kelenjar
Meibom menghasilkan lemak polar dan nonpolar melalui proses yang kompleks.
Lemak yang dihasilkan disebarkan ke tear film saat kita mengedip dan berfungsi
untuk memperlambat penguapan dari komponen aquous dari tear film, menjaga
kejernihan permukaan optik dan sebagai barrier untuk melindungi mata dari agen
mikroba, debu dan kotoran.
Disfungsi kelenjar Meibom secara primer disebabkan oleh adanya
sumbatan pada duktus terminal. Sumbatan ini dikarenakan adanya proses
hiperkeratinisasi dari epitel duktus dan peningkatan viskositas dari Meibom.
Proses sumbatan ini dipengaruhi oleh faktor endogen seperti usia, jenis
kelamin, gangguan hormonal dan faktor eksogen seperti karena efek pengobatan
topikal.
MGD secara primer dapat mengurangi availabilitas dari Meibum terhadap
margo palpebra dan tear film. Konsekuensi dari berkurangnya lipid ini
menyebabkan evaporasi meningkat, hiperosmolaritas dan ketidakstabilan dari tear
film, meningkatkan pertumbuhan bakteri, peradangan dan kerusakan pada
permukaan mata.
Untuk gejala dari MGD sendiri yang sering ditemukan diantaranya14,15 :
- Gatal pada mata
- Terasa seperti ada benda asing di mata
- Terdapat perubahan yang abnormal pada margo palpebra seperti
kemerahan, bengkak
- Kadang-kadang terdapat rasa nyeri

Untuk tanda dari MGD terdapat 3 tanda kunci utama pada kasus MGD
meliputi14,15 :
- Penurunan jumlah dari kelenjar Meibom
- Perubahan dari sekresi kelenjar Meibom

11
- Terdapat perubahan pada morfologi palpebra

Gambar 9. Transiluminasi meibografi menunjukkan menurunnya jumlah


kelenjar Meibom pada pasien MGD15

Pada tanda yang kedua perubahan dari sekresi kelenjar Meibom, normalnya
ketika kita melakukan penekanan pada lempeng tarsus kelenjar Meibom akan
mengeluarkan minyak yang berwarna jernih. Pada MGD kualitas dari
pengeluaran lemak tampilannya dapat bervariasi mulai dari cairan yang tampak
cloudy, opak, dan tampak seperti material pasta gigi .

Gambar 10. Gambaran Meibum yang cloudy pada MGD15

12
Gambar 11. Gambaran Meibum yang opak pada MGD15

Gambar 12. Gambaran Meibum tampak seperti material pasta gigi15

Pada tanda ketiga yaitu terdapat perubahan pada morfologi palbebra. Terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan pada kasus MGD meliputi :
- Margo palpebra  pada MGD terjadi penebalan pada margo palpebra

13
- Vaskularisasi di palpebra  pada MGD kronis terdapat gambaran
teleangiektasia dan cutaneous hyperkeratinization pada palpebra
inferior.
- Bulu mata  pada MGD bulu mata dapat berkurang atau bahkan
hilang.
- Mucocutaneous junction  posisi MCJ normal berada posterior dari
muara-muara kelenjar Meibom. Pada MGD posisi MCJ dapat berubah
menjadi lebih ke anterior.14,15,17

5.2 Pemeriksaan

Saat ini tidak ada kriteria diagnosis yang khusus untuk menegakan diagnosis dari
dry eye tipe evaporatif. Kombinasi dari anamnesis dan beberapa tes pemeriksaan
biasa dipakai untuk menentukan gejala dan tanda dari dry eye tipe evaporatif.
Terdapat beberapa parameter yang dinilai dari pemeriksaan tes meliputi 5,8 :
a. Stabilitas dari tear film yaitu dengan melakukan pemeriksaan Tear Film
Break Up Time.
b. Pemeriksaan osmolaritas tear film
c. Penyakit yang menyerang permukaan bola mata dengan pemeriksaan
perwarnaan kornea dan sitologi impresi

A. Tear Film Break-Up Time


Tear film break-up time menunjukkan hasil abnormal pada kasus aqueous
tear deficiency dan gangguan kelenjar Meibom. Cara pengukurannya
diukur sebagai berikut 3,5,8:
o Fluorescein 2% diteteskan atau fluorescein strips diletakkan di
fornix konjungtiva bulbi
o Pasien diminta untuk mengedipkan mata beberapa kali
o Tear film dinilai melalui slit lamp dengan menggunakan cahaya
cobalt blue

14
o Waktu antara kedipan mata terakhir sampai munculnya titik-
titik kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea
adalah tear film break-up time, normalnya dibawah 10 detik.
Perkembangan titik-titik kering yang hanya meluas di lokasi yang
sama mengindikasikan adanya abnormalitas dari permukaan kornea
lokal.

