Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017

ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)


PENDAHULUAN
TB Paru merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia khususnya
di negara berkembang. Insiden TB tahun
FAKTOR RISIKO KEJADIAN 2009 di dunia sebesar 137 kasus per
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH 100.000 penduduk (WHO, 2010). Insiden
KERJA PUSKESMAS BINANGA TB ini menurun pada tahun 2010 menjadi
KABUPATEN MAMUJU 128 kasus per 100.000 penduduk.
Sementara Di Indonesia jumlah penderita
Miftah Chairani TB Paru sebanyak 430.000 jiwa atau
(Jurusan Kesehatan Lingkungan, menduduki peringkat kelima didunia setelah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mamuju) India (2.000.000 jiwa), China (1.300.000
Dina Mariana jiwa), Afrika Selatan (490.000 jiwa), dan
(Jurusan Kebidanan, Nigeria (460.000 jiwa) (WHO, 2010 dalam
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mamuju) Ernianti,2013). Jumlah penderita TB Paru di
Indonesia pada tahun 2010 meningkat ke
ABSTRAK posisi keempat di dunia (450.000 kasus)
(Khaerani Erniyanti, 2012).
TB Paru masih menjadi salah satu masalah Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas),
kesehatan masyarakat di Sulawesi Barat. tuberkulosis paru klinis tersebar seluruh
Penelitian ini untuk menganalisis faktor wilayah di Indonesia dengan prevalensi 12
risiko kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah bulan terakhir adalah 1,0%. Provinsi
kerja Puskesmas Binanga Kabupaten dengan prevalensi tertinggi angka nasional
Mamuju Tahun 2016. Desain penelitian ini adalah Provinsi Papua Barat (2,5%) dan
adalah case-control study. Jumlah sampel terendah adalah Provinsi Lampung (0,3%).
adalah 93 dengan perbandingan antara Kasus TB sebagaian besar erdeteksi
kasus dan kontrol 1 : 2 yaitu sampel kasus berdasarkan gejala penyakit, sedangkan di
31 pasien dan sampel kontrol 62 orang. Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta,
Kasus adalah penderita TB paru Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa
sedangkan kontrol bukan penderita TB Timur, Yogyakarta, Bali, Kalimantan, dan
paru. Pengumpulan data dilakukan dengan Papua terdeteksi berdasarkan diagnosis
wawancara menggunakan kuesioner. Uji pasti dan gejala (Nugroho, 2010).
statistik bivariat menggunakan Odds Ratio TB Paru masih menjadi salah satu
dengan α=0,05, dan multivariat dengan masalah kesehatan masyarakat di Sulawesi
menggunakan analisis regresi berganda Barat. Angka penemuan kasus Case
logistik. Hasil penelitian menunjukan bahwa Detection Rate (CDR) di Sulawesi Barat
Faktor yang signifikan terhadap TB paru tahun 2013 sebesar 57% mengalami
adalah Pendapatan (OR 2,632, CI peningkatan dibandingkan tahun
95%:1,009-6,864), Akses Fasilitas 2012.Kabupaten Majene adalah Kabupaten
Kesehatan (OR 3,818, CI 95%:1,529- dengan pencapaian CDR sebesar
9,536). Adapun faktor yang tidak signifikan 108%dan paling rendah adalah Kabupaten
adalah Perilaku pencegahan TB paru (OR Mamasa sebesar 20% (Prov.Sulbar, 2014).
1,233, CI 95%:0,504-3,014), Perilaku TB paru dapat menyerang usia produktif
Merokok (OR 1,292, CI 95%:0,939-5,596), (15-50 tahun) dan anak-anak. Prevalensi
Kepadatan Hunian (OR 1,969, CI TB Paru di Kabupaten Mamuju pada tahun
95%:0,641-6,049), Ventilasi (OR 1,492, CI 2012 sebesar 123/100.000 penduduk.
