Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta perkembangan
perekonomian rakyat dan daerah. Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang dengan
pesat sejak awal tahun 80-an dan sampai akhir tahun 2000 luas total perkebunan kelapa sawit
di Indonesia telah mencapai 3,2 juta ha dengan produksi crude palm oil (CPO) sebesar 6,5
juta ton. Perkembangan perkebunan sawit ini masih terus berlanjut dan diperkirakan pada
tahun 2012 Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar didunia dengan total produksi
sebesar 15 juta ton/tahun. Kondisi yang demikian perlu diimbangi dengan pengembangan
produk turunan kelapa sawit yang memiliki nilai kompetitif yang cukup tinggi (Tri Hayati,
dkk, 2003)
Salah satu produk turunan dari minyak sawit adalah margarin. Penggunaan margarin
yang cukup luas menyebabkan margarin diminati oleh masyarakat. Dipasaran sendiri
margarin terdiri atas 3 tipe yakni margarin meja (table margarines), margarin industri
tingginya permintaan konsumen akan margarin terdapat isu miring yang menyebutkan bahwa
margarin mengandung lemak trans yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
Selain itu image “lemak” pada margarin menyebabkan sebagian orang enggan
aktivitas bakteri kolon sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Prebiotik dalam usus,
terutama dalam usus besar yang difermentasikan oleh bakteri probiotik akan menghasilkan
Short Chain Fatty Acid (SCFA) dalam bentuk asetat, propionate, butirat, L-laktat,
karbondioksida dan hydrogen. SCFA tersebut oleh tubuh dapat dipakai sebagai sumber
energy, dan memberikan efek stimulasi selektif terhadap pertumbuhan bakteri probiotik
terutama Bifidobacteria dan lactobacillus yang akan memberikan efek menguntungkan bagi
kesehatan, antara lain memperbaiki metabolisme lipida dan mengurangi kadar kolesterol
Salah satu tanaman yang mengandung prebiotik adalah ubi jalar . Ubi jalar mengandung
prebiotik jenis oligosakarida yaitu rafinosa. Kandungan oligosakarida pada ubi jalar
pada ubi jalar putih varietas Sukuh lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih varietas
Jago dan ubi jalar merah, masing-masing sebesar 2,97%, 2,27% dan 1,26%.
Selain mengandung prebiotik, keunggulan lain ubi jalar adalah mengandung β-karoten.
Telah lama diketahui bahwa β-karoten merupakan antioksidan yang paling efektif dan
berfungsi untuk mencegah beberapa jenis kanker seperti kanker mulut, tenggorokan, paru-
paru, kolon dan lambung. Disamping itu, β-karoten memiliki sifat arterosklerotik dengan
mereduksi plak ateroskelerotik pada pembuluh darah arteri (Tri Hayati, 2003).
Jumlah β-karoten pada ubi jalar berbeda-beda tergantung pada varietasnya. Hal ini
menyebabkan warna umbinya pun beragam. Hasim dan Yusuf (2008) menyebutkan bahwa ubi
jalar putih mengandung 260 mg (869 SI) β-karoten per 100 g bahan, sedangkan ubi jalar
kuning mengandung 2900 mg (9675 SI) β-karoten, dan ubi jalar ungu atau merah jingga
sebesar 9900 mg (32967 SI). Disamping β-karoten, Suprapta (2003) menyebutkan bahwa ubi
jalar ungu mengandung antosianin yang kadarnya dapat mencapai 110,51 mg per 100 g bahan
sedangkan pada ubi jalar orange mengandung senyawa lutein dan zeaxanthin yang merupakan
Warna umbi yang beragam apabila dilakukan ekstraksi maka akan menghasilkan sari
ubi jalar dengan warna yang beragam pula. Apabila sari ubi jalar ini diaplikasikan untuk
memperkaya margarin, maka perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap aroma, warna
rasa, daya oles, daya leleh dimulut dan tekstur serta sifat kimia margarin yang dihasilkan.
Komposisi sari ubi jalar juga dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun
organoleptik margarin yang dhasilkan. Hal ini dikarenakan sari ubi jalar dipengaruhi oleh cara
ekstraksinya yaitu perbandingan air dan ubi jalar. Cara ekstraksi tersebut dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi ubi jalar diantaranya kandungan padatan terlarut sehingga apabila
diaplikasikan ke margarin akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun organleptik margarin
yang dihasilkan seperti daya oles, tekstur dan daya leleh dimulut.
jenis ubi jalar dan jenis sari ubi jalar terhadap kualitas fisik maupun kimia margarin prebiotik
yang dihasilkan.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi jenis ubi jalar dan jenis sari
ubi jalar sehingga dihasilkan margarin sari ubi jalar yang disukai konsumen.
C. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan bahan baku lokal yakni ubi
jalar sebagai bahan diversifikasi untuk produk pangan serta meningkatkan nilai jual dari ubi
jalar yang saat ini belum banyak termanfaatkan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan solusi atas isu lemak trans pada margarin dan mengembangkan produk prebiotik
A. Margarin
Margarin merupakan emulsi minyak dalam air dan pertama kali digunakan pada
bulan oktober 1867 sebagai pengganti mentega. Lemak nabati mulai berkembang secara
komersial kira-kira sejak tahun 1963 dan semenjak itu, baik jenis maupun jumlahnya
peraturan 2991/94 oleh dewan komunitas eropa (Hamm, Wolf and Richard J. Hamilton,
2000).
berbentuk emulsi (w/o), baik semi padat maupun cair, yang dibuat dari lemak makan dan
atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi,
interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan utama serta
mentega dengan penampakan, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama
dengan mentega. Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat
pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera
dapat mencair di dalam mulut. Margarin mempunyai titik beku yang tinggi (di atas suhu
kamar) dan titik cair sekitar suhu badan. Pada suhu kamar (25oC) margarin mempunyai
sifat plastis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengoles makanan (Ketaren, 2008).
bahan baku margarin yaitu mempunyai bilangan iod yang rendah, warna minyak seperti
mentega, flavor minyak yang baik, asam lemak yang stabil, titik beku dan titik cair
disekitar suhu kamar, dan minyak nabati tersebut harus banyak terdapat di suatu daerah.
