F10 Raw
F10 Raw
OLEH :
RIMA APRILILA WIJAYA
F34051570
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PROSES PENGOLAHAN SELAI NANAS ORGANIK DAN
PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Rima Aprilila Wijaya
F34051570
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Rima Aprilila Wijaya. F34051570. Proses Pengolahan Selai Nanas Organik dan
Pendugaan Umur Simpannya. Di bawah bimbingan Indah Yuliasih dan Sugiarto.
2010.
RINGKASAN
Nanas Tapos adalah jenis nanas khas dari Bogor-Jawa Barat. Nanas Tapos di
tempat aslinya biasa disebut nanas Gati. Keunikan nanas Gati dari Tapos ini adalah
ditanam secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida atau biasa
disebut dengan nanas organik. Pada saat musim panen, nanas Gati tersedia
berlebihan dan dijual dalam bentuk curah segar sehingga harga jualnya rendah atau
harga jual nanas organik ini di pasar sama dengan nanas yang tidak organik sehingga
akan merugikan para petani. Salah satu alternatif produk olahan nanas yaitu selai
nanas. Selai nanas organik merupakan selai yang dibuat tanpa penambahan bahan-
bahan kimia, tetapi menggunakan bahan-bahan alami berupa gula, sari jeruk, jeli,
cengkeh, kayu manis dan garam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi proses pengolahan
selai nanas organik, karakteristik produk selai nanas dan pendugaan umur simpannya
dalam kemasan gelas jar dan plastik polypropilen (PP). Pendugaan umur simpan
selai nanas dengan metode akselerasi Arrhenius. Penyimpanan selai nanas dilakukan
pada suhu 25, 35 dan 450C. Parameter yang diamati selama penyimpanan yaitu kadar
air, total asam, warna dan pH.
Proses pengolahan selai nanas terdiri dari persiapan bahan, pemasakan,
sterilisasi kemasan, pengemasan, pasteurisasi dan pendinginan. Selanjutnya masing-
masing kemasan disimpan didalam inkubator. Selama penyimpanan terjadi
perubahan mutu dari selai nanas. Hal ini terlihat dari analisis kadar air, untuk
kemasan plastik polypropilen kadar air meningkat dengan segera setelah
penyimpanan (pengukuran minggu pertama), selanjutnya cenderung menurun atau
relatif tetap pada kisaran 26 - 32 %, begitu juga dengan kemasan gelas jar terjadi
kenaikan pada minggu pertama penyimpanan selanjutnya cenderung menurun atau
relatif tetap pada kisaran 26 - 35 %. Total asam pada kemasan gelas jar cenderung
menunjukan kenaikan pada minggu pertama penyimpanan sedangkan kemasan
plastik polypropilen pada minggu pertama penyimpanan cenderung mengalami
penurunan dan selanjutnya kedua kemasan tersebut relatif tetap pada kisaran
0,9 - 1,1 g/100g. Kemasan plastik polypropilen dan gelas jar tidak memberikan
perbedaan perubahan pH, yaitu pada minggu pertama penyimpanan kedua kemasan
memberikan kecenderungan turun serta relatif tetap pada kisaran 3,38 - 3,67. Warna
atau nilai kecerahan selai nanas organik cenderung turun pada semua jenis kemasan
dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu
penyimpanan, maka tingkat penurunan nilai kecerahan selai nanas organik juga
semakin tinggi.
Selai merupakan produk olahan buah yang berbentuk semi pasta atau semi
basah. Parameter kritis bagi bahan pangan semi basah adalah kadar air. Oleh karena
itu, parameter kritis yang digunakan diantara ke empat parameter (kadar air, total
asam, pH, dan warna) jika dilihat dari perubahan mutu selama penyimpanan maka
kadar air lebih menunjukan perbedaan yang signifikan selama penyimpanan dengan
titik kritis 35%. Umur simpan selai nanas organik pada kemasan gelas jar lebih lama
dibandingkan dengan kemasan plastik polypropilen. Kemasan plastik
polypropilen pada suhu 250C memiliki umur simpan 104 hari, 95 hari pada suhu
35 0C dan 87 hari pada suhu 45 0C, sedangkan kemasan gelas jar pada suhu 25 0C
memiliki umur simpan 117 hari, 101 hari pada suhu 350C dan 88 hari pada suhu
45 0C.
Kata kunci: Nanas Gati, Selai Nanas, Umur Simpan, Kemasan Plastik Polypropilen,
Kemasan Gelas Jar
Rima Aprilila Wijaya. F34051570. Processing Technology of Organic Pineapple
Jam and Its Shelf-Life Estimation. Supervised by Indah Yuliasih and Sugiarto. 2010.
SUMMARY
Tapos pineapple is a specific kind of pineapple from Bogor, West Java. Tapos
pineapple is called Gati pineapple in its former area. The uniqueness of this
pineapple from Tapos is that this pineapple is planted naturally, without any addition
of chemical fertilizer and pesticides, and that is why it is also called ‘organic’
pineapple. During harvest time, Gati pineapple had an excessive availability and it is
sold in the ‘fresh fruit’ form so that its price is so low or its price is the same as non-
organic pineapple. This condition will disadvantage the farmers. One of the
alternatives to raise pineapple’s price is converting pineapple into product that has an
added value, such as pineapple jam. Organic pineapple jam could be made without
chemical addition, but it was used natural materials, such as sugar, orange extract,
jelly, clove, cinnamon and salt.
The aim of this research is to get the processing technology of organic
pineapple jam, characteristic product pineapple jam and shelf-life estimation in glass
jar and polypropylene plastic packaging. Organic pineapple jam in glass jar and
polypropylene packaging then was kept at 250C, 35 0C and 450C. Shelf-life estimation
in polypropylene plastic and glass jar was using Arrhenius acceleration method.
Parameters that were checked during storage were water content, total acid, pH and
colour.
