Anda di halaman 1dari 2

Tradisi Pendidikan IPS

Secara definitif, model dalam konteks ini dimaknai sebagai kerangka konseptual yang
dikembangkan dan diaplikasikan sebagai dasar dan acuan dalam melaksanakan pembelajaran IPS
sesuai dengan tujuan dan kepentingannya. Kalangan pakar pendidikan telah mengembangkan
sejumlah model pembelajaran IPS, seperti Banks yang dikutip oleh Lasmawan (2008)
mengemukakan tiga tradisi pembelajaran, yang terdiri dari: (1) social studies as social sciences,
(2) social studies as citizenship education, dan (3) social studies as reflective inquiry. Joice dan
Weil (1986) dalam bukunya “Models of Teaching” mengemukakan beberapa model mengajar,
walaupun di dalam bahasannya lebih banyak menekankan pada kegiatan belajar peserta didik,
yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: (1) kelompok model pengolahan informasi, (2) kelompok
model personal, (3) kelompok model sosial, dan (4) kelompok model sistim perilaku. Sementara
Hilda Taba merancang model “berpikir induktif”, yang dimaksudkan untuk membantu peserta
didik untuk mengidentifikasi, menggali, dan mengorganisir informasi melalui uji hipotesis yang
di dalamnya termasuk pelukisan kaitan-kaitan logis antara berbagai data (Suwarma, 1991).
Berkaitan dengan model pengembangan kemampuan dan keterampilan inquiri, Ausubel
(Kamarga, 2000) telah mengembangkan model pengemas awal (Advance Organizer) yang
bertujuan membantu peserta didik untuk memiliki pengalaman dengan struktur kognitif yang
nantinya digunakan untuk memahami materi yang disajikan atau dibelajarkan. Keseluruhan
model pembelajaran di atas, pada hakekatnya masih lekat dengan warna asalnya, dimana latar
sosial budaya yang melatar belakanginya adalah budaya asing dimana model itu dikembangkan.
Untuk itu, dalam aplikasinya pada pembelajaran IPS harus dilakukan beberapa penyesuaian dan
modifikasi agar sesuai dengan latar sosial-budaya dan kematangan psikologis peserta didik. Hal
ini penting, mengingat kondisi alamiah dari pembelajaran IPS di Indonesia berbeda dengan latar
sosial dimana model itu dikembangkan. Jika dikaitkan dengan kepentingan pembelajaran IPS
sebagai mata pelajaran yang mengemban misi strategis dalam pengembangan peserta didik
sebagai warga negara yang baik. Sementara McSavick (2008) dan NCSS (2007) mengemukakan
terdapat tiga aliran yang mempengaruhi tradisi dan model pembelajaran IPS, yaitu: (1) aliran
para ilmuwan sosial, (2) aliran para pendidik, dan (3) aliran gabungan antara ilmuwan sosial dan
ahli pendidikan.
Setiap model memiliki karakteristik masing-masing, sehingga penggunaannya
disesuaikan dengan karakteristik materi yang hendak dibelajarkan. Dikaitkan dengan
pengembangan berpikir rasional, dalam kegiatan instruksional, dikenal pula beberapa model
pembelajaran IPS yang lebih menekankan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan
berpikir ilmiah dan kreatif sebagaimana layaknya ilmuwan sosial, seperti: inquiry model,
problem solving model, dan jurisprudential model (Education Journal, 2007). Dalam tradisi
pembelajaran IPS di Indonesia, dikenal beberapa model pendekatan pengorganisasian materi,
seperti: (1) pendekatan integrated, yang biasanya dikembangkan pada pembelajaran IPS pada
jenjang sekolah dasar, (2) pendekatan corelated, yang biasanya dikembangkan dalam
pembelajaran IPS pada jenjang SLTP, dan (3) pendekatan sparated, yang biasanya
dikembangkan dalam pembelajaran IPS pada jenjang SMU. Dilihat dari kaitannya dengan tradisi
pembelajaran IPS, maka tampak yang lebih populer dan banyak berpengaruh dalam
pengembangan kurikulum IPS adalah model yang menekankan bahwa IPS merupakan mata
pelajaran yang disajikan secara terpisah namun tetap ada keterkaitan antara disiplin ilmu sosial
yang satu dengan disiplin ilmu sosial yang lainnya (Suwarma, 1991; Lasmawan, 2008).
Beranjak dari analisis terhadap karakteristik pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan
dasar di Indonesia, tampak bahwa diantara banyak model yang dikembangkan, model
pembelajaran yang termasuk dalam kelompok proses informasi di atas menurut Joice and Weil
(1986) dipandang sesuai dan cocok untuk dijadikan sebagai landasan operasional pembelajaran.
Kelompok model ini merujuk pada proses dan kegiatan bagaimana peserta didik merespon
rangsangan yang berasal dari lingkungan, memproses informasi, mengidentifikasi masalah,
menggeneralisasi isu/ masalah, memecahkan masalah, melakukan tindakan dengan
menggunakan simbol-simbol baik yang bersifat verbal maupun non-verbal, yang pada akhirnya
akan bermuara pada meningkatnya produktivitas berpikir peserta didik. Kelompok model ini,
menekankan pada pengembangan fungsi intelektual dan berpikir produktif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis telah banyak model
pembelajaran yang dikembangkan dan diteliti oleh para pakar berkaitan dengan pengembangan
intelektual dan peningkatan perolehan belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS. Namun
belum banyak yang menyentuh bagaimana upaya meningkatkan literasi sosial-budaya peserta
didik dalam pembelajaran IPS. Untuk itu, masih perlu dianalisis d

Anda mungkin juga menyukai