Komponen lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan margarin adalah air, garam,
flavor mentega, zat pengemulsi (berbentuk lesitin, gliserin, atau kuning telur), zat
pewarna (minyak sawit merah atau beta karoten sintetik), bahan pengawet (sodium
benzoat).
untuk pembuatan margarine yakni 80% fase lemak dan 17% fase air. Fase air terdiri dari
air, garam dan pengawet sedangkan fase lemak merupakan campuran antara minyak
dengan lemak yang berkontribusi terhadap sifat polimorfisme margarin. Bahan lain yang
juga ditambahkan adalah lesitin yang berperan sebagai emulsifier. Penambahan lesitin
Komposisi bahan untuk pembuatan margarin selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
2. Jenis-Jenis Margarin
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama
dalam pemanggangan roti (baking) dan pembuatan kue kering (cooking) yang bertujuan
memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin juga digunakan sebagai
bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam
yaitu margarin siap makan, margarin industri, dan margarin krim atau spread. Terdapat
beberapa perbedaan syarat mutu di antara ketiga jenis margarin tersebut. Margarin siap
makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D dengan kadar lemak
minimal 80%, sedangkan pada margarin industri dan margarin krim tidak dipersyaratkan
adanya penambahan vitamin A dan vitamin D. Perbedaan antara margarin industri dan
margarin krim terletak pada jumlah lemak minimum yang terdapat pada produk.
- Produk terlalu lembut, oleh karena itu, dibungkus di dalam plastic tube atau
Merupakan margarin rendah lemak atau biasa disebut dengan margarin diet,
Margarin industri dirancang untuk industri roti dan kue yang dibuat dari
minyak nabati yang telah dimurnikan. Aplikasi yang direkomendasikan untuk biskuit,
industri kue dan toko roti. Sedikit lebih keras dibandingkan dengan margarin meja dan
digunakan untuk campuran roti dan kue. Margarin industri ini harus disimpan ditempat
margarin industri. Fungsi puff pastry sebagai pelindung antara lapisan – lapisan dari
adonan kue.
refining dari CPO (crude Palm Oil). Tujuan refining adalah untuk menghilangkan
yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Tri Hayati, dkk, 2003).
bleaching dan deodorisasi. Tahap pertama yakni degumming yang bertujuan untuk
menghilangkan gum (fosfatida) yang masih terkandung dalam CPO dan bersifat
tidak larut (non-hydratable) seperti garam magnesium dan garam kalsium yang
dapat mengganggu stabilitas minyak pada tahap selanjutnya. Pada tahap ini
dilakukan pencampuran antara CPO dan asam phospat dengan konsentrasi 0,1%-
0,2% dengan suhu berkisar antara 90-1100C dan waktu proses 15 menit (Yusuf
Basiron, 2000)
trace metal seperti Fe dan Cu yang sudah terperangkap dengan PO 4- dari asam
fosfat membentuk koagulan, serta pigmen, fosfatida, sisa asam fosfat dan produk
oksidasi yang dihilangkan dengan adsorpsi dari tanah pemucat Selanjutnya, CPO
akan dialirkan kedalam bleacher untuk dicampur dengan tanah pemucat (bleaching
earth). Bleaching earth yang ditambahkan yakni sebesar 0,5%-2% dari berat CPO.
Proses ini memerlukan waktu 30 menit dengan suhu 950C dan tekanan 20 mmHg –
25 mmHg dan selama proses berlangsung, air serta zat-zat penyebab bau maupun
warna akan menguap Selanjutnya, minyak dan tanah pemucat akan dipisahkan
FFA, odor dan warna dengan menggunakan suhu dan tekanan tinggi serta uap
panas. Suhu yang digunakan selama proses berkisar antara 240-270 0C dengan
tekanan vakum 2-5 mmHg. Umumnya, penggunaan suhu diatas 2700C dihindari
Bleaching
0,5% - 2,0% bleaching earth
Temp : 950C
Time : 30 minutes
Deodorization
Temp : 2400C - 2700C
Time : ± 30 minutes
RBDPO
Bleaching earth
FFA, Odour,
colour component
Sifat fisik dan komposisi Kimia dan sifat fisik RBDPO dapat dilihat pada
refining dari crude PKO (Palm Kernel Oil). Tujuan refining adalah untuk
lemak bebas yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Tri Hayati, dkk, 2003).
yang membedakan keduanya adalah suhu proses pengolahan RBDPKO pada tahap
CPKO
Degumming
0,1% - 0,2% ortho-phosporic acid
Temp : 850C
Time : 15 minutes
Bleaching
Bleaching earth 0,5% - 2,0% bleaching earth
0,1% - 0,2% ortho-phosporic acid
Temp :0 950C
Temp : 85 C
Time : 30 minutes
RBDPKO
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan RBDPKO
Sifat fisik dan Komposisi Kimia RBDPKO dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
3. Stearin
Stearin merupakan hasil proses refining yang dilanjutkan dengan proses
fraksinasi. Pada dasarnya fraksinasi terdiri dari kristalisasi dan filtrasi yang
bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan cair minyak sawit. Fraksi cair yaitu
olein yang digunakan sebagai minyak goreng sedangkan fraksi padat yaitu stearin
digunakan sebagai bahan baku margarin atau shortening (Yusuf Basiron, 2000)
Stearin memiliki slip melting point (SMP) pada kisaran suhu 45-56°C,
sedangkan olein pada kisaran suhu 13-23°C. Hal ini menunjukan bahwa stearin
yang memiliki slip melting point lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada
suhu kamar (Pantzaris, 1994). Stearin hasil fraksinasi yang tidak murni merupakan
campuran dari berbagai asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan
shortening, margarin, dan pasta (Ketaren, 2008). Hal ini juga didukung oleh stearin
yang bersifat plastis. Hal utama yang menyebabkan stearin mempunyai sifat plastis
dan beku pada suhu ruang adalah tingginya kandungan asam lemak palmitat pada
lainnya dari minyak sawit terutama pada parameter titik leleh dan nilai bilangan
iod. Dari hasil survey MARDI tahun 1997/1998 (Satiawihardja et.al, 2001),
karakteristik fisik dan kimia dari fraksi stearin dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel
8. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai mutu merupakan kisaran dari
beberapa nilai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap jenis minyak, meskipun berasal
dari sumber minyak yang sama memiliki karakteristik yang unik. Kandungan lemak
padat (solid fat content, SFC) merupakan rasio antara lemak padat terhadap lemak
cair ketika lemak didinginkan di bawah titik leleh komponen dengan titik leleh
tertinggi dan sangat bergantung pada kondisi campuran trigliserida (Ketaren, 2008).
