TESIS
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Program Magister Kenotariatan
Oleh :
ZULFANOVRIYENDI, SH
B4B006262
Dibawah Bimbingan :
YUNANTO, SH., M.Hum
TESIS
Disusun oleh :
ZULFANOVRIYENDI, SH
B4B006262
Menyetujui
ii
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
Zulfanovriyendi, SH
iii
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim,
Diponegoro di Semarang.
sehingga tidak menutup untuk menerima kritikan dan saran. Walaupun demikian
penulis tetap berharap Tesis ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis,
tulusnya kepada Papa Zulkifli Zainun SH, dan Mama Yenny Erma , adik kakak
serta istri tercinta Marce Krisna Moerni, SH. atas do’a restu dan segala jerih
payah serta dorongannya yang begitu besar kepada saya dalam menyelesaikan
iv
5
1. Bapak Prof. Dr. dr. Susilo Wibowo, MS. Med. Sp. And., selaku Rektor
tesis yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam membantu
teman angkatan 2006 yang telah banyak membantu dari awal kuliah sampai
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang
disengaja maupun tidak disengaja. Akhirnya penulis berdo’a agar semua pihak
semoga Allah SWT berkenan menerima amal ini menjadi sebuah nilai ibadah
disisi-Nya dan semoga Tesis ini bermanfaat bagi saya pribadi dan bagi semua
Penulis
v
6
ABSTRAK
ABSTRACT
vii
8
Daftar Isi
Halaman Judul......................................................................................... i
Abstrak .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan…………………………………………. 10
1. Pengertian Perjanjian……………………………………. 12
B. Perjanjian Perkawinan............................................................. 13
viii
9
A. Metode Pendekatan…………………………………………… 39
B. Spesifikasi Penelitian………………………………………….. 40
E. Lokasi Penelitian……………………………………………… 42
F. Pengumpulan Data……………………………………………. 42
Ketiga…………………………………………. 44
Didaftarkan……………………………………………………… 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 69
B. Saran............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan
kematian. Sedangkan peristiwa hukum lainnya yang juga akan dilalui manusia
karena adanya dorongan dari dalam diri setiap manusia untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya. Sudah menjadi kodrat alam dua orang manusia
dengan jenis kelamin yang berlainan, yaitu seorang laki-laki dan seorang
perempuan ada daya saling tarik-menarik satu sama lainnya untuk hidup
bersama.1
bentuk kehidupan bersama antara seorang pria dengan seorang wanita yang
diakui secara sah oleh Negara dan dilindungi oleh hukum yang berlaku.
yang masih kurang matang, baik fisik maupun mental emosional. Hal ini
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet. Keenam, (Bandung : Sumur
Bandung, 1981), hal 7
1
2
pemikiran yang rasional dan dapat mengambil keputusan atau sikap yang
matang, karena perkawinan itu sendiri merupakan suatu proses awal dari
diatur karena sebagai bangsa yang baru lahir, pemerintah lebih memfokuskan
1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku Hukum Agama
4. Bagi orang Timur Asing Cina dan Warga Negara Indonesia keturunan
sedikit perubahan.
2
Penjelasan butir 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3
budaya dan agama yang ada, maka terjadi juga perbedaan dalam hukum
mengenai perkawinan dalam sebuah agama dengan agama lainnya dan budaya
keturunannya.
hukum dalam perkawinan yang dapat mengatur semua warga, agama dan
bersumber dari budaya dan agama yang ada di Indonesia dan tetap berpijak
Indonesia dan tentunya berlaku bagi semua golongan dan daerah di seluruh
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka telah ada unifikasi
berdasarkan agama dan kepercayaan yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa.3
akibat hukum yang timbul dalam perkawinan adalah adanya harta bersama
mengatur tentang harta benda bersama dalam perkawinan, yaitu pada Bab VII,
1974 tentang Perkawinan harta benda bersama dalam perkawinan dibagi atas :
Yaitu harta yang telah dimiliki oleh suami atau istri sebelum
perkawinan dilangsungkan dan harta yang diperoleh oleh suami atau istri
3
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1980), hal 3
4
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1993), hal 28
5
keterangan di atas terlihat bahwa untuk harta bawaan baik suami maupun
istri menjadi pihak yang mandiri untuk melakukan apa saja terhadap harta
bawaan tersebut tanpa memerlukan bantuan dari pihak suami atau istri.