The processing of pineapple jam consisted of materials preparation, cooking,
packaging sterilization, packaging, pasteurization and cooling. Then each of packed-
pineapple jam was kept in incubator. During storage there was quality changing from
pineapple jam. It was seen from water content analysis. Pineapple jam in
polypropylene plastic packaging had increased-water content right after storage
(based on first week analysis), then its water content was decreased or remained
stable at 26 - 32%. Pineapple jam in glass jar packaging also had increased-water
content right after storage (based on first week analysis), then its water content was
decreased or remained stable at 26 - 35%. Total acid of pineapple jam in glass jar
packaging was increased during the first week of storage, while total acid of
pineapple jam in polypropylene plastic packaging was decreased during the first
week of storage and then both of them remained constant at 0.9 - 1.1 g/100 g. Usage
of polypropylene plastic and glass jar as pineapple jam’s packaging materials did not
affect changing of pH value during the first week of storage. Both of these materials
were slightly decreased or remained stable at 3.38 - 3.67. Color or brightness value
of organic pineapple jam were relatively decreasing in all of packaging materials and
all of storage temperature’s range during storing period. The highest temperature
during storage, then the decreasing rate of brightness value of pineapple jam would
be higher.
Jam is a fruit based product that has semi paste or semi wet form. Critical
parameter for semi wet food product is water content. It explained that amongst the
critical parameters that have been used (water content, total acid, pH and color),
water content showed a significant difference during storage with critical point of
35%. Shelf life of organic pineapple jam in glass jar packaging was longer than in
polypropylene plastic packaging. Shelf life in polypropylene plastic at 250C,
35 C and 450C were 104, 95 and 87 days. Shelf life in glass jar packaging at 25 0C,
0
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN
Penulis skripsi ini bernama lengkap Rima Aprilila Wijaya dan lahir di
Bangkinang pada tanggal 06 April 1987. Penulis merupakan putri sulung dari
pasangan Suwanda Wijaya dan Malila Yulia. Penulis menamatkan pendidikan
kanak-kanaknya di TK Mutiara Persada, Yogyakarta pada tahun 1993, kemudian
melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri No 060917 Medan dan tamat pada
tahun 1999. Setelah itu, penulis meneruskan pendidikan lanjutannya ke SLTP Negeri
20 Pekanbaru, tamat pada tahun 2002 dan SMA Bina Bangsa Sejahtera Bogor, tamat
pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis kemudian diterima di Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2006.
Selain di bidang akademik, penulis juga aktif mengikuti kegiatan di luar bidang
akademik dengan mengikuti kegiatan mahasiswa di dalam Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri (HIMALOGIN). Penulis menjabat sebagai anggota atau jurnalis
buletin MIND di bawah Departemen Public Relation, HIMALOGIN mulai tahun
2006-2007.
Pada pertengahan tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangnya di PT
PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat. Laporan hasil praktek lapang tersebut
kemudian dikeluarkan penulis dengan judul, ‘Mempelajari Aspek Penanganan
Bahan Baku dan Produk Jadi di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat’.
KATA PENGANTAR
i
11. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu
Akhir kata, penulis memohon maaf atas kesalahan yang tidak sengaja dilakukan
akibat kealpaan penulis di dalam penyelesaian laporan ini. Segala kekurangan yang
terdapat di dalam tulisan silakan disampaikan langsung kepada penulis. Atas segala
perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Tujuan........................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Selai ..................................................................................... 3
1. Gula.......................................................................................... 4
2. Pengental.................................................................................. 5
3. Asam (Sari Jeruk Peras)........................................................... 7
B. Pengemasan.................................................................................. 8
1. Kemasan Gelas Jar.................................................................... 9
2. Kemasan Plastik polypropilen.................................................. 10
C. Pendugaan Umur Simpan............................................................. 11
III. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan............................................................................ 14
B. Tata Laksana Penelitian............................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Teknologi Proses Pembuatan Selai Nanas................................... 18
B. Karakteristik Produk.................................................................... 22
C. Pendugaan Umur Simpan............................................................ 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 41
B. Saran............................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 43
LAMPIRAN.......................................................................................... 46
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kandungan kimia jeruk manis dalam 100 gram sari
jeruk.............................................................................................. 8
Tabel 2 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk membuat selai
nanas organik dalam 1000 gram bubur nanas.............................. 19
Tabel 3 Analisis proksimat selai nanas organik........................................ 23
Tabel 4 Nilai k dan ln k pada kemasan gelas jar....................................... 36
Tabel 5 Nilai k dan ln k pada kemasan Plastik polypropilen................... 39
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambat 1 Diagram alir pembutan selai nanas................................... 15
Gambar 2 Diagram alir pengemasan dan pendugaan umur simpan
selai nanas.........................................................................
17
Gambar 3 Buah nanas Gati setengah matang (a) dan matang
optimum (b)....................................................................... 18
Gambar 4 Perubahan kadar air selai nanas organik selama
penyimpanan: (a) kemasan plastik polypropilen dan (b)
kemasan gelas jar.............................................................. 26
Gambar 5 Perubahan total asam selai nanas organik selama
penyimpanan: (a) kemasan plastik polypropilen dan (b)
kemasan gelas jar.............................................................. 28
Gambar 6 Perubahan total asam selai nanas organik selama
penyimpanan: (a) kemasan plastik polypropilen dan (b)
kemasan gelas jar..............................................................
30
Gambar 7 Perubahan warna (L) selai nanas organik selama
penyimpanan : (a) kemasan plastik polypropilen dan (b)
kemasan gelas jar.............................................................. 32
Gambar 8 Grafik regresi linier kadar air pada kemasan gelas jar...... 35
Gambar 9 Kurva hubungan ln k dengan 1/T pada kemasan gelas
jar....................................................................................... 36
Gambar 10 Grafik regresi linier kadar air pada kemasan plastik
polypropilen......................................................................