Nilai SFC ini merupakan salah satu parameter mutu yang penting pada stearin.
fraksinasi untuk memisahkan olein dengan stearin. Fraksinasi terdiri atas 2 tahap
merupakan hal yang sangat kritis selama berlangsungnya proses pemadatan karena
dipengaruhi oleh design alat crystallizer. Hal ini dikarenakan kristalisasi merupakan
dipengaruhi oleh design alatnya (Hamm, Wolf and Richard J. Hamilton, 2000).
Secara umum, penyaringan bertujuan untuk memisahkan olein dari fase padat
(stearin). Ada 2 sistem penyaringan yang digunakan, yakni penyaringan vakum dan
pemasukan dan pengeluaran. Pada tahap pemasukan, sebagian besar olein telah
dipisahkan dari slurry sedangkan pada tahap yang kedua kristal dipisahkan secara
mekanik untuk mengekstrak olein yang masih tertahan pada fase padat (Yusuf
Basiron, 2000).
4. Emulsifier
Margarin merupakan salah satu jenis emulsi. Emulsi adalah sistem yang
terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, salah satu cairan
atau suspense suatu cairan dalam cairan lain yang tidak bercampur dalam keadaan
emulsi memiliki diameter globula lebih dari 0.1 μm (1000 Å). Emulsi yang
emulsi yang memiliki diameter globula kurang dari seperempat panjang gelombang
sinar putih atau sekitar 0.14 μm sampai dengan 0.002 μm termasuk mikroemulsi
Sistem emulsi yang umum dijumpai adalah campuran antara minyak dan air.
Minyak dan air merupakan cairan yang tidak dapat berbaur karena mempunyai sifat
kepolaran dan berat jenis yang berbeda. Air bersifat polar dan memiliki berat jenis
yang lebih besar daripada minyak (Suryani, dkk, 2002). Terdapat dua tipe emulsi
yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Jika fase
lipofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi
minyak dalam air, sebaliknya jika fase hidrofilik merupakan fase terdispersi maka
emulsi disebut emulsi air dalam minyak (Ketaren, 2008). Tipe emulsi dapat dilihat
(b)
Gambar 3. Emulsi w/o (a) dan emulsi o/w (b)
Margarin merupakan salah satu emulsi air di dalam minyak (w/o). Gambar 4
menunjukkan bentuk emulsi margarin. Margarin merupakan salah satu emulsi air di
Emulsifier
\\\
cairan lain untuk memperbaiki homogenitas dan kualitas tekstur sehingga terbentuk
konsistensi yang diinginkan. Stabilizer memberikan tekstur dan rasa yang seragam
dan lembut. Emulsifier melapisi permukaan droplet dan menghasilkan hambatan
Cara kerja emulsifier pada sistem emulsi minyak dalam air adalah
menyelubungi lemak yang terdispersi. Bagian emulsifier yang nonpolar larut dalam
lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap pelarut air
(continous phase). McClements (2004) menyatakan bahwa ada dua peranan penting
dari emulsifier selama proses homogenisasi yaitu menurunkan tegangan antar muka
atau bilangan yang menyatakan daya tarik relatif emulsifier terhadap air dan
terhadap minyak secara serempak. HLB yang rendah cenderung untuk membentuk
emulsi w/o, pengemulsi dengan HLB menengah membentuk emulsi o/w, dan
a. Lesitin
Gambar 5. Struktur Kimia Lesitin
Emulsifier pada margarin berperan agar terbentuk emulsi antara fase yang larut
dalam lemak dan fase yang larut dalam air. Kemampuan lesitin sebagai
emulsifier dapat dilihat dari strukturnya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
menurunkan tegangan permukaan interfasial antara fase minyak dan air. Nilai
HLB lesitin berkisar antara 3-4. Selain sebagai bahan pengemulsi, lesitin juga
b. Propilen Glikol
CH2 OH
CH OH
CH3
(Gambar 4) dan berat molekul 76,10. Propilen glikol mempunyai sifat tak
berwarna, hampir tidak berbau, bersih, cairan viskos dengan rasa sedikit manis,
Propilen glikol mempunyai dua gugus polar dan satu gugus nonpolar,
sehingga bersifat higroskopik karena dua gugus polar akan lebih kuat mengikat
glikol dalam pembuatan margarin tidak hanya sekedar sebagai emulsifier tetapi
persentase tinggi. Minyak ini ditandai dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi
tinggi dan jumlah antioksidan alami yang berkurang akibat proses maka perlu
(Wisnu, 2005).
ditambahkan pada margarin sebesar 0,02% (Wisnu, 2005). Sifat BHT dapat dilihat
1. Air
air terperangkap atau terdispersi dalam kristal dan cairan minyak sebagai fase
kontinyu. Menurut SNI 01-3541-2002, kadar air margarin adalah maksimal 18%
(BSN, 2002). Perbandingan yang tepat antara air dan minyak dalam emulsi akan
ketengikan (berkaitan dengan hidrolisis minyak). Air juga berperan sebagai media
2. Garam
Selain itu, garam juga dapat berperan sebagai anti-mikrobia. Garam yang
3. Dextrose
a. Pembuatan margarin
sebagai berikut. Komposisi untuk pembuatan margarin adalah 80% lemak dan 17%
air. Fase yang larut dalam lemak seperti RBDPO sebanyak 85%, RBDPKO sebanyak
10% dan 5% stearin dicampur dengan emulsifier, lesitin, BHA, flavor serta β-caroten.
