Anda di halaman 1dari 5

Nama: Sipa Nur Fadilah

NIM: 1189210090
Prodi: Akuntansi Syariah B/ smester 4
Mata Kuliah: Kewirausahaan
Dosen: Dini Mardiani, S.E., MBA.,
TUGAS INDIVIDU I
Prinsip-prinsip Wirausaha Syariah

Prinsip adalah suatu pernyataan, atau suatu kebenaran pokok yang


memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan. Prinsip wirausaha
islam yang berdasarkan ketentuan Allah di dalam Al-Qur’an dan petunjuk
Rasullullah tentang perdagangan atau bisnis adalah suatu kebenaran yang mutlak
dan tetap.

Prinsip-prinsip Kewirausahaan Syariah

A. Kebebasan atau Sukarela


Adanya perdagangan dan transaksi yang legal hingga hak-hak
individu dan juga kelompok untuk memiliki dan memindahkan satu
kekayaan diakui secara bebas dan tanpa paksaan. Al-Qur’an surah al-
Baqarah (2) ayat 275. Maksud ayat tersebut pada awalnya orang-
orang yang suka mengambil riba mengatakan bahwa jual beli sama
dengan riba. Praktik jual beli dan riba memang hampir mirip karena
sama-sama adanya tambahan, yaitu nilai lebih dari pokoknya.
Islam mengajarkan para pembisnis atau pengusaha untuk
melakukan aktivitas bisnisnya sesuai Syariah, seperti:
1. Menghindari transaksi yang diharamkan
Seorang pengusaha muslim harus komitmen dalam berinteraksi
dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT, seperti dalam
firman-Nya surat al-Araaf ayat 32.
2. Menghindari penggunaan harta yang tidak kekal
Seperti halnya mendpatkan harta yang tidak halal seperti riba,
transaksi spekulatif, penimbunan harta, menghamburkan uang,
persaingan yang tidak fair,
B. Keadilan atau Bermoral, Jujur, dan Adil
Keadilan merupakan inti semua ajaran yang ada dalam Al-Quran,
didalamnya dinyatakan secara tegas menyatakan sendiri bahwa
maksud diwahyukannya adalah membangun keadilan dan persamaa,
seperti firman Allah dalam surat al-Araf (7) ayat 29.
Keadilan dalam hukum Islam ada beberapa prinsip universal yang
harus senantiasa diperhatikan. Pertama, Tauhid. Kedua, Keadilan.
Ketiga, Amarma’rufnahimunkar. Keempat, al-Hurriyah
(kemerdekaan). Kelima, al-Musawwa (persamaan). Keenam, al-
Ta’awun (tolong menolong) dan ketujuh, al-Tasamuh (Toleransi). Jadi,
keadilan merupakan salah satu prinsip dalam hukum Islam.
C. Akhlak yang Mulia/Sopan dan Bertingkah Laku Baik
İslam memang menghalalkan usaha perdagangan, bisnis, dan jual
beli. Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha
perdagangan atau bisnis secara islam, dituntut menggunakan tata cara
khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharus nya
seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan, agar mendapatkan
berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat. Pelaksanaan tata
cara khusus dalam bidang perdagangan mencerminkan watak, perilaku
dan moral para pelakunya, yang dikenal dengan akhlak. Interaksi
aktivitas bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, berlanjut atau terhenti pada hanya satu kali transaksi atau
berlanjut dan meluas ke berbagai jaringan usaha ditentukan oleh
penilaian dari masing-masing pihak akan akhlak berbisnis dari masing-
masing individu.
Beberapa prinsip akhlak umat Islam di dalam berbisnis, antara lain:
 Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam
melakukan usaha jual beli. Jujur dalam arti luas. Tidak
berbohong, tidak mampu, tidak mengada-ada fakta, tidak
berkhianat tidak pernah ingkar janji, dan sebagainya.
Mengapa harus jujur? Karena berbagai tindakan tidak jujur
selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas berdosa jika
biasa dilakukan dalam berdagang akan berpengaruh negatif
kepada kehidupan pribadi dan keluarga pedagang itu
sendiri.
 Amanah (Tanggung Jawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas
usaha dan pekerjaan atau jabatan sebagai pedagang yang
telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya,
mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan)
masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di
pundaknya. Berdagang, berniaga dan jual beli juga
merupakan suatu pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara
lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan
barang atau jasa untuk kepentingan hidup dan
kehidupannya.
 Tidak Menipu
Dalam suatu Hadist dinyatakan, seburuk-buruk
tempat adalah pasar. Hal ini lantaran pasar atau tempat di
mana orang jual beli itu dianggap sebagai sebuah tempat
yang di dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu,
janji palsu, keserakahan, perselisihan, dan keburukan
tingkah pola manusia lainnya.
Sementara itu pada zaman sekarang jual beli,
perdagangan dan perniagaan di zaman sekarang terutama di
pasar-pasar bebas tidak banyak lagi ditemukan orang yang
mau memperhatikan etika perdagangan Islam. Bahkan
nyaris setiap orang penjual maupun pembeli tidak mampu
lagi membedakan barang yang halal dan yang haram, di
mana keadaan ini sesungguhnya sudah disinyalir akan
terjadi oleh Rasulullah SAW sebagaimana dinyatakan
dalam Hadisnya. Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW,
bersabda: "Akan datang pada manusia suatu zaman yang
seseorang tidak memperhatikan apakah yang diambilnya itu
dari barang yang halal atau haram" (HR. Bukhari).
 Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu
menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun di
antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja harus dapat
menepati janjinya kepada Allah SWT. Janji yang harus
ditepati oleh seorang pedagang kepada para pembeli
misalnya tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang
yang kualitasnya, kuantitasnya warna, ukuran atau
spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi
layanan purnajual, dan garansi. Adapun janji yang harus
ditepati kepada sesama para pedagang misalnya
pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Sementara janji kepada Allah yang harus ditepati oleh para
pedagang Muslim adalah shalatnya. Sebagaimana firman
Allah dalam Al-Qur’an (QS. al-Jumu'ah (62) 10-11).
 Murah Hati (Lapang Dada)
Dalam beberapa Hadis, Rasulullah SAW
menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati
dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian
ramah tamah, sopan santun, murah senyum suka mengalah,
namun tetap penuh tanggung jawab. Makna murah hati
adalah memudahkan dalam urusan jual beli. Maka, bagi
seorang pengusaha Muslim hendaknya tidak memahalkan
harga ketika ia menjual sesuatu, karena akan memberatkan
kehidupan sesama Muslim.
 Dermawan
Dermawan adalah sikap pemurah, suka memberi,
tidak kikir, memberikan sedekah untuk sesuatu kebaikkan
sebelum diminta. Inti dari ajaran Islam sebenarnya adalah
memperbaiki Akhlak. Akhlak berkaitan dengan hati
manusia. Semakin baik hatinya, semakin baik pula
akhlaknya. Ternyata, hati yang mulia, dermawan selalu
menolong dan gemar bersedekah berdampak sangat positif
pada diri manusia yang bersangkutan. Hal itu karena yakin
bahwa Allah pasti akan membalas semuanya, seperti
pernyataan Allah pada beberapa ayat Al-Qur’an tersebut di
atas. Orang-orang yang gemar memberikan sedekah
ternyata mereka berhasil di dalam bisnis yang dikelolanya,
usahanya semakin berkembang.

SUMBER:
1. Farid, “Kewirausahaan Syariah”, Jakarta: Kencana, 2017
2. Andri Soemitra, “Kewirausahaan Berbasis Syariah”, Medan: CV MANJI,
2015

Anda mungkin juga menyukai