38
Gambar 11 Kurva hubungan ln k dengan 1/T pada kemasan plastik
polypropilen...................................................................... 39
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Prosedur Analisis……………………………………… 46
Lampiran 2 Kadar air selai nanas selama penyimpanan dalam
kemasan plastik polypropilen dan gelas
jar..................................................................................... 50
Lampiran 3 Total asam selai nanas selama penyimpanan dalam
kemasan plastik polypropilen dan gelas
jar..................................................................................... 51
Lampiran 4 pH selai nanas selama penyimpanan dalam kemasan
plastik polypropilen dan gelas
jar .................................................................................... 52
Lampiran 5 Warna selai nanas selama penyimpanan pada kemasan
plastik polypropilen dan gelas
jar..................................................................................... 53
Lampiran 6 Perhitungan laju penurunan kecerahan (L) selai nanas
selama penyimpanan dalam kemasan plastik
polypropilen …............................................................... 54
Lampiran 7 Perhitungan laju penurunan kecerahan (L) selai nanas
selama penyimpanan dalam kemasan gelas
jar..................................................................................... 55
Lampiran 8 Perhitungan laju peningkatan kadar air selai nanas
selama penyimpanan dalam kemasan gelas
jar..................................................................................... 56
Lampiran 9 Perhitungan laju peningkatan kadar air selai nanas
selama penyimpanan dalam kemasan plastik
polypropilen.................................................................... 57
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
simpannya. Pendugaan umur simpan selai nanas organik perlu dilakukan
mengingat produk ini tidak menggunakan bahan pengawet
B. Tujuan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Selai
3
Pembuatan selai meliputi tahap pemilihan bahan, pencucian,
pengupasan, penghancuran buah, pemasakan, pengemasan dalam wadah
botol, pasteurisasi dan pendinginan (Mulyohardjo, 1984). Pada persiapan
bahan, pemilihan tingkat kematangan buah yang digunakan akan
mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar,
maka harus dipilih buah yang berkualitas baik, kemudian dilakukan
pengupasan pada buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buah-
buahan yang berbiji (Suryani et al., 2004).
Pembuatan selai nanas selain menggunakan buah nanas sebagai bahan
baku juga menggunakan bahan tambahan yaitu :
1. Gula
4
2. Pengental (Nutrijell)
a. Karagenan
Karagenan adalah polisakarida yang diekstrak dari beberapa
anggota Rhodophyceae (rumput laut merah) seperti Chondrus,
Euchema, Gigartina, Gloiopeltis dan Iridea (Belitz dan Grosch, 1999).
Euchema cottonii dan E. Spinosum merupakan jenis Rhodophyceae
yang banyak ditemui di perairan Indonesia sedangkan Gigartina
banyak ditemui di daerah selatan Eropa. E. Cottonii merupakan jenis
rumput laut penghasil kappa karagenan, E. Spinosum merupakan
penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lamda
karagenan (Anonim, 2007). Menurut Imeson (2000), karagenan
merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang
tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara
gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik
yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan
ikatan glikosidik α-(1,3) dan β-(1,4).
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih tinggi, stabilitas
karagenan menurun khususnya dengan peningkatan suhu. Pada pH
yang lebih rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisis sehingga
kemampuan untuk membentuk gel menjadi hilang. Namun demikian
dalam praktek penerapannya, suatu gel terbentuk pada pH di bawah 7
dan hidrolisis terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil
(Glicksman, 1982). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan
mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel (gel strength) pada
pH 3,4. Hal ini disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang
mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat
seiring peningkatan suhu.
5
Polisakarida seperti karagenan dapat membentuk gel pada
kondisi tertentu, tetapi jika dicampurkan dengan konjak yang tidak
memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi interaksi yang
sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur
yang lebih elastis (Takigami, 2000).
b. Konjak glukomannan
Konjak glukomannan banyak terdapat pada jenis tanaman
Amorphophallus. Sama halnya dengan karagenan, konjak
glukomannan juga merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil
ekstraksi umbi tanaman konjak. Penyebaran tanaman konjak lebih
banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan Asia
Tenggara. Beberapa spesies Amorphophallus yang tumbuh di daerah
tersebut yaitu Amorphophallus konjak K Kouch, A. Rivierii, A.
Bulbifier, dan A. Oncophyllus. Jenis Amorphophallus juga banyak
dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah iles-iles (A. Muelleri
Blume) dan suweg (A. Paeoniifolis) (Takigami, 2000). Konjak
glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam
tepung konjak yakni mencapai 70 – 90%. Bahan baku pembuatan
tepung konjak adalah umbi dari tanaman konjak. Tepung konjak dapat
digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan
pengikat air (Thomas, 1997).
Konjak glukomannan adalah polimer yang larut air dan dapat
menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang
terbentuk merupakan larutan pseudoplastic. Viskositas konjak lebih
tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap
asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan di bawah 3,3.
Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsetrasi
tinggi. Sebagai bahan pembentuk gel, konjak memiliki kemampuan
yang unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada
kondisi yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika konjak
dikombinasikan dengan hidrokoloid lain seperti karagenan dan
xantham gum. Gel irreversible didapat dari gel konjak yang terbentuk
6
pada kondisi basa. Larutan konjak tidak akan membentuk gel karena
gugus asetilnya mencegah rantai panjang glikomannan untuk bertemu
satu sama lain (Widjanarko, 2008). Konjak dapat membentuk gel
kecuali dengan adanya kappa-karagenan dan xantham gum, dimana
asosiasi antar rantai mendukung gelasi atau pengentalan
(Thomas, 1997).
Gel konjak merupakan dietary fibre yang tidak akan diserap
oleh usus, melainkan dapat memenuhi lambung dan mempercepat rasa
kenyang sehingga cocok untuk makanan diet bagi penderita diabetes.