Sedangkan bahan yang larut dalam fase air seperti garam non yodium dextrose,
Tahap berikutnya adalah mencampur kedua bahan tersebut, yakni bahan yang
larut dalam fase air dan minyak. Suhu pada saat pencampuran harus selalu dijaga
pada suhu 17-220C. Homogenizer yang digunakan dalam penelitian ini tergolong
dalam homogenizer rotor yang memiliki sejenis pisau pemotong dan mampu berputar
dengan kecepatan tertentu. Ketika adonan margarine mengenai bagian ini, adonan
akan dipotong dengan cepat membentuk droplet-droplet dengan ukuran kecil dan
seragam.
Perubahan suhu secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk
margarin dengan perubahan pada jumlah kristal yang ada, kekerasan, dan viskositas
dari trigliserida cair. Penurunan suhu dapat menimbulkan kristalisasi dan peningkatan
viskositas (Kusnandar, 2010). Laju pendinginan, agitasi, dan tingkat pendinginan
selanjutnya akan berpengaruh pada tekstur dan karakteristik pencairan dari produk
(Podmore, 1994). Pada proses ini suhu dan kecepatan pendinginan sangat
berukuran kecil sehingga margarin yang dihasilkan bertekstur halus. Selain itu,
partikel terdispersi. Pemakaian suhu rendah akan meningkatkan viskositas yang akan
Pada proses pendinginan ini, kristal yang terbentuk hanya sebagian sehingga
dilanjutkan dengan proses tempering pada suhu 5-70C selama 72 jam untuk
waktu memainkan peranan yang penting. Dimana selama proses ini berlangsung
bantuk α akan berubah menjadi bentuk β’ yang lebih stabil dengan titik leleh yang
lebih tinggi dan terbentuklah margarin. Secara skematis proses pembuatan margarin
Ada 2 hal yang paling jelas berubah selama proses akibat pengeluaran panas
latent kristalisasi yakni peningkatan solid fat content (SFC) dan suhu produk. Ketika
suhu emulsi 40, 45 dan 500C maka akan menghasilkan SFC berturut-turut adalah
15,9%, 13,9% dan 15,6%. Pada suhu 45 dan 50 0C, emulsi mempunyai SFC yang
sedikit lebih tinggi didalam pin worker dibandingkan didalam pipa pendingan.
kristalisasi menjadi minimum didalam pin worker yang mengindikasi suhu produk
rendah. Kristalisasi didalam pipa pendingin menjadi tidak homogen dan agitasi
system akan berpengaruh terhadap produk akhir. Jika emulsi berjalan sangat lambat
maka margarin yang dihasilkan menjadi keras dan rapuh begitu pula dengan
pendinginan yang terlalu cepat. Kristalisasi berjalan dengan cepat agar kristal-kristal
tersebut dapat terikat satu sama lain dengan cepat. Jika kristalisasi terlalu cepat akan
Proses dimulai pada tempat yang berbeda dimana suhunya cukup jatuh untuk
proses kristalisasi atau nukleasi hingga kristal terbentuk. Jadi, ketika lemak meleleh
dan mendingin secara alami akan terbentuk granual dengan proses kristalisasi lambat.
Pendinginan cepat akan menghasilkan kristal yang lebih kecil dan seragam.
Pendinginan instan, TAG dengan daya leleh tinggi dan rendah akan memperbaiki
pencampuran kristal. Jadi, emulsi yang melalui permukaan pendingin pada suhu yang
sangat rendah akan mendapat pendinginan yang sangat besar seiring dengan
Pin worker selain berperan dalam proses kristalisasi juga berperan untuk
waktu simpan yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan pin worker. Perputaran pin
worker akan menimbulkan perlawanan terhadap aliran produk. Putaran pisau scraped-
surface akan memebrikan lebih banyak kekuatan untuk mendinginkan sehingga
Standar mutu margarin menurut SNI No. 01-3541-1994 dapat dilihat pada
Tabel 13 sedangkan menurut CODEX STAN 32-1981 dapat dilihat pada Tabel 14.
5. Kristal Lemak
Lemak juga dapat memiliki sifat plastik, artinya mudah dibentuk atau dicetak atau
dapat diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran dengan udara. Lemak
yang plastis biasanya mengandung kristal gliserida yang padat dan sebagian trigliserida
cair. Bentuk dan ukuran kristal mempengaruhi sifat lemak pada margarin.
Mekanisme pembentukan kristal dijelaskan oleh Bender (1978), yaitu jika lemak cair
molekul-molekul tersebut telah mencapai ukuran 5 A0, maka molekul-molekul ini akan
tarik menarik dengan adanya gaya Van der Waals. Gaya tarik menarik ini akan diikat oleh
adanya suatu efek yang disebut zippering effect. Jika rantai dari molekul cukup panjang
maka kekuatan tarik menarik akan lebih besar. Hasil yang diperoleh dari tarik menarik ini
adalah radikal asam lemak dalam molekul lemak diluruskan dalam keadaan paralel dan
simetris dan asam-asam lemak dengan panjang rantai yang serupa dapat meluruskan
dirinya sendiri secara lebih mudah dan membentuk kristal dengan lebih mudah pula.
Bentuk polimer yang khas pada suatu lemak tergantung pada kondisi
terbentuknya kristal itu, perlakuan terhadap lemak sesudah kristalisasi dan komponen
asam lemak. Jika lemak didinginkan, terbentuk kristal α yang segera hilang berubah
menjadi bentuk β’ halus. Pada beberapa lemak bentuk β’ ini stabil, tetapi dalam lemak
lainnya kristal β’ ini berubah menjadi bentuk intermediat dan akhirnya berubah menjadi
bentuk β yang besar-besar. Sifat-sifat kristal lemak dapat dilihat pada Tabel 15.