95%:0,576-3,863), dan Pencahayaan (OR Angka penememuan kasus baru TB Paru
6,471, CI 95%:0,795 – 52,6). Perlu upaya BTA + sebesar 316 kasus dari 364 yang
promotif dan preventif untuk memutuskan diperkirakan atau sebesar 86,26%, dimana
mata rantai penyebaran TB paru. data ini menunjukkan adanya peningkatan
kasus dari tahun 2011 (46,24%). Angka
Kata Kunci: CNR (Case Notification Rate) kasus baru
Tuberkulosis paru, Pendapatan, Fasilitas BTA + pada tahun 2013 sebesar 189 orang
Kesehatan atau 56,09 per 100.000 penduduk. Jumlah
kasus TB Paru pada tahun 2014
mengalami peningkatan sebesar 235 orang
atau CNR kasus baru sebesar 92,62 per
100.000 penduduk.Angka penemuan kasus
140 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)
baru meningkat di Puskesmas Binanga kelompok umur 18 – 25 Tahun yaitu 29 %
yang mana tercatat pada tahun 2012 dan pada kelompok kontrol, frekuensi
sebanyak 47 kasus mengalami peningkatan tertinggi yaitu berada pada umur kelompok
pada tahun 2014 menjadi 58 kasus (Dinas umur 26-33 tahun dan 34 – 41 tahun yaitu
Kesehatan Kabupaten Mamuju, 2012) masing – masing 27,4%. Disttriibusi
(Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju, responden berdasarkan kelurahan, dengan
.
2013)(Mamuju, 2014) Penelitian ini adanya perbandingan 1:2 antara kelompok
bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kasus dan kontrol dalam pemilihan sampel
kejadian TB Paru di wilayah kerja sehingga presentase frekuensi responden
Puskesmas Binanga Kabupaten Mamuju antara kasus dan kontrol sama pada setiap
Provinsi Sulawesi Barat. kelurahan. dengan responden paling
banyak berdomisili di kelurahan Binaga
METODE PENELITIAN
yaitu 51,6%.
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Berdasarkan tingkat pendidikan, pada
Puskesmas Binanga Kabupaten Mamuju. kelompok kasus dan kontrol dengan
Desain penelitian yang digunakan adalah frekuensi tertinggi yaitu tingkat pendidikan
Case Control Study. Populasi penelitian ini terakhir SMA/sederajat sebesar
adalah seluruh masyarakat yang bertempat 32,2%.Distribusi responden berdasarkan
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Binanga pekerjaan, responden yang tertinggi pada
Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju. kelompok kasus adalah kategori Lainnya
Besar sampel yang diperoleh adalah 93 (Karyawan BUMN, Karyawati swasta,
orang dengan perbandingan besar sampel belum bekerja, nelayan, ojek,
kasus dan kontrol adalah 1:2. Kasus adalah pelajar/mahasiswa) sebesar 35,5%,
pasien yang menderita TB paru sebanyak sedangkan pada kontrol yang tertinggi
31 orang dan sedangkan kontrol adalah adalah wiraswastasebesar 30,6%.
masyarakat yang tidak menderita TB paru.