Manfaat lain yang didapat dari konsumsi gel konjak yaitu mengurangi
kolestrol darah, memperlambat pengosongan perut, dan mencegah
penyakit tekanan darah tinggi (Johnson, 2002).
7
Tabel 1. Selain kaya gizi, zat kimia terkandung seperti bioflanid, minyak
atsiri limonen, asam sitrat, linalin asetat dan fellandren (Sarwono, 1993).
Tabel 1. Kandungan kimia jeruk manis dalam 100 gram sari jeruk
8
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan
sehubungan dengan kemasan yang digunakan menurut Winarno dan Jenie
(1983) dapat dibagi menjadi dua golongan : golongan pertama, kerusakan
ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan
pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi;
sedangkan golongan kedua, kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan
hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan yang digunakan,
misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorbsi dan
interaksi dengan oksigen, serta kehilangan dan penambahan citarasa yang
tidak diinginkan.
Kemasan yang umum digunakan sebagai wadah selai adalah sebagai
berikut :
9
berleher sempit kebanyakan digunakan untuk produk-produk cair seperti
kecap, sari buah, sirup, bumbu cair, saus dan cuka (Muchtadi,1995).
Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah adanya
ruang udara. Ruang udara (head space) harus disediakan pada setiap
kemasan gelas yang diisikan dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan
untuk mengantisipasi terjadinya pemuaian bahan akibat peningkatan suhu
karena proses sterilisasi. Ukuran dari head space ini diusahakan tidak
terlalu besar atau kecil. Bila terlalu besar maka dapat mengakibatkan
akumulasi udara pada atas kemasan gelas dan apabila terlalu kecil proses
penutupan kemasan tidak akan sempurna. Besarnya head space yang
digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada umumnya berkisar
antara 3% - 5%. Namun, untuk produk-produk yang menghasilkan gas
seperti peroksida dan hipoklorit digunakan head space sebesar 10%
(Muchtadi, 1995).
10
(6) Titik Lebur tinggi, sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang
baik, mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi
(7) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tidak terpengaruh pelarut
pada suhu kamar kecuali oleh HCl
11
lingkungan. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan
degradasi warna. Osigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
Proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya
data mengenai: (i) mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas; (ii)
unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi
laju penurunan mutu produk; (iii) mutu produk dalam kemasan; (iv) bentuk
dan ukuran kemasan yang diinginkan; (v) mutu produk pada saat dikemas;
(vi) mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima; (vii) variasi iklim
selama distribusi dan penyimpanan; (viii) resiko perlakuan mekanis selama
distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan; (ix)
sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar
yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk (Hine, 1987)
Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan metode konvensional atau biasa disebut Extended Storage Studies
(ESS), dimana penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati
penurunan mutu produk yang disimpan pada kondisis normal sampai
mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat akan tetapi
memerlukan waktu analisa yang panjang dengan parameter mutu yang relatif
banyak (Arpah, 2001).
Menurut Arpah (2001), metode lain yang digunakan dalam
menentukan umur simpan produk ialah dengan metode dipercepat atau biasa
disebut Accelerated Storage Studies (ASS) atau sering disebut dengan
Accelerated Shelf-life testing (ASLT). Metode ini menggunakan suatu kondisi
lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi produk pangan,
sehingga membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat akan tetapi
memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Pada metode ASS, produk
disimpan pada kondisi lingkungan yang ekstrim, antara lain produk disimpan
pada suhu atau kelembaban yang ekstrim, atau produk dapat pula disimpan
dalam ruangan yang dialiri radiasi ataupun kombinasi dari beberapa
perlakukan tersebut.
Menurut Arpah (2001), metode ASS pada dasarnya adalah metode
kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu dengan menggunakan
12
dua cara pendekatan. Cara yang pertama dengan menggunakan pendekatan
kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang
diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktivitas
air sehingga kriteria kadaluarsa. Cara yang kedua yaitu dengan menggunakan
pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu:
k = k0 e-Ea/RT
dimana :
k = konstanta laju reaksi pada temperatur T
k0 = konstanta laju absolut
Ea = energi aktivasi (kj/mol)
R = konstanta gas ideal (1,986 kal/mol)
T = suhu absolut (K)
e = bilangan e (2,718)
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
14
Nanas Gati
Pencucian
Kulit, Biji
Pengupasan
Kayu Manis
Mahkota Nanas
Pemarutan
Gula, Cengkeh Hati Nanas
Bubur nanas
Sari Jeruk
Pencampuran
dengan cara
pengadukan
Pengental pada suhu
ruang
Pemasakan
selama 1 jam
dengan
pengadukan
pada suhu
1200C
Bubur nanas
Garam dapur mendidih
Pengadukan
Selai nanas
a. Pengemasan Selai
Jar dibersihkan terlebih dahulu dari semua kotoran dengan
menggunakan air bersih (bila perlu munggunakan sabun). Gelas jar
yang telah bersih dan kering lalu disterilisasi dalam oven (120 0C)
selama 30 menit sedangkan tutup jarnya direbus selama 30 menit.
15
Pengisian selai ke dalam gelas jar dilakukan dalam keadaan
panas yaitu sekitar suhu 75 - 850C begitu juga dengan kemasan plastik
polypropilen. Selai nanas yang telah dikemas dengan gelas jar dan
plastik polypropilen kemudian dikukus selama 15 menit. Selai nenas
yang telah dikemas dimasukkan ke dalam inkubator. Inkubator
dikondisikan pada tiga macam suhu yaitu, 25 0C, 350C dan 450C.
Selama penyimpanan parameter yang diamati yaitu kadar air, total
asam, pH dan warna. Adapun prosedur atau metode analisis yang
dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pendugaan umur simpan
dihitung melalui data perubahan kadar air yang diukur dengan periode
seminggu dua kali selama 3 bulan. Diagram alir pengemasan dan
pendugaan umur simpan selai nanas dapat dilihat pada Gambar 2.