mengkilap (glossy effect), serta tampak padat dan penuh. Terdapat tiga karakter kristal
utama pada lemak yaitu temper, feather, dan individual. Penampakan karakteristik kristal
temper umumnya lebih disukai dibandingkan dua karakteristik lainnya. Ketiga jenis
kristal ini terbentuk pada kisaran suhu yang sama, yaitu 26°C, namun memiliki perbedaan
padat, serta terlihat seperti titik-titik kecil yang memiliki sebaran yang cenderung merata
di bawah mikroskop perbesaran 120 kali. Kristal individual meleleh pada suhu 29,7°C
dengan karakteristik kristal rapat, kurang padat, dan terlihat seperti garis dengan ukuran
beragam dengan sebaran yang cenderung beragam pula di bawah mikroskop. Kristal
feather meleleh pada suhu yang lebih tinggi dari kristal individual (sekitar 32,4-35,1°C)
dengan karakteristik kristal terlihat memanjang dan menyerupai bulu, rapat dan padat,
namun dapat terlihat dalam alur yang kurang beraturan (Dimick and Manning, 1987).
tekstur, kekuatan, dan daya gunanya. Karakteristik tersebut terutama dipengaruhi oleh
perbandingan solid-liquid, titik cair kristal, geometri kristal (ukuran, bentuk, alignment),
tingkat pembentukan campuran kristal, dan kemampuan kristal untuk saling menyatu
merupakan fungsi dari struktur lemak dan kondisi proses yang digunakan dalam proses
produksi.
Pada umumnya, semakin besar jumlah trigliserida padat dalam campuran,
kekakuan jaringan akan semakin meningkat pula, karena terjadi peningkatan jumlah
kristal dan kekuatan saling menyatu di antara kristalkristal tersebut. Perubahan suhu
secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk dengan perubahan pada
jumlah kristal yang ada, kekerasan, dan viskositas dari trigliserida cair. Kristalisasi lemak
diawali dengan pembentukan inti kristal (nucleation) dalam sistem supercooled. Laju
kristal, ukuran kristal, dan aglomerasi kristal, yang selanjutnya akan berpengaruh pada
dalam bentuk berbeda-beda. Satu jenis trigliserida dapat memiliki lebih dari satu bentuk
kristal yang berbeda-beda titik cairnya. Lemak dan trigliserida dapat memiliki tiga bentuk
kristal dasar, yaitu α (alfa), β’ (beta prime), dan β (beta). Kristal alfa adalah bentuk yang
paling tidak stabil dan memiliki titik cair terendah, sedangkan kristal beta memiliki
kestabilan dan titik cair paling tinggi. Ketiga bentuk kristal tersebut dapat berada dalam
beberapa gliserida menurut Lutton (1972) dapat dilihat pada Tabel 16.
Brennan et al. (1990) menyebutkan bahwa terdapat dua tipe polimorfisme,
polimorfisme trigliserida bersifat monotropik, dimana kristal bertitik cair rendah hanya
dapat bertransformasi menjadi bentuk kristal dengan titik cair yang lebih tinggi. Proses
kristalisasi berlangsung sangat cepat pada bentuk kristal bertitik cair rendah. Kemudian
kristal tersebut dapat bertransformasi menjadi kristal dengan titik cair yang lebih tinggi,
dan kecepatan transformasinya merupakan fungsi dari temperatur. Jika kristal dicairkan
dan lemak cair tersebut didinginkan kembali, maka dapat dihasilkan kembali kristal
Tabel 16. Titik leleh bentuk polimorf tri stearin (SSS), 2-palmitoildistearin (SPS) dan 2-
stearoildipalmitin (PSP)
Titik Leleh (0C)
Bentuk
SSS SPS PSP
α 54,7 51,8 471
β’ 64 692 69
β 73,3 68,5 65,5
Sumber Lutton (1972)
1
Titik lunak
2
Sulit diperoleh
Slip melting point (MP) adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa kapiler
yang berada di dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Sedangkan
Lawson (1995) menyatakan bahwa complete melting point adalah temperatur pada saat
lemak padat menjadi minyak cair seluruhnya. Setiap asam lemak murni memiliki titik
cair spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran dari bermacam-macam asam
lemak berupa trigliserida, sehingga tidak memiliki titik cair yang tajam (sharp).
Menurut Deman (1997) titik leleh margarin dipengaruhi antara lain oleh titik
lebur asam lemak yang dikandungnya seperti yang ditunjukkan Tabel 17, panjang rantai
dan ketidakjenuhan asam lemak serta konfigurasi cis dan trans. Titik leleh asam lemak
akan semakin naik dengan meningkatnya jumlah atom karbon yang terikat. Semakin
banyak jumlah ikatan tidak jenuh maka titik leleh akan semakin rendah.
Selain itu, tata susun asam lemak dalam jenis trigliserida yang berbeda juga
mempengaruhi titik lebur trigliserida yang terbentuk seperti yang ditunjukkan oleh Tabel
18 berikut.
cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain adalah
a. Rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Semakin panjang rantai maka titik cairnya
proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin rendah.
d. Teknik proses, seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi.
7. Karakteristik Margarin
Kondisi proses selama proses produksi maupun penyimpanan merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Sebab, kerusakan fisik maupun kimia yang timbul selama proses
maupun setelah proses akan berpengaruh terhadap karakteristik margarin yang dihasilkan.
Daya oles merupakan sifat terpenting pada margarine meja. Bagi konsumen,
daya oles berarti kemudahan mengoles margarin setipis mungkin pada roti. Ada 3
kondisi yang dibutuhkan agar margarin memiliki daya oles yang baik. Pertama, terdiri
atas fase minyak cair dan minyak padat. Kedua, kristal lemak harus dapat tersebar
merata. Terakhir, proporsi yang tepat antara fase padat dan cair serta Kristal yang
margarin pada prinsipnya sangat bergantung pada tekhnik yang digunakan selama
lambat, maka akan terjadi pengerasan pada margarin selama proses penyimpanan.
Minyak dan lemak mempunyai lebih dari 30% komponen trigliserida yang tersusun
lambat oleh karena itu rentan mengalami pengerasan. Walaupun POP mempunyai titik
leleh 300C namun suhu kristalisasinya hanya 200C. perbedaan yang mencolok antara
suhu leleh dan suhu kristalisasi akan menyebabkan waktu kristalisasi menjadi lama.
