Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATANGAWAT DARURAT TRAUMA TULANG

BELAKANG

KELOMPOK 3

NELDA ARFINA 17031013


PUTRI ALAWIYAH 17031026
RESTIKA ZULINA 17031042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan
Keluarga”. Shalawat berserta salamsaya sanjungkan kepangkuan Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan seperti
yang kita rasakan saat sekarang ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuanbaik secara
langsung maupun tidak langsung .
Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangan baik dari
segi isi, maupun dari segi penulisan, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 3 April 2020

Kelompok 3
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………..
BAB 2LANDASAN TEORI
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan
penanganan atau tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan semua itu terbentuk dari sel-sel,
sel tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak terhenti, dan kematian tubuh itu
akan timbul jika sel tidak bisa mendapatkan oksigen. Kematian ada dua macam yaitu mati
klinis dan mati biologis, mati klinis adalah apabila seorang penderita henti nafas dan henti
jantung, waktunya 6-8 menit setelah terhentinya pernafasan dan sistem sirkulasi tubuh
sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya kerusakan sel-sel otak dan waktunya
dimulai 6 sampai dengan 8 menit setelah berhentinya sistem pernafasan dan sirkulasi
(Musliha, 2010).
Saat ini, cedera trauma merupakan penyebab kematian setiap tahunnya selain koma
atau kematian, trauma juga dapat menyebabkan kelumpuhan pasien. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Report on Road Traffic Injury Prevention,
menjelaskan bahwa setiap tahunnya di seluruh dunia terdapat sekitar 1,2 juta orang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan di Indonesia, lebih dari 39 ribu warga
meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2008 hingga tahun 2009.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2008
sebanyak 20.188 kasus dan turun 9,83 persen menjadi 18.205 kasus pada tahun 2009
(Mabes polri, 2009).
Trauma memiliki banyak jenis, yangdibedakan berdasarkan bagian tubuh yang
mengalami trauma dan seberapa parah trauma yang dialami. Beberapa jenis cedera yang
paling sering diderita adalah cedera pada otak, tulang belakang, perut, dan dada. Jenis
cedera ini juga dapat dikategorikan sebagai cedera tertutup atau tembus. Cedera dianggap
tertutup ketika trauma terjadi di dalam tubuh. Sementara itu, cedera dianggap menembus
dalam kasus seperti luka akibat tusukan pisau atau gunting. Patah tulang dan luka bakar
juga merupakan cedera traumatis, sama halnya dengan memar, terutama ketika terjadi
pada organ vital seperti jantung (Amirudin, 2007).
Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan
kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera
servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal
semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya (Milby, 2008).
Oleh karena itu diperlukan kemampuan pengetahuan dan sikap yang baik untuk
memberikan pertolongan pada korban.
1.2 Tujuan
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebratalis dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang  belakang. (Brunner&Suddarth,
2009)Trauma medulla spinalis adalah Cedera yang mengenai servikalis,vertebra' dan lumbal
akibat trauma seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga dan
sebagainya. (Arif Muttaqin,2008)
Trauma pada tulang belakang adalah cidera yang mengenai servikalis, verteblaris, dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Chairuddin Rasjad (1998)
menegaskan bahwa semua tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga
sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita hasrus
diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak
pada tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang
belakang (medula spinalis).
penyebab cidera medula spinalis akibat trauma trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dan melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf
yang ada didalamnya. Trauma tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, dan kejatuhan benda keras.
2.2 Mekanisme cidera
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen
posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini
terjadi pergerakkan kedepah/dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi
bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior
masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasnya terjadi hipereskstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torako-
lumbal. Ligamen anterior dan siklus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur
pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu padikel, foramen vertebra, dan sendi faset
2.3 etiologi
Menurut Harsono (2000) trauma tulang belakang dapat disebabkan oleh : \