B. Pemeriksaan osmolaritas tear film


Abnormalitas dari osmolaritas tear film didefinisikan sebagai peningkatan
osmolaritas lebih dari 300 mOsm/L, mengindikasikan hilangnya
homeostasis atau adanya perbedaan nilai osmolaritas lebih dari 8 mOsm/L,
mengindikasikan adanya ketidakstabilan pada tear film.16

Gambar 13. Skala osmolaritas tear film dalam Osm/L16

Gambar 14. Perbandingan Inter-Eye Difference pada osmolaritas normal dan


abnormal16

15
Tes osmolaritas menggunakan suhu sebagai salah satu pengukuran tidak langsung
untuk menilai osmolaritas. Setelah menerapkan kurva kalibrasi , osmolaritas
dihitung dan ditampilkan sebagai nilai numerik kuantitatif.

Gambar 15. Alat yang digunakan untuk mengukur osmolaritas tear film`16

Kartu tes osmolaritas, bersama dengan sistem osmolaritas , menyediakan metode


cepat dan sederhana untuk menentukan osmolaritas air mata menggunakan
nanoliter (nL), volume cairan air mata yang dikumpulkan langsung dari margo
palpebra. Kartu Tes ditempelkan di Pen Tes Osmolaritas, untuk pengumpulan
yang aman.
Interperetasi dari hasil pemeriksaan adalah :
- 290 mOsm/L kebawah adalah normal
- 290-316 mOsm/L menujukkan borderline
- 316 mOsm/L menunjukkan hiperosmolaritas.

16
C. Pewarnaan Ocular Surface
Dapat digunakan untuk membantu penegakkan diagnosa dry eye
tipe evaporatif. Dapat menggunakan fluorescein untuk melihat
adakah defek di epitel kornea dan konjungtiva. Kemudian dapat
juga menggunakan pewarnaan dari Rose Bengal (efektif untuk
melihat defisensi dari lapisan mukus tear film).

Gambaran dari pewarnaan ini dapat membantu diagnose subtipe dari dry
eye melalui5 :
- Kornea dan konjungtiva interpalpebral yang terwarnai sering dijumpai
pada kasus dry eye tipe defisiensi aquos.
- Konjungtiva yang terwarnai hanya di bagian superior saja
mengindikasikan adanya keratokonjungtivitis limbic superior.
- Sedangkan konjungtiva dan kornea yang terwarnai di bagian inferior
sering dijumpai pada pasien dengan blefaritis.

D. Tear Evaporation
Saat ini terdapat pemeriksaan untuk mengukur secara detail mengenai
penguapan dari air mata dimana ini sangat penting dalam membedakan sub tipe
dari dry eye tersebut. Pemeriksaan ini bersifat non invasif dan bertujuan untuk
mengidentifikasi dinamika tear film, untuk membedakan sub tipe dari dry eye dan
evaluasi setelah pengobatan. Satuan yang dipakai dalam bentuk gram/sec.11

Terdapat 3 prinsip utama dari pengukuran ini meliputi :


1. Evaporimeter system
Laju penguapan air mata ditentukan dari 2 sensor kelembaban dengan
ketinggian berbeda dari permukaan mata.
2. Sistem Closed-chamber.
Tingkat penguapan air mata diperkirakan dari kecepatan peningkatan
kelembaban di ruang tertutup pada kelembaban sekitar.

17
3. Sistem Ventilated-chamber
Laju penguapan air mata diukur dengan sensor kelembaban di mana
penguapan air dari permukaan mata diangkut dengan gas pembawa
minimum invasif.

Gambar 16. A. Peralatan yang digunakan untuk mengukur tear evaporation, B.