Pengambilan sampel menggunakan teknik Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
Purposive sampling. di Wilayah Kerja Puskesmas Binanga
Data dikumpulkan melalui wawancara, Kabupaten Mamuju Tahun 2016
lux meter digunakan untuk mengukur
Karakteristik Kasus Kontrol Jumlah
tingkat pencahayaan. Data status pasien Responden n=31 % n=62 % n=93 %
TB paru sebagai data sekunder untuk Jenis Kelamin
melengkapi data penelitian. Analisis yang Laki-laki 17 54,8 24 38,7 41 44,1
digunakan yaitu statistik deskriptif untuk Perempuan 14 45,2 38 61,3 52 55,9
melihat frekuensi dan distribusi karakteristik Kelompok Umur
18 – 25 Tahun 9 29 10 16,1 19 20,4
umu responden, analisis besar risiko 26 – 33 Tahun 6 19,4 17 27,4 23 24,7
terhadap TB paru dengan menggunakan 34 – 41 Tahun 3 9,7 17 27,4 20 21,5
perhitungan Odds Ratio, dan analisis 42 – 49 Tahun 4 12,9 6 9,7 10 10,7
multivariat untuk mengetahui faktor risiko 50 – 57 Tahun 2 6,4 5 8,1 7 7,5
58 – 65 Tahun 2 6,4 3 4,8 5 5,4
yang paling berpengaruh terhadap TB paru  6
digunakan uji regresi logistik (Bhisma, 5 16,2 4 6,5 9 9,8
6 Tahun
2013). Kelurahan
Binanga 16 51,6 32 51,6 48 51,6
HASIL PENELITIAN Karema 7 22,6 14 22,6 21 22,6
Kasiwa 1 3,2 2 3,2 3 3,2
Karakteristik responden dalam Mamunyu 6 19,4 12 19,4 18 19,4
penelitian ini mencakup jenis kelamin, Rimuku 1 3,2 2 3,2 3 3,2
Tingkat Pendidikan
umur, kelurahan, tingkat pendidikan dan Tidak Sekolah 0 0 2 3,2 2 2,2
pekerjaan. Tabel 1 menunjukkan Tidak Tamat SD 2 6,4 3 4,8 5 5,4
karakteristik responden yang menjadi SD 10 32,3 12 19,4 22 23,6
sampel pada penelitian ini. Distribusi SMP/sederajat 5 16,1 7 11,3 12 12,9
responden berdasarkan jenis kelamin, pada SMA/sederajat 10 32,3 20 32,3 30 32,3
kelompok kasus persentase laki-laki lebih Diploma/PT 4 12,9 18 29 22 23,6
Pekerjaan
tinggi dibandingkan perempuan yaitu 54,8% IRT 5 16,1 15 24,2 20 21,5
sedangkan pada kelompok kontrol Petani 3 9,7 4 6,5 7 7,5
persentase perempuan juga lebih tinggi dari PNS 2 6,5 9 14,5 11 11,8
laki - laki yaitu 61,3%. Distribusi responden Wiraswasta 9 29 19 30,6 28 30,1
Pensiunan 1 3,2 4 6,5 5 5,4
berdasarkan umur, pada kelompok kasus Lainnya 11 35,5 11 17,7 22 23,7
dengan frekuensi tertinggi adalah pada

141 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)
Variabel terikat pada penelitian ini (p>0,05). Secara statistik, tidak terdapat
adalah Kejadian TB paru dan Variabel hubungan yang bermakna antara
Bebas adalah perilaku pencegahan TB, pencahayaan rumah dengan TB paru.
perilaku merokok, pendapatan, kepadatan Berdasarkan akses fasilitas kesehatan,
hunian, ventilasi, pencahayaan, akses pada kelompok kasus proporsi yang
fasilitas kesehatan. tertinggi yaitu pada responden yang sullit
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden mengakses faskes sebanyak 21 orang
berdasarkan perilaku pencegahan TB Paru (67,7%) sedangkan pada kelompok kontrol
yang kurang, lebih banyak pada kelompok proporsi yang tertinggi yaitu responden
kontrol yaitu 21 orang (33,9%) yang memiliki kemudahan dalam
dibandingkan kkelompok kasus yaitu 12 mengakses faskes sebanyak 50 orang
orang (38,7%), nilai OR 1,233 (0504-3,014) (53,8%) nilai OR 3,818 (1,529 -9,536)
dengan p value 0,653 (p>0,05). Secara dengan p value 0,004 (p < 0,05). Secara
statistik, tidak terdapat hubungan yang statistik, terdapat hubungan yang bermakna
bermakna antara perilaku pencegahan TB antara akses faskes dengan TB paru.
dengan TB paru. Berdasarkan perilaku
merokok, responden yang merokok/pernah Tabel 2. Besar Risiko TB Paru di Wilayah
merokok lebih banyak ditemukan pada Kerja Puskesmas Binanga Kabupaten
kelompok kontrol yaitu 18 orang (29%) Mamuju Tahun 2016
dibandingkan pada kelompok kasus yaitu
15 orang (48,4%), nilai OR 2,292 (0,939 – Kejadian TB Paru
Variabel Kasus Kontrol OR 95% CI p
5,596) dengan p value 0,107 (p>0,05).