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olahraga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam
4. Luka jejas, tajam, tembak, pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit
tulang atau melemahnya tulang
Menurut Ducker dan Perrot dalam dr. Iskandar Japardi (2002), melaporkan :
1. 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas
2. 20% jatuh
3. 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja
2.4 Manisfestasi klinis
Tanda dan gejala umum dari trauma pada tulang belakang adalah (National Institutes of Health US):
1. Kepala berada pada posisi yang tidak semestinya
2. Mati rasa atau sensasi geli di sepanjang kaki maupun lengan
3. Kelemahan
4. Ketidakmampuan berjalan
5. Paralisis (kehilangan control pergelangan ekstremitas, yakni lengan dan kaki)
6. Tidak ada control pada GIT dan system perkemihan, pasien cenderung tidak bisa mengontrol BAB
maupun BAK
7. Syok (pucat, kulit basah dan hangat, jari dan tangan kebiru-biruan, pusing, sakit kepala, dan setengah
tidak sadar)
8. Kurang perhatian terhadap stimuli/lingkungan sekitar
9. Leher kaku, sakit kepala, atau nyeri pada leher
Menurut ASIA (American Spinal Injury Association) skala terjadinya gangguan dikatagorikan sebagai
berikut :
1. A = komplit, tidak ada fungsi sensorik maupun motorik pada segmen sacrum (S4-S5)
2. B = tidak komplit, fungsi sensoris masih berada dibawah staus neurologis
3. C = tidak komplit
4. D = tidak komplit, fungsi motorik
5. E = normal, fungsi motorik dans ensoris normal
2.5 Pemeriksaan diagnostik
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaansecara lengkap.
Anamnesis yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuhdari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, atau olahraga. Diperhatikan adanyatanda-tanda trauma dan aberasi kepala bagian
depan yang mungkin disebabkankarena trauma hiperekstensi.Pemeriksaan tulang belakang
dilakukan secara hati-hati dengan memeriksamulai dari vertebra servikal sampai vertebra
lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen, serta jaringan lunak
lainnya.Pemeriksaan neurologis lengkap juga diperlukan. Pada setiap trauma tulang belakang
harus dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti
trauma pada kepala, toraks. ronga perut sertapanggul. Pemeriksaan diagnostik mencakup
kegiatan scbagal berikut.
a. Pemeriksaan rontgen.
b. Pemeriksaan CT scan terutama untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur dalam kanal
spinal
c. pemeriksaan CT scan dengan mielografi
2.6 Komplikasi
Menurut Mansjoer, Arif, et al. 2000 trauma tulang belakang bisa mengakibatkan berbagai macam komplikasi,
diantaranya
1. Syok hipovolemik
akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan
darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan
kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis
meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah
tersebut terhambat atau terjerat.
3. Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.
Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda
lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi
korda dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik
dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spinal biasanya
menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila
korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
4. Syok Spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah
tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi
kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi
akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron
asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl
biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat
tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung
kemih dan rektum.
5. Hiperrefleksia Otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan
peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok
spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks
yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka
terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah system. Pada
orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai
respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi
parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf
simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis
bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang
mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan
vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga
vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.Pada hiperrefleksia
otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau
infark miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi
kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
6. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda
spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh
terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang
mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis
 