Diagram skematik dari sumber udara, suplai power. Udara dikeringkan melalui
unit pengering yang mengandung gel silica, C. Pasien memegang prob dari
evaporimeter.11

18
Selain dari tes pemeriksaan untuk diagnosis dari dry eye tipe evaporative adalah
melihat klinis dari penderita. Terdapat beberapa gejala klinis yang dapat
ditemukan diantaranya :
- Terdapat Anomali dari kelenjar meibom
- Alergi kronis dan toxic
- Terdapat anomali dari permukaan palpebra dan reflek mengedip

Gambar 17. Analisis profil dari tear evaporation. Laju tear evaporation dari
permukaan bola mata dihitung dari saat mata membuka sampai mata menutup (J
= J (open eye) – J (closed eye).11

Untuk interpretasinya, nilai normal rata-rata dari tear evaporation berkisar antara
4,0 – 5,0 gram/s. Nilai dry eye tipe evaporatif berkisar diatas 7,0 gram/s keatas.

Penyebab paling besar dry eye tipe evaporatif adalah MGD, sehingga penting
bagi kita untuk mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan apa saja yang dapat
dilakukan pada kasus MGD, diantaranya meibografi untuk menilai kelenjar
Meibom, pemeriksaan morfologi palpebra dengan menggunakan slitlamp,
ekspresibilitas dari kelenjar Meibom meliputi volume (kuantitas) dan viskositas
(kualitas) dari minyak yang dihasilkan oleh kelenjar Meibom.15
Pada meibografi yang dinilai adalah jumlah dari kelenjar Meibom yang masih
ada.

19
Gambar 18. Gambaran kelenjar Meibom yang terlihat dengan pencahayaan
inframerah pada meibografi15
Untuk grading atau interpretasi dari pemeriksaan ini adalah :
- Nilai 1  normal (tidak ada kelenjar meibom yang berkurang atau
hilang)
- Nilai 2  kelenjar terlihat dengan penurunan absorpsi
- Nilai 3  atrofi dari acini, duktus masih terlihat
- Nilai 4  tidak terdapat gambaran struktur apapun

Pada pemeriksaan volume dari pengeluaran Meibom, untuk grading atau


interpretasinya adalah :
- 0  volume normal, hanya menutupi muara meibom

20
- 1  meningkat 2-3 kali dari normal
- 2  meningkat lebih dari 3 kali normal
- 3  meningkat lebih dari 10x normal

Pemeriksaan viskositas atau kualitas dari sekresi Meibum, untuk grading atau
interpretasinya adalah :
- 0  normal, jernih
- 1  warna opak dengan viskositas normal
- 2  warna opak dengan peningkatan viskositas
- 3  gambaran tooth-paste material

Gambar 19. Contoh grade 4 dari pemeriksaan viskositas Meibum 15

Pada pemeriksaan kelenjar Meibom, dapat dinilai juga kuantitas dari pengeluaran
meibum oleh kelenjar Meibom. Adapun interpretasinya adalah sebagai berikut :
- 0  semua kelenjar Meibom dapat mengeluarkan meibum
- 1  3-4 kelenjar Meibom yang dapat mengeluarkan meibum
- 2  1-2 kelenjar Meibom yang dapat mengeluarkan meibum
- 3  semua kelenjar Meibom tidak dapat mengeluarkan meibum

21
Untuk penilaian fungsi secara keseluruhan dari kelenjar Meibom dapat dihitung
dari jumlah skor kualitas dan kuantitas pengeluaran dari kelenjar Meibom
berdasarkan Meibomian Glands of Eight Yielding Liquid Secretion (MGYLS)
score. Skor MGYLS adalah nilai yang dihasilkan dari penekanan 8 kelenjar
Meibom pada pemeriksaan kuantitas Meibum. Pemeriksaan dilakukan dengan
melakukan penekanan dengan alat atau dengan penekanan bimanual dengan
cotton bud pada 8 kelenjar Meibom bagian tengah. Skor dihitung dari masing-
masing nilai atau grade baik nilai kuantitas maupun kualitas dari pengeluaran
Meibum.
Untuk interpretasinya adalah sebagai berikut15 :
- Untuk usia <20 tahun : skor lebih dari 1 (oleh pemeriksa) untuk nilai
kualitas maupun kuantitas dari pengeluaran kelenjar Meibom adalah
tidak normal
- Untuk usia >20 tahun : skor 1 (oleh pemeriksa) pada salah satu
pemeriksaan kualitas maupun kuantitas dianggap normal. Skor 1 dan
skor lebih dari 1 pada kedua pemeriksaan kualitas maupun kuantitas
dari pengeluaran kelenjar Meibom adalah tidak normal.

