Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu mendemonstrasikan pemberian konseling pada klien post test HIV
Skenario:
Seorang wanita berusia 25 tahun yang tengah hamil menangis tersedu-sedu di sebuah klinik, saat
mengetahui bahwa dia telah positif terinfeksi HIV. Dia takut anak yang dikandungnya juga akan
terinfeksi HIV. Selain itu dia juga merasa tidak mempunyai masa depan lagi karena sudah
terserang penyakit mematikan.
Pertanyaan minimal:
1. Apa yang harus dilakukan oleh seorang konselor untuk meningkatkan
kenyamanan klien?
2. Bagaimana melakukan konseling pada klien yang positif terinfeksi HIV?
3. Bagaimana melakukan konseling pada klien dengan hasil tes HIV negatif?
KONSELING POST TEST HIV
A. OVERVIEW
Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan
menyampaikan hasil tes HIV klien serta membantu klien beradaptasi dengan hasil tesnya
(Kemenkes RI, 2013). Semua klien/pasien yang menjalani tes HIV perlu menerima
konseling pasca tes tanpa memandang apapun hasilnya. Hasil tes HIV tersebut
disampaikan kepada klien/pasien sesegara mungkin secara individual dengan informasi
singkat, jelas dan terkait dengan pengobatan dan perawatan selanjutnya. Konseling pasca
tes membantu klien/pasien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil tes.
Hal-hal berikut dilakukan oleh petugas atau konselor pada saat konseling pasca tes:
a. Membacakan hasil tes
b. Menjelaskan makna hasil tes
c. Memberikan informasi selanjutnya
d.Mendiskusikan strategi untuk menurunkan penularan HIV dan rencanakan
pengobatan
e. Merujuk klien/pasien ke fasilitas layanan kesehatan dan layanan lainnya
Petugas yang memberikan konseling pasca-tes sebaiknya orang yang sama dengan
orang yang memberikan konseling atau informasi pra tes. Dalam hal konseling tidak
dapat diberikan oleh orang yang sama maka dapat ditawarkan petugas pengganti.
Hal penting dalam menyampaikan hasil tes:
a. Periksa ulang seluruh hasil tes klien/pasien dalam data klien/catatan medik.
Lakukan hal ini sebelum bertemu klien/pasien untuk memastikan kebenarannya.
a. Hasil tes tertulis tidak diberikan kepada klien/pasien. Jika klien/pasien
memerlukannya, dapat diberikan salinan hasil tes HIV dan dikeluarkan dengan
tandatangan dokter penanggungjawab, mengikuti format penulisan dalam formulir
hasil tes antibodi HIV.
Konseling pada test HIV baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan test penting untuk
dilakukan (Bhattacharya, Barton & Catalan, 2008). Pada pelaksanaan konseling post test
HIV, perawat harus memperhatikan kenyamanan klien. Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan klien:
• Gunakan ruangan yang tenang dan resiko gangguan minimal
• Atur posisi kursi untuk pencahayaan yang tepat
Setelah itu, perawat sebagai konselor menjelaskan hasil tes yang telah dilakukan.
Sensitivitas konselor merupakan hal yang penting, karena dari sebuah riset menyatakan
bahwa konselor yang baik adalah yang tahu kapan saat untuk berbicara dan kapan untuk
diam (Sawitri, Sumantera, Wirawan, Ford & Lehman 2006).
Hasil tes HIV ini baik positif maupun negatif harus didiskusikan, termasuk bagaimana
perasaan klien mengenai hasil yang telah diharapkan. Perawat dapat memberikan informasi
tambahan, jika klien terlihat shock dan tidak sepenuhnya memahami informasi. Evaluasi
dari konseling dapat dilakukan dengan meminta klien mengulang informasi yang telah
dijelaskan baik secara verbal maupun tertulis. Idealnya, konseling terhadap pasangan dan
keluarga klien dapat dimulai pada saat yang bersamaan.
Sumber pustaka:
• Bhattacharya, R, Barton, S & Catalan, J, 2008, “When good news is bad news:
psychological impact of false positive diagnosis of HIV”, AIDS Care
• Vol. 20, No. 5, May 2008, pp. 560-564
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional Tes dan
Konseling HIV dan AIDS
• Sawitri, AA, Sumantera, GM, Wirawan, DN, Ford, K, & Lehman, E, 2006, “HIV
testing experience of drug users in Bali, Indonesia”, AIDS Care, vol. 18, no. 6, pp. 577-
588