n % n %
Secara statistik, tidak terdapat hubungan Perilaku Pencegahan TB
yang bermakna antara perilaku merokok Kurang 12 38,7 21 33,9 0,504 –
1,233 0,653
dengan TB paru. Berdasarkan pendapatan, Cukup 19 61,3 41 66,1 3,014
responden dengan pendapatan <Rp Perilaku Merokok
1.000.000 memiliki proporsi yang sama Merokok/Pernah
15 48,4 18 29 0,939 –
Merokok 2,292 0,107
antara kelompok kasus dan kelompok 5,596
TidakPernah 16 51,6 44 71
kontrol yaitu masing-masing 12 orang, nilai
Pendapatan
OR 2,632 (1,009 -6,864) dengan p value Rendah 12 38,7 12 19,4 1,009 –
0,077 (p>0,05). Secara statistik pendapatan 2,632 0,077
Tinggi 19 61,3 50 80,6 6,864
memiliki hubungan yang bermakna sebagai Kepadatan Hunian
faktor risiko kejadian TB Paru. Tidak Memenuhi
7 22,6 8 12,9 0,641 –
Syarat 1,969 0,246
Berdasarkan kepadatan hunian, 6,049
Memenuhi Syarat 24 77,4 54 87,1
responden dengan kategori tidak Ventilasi
memenuhi syarat lebih banyak pada Tidak Memenuhi
0,576 –
kelompok kontrol yaitu 8 orang (12,9%) Syarat 10 32,3 15 24,2 1,492 0,461
3,863
Memenuhi Syarat 21 67,7 47 75,8
dibandingkan pada kelompok kasus yaitu 7 Pencahayaaan
orang (22,6%), nilai OR 1,969 (0,641 - Tidak Memenuhi
6,049) dengan p value 0,246 (p>0,05). 0,795 –
Syarat 30 96,8 51 82,3 6,471 0,056
52,6
Secara statistik, tidak terdapat hubungan Memenuhi Syarat 1 3,2 11 17,7
yang bermakna antara kepadatan hunian Akses Fasilitas Kesehatan
dengan TB paru. Berdasarkan keberadaan Jauh 1,529 –
21 67,7 22 35,5 3,818 0,004
ventilasi responden yang memiliki ventilasi 9,536
Dekat 10 32,3 40 64,5
tidak memenuhi persyaratan lebih banyak
ditemukan pada kelompok kontrol yaitu 15 Tabel 3. Hasil Uji Regresi Logistik yang
orang (24,2%) dibandingkan pada Paling Berpengaruh Terhadap TB Paru
kelompok kasus yaitu 10 orang (32,3%), di Wilayah Kerja Binanga Kabupaten
nilai OR 1,492 (0,576 -3,863) dengan p MamjuTahun 2012
value 0,461 (p>0,05). Secara statistik, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara 95% CI
Variabel B Wald Sign Exp (B)
ventilasi dengan TB paru. Responden yang LL UL
Pencahayaan -1,927 3,116 0,78 0,146 0,017 1,237
memiliki pencahayaan yang tidak Akses Faskes -1,367 8,181 0,004 0,255 0,100 0,650
memenuhi syarat lebih banyak ditemukan Constant 0,136 0,177 0,674 1,145
pada kelompok kontrol yaitu 51 orang Y = 3,158
(82,3%) dibandingkan pada kelompok P = 0,959
kasus yaitu 30 orang (96,8%), nilai OR
6,471 (0,795-52,6) dengan p value 0,056

142 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)
Hasil analisis multivariat menunjukkan laki – laki bukn perokok.(Jiménez-fuentes et
bahwa nilai ramalan probabilitas (risiko) TB al., 2016) Merokok dapat meningkatkan
paru adalah 95,9% (P = 0,959 dengan nilai kepekaan host untuk terkena TB paru
y = 3,158) pada mereka yang memilki dimana merokok dapat menurunkan daya
pencahayaan dalam rumah tidak tahan tubuh sehingga mudah terhadap
memenuhi syarat dan memiiki kesulitan infeksi TB paru. Merokok dapat
dalam mengakses fasiitas kesehatan mengganggu efektifitas sebagian
-y
dengan formula P = 1/(1+exp ) (Tabel 3). mekanisme pertahanan respirasi, hasil dari
asap rokok dapat merangsang
PEMBAHASAN pembentukan mukosa dan menurunkan
Penyebab spesifik Tuberkulosis paru pergerakan silia, sehingga menyebabkan
disebabkan oleh kuman Mycobacterium terjadinya penimbunan mukosa dan
Tuberkulosis tipe Humanus. Dimana peningkatan risiko pertumbuhan bakteri,
penyakit Tuberkulosis paru merupakan termasuk infeksi tuberkulosis paru
penyakit menular. Terdapat banyak faktor Pendapatan keluarga sangat erat
yang diperkirakan mempunyai pengaruh dengan penularan TB paru, karena