Sedangkan untuk fraktur, komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-
sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung
patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
2. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh
reduksi yang kurang memadai.
3. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses
penyembuhan fraktur.
4. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi
karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan
mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
5. Emboli lemak
6. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan
organ lain.
7. Sindrom Kompartemen. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas
permanen jika tidak ditangani segera
2.7 Penatalaksanaan
pertolongan pertama untuk cedera tulang belakang dalam kecelakaan terdiri dari:
1. Jangan asal mengajak korban bergerak karena dapat menyebabkan kerusakan tulang permanen.
2. Tempatkan handuk yang sudah digulung di bagian nyeri agar menghindari kerusakan leher dan
kepala.
3. Jangan lupa untuk meminta perhatian medis segera.
Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:
a. Fraktur Stabil
- Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
- Burst fraktur
- Extension
b. Fraktur tak stabil
- Dislokasi
- Fraktur dislokasi
- Shearing fraktur
Perawatan:
1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.
2. Fraktur dengan kelainan neorologis.
Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
- Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
- Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
1) Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri) Tidur telentang alas yang keras, posisi
diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple kompressi.
2) Operatif Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif.
Jika dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
- Laminektomi mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis,
menghilangkan kompresi medulla dan radiks. - fiksasi interna dengan kawat atau plate
- anterior fusion atau post spinal fusion
2.8 Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem pernapasan
sehubungan dengan cedera tulang belakang tergantung pada bentuk, lokasi, cedera, jenis
cedera, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Anamnesis pada cedera medula
spinalis meliputi keluhan utama, riwayat penyait sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan
laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman helm),
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk menerima pertolongan kesehatan adalah kelemahan
dan kelumpuhan ekstermitas, inkontinensial defekasi dan berkemih, nyeri tekan otot,
hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma
c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri dan kecelakaan lain. Seperti jatuh dari
pohon atau bangunan, luka tusuk, luka temba, trauma karna tali pengaman (Fraktur
Chance), dan kejatuhan benda keras, pengkajian yang didapat, meliputi hilangnya
sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas yang
total dan melemah/menghilangnya refleks profunda). ini merupakan gejala awal dari
tahap shock spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
ileus paralitik, retensi urin dan hilangnya refleks refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien tidak
sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiptif dan penggunaan alkohol yang sering
terjadi pada beberapa klien yang sering mengendarai kendaraan dengan kecepatan
tinggi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera
tulang sebelumnya, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiptif, dan konsumsi alkohol
berlebihan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes
militus
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian meanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara normal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image). Adanya perubahan berupa parilisis anggota gerak bawah
yang memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera
tulang belakang.
Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan kelurga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan
neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang dilakukan oleh defesit
neurologis dalam hubungannnya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada ganggaun neurologis didalam sistem dukungan
individu.
2. pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 brain dan B6 Bone yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan
dari klien.
a. Keadaan umum
Pada kadaan ciedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanyaa peruhahan pada tanda tanda vital meliputi bradikardi, dan
hipotensi.
b. BI (Breathing)
Perubahan pada SIstem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis
(klien mengalami Kelumpuhan otot otot pernapasan) dan perubahan karena adanya
kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tuang belakang sehingga
mengalami terputus jaringan sarat di medula spinalis. Pada beberapa keadaan trauma
sumsum tuang beakang pada daerah Servikal dan torakal hasil dari pemeriksaan fisik
dari sistem ini akan didapatkan ha-hal sebagai berikut:
- Inspeksi Umum Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Terdapat retraksi interkostalis, pengambangan paru tidak simetris. Ekspansi dada:
dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin
menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur
tulang iga, dan pnemotoraks Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai :
retraks dari otot- otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada akibat adanya blok
saraf parasimpatis
- palpasi Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabia melibatkan trauma pada rongga thorak
- Perkusi Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada
Toraks/hematraks
- Auskultasi. Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi Pada
klien dengan peningkatan produksi sekret kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang dengan Penurunan tingkat
kesadaran koma.
pada klien cedera tulang belakang dengan fraktur dislokasi vertebra lumbal dan protrusi
diskus intervertebralis L-5 dan S-5 pemeriksaan pada sistem pernapasan inspeksi pernapasan
tidak memiliki kelainan. Pada palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien cedera tulang belakang sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular klien cedera tulang belakang pada beberapa keadaan dapat ditemukan
tekanan darah menurun, nadi bradikardia, berdebar- debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari petubanan pertusi jaringan otak. Kulit pucat menandakan
adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan pertusi jaringan dan tanda- tanda awal dari suatu renjatan. Pada beberapa
keadaan lain akibat trauma kepala akan merangsang pelepasan hormon antideuretik
yang berdampak pada tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi
elektrolit meningkat Sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit pada sistem kardiovaskulan.
d. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral, dan
pengkajian saraf kranial.
- Pengkajian Tingkat Kesadaran. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem ada
persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahandalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaranklien cedera tulang belakang biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stuporsemikomatosa sampai koma.
- Pengkajian Fungsi Serebral. status mental: observasi penampian, tingkahlaku,
nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klienyang telah
lama menaerita cidera tulang belakang biasanya status mental klien mengalami
perubahan
e. B4 (bladder)
kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
f. B5 (Bowel)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paraitikdi
mana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung dan detekasitidak ada. hal ini
merupakan gejala awal dari tahap syok Spinal yang akanberlangSung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Pada pemeriksaan retleksbulbokavernosa didapatkan
positif, meandakan adanya syok spinal yang jelas pada klien dengan cedera medula
spinalis. Pemenuhan nutrisiberkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang
kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi
pada mulut atauperubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
g. B6 (Bone)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi sarat
yang terkena trauma.Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari
saraf yangterkena. Distungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhanpada seluruh ekstremitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan,
danturgor kulit. Adanva perubahan warna kult. warna kebiruan menunjukkanadanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir, dan membranmukosa). Pucat
pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan denganrendahnya kadar
hemoglobin atau syok. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirhat
3. Diagnosa keperawatan
- Ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan otot diafragma
- Nyeri akut b.d agen cedera fisik
- Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakanmusculoskeletal dan neuromuskuler
- Gangguan eliminasi urin b.d Gangguan sensorik motorik
- Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi fisik
4. Intervensi keperawatan
BAB 3
KASUS