2. Harta bersama
Yaitu segala harta yang diperoleh oleh suami atau istri sepanjang
bertindak apabila terdapat persetujuan dari kedua belah pihak, dengan kata
lain suami baru dapat bertindak atas harta bersama apabila telah
mendapatkan persetujuan dari pihak istri, demikian juga istri baru dapat
pihak suami.
harta bersama tidak jarang menjadi masalah yang sangat sulit dalam
(1). Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan
istri, untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka, yang
suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri dimungkinkan untuk dibuat
dan diadakan sepanjang tidak menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan
oleh Undang-Undang.5
dengan sendirinya dalam perkawinan tersebut tidak terdapat harta bersama dan
yang ada hanya harta pribadi masing-masing dari suami atau istri.
mana banyak terjadi permasalahan yang mungkin dihadapi oleh suami atau
harta masing-masing.
suami, sehingga tidak jarang suami sering melakukan kesalahan yang dapat
merugikan istri dan harta bersama, misalnya suami suka berjudi, atau minum-
minuman keras sehingga sering menghabiskan uang dari harta bersama. Atau
sebaliknya sikap istri yang terlalu boros dalam memakai harta bersama,
dimana dengan sikap itu harta bersama sering terpakai secara tidak bermanfaat
5
Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Cetakan Keempat, (Jakarta : Intermasa, 2004),hal 9
8
sehingga tentunya juga akan merugikan bagi suami yang sudah bekerja
keras untuk mengumpulkan harta tersebut. Akan tetapi jika mereka melakukan
perjanjian perkawinan, maka suami atau istri hanya akan menghabiskan harta
pribadinya sehingga harta si istri atau harta si suami tetap aman terpelihara.
perkawinan, hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat
”pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas
pasti akan mempunyai dampak terhadap pihak ketiga. Dengan belum jelasnya
9
tersebut. Selain itu bagaimana pula jika ternyata tidak di daftarkan, apakah
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam
B. Perumusan Masalah
pihak ketiga ?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Perkawinan.
wacana baru yang lebih baik tentang pengaturan kekayaan dalam rumah
3. Bagi kalangan akademis, semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai ide
baru untuk membuat dan meneliti lebih lanjut sehingga suatu saat dapat
perkawinan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan,
Perkawinan.
BAB V Penutup
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Perjanjian
(KUHPer) diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu
suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak,
dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk
tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak menuntut
persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling
6
Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, (Bandung :
Sumur, 1981), hal.11
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, ( Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1990), hal 78
12
13
tertulis”.8
B. Perjanjian Perkawinan
terutama dalam Pasal 29 juga tidak terdapat pengertian yang jelas dan
a. R. Subekti
8
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1994), hal.1
9
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1994) hal 9
14
syarat kawin” itu adalah perjanjian yang diadakan oleh bakal atau
calon suami atau calon istri dapat menyatakan kehendak mereka terhadap
mereka atau mereka melakukan penyatuan harta hanya secara terbatas atau
10
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Cetakan Kedua,
(Bandung : Ikatan Notaris Indonesia (INI) Daerah Jawa Barat, 1990), hal 53.
11
Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cetakan
V(Bandung : Alumni, 1987) hal. 57.
15
d. Hal-hal yang diperjanjikan oleh para pihak harus tentang sesuatu yang
12
Subekti, Pokok-Pokok …Op.cit hal 17.
16
harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi diri pribadi, bentuk dan isi
perjanjian perkawinan.
hendak melakukan suatu perbuatan hukum harus diwakili oleh orang tua
Apabila salah satu atau kedua calon suami istri pada saat perjanjian
dari orang tua atau wali, maka perjanjian tersebut tidak sah, meskipun
sahnya perkawinan. Akibat dari syarat ini adalah apabila calon suami-istri
masih dibawah umur dan orangtua atau wali mereka menolak untuk
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Pasal 15 ayat
melangsungkan perkawinan.
menikah berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali. Orang tua atau
13
J. Satrio, Op.cit, hal 152
18
wali mewakili anak dalam melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu,
walinya.14
suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal-Pasal 1329, 1330 K.U.H.
Perdata.