22
Gambar 20. Pemeriksaan standar untuk menilai kuantitas Meibum oleh kelenjar
Meibom17
BAB VI

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding dari dry eye tipe evaporatif adalah dry eye tipe aqueous
tear deficiency. Sangat penting bagi kita untuk dapat membedakan keduanya
mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
pemeriksaan anamnesa sendiri pada kedua tipe dari dry eye tersebut relatif sama
seperti adanya sensasi benda asing di mata , sensasi seperti ada pasir di mata,
kelopak mata dan konjungtiva kemerahan, rasa seperti terbakar di mata,
pandangan terasa kabur saat pagi hari. Terdapat gejala tambahan seperti
intoleransi lensa kontak, sekret mukus, sulit menggerakkan palpebra,
fotosensitivitas, dan peningkatan frekuensi mengedip pada dry eye tipe evaporatif.
Dari pemeriksaan fisik untuk tipe aqueous tear deficiency dapat
ditemukan konjungtiva bulbi hiperemis, penurunan dari tear-meniscus,
permukaan kornea yang ireguler, dan terdapat debris di tear-film. Dapat juga
ditemukan adanya obstruksi pada kelenjar lakrimal oleh karena pemfigoid
sikatrikal, trauma kimia, sindrom Steven-Johnson, reflek hiposekresi oleh karena
kelainan sensoris maupun motoris. Pada stadium yang lebih buruk dapat dijumpai
adanya filamen dan plak di kornea.1,5

23
Gambar 21. Filamen keratopati.5
Dari pemeriksaan penunjang sendiri untuk dry eye tipe aqueous tear deficiency
dapat ditemukan pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anti-SSA yang
positif, rheumatoid factor positif, sialadenitis limfositik fokal pada pemeriksaan
biopsi kelenjar saliva. Tear film break-up time yang memendek, Schirmer test
yang tidak normal.
Pada dry eye tipe evaporatif sendiri seperti yang telah disebutkan diatas
bahwa untuk diagnosis secara akurat lebih kearah temuan klinis di penderita. Pada
beberapa sumber disebutkan ada beberapa hal untuk memudahkan kita
membedakan kedua sub tipe dari dry eye tersebut meliputi13 :
- Keluhan atau gejala dry eye yang memburuk dipengaruhi oleh kondisi
angin atau kelembapan udara diindikasikan sebagai dry eye tipe
evaporatif.
- Pemeriksaan darah, serologi dan biopsi kelenjar saliva dapat mengarah
kepada Sjogren’s syndrome dimana ini merupakan etiologi dari dry
eye tipe aqueous tear deficiency.
- Pemeriksaan pada margo palpebra apakah terdapat blefaritis, sumbatan
pada muara kelenjar Meibom, vaskularisasi, ataupun adanya lid
notching. Vaskularisasi dan lid notching mengindikasikan adanya
Meibomian gland dysfunction yang parah dan kronis. Vaskularisasi
dapat ditemukan pada rosacea okuler. Sedangkan Lid notching
mengindikasikan adanya atrofi dari kelenjar Meibom dimana itu
adalah tanda stadium akhir dari MGD kronis.

24
Gambar 22. Blok dari muara kelenjar meibom13

Gambar 23. Lid Notching13

25
Untuk dapat membedakan diantara kedua sub tipe dari dry eye tersebut
dapat dibantu dengan menambahkan hasil pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan tear break-up time, pewarnaan pada permukaan bola mata, tes
Schirmer, pemeriksaan glandula lakrimal, dan pemeriksaan osmolaritas tear film.
Dari pemeriksaan penunjang tersebut dapat ditemukan beberapa karakteristik
untuk membedakan kedua sub tipe dari dry eye tersebut seperti tertera pada tabel
dibawah ini12 :

Tabel 1. Temuan karateristik pada pemeriksaan tes diagnostik12


TEST Hasil
Aqueous Tear Tear break-up time < dari 10 menit
Deficiency
Pewarnaan pada Bagian kornea
permukaan bola mata interpalpebral dan
konjungtiva bulbi
terwarnai
Schirmer test 5mm atau kurang

Tes klirens fluorescein Dibandingkan dengan


skala warna standar
Fungsi kelenjar lakrimal Penurunan dari
konsentrasi lactoferrin
Osmlaritas tear film meningkat

Evaporative Tear Tear break-up time < dari 10 menit


Dysfunction
Pewarnaan pada Bagian inferior dari
permukaan bola mata kornea dan konjungtiva
bulbi terwarnai