Seorang laki-laki mengalami kecelakaan lalu lintas. Laki-laki tersebut tergeletak


setengah sadar. Petugas emergency segera memindahkan pasien ke tempat yang aman dan
melakukan rapid assessment serta melakukan intervensi yang dibutuhkan segera dan
pemasangan servikal kolar setelah melepas helm korban. Saat melakukan assessment tidak
ditemukan sumbatan jalan nafas, ditemukan nafas cepat dan dangkal, nadi yang teraba hanya
nadi carotis dan brakhialis dan teraba lemah 60 x/menit , CRT < 2 detik, akral teraba hangat,
suhu tubuh agak menurun . pada bagian ekstermitas bagian atas didapatkan fraktur komplit
pada lengan atas sebelah kanan, babras pada telapak tangan kiri dan pada bagian ektremitas
bawah sebelah kanan, petugas segera melakukan stabilisasi pada lengan . Saat akan dilakukan
transportasi pasien, petugas menemukan luka lebam pada bagian punggung atas korban.

Analisi data
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
Data Subjektif: Trauma Ketidakefektifan Pola
Tidak dapat dikaji ↓ Napas
Fraktur
Data Objektif: ↓
ditemukan nafas cepat dan Diskontinuitas tulang
dangkal, nadi yang teraba ↓
hanya nadi carotis dan Perubahan jaringan sekitar
brakhialis dan teraba lemah ↓
60 x/menit Spasme otot

Peningkatan tekanan kapiler

Ketidakefektifan pola napas

Data Subjektif: Trauma Kerusakan Integritas


Tidak dapat dikaji ↓ Jaringan
Fraktur
Data Objektif: ↓
Pada ekstermitas bagian Diskontinuitas tulang
atas didapatkan fraktur ↓
komplit Perubahan jaringan sekitar

Laserasi kulit

Kerusakan integritas jaringan

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b/d Injury Tulang Belakang
2. Kerusakan Integritas Jaringan

Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa noc nic
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengisapan secret bila
Pola Nafas b/d keperawatan selama 1x24 jam pola perlu. Kaji jenis, jumlah, dan
Injury Tulang nafas klien efektif. karakteristik sekresi
Belakang 2. Kaji fungsi pernapasan dengan
KH: menginstruksikan pasien untuk
- Menunjukkan jalan nafasyang melakukan napas dalam
paten (klien tidakmerasa tercekik, 3. Auskultasi suara napas
iramanafas, frekuensipernafasan 4. Observasi warna kulit, adanya
dalamrentang normal, tidakada sianosis, atau keabu-abuan
suara nafasabnormal) 5. Berikan oksigen dengan cara
- Tanda Tanda Vital dalamrentang yang tepat seperti dengan akanul
normal (tekanandarah 120/80 oksigen, masker, intubasi
mmHg, nadi 60-100x/menit, 6. Pertahankan jalan nafas yang
pernafasan 16-20x/menit) paten
7. Observasi adanya tanda
tandahipoventilasi
8. Monitor adanya kecemasan
pasienterhadap oksigenasi
9. Monitor vital sign
10. Informasikan pada pasien dan
keluargatentang tehnik relaksasi
untukmemperbaiki pola nafas.
2. Kerusakan Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji secara teratur fungsi motorik
Integritas Jaringan keperawatan selama 2x24 jam 2. Bantu lakukan latihan room pada
kerusakan integritas jaringan dapat semua ekstremitas dan sendi
berkurang atau teratasi. dengan perlahan dan lembut
3. Gantilah posisi secara periodic
KH: walaupun dalam keadaan duduk
- Mempertahankan posisi-posisi 4. Kaji rasa nyeri, kemerahan,
fungsi yang dibuktikan dengan ada bengkak, ketegangan otot jari
tidaknya kontraktur footdrop. 5. Berikan posisi yang mengurangi
- Meningkatkan kekuatan bagian tekananpada luka
tubuh yang sakit atau kompensasi 6. Anjurkan pasien untuk
menggunakanpakaian yang
longgar
7. Jaga kulit agar tetap bersih dan
kering
8. Konsultasi dengan ahli terapi
fisik

Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1. Ketidakefektifan Pola Nafas S:
- Klien mengatakan mampu bernapas dengan
baik
- Klien menyatakan mampu melakukan tehnik
napas dalam
- Klien mampu mengungkapkan kecemasan
terhadap oksigenasi
O:
- Auskultasi napas menunjukkan pola napas
yang baik, tidak ada suara abnormal
- Tidak ditemukan adanya tanda sianosis dan
hipoventilasi
- Tanda vital berangsur-angsur membaik ke
rentang normal
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi monitor TTV, monitor
oksigenasi, dan tanda hipoventilasi.
2. Kerusakan Integritas Jaringan S:
- Klien menyatakan mampu melakukan gerakan
latihan motorik dengan perlahan
- Klien melaporkan adanya nyeri, bengkak,
ketegangan otot dan ketidaknyamanan
- Klien menyatakan nyaman dengan posisi yang
dianjurkan untuk mengurangi tekanan pada
luka
O:
- Klien mampu menggerakan ekstremitas dan
gerakan motorik secara lembut dan perlahan
- Klien mampu mengikuti anjuran untuk
memilih posisi yang nyaman untuk
mengurangi tekanan pada luka
- Klien mampu mengganti posisi secara periodik
- Klien merasa nyaman dengan baju longgar
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi latihan gerakan motorik,
ekstremitas, monitor kemerahan, bengkak, nyeri
dan berikan posisi nyaman pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin. (2007). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Dalam SPGDT
Kader.
Brunner & Suddarth, 2009, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Mabes Polri. (2009). Laporaan Akhir Tahun. http://www.jpnn.com/index.php?
mib=berita.detail&id=55816.
Milby, A.H., Halpern, C.H., Guo, W., Stein, S.C. 2008. Prevalence of cervical spinal injury
in trauma. Neurosurg Focus, 25(5): E1-10.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai