Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

SISTEM PRODUKSI

TOYOTA SEVEN WASTE

IRFANDI ALY ANDARI


CGA 117 046

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS PALANGKA RAYA
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1940 ketika pekerja di Jerman memproduksi tiga kali lebih banyak daripada
pekerja Jepang dan seorang pekerja Amerika memproduksi tiga kali lebih banyak daripada
pekerja Jerman. Sehingga rasio produksi Amerika dan Jepang menjadi 9:1 . Oleh karena itu,
direktur Toyota di Jepang yaitu Kiichiro merencanakan untuk mengurangi gap dengan
Amerika dalam waktu 3 tahun, yang akhirnya melahirkan Lean Manufacturing. Eji Toyoda
dan Taiichi Ohno di Toyota Motor Company di Jepang mempelopori konsep Lean Producti
yang disebut dengan Kanban dan Just-In-Time (JIT). Sistem ini berusaha untuk mencapai
kesempurnaan dengan pengurangan biaya secara terus-menerus, tidak ada cacat, tidak ada
persediaan, dan inovasi tiada akhir untuk menghasilkan variasi produk yang baru.
Kesuksesan industri manufaktur dalam menghadapi persaingan berkaitan langsung
dengan kemenangan perusahaan tersebut dalam kompetensi pasar. Faktor yang berperan
dalam mempertahankan kompetensi pasar antara lain biaya yang efektif dan efisien. Banyak
perusahaan manufaktur melakukan perubahan sistem, baik fisik maupun budaya secara
drastis dengan mengadopsi konsep Lean. Lean Manufacturing atau Lean production adalah
suatu filosofi manajemen dari Toyota Production system yang pada tahun 1990 dikenal
dengan nama “Lean”. “Lean” didefinisikan sebagai suatu proses menghilangkan
pemborosan/waste dalam buku “The machine that change the world”

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah sisitem produksi dengan materi Toyota seven waste adalah
mengatahui Toyota seven waste.
II. PEMBAHASAN

Dalam industri, berlakunya hukum tidak ada proses yang sempurna. Yang ada adalah
mendekati sempurna atau memiliki proses yang lebih baik diantara standar maupun rata-rata
industri. Inilah yang menjadi pemikiran bagi para ahli manajemen dalam lingkup industri
manufaktur dan juga sekarang digunakan bagi pelaku bisnis di bidang lainnya seperti jasa.
Dengan demikian, akan selalu ada yang namanya waste, pemborosan, rugi-rugi ataupun ke
tidak sempurnaan dalam proses, baik itu di manufaktur, proses pelayanan jasa maupun proses
bisnis lainnya. Awalnya, waste ini diidentifikasi ada 7 pemborosan klasik. Yaitu:

1. Waste of Overproduction (Produksi yang berlebihan)


Waste atau pemborosan yang terjadi karena kelebihan produksi baik yang berbentuk
Finished Goods (Barang Jadi) maupun WIP (Barang Setengah Jadi) tetapi tidak ada order /
pesan dari Customer. Beberapa Alasan akan adanya Overproduction (kelebihan Produksi)
antara lain Waktu Setup Mesin yang lama, Kualitas yang rendah, atau pemikiran “Just in
case” (berjaga-jaga) ada yang memerlukannya.
2. Waste of Inventory (Inventori)
Waste atau pemborosan yang terjadi karena Inventory adalah Akumulasi dari
Finished Goods (Barang Jadi), WIP (Barang Setengah Jadi) dan Bahan Mentah yang
berlebihan di semua tahap produksi sehingga memerlukan tempat penyimpanan, Modal yang
besar, orang yang mengawasinya dan pekerjaan dokumentasi (Paperwork).
3. Waste of Defects (Cacat / Kerusakan)
Waste atau Pemborosan yang terjadi karena buruknya kualitas atau adanya
kerusakkan (defect) sehingga diperlukan perbaikan. Ini akan menyebabkan biaya tambahan
yang berupa biaya tenaga kerja, komponen yang digunakan dalam perbaikan dan biaya-biaya
lainnya.
4. Waste of Transportation (Pemindahan/ Transportasi)
Waste atau Pemborosan yang terjadi karena tata letak (layout) produksi yang buruk,
peng-organisasian tempat kerja yang kurang baik sehingga memerlukan kegiatan
pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Contohnya Letak Gudang yang jauh
dari Produksi.
5. Waste of Motion (Gerakan)
Waste atau Pemborosan yang terjadi karena Gerakan – gerakan Pekerja maupun
Mesin yang tidak perlu dan tidak memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut.
Contohnya peletakan komponen yang jauh dari jangkauan operator, sehingga memerlukan
gerakan melangkah dari posisi kerjanya untuk mengambil komponen tersebut.
6. Waste of Waiting (Menunggu)
Saat Seseorang atau Mesin tidak melakukan pekerjaan, status tersebut disebut
menunggu. Menunggu bisa dikarenakan proses yang tidak seimbang sehingga ada pekerja
maupun mesin yang harus mengunggu untuk melakukan pekerjaannya , Adanya kerusakkan
Mesin, supply komponen yang terlambat, hilangnya alat kerja ataupun menunggu keputusan
atau informasi tertentu.
7. Waste of Overprocessing (Proses yang berlebihan)
Tidak setiap proses bisa memberikan nilai tambah bagi produk yang diproduksi
maupun customer. Proses yang tidak memberikan nilai tambah ini merupakan pemborosan
atau proses yang berlebihan. Contohnya : proses inspeksi yang berulang kali, proses
persetujuan yang harus melewati banyak orang, proses pembersihan. Semua Customer
menginginkan produk yang berkualitas, tetapi yang terpenting adalah bukan proses Inspeksi
berulang kali yang diperlukan tetapi bagaimana menjamin Kualitas Produk pada saat
pembuatannya. Yang harus kita lakukan adalah Carikan Root Cause (akar penyebab) dari
suatu permasalahan dan ambilkan tindakan (countermeasure) yang sesuai dengan akar
penyebab tersebut.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari makalah ini yaitu kita dapat mengatahui bahwa
seven waste merupakan 7 pemborosan yang ada pada dunia industry yaitu pemborosan yang
terjadi produksi yang berlebihan, pemborosan yang terjadi karena kapasitas, pemborosan
yang terjadi karena rendahnya kualtias,pembbrosan karen tata letaknya, pemborosan yang
terjadi karena gerakan pekerja, pemborosan karen kelamaan menunggu dan pemborosan
karena kurangnya nilai tambah produk

Anda mungkin juga menyukai