16
Setelah didapatkan persamaan baru, akan didapatkan laju
perubahan mutu selai nenas selama penyimpanan pada suhu yang
diinginkan, yang kemudian akan didapatkan masa simpan selai nenas.
Rumus penentuan masa simpan yang digunakan adalah :
Keterangan :
ts = Umur simpan produk selai nanas
k = Laju penurunan % kadar air
Pencucian
Perebusan tutup
selama, 30 menit
Pasteurisasi
(63 -820C), 15 menit
Penyimpanan pada
suhu 25, 35 dan
450C selama 3
bulan
Pengamatan
Analisis Data
Pendugaan Umur
Simpan
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
(a) (b)
Gambar 3. Buah nanas Gati setengah matang (a) dan
matang optimum (b)
18
Langkah selanjutnya menyiapkan bahan-bahan tambahan seperti
gula pasir, pengental (nutrijel), sari jeruk, cengkeh, kayu manis dan
garam. Komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan selai
nanas organik dapat dilihat pada Tabel 2. Buah nanas terlebih dahulu
dicuci dengan air mengalir agar kotoran-kotoran seperti tanah dan
sebagainya yang menempel di kulit buah nanas terbuang dengan tujuan
meminimalkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, lalu dikeringkan
atau diangin-anginkan, setelah itu buah nanas dikupas dengan pisau
stainless steel. Bagian buah yang tidak dapat dimanfaatkan seperti biji,
kulit, mahkota buah dan bagian tengah buah (hati) dibuang. Nanas yang
telah dikupas lalu diparut menjadi bubur nanas.
2. Pemasakan
Semua bahan-bahan tambahan (gula, pengental, sari jeruk,
cengkeh dan kayu manis) dicampurkan ke dalam bubur nanas lalu diaduk
sampai semua bahan tercampur rata. Bubur nanas yang telah tercampur
rata dimasak dengan menggunakan api sedang, diaduk (menggunakan
sendok kayu) terus sampai bubur nanas mengental. Menurut Fachruddin,
(1997) Pengadukan selai jangan terlalu cepat karena akan menimbulkan
gelembung udara yang akan merusak tekstur dan penampakan akhir.
Pada saat bubur nanas mulai mendidih, ditambahkan garam lalu
diaduk kembali hingga tercampur sempurna. Pada saat bubur nanas sudah
mulai mengental, api dikecilkan agar tidak gosong (browning).
Pemasakan selai membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dan selama
penyimpanan masih mempertahankan struktur gel serta tidak berkristal.
19
Pemanasan diperlukan untuk menghomogenkan campuran buah serta
menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Pembuatan
selai pada penelitian ini dilakukan pada titik didih 1010C - 1020C. Akan
tetapi, titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan
gula dan lain-lain. Menurut Satuhu (2004), proses pemasakan
memerlukan kontrol yang baik karena pemasakan berlebihan
menyebabkan tekstur selai yang keras dan terbentuk kristal gula
sedangkan pemasakan yang kurang akan menghasilkan selai yang encer
sehingga kurang bagus.
Menurut Suryani et al. (2004), pada saat pemasakan selai sering
terbentuk gelembung atau busa. Hal ini juga terjadi pada saat pembuatan
selai nanas organik. Busa yang terbentuk ini harus disingkirkan supaya
selai yang dihasilkan bersih. Menurut Buckle et al. (2007) pembentukan
gel hanya mungkin terjadi pada pH 3,2 - 3,4. Dengan semakin
menurunnya pH, ketegaran gel yang terbentuk akan semakin meningkat.
Hasil selai yang dibuat pada penelitian memiliki pH 3,38 sehingga bisa
dikatakan telah sesuai dengan teori yaitu terbentuknya ketegaran gel yang
bagus.
Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan
pektin yang ada. Buah yang kandungan pektinnya rendah seperti nanas
(0,06 - 0,16%), maka penambahan gula sebaiknya lebih rendah dari 55
bagian, karena buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang
perlu diperhitungkan. Sebaliknya, buah yang kandungan pektinnya tinggi
seperti cempedak dan apel, maka penambahan gula sebaiknya lebih
banyak. Kandungan gula yang ideal pada produk selai berkisar 60 - 65%
(Fachruddin, 1997).
Ciri selai yang sudah masak adalah cairannya sudah kental dan
sudah membalut punggung sendok kayu. Untuk menguji tingkat
kematangannya dapat dilakukan dengan cara, yaitu sendok dicelupkan ke
dalam bubur nanas yang mulai mengental, lalu jatuhkan selai yang ada di
sendok, jika jatuhnya terputus-putus atau tidak mengucur maka selai
dianggap sudah masak.
20
3. Pengemasan
Sebelum selai dikemas maka terlebih dahulu kemasan disterilkan
terutama untuk kemasan gelas jar. Kemasan gelas jar disterilkan dalam
oven bersuhu 120 0C selama 30 menit dan merebus tutup-tutup botolnya
selama 30 menit. Gelas jar akan dikeluarkan dari oven jika akan
melakukan pengemasan, sehingga gelas jar tidak tercemar kembali oleh
udara dari luar serta menghambat atau mencegah pertumbuhan kapang
dan mikroba. Tutup jar yang telah direbus harus dikeringkan dengan lap
bersih sebelum menutup jar. Menurut Suryani et al., (2004) proses
pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting untuk
menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam
kondisi steril. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi produk yang dapat menyebabkan produk jadi mudah
berjamur. Proses penutupan wadah yang benar juga bertujuan untuk
menghindari kontaminasi produk
Setelah proses pembuatan selai selesai, selanjutnya selai
dimasukkan kedalam wadah. Kemasan yang digunakan untuk mengemas
selai nanas adalah gelas jar 350 g dan plastik polypropilen 0,8.