Pengerasan pada margarin disebabkan karena kondisi proses yang tidak tepat
kristal kecil yang berlebih. Selain itu, strukturnya akan lebih padat dan terjadi
margarin dengan konsistensi dan stabilitas yang lebih baik. Selain itu, kristalisasi
memperangkap fase minyak seluruhnya. Hal ini dapat terjadi karena transformasi
kristal menjadi bentuk β. Kristal bentuk β akan membesar secara kontinyu sampai
jaringan tidak dapat memperangkap minyak dan minyak kemudian akan keluar dan
ukuran sampel yang terdapat pada kertas penyaring (suhu 270C dan waktu proses 24-
karena bentuk β’ mempunyai kristal yang kecil yang mudah bergabung dengan fase
minyak sehingga dapat menghasilkan margarin yang lembut serta struktur yang
homogen. Bentuk β’ juga membuat permukaan margarin terlihat lebih halus dan
mengkilap.
menjadi besar sesuai aglomerat yang diinginkan. Kristal yang besar ini akan
menghasilkan sensasi “berpasir” dimulut. Kristal β terjadi karena rasio antara minyak
dan lemak yang kurang tepat serta kondisi proses yang kurang dikontrol. Kristal
sehingga menghasilkan konsistensi yang keras. Kondisi ini cocok untuk pembuatan
pastry.
B. PREBIOTIK
1. Pengertian
Prebiotik merupakan produk alami yang berasal dari zat pati tanaman. Suatu
senyawa atau bahan pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik jika (a) tidak
terhidrolisa atau terserap pada jalur pencernaan makanan tanpa mengalami perubahan
struktur dan tidak diekskresikan dalam ginjal; (b) diproduksi dari substrat tertentu yang
dapat menstimulasi pertumbuhan satu atau sejumlah terbatas bakteri dalam saluran
pencernaan; dan (c) dapat menekan jumlah bakteri pathogen (E.coli, C. perfingens) dan
Prebiotik didefinisikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna dan
diserap dapat diperoleh dari (a) Air susu ibu dalam bentuk human milk oligosaccharide
dengan jumlah 3-6 mg/L (Kunz dan Rudolf, 1996); (b) sayur buah dan produk alami
bawang putih dan Bombay, susu sapi, madu, dan serealia (gandum dan biji-bijian) ; (c)
prebiotik buatan, yang umumnya disintesa dengan cara hidrolisa polisakarida alami dan
Untuk memperoleh oligosakarisa yang akan dipakai sebagai bahan prebiotik dapat
dilakukan melalui cara yaitu : (a) ekstraksi langsung polisakarida alami dari tumbuhan ;
(b) hidrolisa polisakarida alami ; (c) sintesa secara enzimatik dengan menggunakan enzim
hidrolase dan atau enzim glikosil transferase dimana kedua enzim tersebut akan
dan disakarid. Beberapa prebiotik pada saat ini sedang disintesa secara enzimatis, seperti
2. Oligosakarida
Kandungan oligosakarida dalam ubi jalar relatif tinggi dan sebagian besar terdiri
dari raffinosa, stakhiosa, dan verbaskosa . Oligosakarida adalah polimer yang disusun
oleh 2 sampai 10 monosakarida. Oligosakarida bersifat sangat mudah larut dalam air atau
golongan oligosakarida adalah adalah rafinosa, stakiosa dan verbaskosa (Tabel 19).
Struktur kimia dari masing-masing oligosakarida tersebut dapat dilihat pada Gambar 11
(Kusnandar, 2010).
Rafinosa adalah oligoisomer yang tersusun oleh tiga jenis monosakarida, yaitu 1
oilgoisomer yang tersusun oleh 4 monosakarida, yaitu 2 unit α-D-galaktosa, 1 unit α-D-
glukosa dan 1 unit β-D-fruktosa. Stakiosa dapat dihasilkan dengan menambahkan 1 unit
α-D-galaktosa ke dalam struktur rafinosa melalui ikatan α(1 6). Verbaskosa adalah
oligoisomer yang tersusun atas 5 unit monosakarida, yaitu 3 unit α-D-galaktosa, 1 unit α-
unit α-D-galaktosa ke dalam struktur stakiosa melalui ikatan α(1 6). Ketiga
oligosakarida ini tidak dapat dicerna oleh manusia, namun dapat menjadi makanan bagi
dalam usus besar akan menghasilkan gas. Mikroba yang juga dapat memanfaatkan
oligosakarida tersebut adalah kelompok bakteri asam laktat (misalnya lactobacillus casei,
dan bifidobacterium longum) yang dapat tumbuh dalam usus besar manusia dan dapat
laktat, asam asetat, asam butirat, hidrogen peroksida, bakteriosin, dan metabolit lainnya.
Rafinosa tidak dapat dicerna karena mukosa usus mamalia tidak mempunyaai enzim α-
galaktosidase sehingga oligosakarida tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh. Didalam
usus, oligosakarida ini akan difermentasi oleh bakteri-bakteri yang ada dalam usus
sehingga terbentuk gas karbon dioksida, hidrogen, dan metan. Oligosakarida yang
mengandung ikatan α-galaktosida pada bahan pangan terkait dengan timbulnya flatulensi,
3. Manfaat
Selain untuk menumbuhkan prebiotik atau bakteri bermanfaat dalam usus, prebiotik
juga berguna untuk membunuh kuman-kuman yang tak perlu memiliki penangkal
penetralisir efek samping antibiotic, dan mencegah infeksi, sehingga membantu fungsi
pencernaan. Prebiotik dalam usus, terutama dalam usus besar yang difermentasikan oleh
bakteri probiotik akan menghasilkan Short Chain Fatty Acid (SCFA) dalam bentuk asetat,
propionate, butirat, L-laktat, karbondioksida dan hydrogen. SCFA tersebut oleh tubuh
dapat dipakai sebagai sumber energy, dan memberikan efek stimulasi selektif terhadap
memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan, antara lain (a) memperbaiki keluhan
malabsorbsi laktosa ; (b) meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus oleh
(c) sukresi kanker; (d) memperbaiki metabolisme lipida dan mengurangi kadar kolesterol
dalam darah; (e) memperbaiki pencernaan (Fuller, 1991); (f) stimulasi imunitas
C. UBI JALAR
1. Asal
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasa dari benua Amerika.
Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah
Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar menyebar ke seluruh
dunia terutama negara-negara beriklim tropika, diperkirakan pada abad ke-16. Orang-
orang spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia terutama
berikut
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik didaerah beriklim panas dan lembab,
dengan suhu optimum 270C dan lama penyinaran 11-12 jam perhari. Tanaman ini dapat
tumbuh sampai ketinggian 1.000 m dari permukaan laut. Ubi jalar membutuhkan tanah
subur untuk media tumbuhnya. Di Jepang, ubi jalar adalah salah satu sumber karbohidrat
yang cukup popular. Beberapa varietas ubi jepang cukup dikenal hingga ke Indonesia.
Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai keragaman jenis
yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis local dan beberapa varietas unggul. Jenis-
jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging
umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen
Berdasarkan varietasnya, ubi jalar terdiri atas Lampengan, Sawo, Cilembu, Rambo,
Prambanan, Mendut, dan Kalasan. Dari beberapa varietas tersebut, jenis Daya,
karena:
Berdasarkan jenisnya ubi jalar terbagi atas ubi putih, kuning, ungu atau ungu
dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, ungu maupun ungu kemerah-merahan
Ubi jalar mempunyai keragaman sifat fisik yang sangat luas berupa variasi bentuk,
ukuran, warna kulit, dan warna daging umbi yang sangat ditentukan varietasnya. Bentuk
umbi beragam, ada yang bulat-lonjong, lonjong, halus/rata, dan berlekuk. Umbi yang
lonjong dan tidak ada lekukan akan memudahkan pengupasan sehingga rendemen umbi
terkupas tinggi. Demikian pula warna kulit dan daging ubi jalar beragam dari putih,
Warna kuning/orange pada umbi disebabkan oleh adanya senyawa betakaroten yang
terhadap kanker, penuaan dini, penurunan kekebalan, penyakit jantung, stroke, katarak,
sengatan cahaya matahari, dan gangguan otot (Mayne 1996). Hal ini berkaitan dengan
terjadinya tumor dan kanker (Hongmin et al. 1996). Oleh karena itu, keberadaan senyawa
alami tersebut merupakan suatu kelebihan yang perlu ditonjolkan untuk meningkatkan
citra ubi jalar yang selama ini dianggap sebagai makanan inferior. Warna daging umbi
juga turut menentukan jenis dan kualitas produk yang akan dihasilkan.
Ubi jalar mempunyai komposisi kimia yang kaya karbohidrat, mineral, dan vitamin.
Vitamin A pada ubi jalar dalam bentuk provitamin A mencapai 7.000 SI/100 g atau dua
setengah kali lebih besar dari rata-rata kebutuhan manusia, terutama ubi jalar yang daging
umbinya berwarna orange atau jingga. Demikian juga untuk vitamin B1, B6, niasin, dan
vitamin C, cukup memadai jumlahnya pada ubi jalar. Ubi jalar mengandung gula antara
2,0–6,7% dan amilosa sebesar 9,8–26%. Kandungan gula yang tinggi memberi rasa
hidup, karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, salah satu
akibatnya adalah kematian pada anak, dimana perbedaan kematian antara anak yang
kekurangan dengan yang tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%.
Selain mengandung zat gizi, ubi jalar juga mengandung senyawa anti gizi. Salah
satu diantaranya, adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja enzim tripsin
sehingga menurunkan tingkat penyerapan protein. Aktivitas tripsin inhibitor pada ubi
jalar berkisar antara 7,6–42,6 TIU/100 g (Damardjati dan Widowati 1994 dalam Utomo et
al. 1999), namun aktivitasnya dapat dihilangkan dengan perlakuan panas, seperti
(stachiosa, raffinosa, verbakosa) yang tidak dapat dicerna, lalu difermentasi oleh bakteri
perut menghasilkan gas H2 dan CO2. Namun, keberadaan senyawa tersebut dapat
Pada ubi jalar terdapat senyawa yang tidak berbahaya bagi kesehatan tetapi dapat
jaringan pada saat ubi jalar terluka akibat serangan serangga atau dikupas saat pengolahan
karena kontak dengan oksigen (Onwueme 1998). Selain menimbulkan rasa pahit,
senyawa polifenol khususnya juga dapat menyebabkan warna umbi menjadi gelap/coklat
yang dapat terikut pada produk akhirnya. Gambaran di atas menunjukkan, bahwa sifat
fisik dan kimia umbi merupakan informasi yang penting pada pengembangan teknologi
pengolahan ubi jalar sebagai dasar ataupun penentu kriteria kualitas produk yang
5. Nilai Gizi
Ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (probiotik,
serat makanan dan antioksidan serta potensi penggunaannya yang cukup luas dan cocok
untuk program diversifikasi pangan (Jamriati, 2007). Komponen gizi dalam ubi jalar
Meskipun kandungan karbohidrat dan gula pada ubi jalar tinggi, lemak hampir
tidak ditemukan. Selain rendah lemak, ubi jalar juga bebas, kolesterol, sumber serat,
pangan dan sumber beta karoten yang baik. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar
termasuk klasifikasi low glycemix index (LGI) yang berarti komoditi ini sangat cocok
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar adalah ubi jalar
merah, ubi jalar putih, ubi jalar kuning, ubi jalar ungu RBDPO, RBDPKO, stearin, ,
propilen glikol, lesitin, BHT, garam, dan dextrose. Bahan kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hexane, alcohol netral, phenolptalein, glukosa anhodrat, nelson,
arsenomolibdat, aquadest, kertas indikator pH, HCl 25%, NaOH 45%, kertas whatman
2. Alat
analit, kompor listrik, mixer, blender, gelas beaker, gelas piala, refrigerate bath, baskom
dan spatula. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengujian adalah eksikator, oven,
alat distilat soxhlet, tabung reaksi soxhlet, cawan, Erlenmeyer, botol timbang, buret dan
statif, gelas ukur, pipet tetes, thermometer, labu godog, dan hot plate
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Blok
Lengkap Teracak (RBL), atau Randomized Complete Block Design (RCBD) yang terdiri
dari dua faktor perlakuan (Gomez dan Gomez, 1984), yang disusun secara faktorial dengan
Faktor pertama adalah Variasi jenis ubi jalar yang terdiri atas 4 taraf, yaitu :
Faktor kedua adalah jenis sari ubi jalar (perbandingan ubi jalar dengan air) yang terdiri
kombinasi perlakuan masing-masing perlakuan diulang 2 kali yang dinyatakan sebagai blok
Untuk mengetahui beda antar perlakuan dilakukan uji keragaman (ANOVA). Jika
beda nyata dilakukan uji jarak berganda ducan (Gomez dan Gomez, 1984).