terhadap penularan penyakit Tuberkulosis pendapatan yang kecil membuat orang
Paru. Beberapa faktor risiko yang dimaksud tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
yaitu perilaku pencegahan TB, perilaku syarat-syarat kesehatan. Penelitian ini
Merokok, Pendapatan, Kepadatan Hunian, menemukan bahwa responden yang
Ventilasi, Pencahayaan, Akses Fasilitas mempunyai tingkat pendapatan
Kesehatan. (Antoro, Setiani, & D, 2012) <Rp.1.000.000 memiliki risiko 2,632kali
Perilaku pencegahan penyakit TB lebih besar untuk menderita TB paru bila
merupakan cara atau sikap seseorang dibandingkan dengan responden yang
dalam memelihara atau menjaga kesehatan mempunyai tingkat pendapatan ≥
agar tidak terinfeksi atau tertular penyakit Rp.1.000.000. Hasil penelitian ini sejalan
TB.Perilaku pencegahan TB dinilai dengan penelitian lainnya yang telah
berdasarkan pengetahuan, sikap dan dilakukan di Kendari, bahwa terdapat
tindakan dalam upaya pencegahan hubungan antara pendaapatan rendah
penyakit TB. Penelitian ini menemukan dengan kejadian TB paru, status sosial
bahwa Perilaku pencegahan penyakit TB ekonomi miskin mempunyai resiko 1,691
memiliki hubungan yang tidak bermakna kali dibanding status sosial ekonomi tidak
.
sebagai faktor risiko kejadian penyakit TB miskin (Nugroho, 2010) Rendahnya status
Paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan eknomi akan berakibat pada makin buruk
penelitian sebelumnya di Banten dan nya nilai gizi dan sanitasi lingkungan dalam
Sulawesi Utara yang menemukan bahwa keluarga tersebut, yang menyebabkan
perilaku pencegahan TB seperti meludah daya tahan tubuh rendah, dan makin rentan
sembarangan, dan perilaku makan/minum menjadi sakit.(Notoadmodjo Soekidjo,
sepiring dan segelas tidak menunjukkan 2007)
hubungan yang bermakna dengan kejadian Tingkat kepadatan hunian adalah salah
TB Paru.(Azhar, K, 2013) satu indikator pemicu tingginya tingkat
Perilaku merokok merupakan salah satu penularan TB Paru. Kepadatan penghuni
faktor yang dapat mempengaruhi dalam satu rumah tinggal akan memberikan
kemungkinan seseorang menderita pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah
tuberkulosis. Penelitian ini menemukan yang tidak sebanding dengan jumlah
bahwa Perilaku Merokok memiliki penghuninya akan menyebabkan berjubel
hubungan yang tidak bermakna sebagai (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena
faktor risiko kejadian penyakit TB Paru. disamping menyebabkan kurangnya
Hasil penelitian ini sejalan dengan konsumsi oksigen, juga bila salah satu
penelitian sebelumnya yang menyatakan anggota keluarga terkena penyakit infeksi,
bahwa status merokok dengan kejadian TB terutama tuberkulosis akan mudah menular
13
paru tidak menunjukkan hubungan yang kepada anggota keluarga lain. Penelitian
bermakna.(Rukmini, 2011) Namun, hasil ini menemukan bahwa kepadatan hunian
penelitian ini tidak sejalan dengan memiliki hubungan yang tidak bermakna
penelitian yang telaah dilakukan di Spanyol sebagai faktor risiko kejadian penyakit TB
yang menemukan bahwa lelaki perokok Paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan
memiliki risiko terkena TB paru sebesar penelitian sebelunya yang menemukan
2,26 kali lebi besar dibandingkan dengan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

143 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)
antara kepadatan hunian dengan kejadian Pencahayaan yang kurang akan
TB paru.(Fatimah Sitti, 2008). Walaupun menyebabkan kelembaban yang tinggi
Penelitian ini tidak menunjukkan hubungan didalam rumah dan sangat berpotensi bagi
antara kepadatan hunian dengan kejadian berkembangbiaknya kuman TB paru.