Menurut aturan yang tercantum dalam pasal tersebut seorang yang belum
cukup umur atau belum dewasa asalkan memenuhi syarat untuk kawin
14
Ibid., hal. 222
19
pada saat itu mereka harus berusia bagi pria genap 18 tahun, sedangkan
nantinya harus memberi izin untuk berkawin sudah berganti. Karena itu
Bagi mereka yang telah dewasa, yaitu yang telah mencapai usia 21
tahun (atau lebih) atau sudah pernah kawin, mereka tidak memerlukan
sesuatu bantuan dari siapapun. Hal ini berarti cakap untuk membuat
untuk menikah mereka memerlukan izin orang tua atau walinya. Akan
15
Komar Andasasmita, op.cit., hal. 73
16
J. Satrio, Op.cit, hal 152
17
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op.cit hal 38-39
20
surat permohonan itu ( Pasal 151 ayat (2) KUH Perdata), agar tentang ini
Perkawinan pada umur 19 tahun, pada usia itu tidak diperlukan lagi
umur 16 tahun, pada umur itu ia belum dewasa. Jadi bagi wanita yang
menikah.19
18
J. Satrio, Op.cit, hal 152
19
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku I, Cetakan Kedua, (Jakarta :
Ichtiar Baru an Hoeve, 2000), hal 77
21
sepanjang perkawinan.20
Perubahan tersebut harus dilakukan dengan akta notaris, dan dalam hal
perjanjian perkawinan dibuat dengan bantuan orang tua atau wali, maka
20
Ibid., hal, 153
22
suami isteri, hanya saja perjanjian tersebut harus disahkan oleh Pegawai
hal-hal apa saja yang dapat diatur dalam suatu perjanjian perkawinan.
tidak terbatas pada masalah harta perkawinan saja, tetapi dapat juga
memuat apa saja, yang berhubungan dengan hak dan kewajiban suami-
21
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia,
Cetakan kedua, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal 80-81
23
mengaturnya.
hukum kekayaan.
suatu asas bahwa calon suami istri bebas untuk menentukan isi perjanjian
b. Perjanjian itu tidak boleh menyimpang dari kekuasaan yang oleh Kitab
c. Dalam perjanjian itu suami isteri tidak boleh melepaskan hak mereka
d. Dalam perjanjian itu tidak boleh ditentukan bahwa salah satu pihak
e. Dalam perjanjian itu tidak boleh secara umum ditunjuk begitu saja
kepada peraturan yang berlaku dalam suatu negara asing (Pasal 143).
perincian pasal demi pasal, tetapi menunjuk secara umum pada hukum
ditunjuk.
f. Janji itu tidak boleh dibuat dengan kata-kata umum bahwa kedudukan
mereka akan diatur oleh hukum adat dan sebagainya (Pasal 143
KUHPerdata).
22
Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Op.cit hal 80
25
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu pada Pasal 29 ayat (1),
23
J. Satrio, Op.cit, hal 154
26
perkawinan dilangsungkan.24
perkawinan.25
ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 149
24
Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia,
(Surbaya : Airlangga Press, 1994), hal 61
25
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Op.cit hal 82
27
belah pihak, dalam hal ini yang dimaksud ialah bahwa persetujuan
persetujuan yang bebas. Jadi kata sepakat antara mereka yang membuat
paksaan dari pihak manapun, juga tidak ada penipuan dan juga
kekhilafan.26
dengan sistem harta benda perkawinan yang dipilih oleh suami-istri pada
pihak yaitu suami dan istri dan terhadap perubahan tersebut tidak
26
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Op.cit hal 83
27
Soetojo Prawirohamidjojo, Op.cit, hal 59
28
tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila kedua belah pihak ada
ketiga”.
atas kesepakatan dari suami dan isrti yang membuat perjanjian perkawinan
tersebut, yang lebih penting terhadap perubahan yang dibuat oleh suami–
suami dan istri, yang sengaja dilakukan untuk menghindarkan diri dari
tanggungjawab.29
pihak ketiga, selain itu juga tidak ada yang berwenang untuk menilai
28
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Op.cit hal75
29
Endang Sumiarni, Kedudukan Suami-Isteri Dalam Hokum Perkawinan (Kajian Kesetaraan
Jender Melalui Perjanjian Kawin), (Yogyakarta : Wonderful Publishing Company, 2004), hal 24
30
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Tanggerang, Bapak Barmen Sinurat, SH.,
Tanggal 2 April 2008
29
perkawinan yang telah ada atau dengan kata lain dalam peraturan yang ada
diinginkan, antara lain dapat diatur perjanjian pisah harta sama sekali dan
dan rugi (gemenschap van winst en verlies) dan persatuan hasil dan
rugi.
maupun hasil yang keluar dari harta milik pribadi mereka, tetap
Dengan demikian dalam perjanjian ini hanya ada dua kelompok harta
31
J. Satrio, Op.cit., hal. 164.
31
istri tidak ada persatuan bulat harta perkawinan, tetapi antara mereka
masih ada persatuan harta yang terbatas, yaitu persatuan untung dan
rugi saja, keuntungan dan kerugian menjadi hak dan tangungan suami-
sudah ada pada saat pernikahan oleh suami-istri tetap menjadi hak dan
untung dan rugi, harta pribadi suami, dan harta pribadi isteri.33
32
Soetojo Prawirohamidjojo dan Aris Safiodin, Op.cit, hal 88
33
J. Satrio, Op. cit., hal. 175.
32
(Pasal 165).34
penanaman kembali harta pribadi atau benda yang dibeli dengan hasil
penjualan harta pribadi tetap menjadi harta pribadi, akan tetapi hasil
34
Ibid., hal. 176-177
33
rumusan tersebut hanya cocok untuk kerugian dalam arti saldo, yaitu
35
J. Satrio, Op. cit., hal 179-180
36
Ibid., hal. 178-179.
34
dilunasi atau belum. Jadi asas pokoknya semua hutang yang dibuat
inkomsten)
pendapatan hanya ada satu pasal saja yaitu Pasal 164. Disamping itu
terdapat tiga pasal yang mengatur baik tentang persatuan untung dan
rugi maupun tentang persatuan hasil dan pendapatan, yaitu Pasal 165
37
Ibid., hal. 180-181
35
ini hanya berlaku apa yang pada persatuan untung dan rugi dianggap
tetapi hal ini tidak mempunyai banyak arti, karena dengan tidak usah
pribadinya apabila ada kerugian.39 Didalam perjanjian ini juga ada tiga
macam harta kekayaan, yaitu harta pribadi suami, harta pribadi istri
38
Soetojo Prawirohamidjojo, Op.cit hal 67
39
H.F.A. Vollmar, op., cit., hal. 69
40
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut KUHPerdata.
Cet. 3, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal 177
36
persaturan untung dan rugi jika dari perkawinan mereka dilahirkan seorang
anak laki-laki.
41
Soetojo Prawirohamidjojo, Op. cit., hal 68.
42
R. Subekti, R Tjirosudibio, Op.cit, hal 35
37
BAB III
METODE PENELITIAN
dihadapi.
kebenaran tersebut ada dua pola pikir yang dipakai yaitu berpikir secara rasional
dan berpikir secara empiris. Sesuai dengan penelitian hukum ini yang memakai
38
39
cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang juga disebut
A. Metode Pendekatan
langsung ke objeknya.
Pihak Ketiga.
46
Soerjono Soekanto, Op.cit, hal 51
40
ganda, selain itu metode ini juga menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dengan responden, dan metode ini juga lebih peka
B. Spesifikasi Penelitian
Pihak Ketiga.
tidak keluar dari lingkup sample, bersifat deduktif, berdasarkan teori atau
data dengan data lainnya. Serta analitis50 artinya dalam penelitian ini analisis
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,
2000), hal 5
48
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998),
hal 36
49
Ibid, hal 38
50
Ibid, hal 39
41
Jenis data dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh langsung dari
masyarakat (empiris) dan dari bahan pustaka.51 Adapun data dilihat dari
sumbernya meliputi :
1. Data Primer
Data primer atau data dasar dalam penelitian ini diperlukan untuk
2. Data Sekunder
51
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 51
52
Ibid, hal 172
42
E. Lokasi Penelitian
F. Pengumpulan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
berkaitan dengan objek kajian penelitian ini yang dapat berupa peraturan
data. Hal ini dilakukan agar akurasi data dapat diperiksa dan kesalahan dapat
53
Lexy J. Moleong, Op.cit, hal 163-165
44
BAB IV
namun apabila diteliti dan dikaji sebenarnya terdapat manfaat yang baik dalam
Dengan kata lain semua harta yang dimiliki oleh suami sebelum dia
kawin dan semua harta yang dimiliki oleh istri sebelum dia kawin otomatis
hukum yang dikehendaki atas harta kekayaan yang menjadi objeknya. Mereka
sekali tidak akan terdapat kebersamaan harta kekayaan atau kebersamaan harta
54
Soetojo Prawirohamidjojo, Op. cit., hal 58
44
45
(1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama;
(2). Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
adalah :
1. Dalam perkawinan dengan persatuan harta bulat, agar istri terlindung dari
kemungkinan tindakan suami yang tidak baik, yang meliputi tindakan atas
harta tak bergerak dan harta bergerak tertentu lainnya, yang dibawa istri ke
semua harta, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dibawa pihak
buku besar tentang piutang umum, surat berharga lainnya dan piutang atas
nama istri. Jadi disini yang diperjanjian adalah pembatasan atas wewenang
suami.
b. Agar harta pribadi tersebut terlepas dari suami, dan istri dapat
55
J. Satrio, Op. cit., hal 148-149
47
pembautan perjanjian harus sesuai dengan kaidah atau aturan hukum yang
berlaku.
perjanjian, suatu perjanjian harus dibuat oleh atas dasar kata sepakat dari para
pihak yang membuatnya. Pada perjanjian umum yang diatur dalam Pasal 1313
kurangnya dua orang, namun bisa juga terjadi suatu perjanjian dibuat lebih
dari dua orang, namun pada perjanjian perkawinan, yang menjadi para pihak
perjanjian tersebut apakah mulai berlaku sejak saat dibuatnya perjanjian atau
pada suatu waktu tertentu yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Akan
dilangsungkan, hal itu sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29
mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga, terhitung mulai
Menurut ketentuan Pasal 147 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, perjanjian perkawinan dibuat oleh calon suami istri
dibuat tidak akan berlaku apabila tidak diikuti dengan perkawinan. Hal ini
sehingga tidak ada yang diatur oleh perjanjian perkawinan yang telah dibuat.
Perdata). Namun ternyata perjanjian perkawinan dapat juga berlaku bagi pihak
ketiga. Berlakunya perjanjian perkawinan bagi pihak ketiga diatur dalam Pasal
56
Libertus Jehani, Perkawinan Apa Resiko Hukumnya ?, Cetakan Pertama,(Jakarta : Forum
Sahabat, 2008), hal 78
57
R. Subekti, R Tjirosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Op.cit hal 36-37
49
dibukukan dalam suatu register umum, yang harus diselenggarakan untuk itu
berdasarkan ketentuan Pasal 147 ayat (2) juncto Pasal 152 Kitab Undang-
Pengadilan Negeri.
masyarakat :
mereka atur dalam perjanjian perkawinan mereka atau tentang isi dari
secara murni atau total akan tetapi seorang suami tetap berkewajiban
perkawinan ini kedua belah pihak yaitu suami dan istri hanya saling
maka harta bawaan dari masing-masing suami atau istri tetap berada
Dalam perjanjian perkawinan ini pasangan calon suami dan istri dapat
harta kakyaan yang berasal dari harta bawaan, harta yang diperoleh
58
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Cetakan Pertama,
(Jakarta: Visi Media, 2008), hal 102-104
52
tidak boleh menuntut perceraian. Seperti yang diatur dalam Pasal 139
tata susila yang baik atau tata tertib umum dan asal di indahkan pula
perjanjian biasa mengenai harta kekayaan, hal ini karena hukum harta
59
J. Satrio, Op. cit., hal 224
53
Hal ini berhubungan dengan hak waris dari suami atau istri
suami istri itu adalah untuk kedua kali atau selanjutnya dan dari
si istri atau suami yang baru tak akan mendapat bagian warisan
yang lebih besar dari pada bagian warisan terkecil yang akan
diterima oleh seorang anak tadi atau dalam hal bilamana anak itu
bolehlah bagian si istri atau suami itu lebih dari seperempat harta
peninggalan si meniggal.
54
c. Tidak boleh melepaskan haknya atas legitime portie (Hak Mutlak) atas
keturunannya.
Hal ini sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 142 Kitab
untung dan rugi harus dibagi secara rata anata suami dan istri.
55
karya seni (ciptaan dari istri tanpa persetujuan dari istri) sebagaimana
Tanggerang yaitu Bapak Barmen Sinurat, SH61., dan Kepala Seksi Pencatatan
60
Komar Andasasmita, op.cit., hal 58
61
Wawancara dengan Bapak Barmen Sinurat, SH , Hakim di Pengadilan Negeri Tangerang pada
tanggal 2 April 2008
56
SH., yang penulis wawancarai pada tanggal 2 April 2008, sampai saat
April 2008 yaitu ibu Siska, mengatakan bahwa pengesahan dari Pengadilan
Negeri Tanggerang.
suami istri, salinan akta perjanjian perkawinan yang bermaterai dan fotocopy
Perkawinan.
perkawinan, tanggal pendaftaran, tanggal dan nomor akta, judul akta dan nama
57
notaris, dihadapan siapa para pihak membuat akta tersebut. Pada bagian
serta biaya pendaftaran, kemudian pada salinan akta tersebut juga dibubuhi
cap Pengadilan Negeri dan tanda tangan Panitera. Salinan akta perjanjian
para pihak yang membuatnya, sedangkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk dan
Notaris sebagai bentuk bantuan kepada klien. Ketika calon suami istri datang
umumnya para klien akan minta bantuan Kantor Notaris untuk sekalian
tersebut.
keterangan yang dia dapat dari praktek yang dilakukan oleh temannya yang
tempat tinggal salah satu dari calon suami istri sesuai alamat yang tercantum
menikah disibukan oleh kehidupan rumah tangga yang baru mereka jalani
dilakukan pada saat pihak ketiga mengadakan hubungan dengan suami istri.
Pihak ketiga yang mengadakan hubungan dengan suami istri setelah perjanjian
perkawinan tersebut.
terhadap pihak ketiga. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pada pasal 1 huruf (d)
Pencatat Perkawinan terdapat pada pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang
berbunyi:
Perkawinan.
tahun 1954 tentang Pencatattan Nikah, Talak dan Rujuk belum dinyatakan
Pencatat Nikah adalah Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama.
Jadi yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat Perkawinan pada Pasal 2 ayat
(1) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975, adalah Pegawai Pencatat Nikah
61
pada Kantor Urusan Agama. Dengan demikian dari ketentuan pasal 29 ayat
(1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan
dibuat oleh calon suami istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama
tersebut disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama.
Pencatat Nikah juga terdapat pada Pasal 47 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
Pasal 2 ayat (2) peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 yang mensyaratkan
pendapat penulis sebenarnya telah terjadi sebuah atau sedikit kekeliruan yang
yaitu pada Pasal 29 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
62
Wawancara dengan Bapak Barmen Sinurat, Hakim di Pengadilan Negeri Tangerang pada
tanggal 2 April 2008
63
Keadaan yang sama juga lebih ditegaskan lagi oleh Bapak P.Sijabat,
Wetboek), sekarang ini hanya sejarah jika aturan tersebut sudah diatur dalam
63
Wawancara dengan Bapak P.Sijabat, Kepala Seksi Pencatatan Perkawinan di Kantor Catatan
Sipil Tanggerang, tanggal 3 April 2008
64
yang akan kita terima. Seperti yang kita ketahui bahwa perjanjian pada
terhadap pihak ketiga yang berkepentingan. Hal yang sama juga berlaku
Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi : pada waktu
Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
Jika kta cermati kata-kata yang terdapat dalam pasal 29 ayat (1)
Dari pasal tersebut terlihat bahwa perjanjian perkawinan yang diatur dalam
perkawinan apabila tidak didaftarkan maka tetap berlaku bagi kedua belah
yang telah dibuat mempunyai akibat hukum yang tetap mengikat bagi
tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang telah penulis terangkan pada sub
64
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama (Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hal 249
67
mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga, terhitung mulai tanggal
bahwa perjanjian perkawinan itu tidak ada dan suami istri kawin dengan
65
Libertus Jehani, Op.cit, hal 78
68
suami-istri tetap mengikat bagi kedua belah pihak. Lain halnya jika
66
Soetojo Prawirohamidjojo dan Aris Safiodin, Op.cit, hal 83
69
BAB V
P E N U T UP
A. Kesimpulan
hukum bagi kedua belah pihak, karena perjanjian tersebut tetap mengikat
69
70
B. Saran
2. Pengadilan Negeri dan Kantor Catatan Sipil serta Kantor Urusan Agama
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bhakti,
1990
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut
KUHPerdata. Cet. 3, Jakarta: Bina Aksara, 1986
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku I, Cetakan
Kedua, Jakarta : Ichtiar Baru an Hoeve, 2000
Peraturan perundang-undangan