Osmolaritas tear film Meningkat

26
Tabel 2. Diagnosis Dry eye berdasarkan subtipe11
Diagnosis subtipe Dry eye
Aqueos Tear Deficiency
Non-Sjögren’s tear deficiency Phenol red cotton thread tear test <11
mm/15s
Penurunan tear meniscus inferior
Debris mukus dan filamen
Lipatan konjungtiva

Primary Sjögren’s syndrome Kriteria untuk non-Sjögren’s


syndrome tear deficiency ditambah :
Xerostomia
Biopsi kelenjar saliva patologis
Abnormal saliografi
Abnormal serum antibodi

Secondary Sjögren’s syndrome Kriteria untuk Sjögren’s syndrome,


ditambah penyakit vascular kolagen
sarcoidosis, HIV

Evaporative Dry Eye


Meibomian gland disease Keruh, terdapat secret yang keluar,
atrofi kelenjar, Meibomian seboroik,
meibomianitis, acne rosacea

27
Abnormalitas dari permukaan Proptosis
palpebra dan reflek mengedip Ekropion
Entropion
Reflek mengedip yang kurang
Pterygium
Konjungtivokhalasis
Nocturnal lagophthalmos
Bell’s palsy

Chronic allergy/toxicity Riwayat atopi sebelumnya dan


pengunaan obat topical kronis
Gatal
Sekret mukus
Khemosis pada konjungtiva
Papillary/follicular response
Giant cell papillary conjunctivitis

Cicatricial ocular surface disease Trauma kimia


Trakoma
Xerophthalmia
Ocular cicatricial pemphigoid
Pseudopemphigoid

BAB VII
PENATALAKSANAAN

28
Tujuan utama dari penanganan dry eye harus mencakup perbaikan dari tiga hal
meliputi11
- Menurunkan osmolaritas tear-film
- Meningkatkan stabilitas tear-film
- Mengembalikan kerusakan permukaan bola mata
Disamping pengobatan dengan suplemen air mata buatan sebagai pengobatan
utama pada semua tipe dari dry eye, terdapat pengobatan lain yang
direkomendasikan seperti tear-conservation, suplemen omega 3 fatty-acids,
cyclosporin topikal, agen anti inflamasi pada alergi atau toksisitas yang
berhubungan dengan dry eye, penanganan pembedahan untuk kelainan pada reflek
mengedip dan kelainan pada kelopak mata.1,11
Penanganan pada kasus dry eye tipe evaporatif berdasarkan tahap dari
MGD (Meibomian Glands Dysfunction). Kebersihan dari palpebra adalah terapi
utama pada kasus ini dengan kompres hangat di kelopak mata selama 4 menit dua
kali sehari dapat mencairkan sekresi kelenjar Meibom yang sebelumnya pekat dan
melunakkan krusta yang melekat pada tepi palpebra. Penggunaan antibiotik
topikal jangka pendek menurunkan jumlah bakteri pada margo palpebra.
Pengobatan dengan topikal azithromycin dapat meningkatkan komposisi dari
lemak di kelenjar Meibom.1
Kortikosteroid topikal dapat diberikan pada kasus inflamasi sedang sampai
berat, seperti sudah terdapat infiltrat pada kornea dan neovaskularisasi. Penderita
dengan blefaritis dan MGD obstruktif dapat juga menggunakan suplemen omega-
3. Pada studi yang telah dilakukan, penggunaan 1000 miligram dari suplemen ini
3 kali sehari dapat mengurangi gejala dry eye, meningkatkan stabilitas tear film
dan sekresi kelenjar Meibom.1
Pemberian obat sistemik seperti tetrasiklin juga efektif, tetrasiklin tidak
dapat dikonsumsi saat perut kosong dan membutuhkan dosis yang lebih sering.
Pada kasus dry eye tipe evaporatif oleh karena alergi yang kronis dapat ditangani
dengan menghindari pencetus alergi, pemberian artificial tears topikal, anti
histamin topikal, mast-cell stabilizer dan steroid. Pada kasus dry eye tipe
evaporatif oleh karena adanya kelainan di palpebra dan reflek mengedip dapat

29
diberikan artificial tears, eksisi pterigium, blepharoplasty, perbaikan dari
ektropion dan entropion, injeksi botox untuk blefarospasme, lid-taping pada
lagoftalmus. Pada kasus oleh karena ocular surface disease sikatrikal dapat
ditangani dengan amniotic membrane transplant, limbal stem cell transplant,
corneal graft.1
Tabel 3. Pilihan terapi untuk Dry Eye tipe Evaporatif
Pilihan terapi Dry Eye tipe Evaporatif
Kausa Manajemen terapi
Anomali kelenjar Meibom Prosedur lid-hygiene
Topikal artificial tears
Tetrasiklin oral
Steroid topikal
Alergi kronik Menghindari allergen
Topikal artificial tears
Topikal anti histamin
Mast-cell stabilizers
Steroid
Kelainan pada kelopak mata dan Artificial tears
reflek mengedip Tindakan bedah : eksisi pterigium,
blepharoplasty, koreksi entropion dan
ektropion
Injeksi botox untuk blefarospasme
Lid taping untuk lagoftalmos
Cicatrical ocular surface disease Mucous membrane transplant
Amnion membrane transplant
Corneal graft
Rekonstruksi palpebra

Tabel 4. Alur pengobatan pada Meibomian Gland Dysfunction (MGD)1

Taha Penjelasan klinis Pengobatan


p
1 Tidak terdapat gejala seperti rasa tidak -Menginformasikan ke

30
nyaman di mata, gatal atau fotofobia. pasien tentang apa itu MGD
Tanda klinis yang didapat : dan kemungkinan efek
- Perubahan minimal dari lingkungan rumah/tempat
sekresi Meibum grade >2 kerja pada tear evaporation
sampai 4 dan apakah ada
- Pengeluaran dari kelenjar kemungkinan adanya efek
Meibom : 1 obat-obatan yang
- Permukaan bola mata tidak dikonsumsi pasien
terwarnai sebelumnya.
-Pertimbangan untuk eyelid
hygiene

2 Terdapat gejala minimal sampai sedang -Meningkatkan asupan dari


seperti rasa tidak nyaman di mata, gatal omega-3 fatty acid
atau fotofobia. -Melakukan eyelid hygiene
Terdapat tanda dari MGD derajat ringan selama 4 menit sehari dua
sampai sedang seperti : kali dan diikuti pemijatan
- Bentukan dari margo palpebra yang kelenjar Meibom
tidak beraturan - Semua terapi sebelumnya
- Perubahan dari sekresi Meibum grade ditambah dengan pelumas
>4 sampai 8 buatan, azithromycin
-pengeluaran dari kelenjar Meibom : 1 topikal, topikal emollient
-Tidak ada atau terdapat gambaran lubricant
pewarnaan pada permukaan bola mata -Pertimbangan untuk
yang minimal  Oxford grade 0-3, pemberian derivat
DEWS grade 0-7 tetrasiklin

3 Terdapat gejala derajat sedang dari rasa -Semua terapi pada tahap
tidak nyaman di mata, gatal atau sebelumnya diatas ditambah
fotofobia dengan keterbatasan aktifitas dengan :
sehari-hari -Derivat tetrasikilin oral

31
Terdapat tanda derajat sedang dari MGD -Pelumas berbentuk salep
seperti : saat tidur
-Terdapat sumbatan dan vaskularisasi -Obat anti inflamasi jika
pada margo palpebra diperlukan
-Perubahan sekresi Meibum derajat
sedang grade >8 sampai 13
-Terdapat gambaran pewarnaan pada
konjungtiva dan kornea bagian tepi
(paling sering inferior) derajat ringan
sampai sedang Oxford grade 4-10,
DEWS grade 8-23
-Pengeluaran dari kelenjar Meibom : 2

4 Terdapat gejala yang menetap seperti -Semua terapi ditambah


rasa tidak nyaman di mata, gatal atau dengan obat-obatan anti
fotofobia dengan keterbatasan inflamasi
melakukan aktifitas yang nyata
Terdapat tanda dari MGD seperti :
-Terdapat perubahan posisi pada margo
palpebra
-Perubahan sekresi Meibum derajat
berat grade >13
-Pengeluaran dari kelenjar Meibom : 3
-Peningkatan pewarnaan kornea dan
konjungtiva (bagian sentral ikut
tewarnai)  DEWS grade 24-33,
Oxford grade 11-15
-Terdapat tanda-tanda inflamasi seperti
konjungtiva hiperemis

32
Selain alur pengobatan pada MGD seperti tertera pada tabel diatas, terdapat
kondisi tambahan pada MGD yang disebut sebagai Plus Disease yang merupakan
kondisi spesifik yang dapat terjadi pada semua stadium dari MGD. Dapat sebagai
penyebab atau sekunder dari MGD. Alur pengobatannya sebagai berikut :

Plus Disease
Penyakit Terapi
1. Peradangan eksaserbasi 1. Pemberian steroid atas indikasi
penyakit permukaan bola mata
2. Keratinisasi mukosa 2. Bandage contact lens/Scleral
contact lens

3. Terapi dengan steroid


3. Keratitis fliktenular
4. Trikiasis (pada konjungtivitis
4. Epilasi, cryotherapy
sikatrikal, pemfigoid
membrane mukus)
5. Kalazion 5. Eksisi atau intralesi steroid
6. Blefaritis anterior 6. Antibiotik topikal atau
kombinasi antibiotik dengan
steroid
7. Demodex-related blefaritis 7. Scrub dari tea tree oil
anterior

BAB VIII
KESIMPULAN

Dry eye menurut DEWS didefinisikan sebagai penyakit multifaktorial dari tear
film dan permukaan mata yang menghasilkan gejala seperti gangguan visual, rasa
tidak nyaman di mata, dan ketidakstabilan film air mata yang berpotensi
menimbulkan kerusakan pada permukaan bola mata.

33
Sangat penting bagi kita untuk dapat menegakkan diagnose dari dry eye
tersebut, terutama untuk membedakan sub tipe dari dry eye yaitu tipe aqueous
tear dysfunction maupun yang tipe evaporatif. Untuk kita dapat membedakan dari
2 subtipe tersebut kita perlu memeriksa pasien secara komprehensif dimulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang.
Kemajuan terbaru dalam memahami mekanisme yang terlibat dalam
patogenesis dry eye telah memungkinkan pengembangan perawatan baru dengan
efektivitas yang menjanjikan dalam mengobati gangguan pada tear film maupun
pada ocular surface disease.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External Disease and Cornea. In
Basic and Clinical Science Course Section 8. San Fransisco : The
Foundation of The American Academy of Opthalmology; 2016-2017 : 84
2. Australian Ophthalmology.New Definition of dry eye disease. 2010.
Downloaded from https://www.healio.com/ophthalmology/cornea-
external-disease/news/online

34
3. Pflugfelder SC, Beuerman RW, Stern ME. Dry Eye and Ocular Surface
Disorders. Canada : Marcel Dekker ; 2004 : 16
4. Norihiko Y .Dry eye syndrome : basic and clinical perspective chapter 2
cause and pathofisiology. Japan : Kyoto Prefectural University of
Medicine, Japan ; 2013 : 21
5. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology 8th. China : Elsevier Inc ;
2016 : 120-4
6. Gayton JL.Etiology, prevalence, and treatment of dry eye disease.US
National Library of Medicine [Internet].2009 [cited 2019 May 17]3:405-
412. Available from : Dovepress
7. Foulks GN, Jester JV, Novack GD. International Dry Eye Workshop.The
Ocular Surface [Internet].2007 [cited 2019 May 20] 5:2. Available
from :Tear film and Ocular Surface Society
8. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan
Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan
Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000.
Hal 94. Widya Medika
9. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit
Eyelids and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi
of Ophtalmology
10. Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. 2017. Downloaded from
http://tearscience.com
11. Pandey SK, Moran JA. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers ; 2006 : 63-115.
12. Lum FC, Collins N. Dry Eye Syndrome Limited Revision. San Fransisco :
American Academy of Opthalmology; 2011 : 10
13. Chan C. Dry Eye A Practical Approach. Berlin : Springer ; 2015 : 37-8
14. Nichols KK, Dogru M, Glasgow JB, Foulks NG, et al. The International
Workshop on Meibomian Gland Dysfunction Executive Summary .
2011; .52(4):1922-1929. Downloaded from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3072157/

35
15. Tomlinson A, Bron JA, Korb RD, Amano S, et al. The International
Workshop on Meibomian Gland Dysfunction.2011; 52(4):2006-2049.
Downloaded from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2720680/
16. Tear lab. Osmolarity:What The Numbers Reveal.2019. Downloaded from
https://www.tearlab.com
17. Knop,E and N.Knop et al. The International Workshop on Meibomian
Gland Dysfunction:Report of the subcommittee on anatomy, physiology,
and pathophysiology of the Meibomian gland. Invest Ophthalmol Vis Sci
52(4): 1938-1978

36

Anda mungkin juga menyukai