TB paru, namun kepadatan hunian tetap Fasilitas pelayanan kesehatan
memiliki peran dalam kejadian TB paru. merupakan alat dan atau tempat yang
Hubungan dengan penularan TB Paru digunakan untuk menyelenggarakan
adalah kepadatan hunian dapat pelayanan kesehatan, baik tingkatan
menyebabkan infeksi silang ( Cross pencegahan, pengobatan, maupun
infektion ). Adanya penderita TB paru pemulihan. Hasil penelitian ini menemukan
dalam rumah dengan kepadatan cukup bahwa responden yang mempunyai tingkat
tinggi, dapat menyebabkan penularan kesulitan dalam mengakses Fasilitas
penyakit melalui udara ataupun“droplet”dan Kesehatan memiliki risiko 3,818 kali lebih
menyebabkan lebih cepat terjadi. besar untuk menderita TB paru bila
Sebagaimana hasil penelitian di Kendari dibandingkan dengan responden yang
yang menemukan bahwa terdapat memiliki kemudahan dalam mengakses
hubungan bermakna antara kepadatan Fasilitas Kesehatan. Hasil penelitian ini
hunian dengan kejadian TB paru.(Nugroho, sejalan dengan penelitian sebelumnya
.
2010) bahwa jarak faskes ≥ 1km memiliki resiko
Ventilasi pada rumah memiliki banyak 2,327 kali untuk mengalami kejadian TB
fungsi, selain menjaga agar aliran udara paru (Rukmini, 2011).
dalam rumah tetap segar juga
KESIMPULAN
membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri pathogen Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
(Notoadmodjo Soekidjo, 2007). Penelitian pendapatan, pencahayaan dan akses
ini menemukan bahwa Ventilasi memiliki fasilitas kesehatan memiki hubungan yang
hubungan yang tidak bermakna sebagai bermakna sebagai risiko terhadap TB paru.
faktor risiko kejadian penyakit TB Paru. Akses fasilitas kesehatan merupakan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil variabel paling berpengaruh terhadap TB
penelitian sebelumnya di Bima yang paru. Responden yang memiliki rumah
menemukan bahwa tidak hubungan yang dengan tingkat pencahayaann yang tidak
bermakna antara keberadaan ventilasi memenuhi syarat, dan yang mengalami
dengan kejadian TB paru.(Sayuti, 2013). kesulitan mengakses fasilitas kesehatan
Walupun demikian, keberadaan ventilasi memiliki peluang untuk menderita TB paru
tetap dapat menjadi faktor yang 95,9%. Perlu upaya promotif melalui
berpengaruh terhadap penularan TB paru, penyuluhan tentang TB paru kepada
karena Ventilasi yang tidak memenuhi masyarakat untuk lebih meningkatkan
syarat dapat menyebabkan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap
kelembaban ruangan dimana Kelembaban pentingnya tindakan pencegahan TB
ruangan yang tinggi akan menjadi media terutama dalam hal penyediaan
yang baik untuk tumbuh dan berkembang pencahayaan dalam rumah yang
biaknya kuman tuberkulosis yang mampu memenuhi syarat kesehatan.