C. Pelaksanaan Penelitian
Mengacu pada tata letak dan urutan eksperimentasi (TLUE) urutan yang pertama kali
dilakukan adalah A3B1 dimana ubi jalar kuning (A3) sebanyak 1 kg dikupas kemudian
dicuci. Selanjutnya ubi jalar dipotong-potong dan dilakukan blansing dengan air hangat
hingga ubi jalar lunak. Setelah itu, biarkan dingin dan kemudian masukkan ke dalam
blender dengan ditambahkan air sebanyak 1 liter (B1=1:1). Setalah bahan tersbut halus
dipanaskan pada suhu sekitar 700C selama 15 menit. Selama tahap ini berlangsung,
larutan ubi jalar hendaknya diaduk untuk menghindari adanya pati yang mengendap dan
menjadi lengket pada beaker glass. Setelah pemanasan selesai, angkat dan endapkan
larutan ubi jalar tersebut selama 8 jam guna memisahkan pati yang terikut didalam sari.
Setelah pengendapan ini maka akan terjadi pemisahan dimana sari ubi jalar bersada
diatas sedangkan pati akan mengendap. Sari ubi jalar yang diperoleh ini adalah bagian
yang mengandung prebiotik yang selanjutnya akan digunakan untuk pembuatan margarin.
Sebelum digunakan untuk pembuatan margarin, sari ubi jalar ini dilakukan analisa kadar
pati, kadar gula reduksi, kadar total padatan dan padatan terlarut.
Perlakuan kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama seperti
diatas sesuai dengan TLUE. Setelah blok I selesai maka dilanjutkan dengan blok II
dengan cara yang sama seperti diatas sesuai dengan TLUE yang tertera pada Tabel 22.
bahan yang larut dalam fase air dan bahan yang larut dalam fase padat. Berdasarkan
dilakukan adalah A3B1 (A3= ubi jalar kuning dan B1= ekstrak ubi jalar 1:1) sebanyak
55,2225 g (7,796%), yang dicampur dengan dextrose sebanyak 0,29 g (0,082%), dan
selama 15 menit. Tujuan dilakukannya pemanasan sekaligus homogenisasi ini adalah agar
dextrose dan garam dapat larut merata pada sari ubi jalar.
Sedangkan fase yang larut dalam minyak seperti RBDPO sebanyak 212,5 g (85%),
RBDPKO sebanyak 25 g (10%), stearin 12,5 g (5%), propilen glikol 1,1275 g (0,32%),
lesitin 0,125 g (0,035%) dan BHT 0,025 g (0,0071%), dihomogenisasi selama 15 menit
dengan suhu 760C. Tujuannya adalah agar komponen lemak tersebut dapat meleleh secara
sempurna.
Tahap selanjutnya adalah mencampur bahan yang larut dalam fase air dan minyak.
Suhu pada saat pencampuran harus selalu dijaga yakni berkisar 50-60 0C. Sebab, suhu
yang terlalu tinggi akan beresiko terjadinya oksidasi sedangkan suhu yang terlalu rendah
akan menyebabkan emulsi yang terbentuk menjadi terlalu viskos. Selanjutnya campuran
bahan tersebut didinginkan pada suhu 250C. Pada tahap pendinginan biasanya akan
ditambahkan es yang bertujuan untuk menurunkan suhu pada kisaran 250C agar terbentuk
emulsi yang stabil. Tahap selanjutnya adalah kristalisasi pada suhu 17-220C. Kristalisasi
bertujuan agar bahan-bahan tersebut tercampur secara merata dan membentuk emulsi
yang lebih stabil yang ditandai dengan bahan tersebut mulai memadat. Pada tahap ini, es
tetap digunakan agar terbentuk kristal yang lebih homogen. Setelah kristal mulai
tempering pada suhu 5-70C selama 72 jam. Pada tahap tempering, waktu memainkan
peranan yang penting. Pada tahap ini, bahan tersebut ditempatkan ditempat yang gelap
pada suhu rendah. Dimana selama proses ini berlangsung bantuk α akan berubah menjadi
bentuk β’ yang lebih stabil dengan titik leleh yang lebih tinggi dan terbentuk magarin
prebiotik.
Margarin prebiotik yang telah diperoleh ini selanjutnya dilakukan analisis yang
meliputi analisis fisik seperti titik leleh dan kestabilan emulsi, analisis sifat kimia
meliputi kadar air, kadar lemak, kadar ALB kadar gula reduksi dan total padatan dan
padatan terlarut serta uji kesukaan organoleptik yang meliputi aroma, warna, rasa, tekstur,
meliputi aroma, warna, rasa, tekstur, daya oles dan daya leleh dimulut. Penilaian
ditujukan dalam bentuk skor angka yaitu nilai 7 menunjukkan sangat suka, nilai 6
nilai 3 menunjukkan agak tidak suka, nilai 2 menunjukkan tidak suka dan nilai 1
1988).
Ubi Jalar 1 kg
Pencucian
Pendinginan
B1 = 1 : 1 B2 = 1 : 2
Penyaringan
Gula Reduksi
Pati
Padatan terlarut
Gambar 12. Diagram Alir Proses Pembuatan Sari Ubi Jalar
RBDPO 212,5 g
A1:Mera A2:Puti A3:Kunin A4:Ung
RBDPKO 25 g
h h g u
Stearin 12,5 g
B1=1:1 B2=1:2 B1= 1:1 B2= 1:2 B1=1:1 B2=1:2 B1= 1:1 B2=1:2 Propilen glikol 1,1275 g
Dextrose 0,29 g Lesitin 0,125 g
Garam 7,5575 g BHT 0,025 g
Dituangkan kewadah
Margarin prebiotik
Rasa
Daya oles