Pertumbuhan kapang dan mikroba dicegah dengan memasukkan segera
selai yang masih panas dengan suhu 75 - 850C ke dalam jar yang masih
panas atau disebut sebagai pengisian panas (hot filling), kemudian gelas
jar ditutup rapat. Sama halnya dengan kemasan gelas jar, selai yang
masih panas segera dimasukan ke dalam kemasan plastik polypropilen
kemudian diseal dengan menggunakan sealer. Setelah semua kemasan
gelas jar dan plastik polypropilen terisi selai maka langkah selanjutnya
dilakukan pengukusan selama 15 menit dengan suhu antara 63 - 82 0C.
Pengukusan atau pasteurisasi dilakukan agar dapat menghambat
pertumbuhan kapang, khamir dan mikroba. Kemasan yang telah dikukus
lalu didinginkan di suhu ruang.
21
B. Karakteristik Produk
Selai nanas organik yang dibuat pada penelitian ini menggunakan
nanas yang ditanam secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia ataupun
pestisida serta tanpa penambahan bahan-bahan kimia. Adapun analisis
proksimat selai nanas organik sebelum penyimpanan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Analisis proksimat selai nanas organik
Analisis Hasil analisis (%)
Kadar Air 34,40
Kadar Abu 0,73
Kadar Protein 0,88
Kadar Lemak 0,58
Karbohidrat 63,41
Air yang teranalisis pada penetapan kadar air adalah air bebas yang
ada dalam bahan. Dalam hal ini termasuk juga air yang terikat secara fisik,
yaitu air yang terkurung diantara misel-misel hidrokoloid. Berdasarkan SNI
No.173.78-1995, mensyaratkan kadar air selai maksimum 35% karena
merupakan makanan semi basah. Kadar air selai ditetapkan maksimum 35%
kemungkinan berhubungan dengan keteguhan (kemampuan untuk
mempertahankan bentuk) dari selai dimana pada kadar air lebih dari nilai
tersebut selai kurang stabil. Hasil proksimat menunjukan selai memiliki
kadar air 34,40 %, nilai tersebut termasuk dalam range kadar air pada SNI
sehingga bisa dikatakan selai nanas pada penelitian ini telah sesuai dengan
standar SNI yang berlaku.
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya
kandungan mineral yang terdapat dalam selai nanas. Menurut Sagara et al.
(1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang
terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang
dihasilkan. Kadar abu yang dihasilkan 0,73%, artinya selai nanas memiliki
sedikit kandungan mineral sehingga menurut Sudarmadji et al. (1989) bisa
dikatakan selai nanas yang dibuat sedikit mengandung mineral dan proses
pengolahannya bersih dari biji atau mata nanas. Semakin tinggi kadar abu
22
maka produk kurang bersih dalam pengolahannya. Rendahnya kadar abu ini
menunjukan bahwa kandungan mineral dan ion-ion organik yang terkandung
dalam nanas yang menjadi komponen utama produk tersebut tergolong
rendah. Kadar abu yang rendah juga disebabkan oleh kandungan mineral
dari bahan-bahan yang ditambahkan dalam formulasi produk rendah
Kadar protein yang terkandung dalam produk selai nanas organik
adalah sebesar 0,88%. Protein merupakan substrat yang dapat digunakan
langsung oleh mikroorganisme sebagai media pertumbuhannya. Selain itu,
kadar protein juga menentukan mutu suatu bahan pangan. Hal ini
dikemukakan oleh Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa pada
umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan
pangan itu sendiri.
Kadar lemak produk selai nanas organik berdasarkan hasil pengujian
menunjukan nilai 0,58%. Rendahnya kadar lemak ini dikarenakan selai
nanas organik bukanlah produk berlemak, sehingga lemak yang didapat di
dalam selai nanas organik ini kecil. Meski dinilai kecil, adanya kandungan
lemak dapat menyebabkan penurunan mutu selama penyimpanan di
antaranya terjadinya penyimpangan bau dan rasa.
Kadar karbohidrat by difference selai nanas organik setelah dihitung
adalah 63,41%. Menurut Winarno (1997), karbohidrat memiliki peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa,
warna, tekstur, dan lainnya. Besarnya kandungan karbohidrat yang terdapat
pada selai nanas organik dapat menyebabkan penurunan mutu selai nanas
organik, salah satunya adalah terjadi perubahan warna pada selai yang
disebabkan oleh reaksi oksidasi. Menurut Stuckey (1981), pada karbohidrat
reaksi oksidasi biasanya menimbulkan perubahan warna dan cita rasa.
Perubahan warna terjadi, biasanya menjadi coklat atau coklat kemerahan.
Proses pembuatan selai nanas organik tidak begitu berbeda dengan
pembuatan selai pada umumnya, yaitu terbuat dari buah-buahan dengan
penambahan gula, asam dan pengental. Perbedaan selai nanas organik
dengan selai nanas pada umumnya, yaitu terletak pada pemakaian bahan-
bahan bakunya. Selai nanas organik dibuat dengan menggunakan bahan baku
23
nanas organik (buah nanas yang ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia
atau pestisida) dan bahan-bahan tambahan alami yaitu pengental (nutrijel),
sari jeruk, gula, kayu manis, cengkeh dan garam, sedangkan selai nanas yang
ada dipasaran untuk mendapatkan konsistensi yang baik, umumnya dalam
pembuatan selai ditambahkan bahan-bahan tambahan, seperti carboxy methyl
cellulose (CMC) yang berfungsi sebagai pengental, natrium benzoate
sebagai pengawet, color agent ditambahkan untuk mendapatkan warna buah
yang diinginkan, dan lain-lain. Sayangnya bahan-bahan tersebut merupakan
bahan kimia yang dapat terakumulasi dalam tubuh.