bertahan hidup di tempat yang gelap dan
lembab. UCAPAN TERIMAKASIH
Pencahayaan merupakan salah satu Terima kasih disampaikan kepada
indikator untuk memperoleh suhu dan Direktur Poltekkes Kemenkes Mamuju atas
kelembaban ruangan yang dapat diterima pemberian ijin dan pembiayaan terhadap
tubuh maupun dalam kemampuan penelitian ini, Dinas Kesehatan Kab.
membunuh kuman dalam rumah. Penelitian Mamuju dan Puskesmas Binanga yang
ini menemukan bahwa, berdasarkan telah mengizinkan melakukan penelitian
analisis multivariat Pencahayaan memiliki dan responden yang berpartisipasi dalam
hubungan yang bermakna sebagai faktor penelitian ini.
risiko kejadian penyakit TB Paru. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian DAFTAR PUSTAKA
lainnya di Andalas yang menemukan Antoro, S. D., Setiani, O., & D, Y. H. (2012).
bahwa terdapat hubungan yang bermakna Hubungan Faktor Lingkungan Fisik
pencahayaan sebagai faktor resiko dalam Rumah dan Respons Terhadap Praktik
kejadian TB paru.(Azhar, K, 2013). Pengobatan Strategi DOTS Dengan
144 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------- Volume VIII Nomor 3, Juli 2017
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778 (e)
Penyakit Tb Paru di Kecamatan Tirto 2010). Buletin Penelitian Sistem
Kabupaten Pekalongan Tahun Physical Kesehatan, 14(4).
Environmental Factors And Response Sayuti, J. (2013). Asap Sebagai Salah Satu
To DOTS Treatment Practices Strategy Faktor Risiko Kejadian TB Paru BTA
Related To. Jurnal Kesehatan Positif. In Snimed (pp. 13–23).
Lingkungan Indonesia, 11(1), 68–75.
Azhar, K, D. (2013). KONDISI FISIK
RUMAH DAN PERILAKU DENGAN
PREVALENSI TB PARU DI PROPINSI
DKI JAKARTA , BANTEN DAN
SULAWESI UTARA. Media Litbangkes,
23(4), 172–181.
Bhisma, M. (2013). Prinsip dan Metode
Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju.
(2012). Profil Kesehatan Kabupaten
Mamuju. Mamuju.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju.
(2013). Profil Kesehatan Kabupaten
Mamuju Tahun 2013. Mamuju.
Fatimah Sitti. (2008). Faktor Kesehatan
Lingkungan Rumah Yang Berhubungan
Dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten
Cilacap Tahun 2008. Universitas
Diponegoro.
Jiménez-fuentes, M. Á., Rodrigo, T., Altet,
M. N., Jiménez-ruiz, C. A., Casals, M.,
Penas, A., … Riesco-miranda, J. A.
(2016). Factors Associated With
Smoking Among Tuberkulosis Patients
In Spain. BioMed Central Journal, 16.
https://doi.org/10.1186/s12879-016-
1819-1
Khaerani Erniyanti. (2012). Analisis Faktor
Perilaku Dan Lingkungan Terhadap
Tuberkulosis Paru DI Wilayah Kerja
PKM Somba Opu Kab. Gowa Tahun
2012. Universitas Hasanuddin.
Mamuju, D. K. K. (2014). Profil Kesehatan
Kabupaten Mamuju Tahun 2014.
Mamuju.
Notoadmodjo Soekidjo. (2007). Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, A. (2010). Faktor Risiko dan
Sebaran Tuberkulosis BTA Positif di
Kota Kendari Propinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2009 : Gambaran
Epidemiologi Spasial. Universitas
Gadjah Mada. Universitas Gadjah
Mada.
Prov.Sulbar, D. K. (2014). Profil Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju.
Rukmini, D. (2011). Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian TB
Paru Dewasa di Indonesia (Analisis
Data Riset Kesehatan Dasar Tahun

145 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF

Anda mungkin juga menyukai