Gula yang digunakan dalam pembuatan selai nanas berupa sukrosa
karena sukrosa yang lebih dikenal dengan gula pasir memiliki keuntungan
seperti murah dan mudah didapat. Tujuan penambahan gula dalam
pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan dan rasa
‘flavor’ yang ideal. Menurut Muchtadi (1997), gula dapat berfungsi sebagai
pengawet. Pada konsistensi tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut),
larutan gula dapat mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang atau
biasa disebut sebagai fungsi humektan. Mekanismenya, gula menyebabkan
dehidrasi sel mikroba sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat
siklus perkembangbiakan disertai tingkat keasaman yang rendah dan
pasteurisasi atau dengan kata lain sebagian air yang ada terikat oleh gula
sehingga menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang. Padahal mikroorganisme
memiliki kebutuhan aw minimum untuk pertumbuhannya.
Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang
terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan, hal ini disebabkan gula akan
mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir karagenan terjadi lebih
lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Menurut winarno (1997),
adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan
mekanik.
Sari buah jeruk peras (Citrus sinensis Osbeck) digunakan dalam
pembuatan selai nanas organik sebagai peningkat rasa asam sehingga
terbentuk gel dengan struktur yang kuat dan memberikan flavor dalam selai.
24
Penambahan asam (sari buah jeruk) bertujuan untuk menurunkan pH bubur
buah karena struktur gel hanya terbentuk pada pH rendah dan menghindari
terjadinya pengkristalan gula. Menurut Arthey dan Ashurst (1996) bila
tingkat keasaman buah rendah, penambahan asam dapat meningkatkan
jumlah gula yang mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi
selama pendidihan sangat penting untuk menghindari terjadinya
pengkristalan gula. Hal ini disebabkan, jika jumlah gula inversi semakin
banyak maka molekul glukosa yang kurang melarut kemudian akan
mengkristal. Jumlah asam yang ditambahkan tergantung dari keasaman buah
dan pH akhir selai yang dikehendaki. Asam pada konsentrasi yang cukup
dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut denaturasi. Oleh karena
sel mikroba terbentuk dari protein, maka pemberian asam pada bahan
pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Garam dalam pengolahan
digunakan dalam jumlah sedikit, berfungsi sebagai penambah cita rasa.
Penambahan kulit kayu manis (Cinnamomun burmanni) pada
pembuatan selai berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma. Selain itu,
kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung
asam benzoat. Penambahan cengkeh (Syzygium aromaticum,(Linn.) Merr.)
yang merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkeh dalam pembuatan selai ini berfungsi sebagai penambah aroma.
Pada penelitian ini, pembentuk gel atau pengental yang digunakan
adalah produk nutrijel. Nutrijel merupakan merek dagang, dimana
keunggulan dari nutrijell tersebut dilihat dari komposisinya yaitu campuran
antara karagenan dengan konyaku akan menghasilkan gel yang lebih elastis.
Selain itu konyaku mengandung serat tinggi, rendah lemak dan kalori.
Nutrijell digunakan pada pembuatan selai ini karena mudah didapat serta
harganya relatif lebih murah.
Selanjutnya selai nanas disimpan dalam inkubator pada suhu 25, 35
dan 45°C, dalam dua jenis kemasan yaitu plastik polypropilen 0,8 dan gelas
jar. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan yaitu kadar air, total asam,
pH dan warna.
25
1. Kadar air
Hasil pengamatan kadar air selama penyimpanan untuk kemasan
polypropilen dan gelas jar dapat dilihat pada Lampiran 2.
40
35
30
20
15
10
0
0 20 40 60 80
Lama Penyimpanan (Hari)
PP 25 PP 35 PP 45
(a)
40
35
30
Kadar Air (% )
25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80
Lama Penyimpanan (Hari)
(b)
26
Perubahan tersebut terjadi secara spontan, hal ini terjadi karena selama
penyimpanan selai akan menyeimbangkan kandungan airnya dengan
kelembaban udara di lingkungan, sehingga jika kelembaban udara nisbi
lebih besar dari kadar airnya, maka terjadi penyerapan uap air dari udara
yang mengakibatkan kadar air selai meningkat.
Perubahan kadar air bahan juga dipengaruhi oleh permeabilitas
kemasan. Permeabilitas tiap-tiap kemasan berbeda dan akan berpengaruh
pada laju transmisi uap air. Semakin kecil laju transmisi uap air suatu
kemasan menunjukan semakin sedikit jumlah uap air yang mampu
menembus bahan. Laju transmisi uap air pada kemasan plastik
polypropilen lebih besar dibandingkan dengan laju transmisi uap air pada
kemasan gelas jar sehingga uap air mudah masuk dan keluar. Hal ini
menyebabkan perubahan kadar air yang dikemas dengan plastik
polypropilen lebih besar dibandingkan dengan yang dikemas pada gelas
jar. Akan tetapi, pada penelitian ini perubahan kadar air selai yang
dikemas plastik polypropilen dengan semakin tingginya suhu
penyimpanan menyebabkan kandungan kadar air lebih kecil dibandingkan
dengan selai yang dikemas pada gelas jar. Hal ini disebabkan akibat
peningkatan suhu yang mempengaruhi pemuaian gas sehingga terjadi
perbedaan konstanta permeabilitas. Keberadaan air akan menimbulkan
perenggangan pada pori-pori film sehingga meningkatkan permeabilitas.
Kemasan gelas yang bersifat kedap seharusnya dapat mempertahankan
kadar air selai nanas yahg dikemas di dalamnya. Akan tetapi, peningkatan
kadar air selai nanas yang dikemas pada gelas jar pada penelitian ini justru
paling tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat rongga pada penutup ulir gelas
jar, sehingga udara luar dapat memasuki kemasan. Hal ini dapat
diminimalisasi dengan menggunakan cupsealling pada tutup.
2. Total asam
Asam yang banyak dikandung oleh nanas adalah asam sitrat dan
asam malat. Buah-buahan pada umumnya memiliki frekuensi kadar asam
yang relatif tinggi. Semua buah-buahan mengandung asam organik
27
terutama pada buah yang masih muda (belum matang). Asam organik
tersebut antara lain asam asetat, asam format, asam malat dan asam sitrat.
Hasil pengamatan total asam selama penyimpanan untuk kemasan pastik
polypropilen dan gelas jar dapat dilihat pada Lampiran 3.
1,2
1,0
0,6
0,4
0,2
0,0
0 20 40 60 80
Lam a Penyim panan (Hari)
(a)
1,2
1,0
Total Asam (gr/100gr)
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
0 20 40 60 80
Lam a Penyim panan (Hari)
JAR25 JAR35 JAR45
(b)
28
ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kemungkinan adanya reaksi kimia
pada produk (pembentukan aldehid dari asam amino) dan pertumbuhan
jumlah kapang yang menghasilkan etil alcohol, asam asetat, diacetyl dan
asam laktat D-L. Selain itu pada Gambar 5 (a), pada kemasan
polypropilen pada minggu pertama penyimpanan total asam cenderung
turun lalu naik atau relatif tetap pada kisaran 0,9 - 1,1 g/100g. Hal ini
disebabkan oleh adanya penambahan gula pasir ke dalam selai nanas,
juga dipicu oleh adanya kontak dengan suhu tinggi baik saat pemasakan
maupun saat penyimpanan berlangsung sehingga terjadi hidrolisis dan
mengubah gula menjadi gula invert. Suhu tinggi akan semakin
meningkatkan aktivitas enzim askorbat oksidase yang dapat
mengoksidasi asam-asam organik dalam buah-buahan.
3. pH
Salah satu faktor pada pangan yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukan keasaman atau
kebasaan. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH netral, dan
pH 4,6 - 7,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri,
sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah.
Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk
mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroba. Prinsip ini dapat dilakukan
dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan.
Hasil pengamatan pH selama penyimpanan untuk kemasan plastik
polypropilen dan gelas jar dapat dilihat pada Lampiran 4. Jika dilihat dari
Gambar 6. terlihat bahwa nilai pH sebelum penyimpanan dan setelah
penyimpanan berkisar antara 3,38 - 3,67. Nilai pH yang didapat telah
sesuai dengan teori Suryani et al., (2004), yaitu untuk mendapatkan gel
dan aroma selai yg baik pada batasan pH antara 3,0 - 3,7. Kecenderungan
nilai pH yang didapat selama penyimpanan jika dilihat dari Gambar 6.
didapat grafik yang cenderung datar atau linier.
29
4,0
3,5
3,0
2,5
pH
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
0 20 40 60 80
Lama Penyimpanan (Hari)
(a)
4,0
3,5
3,0
2,5
pH
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
0 20 40 60 80
Lama Penyimpanan (Hari)
(b)
30
kemudian dapat meningkatkan kelarutan sukrosa. Kedua jenis kemasan
dan suhu penyimpanan tidak memberikan perbedaan perubahan pH
Pengukuran pH penting dilakukan karena pH mempengaruhi
tekstur selai, serta retensi flavor dan warna produk buah-buahan. Nilai pH
mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba. Selain mengatur atau
membatasi pertumbuhan mikroba, pengontrolan pH bertujuan pula untuk
mengatur aktivitas enzimatis.
Untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama penyimpanan, selai
mempunyai kisaran pH normal 3,4 - 3,7 (Suryani et al., 2004). Teori
tersebut terbukti pada penelitian ini, dimana selai nanas selama
penyimpanan memiliki pH berkisar antara 3,38 - 3,67. Bila peningkatan
nilai pH dihubungkan dengan peningkatan jumlah mikroba, maka diduga
bahwa peningkatan nilai pH disebabkan oleh mikroba penghidrolisa
pektin dan pengoksidasi asam-asam organik menjadi karbonat.
4. Warna
Analisis terakhir yaitu pengujian warna selama penyimpanan.
Warna adalah hasil persepsi dari pemantulan cahaya setelah berinteraksi
dengan suatu objek. Warna dari suatu objek dapat diartikan dalam tiga
dimensi, yaitu derajat hue, yang merupakan persepsi konsumen terhadap
warna dari suatu objek, kecerahan, dan saturasi yang merupakan tingkat
kemurnian dari suatu warna. Tingkat kecerahan menunjukan hubungan
antara cahaya yang dipantulkan dan yang diserap dari suatu objek.
Warna merupakan atribut utama pada penampakan produk pangan
dan merupakan karakteristik yang penting pada kualitasnya. Beberapa
alasan mengenai keutamaannya adalah warna digunakan sebagai standar
dari suatu produk, penggunaannya sebagai penentu kualitas, warna
digunakan juga sebagai indikator kerusakan biologis dan atau fisiko
kimia, dan penggunaan warna untuk memprediksi karakteristik parameter
kualitas lainnya (Soekarto, 1981).
Pengujian terhadap warna produk selai nanas organik ini
dilakukan untuk melihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap warna
31
produk. Pengujian dengan menggunakan Colorimeter memberikan
tingkat kecerahan produk yang dibaca sebagai nilai L. Perubahan tingkat
kecerahan (nilai L) selai nanas organik pada kemasan gelas jar dan plastik
polypropilen dengan suhu penyimpanan 25, 35 dan 45 0C dapat dilihat
pada Gambar 7. Data nilai warna selama penyimpanan dapat dilihat pada
Lampiran 5.
60
50
40
Kecerahan
30
20
10
0
0 20 40 60 80
Lam a Pe nyim panan (Har i)
PP 25 PP 35 PP 45
(a)
60
50
40
Kecerahan
30
20
10
0
0 20 40 60 80
(b)
32
Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat penurunan nilai
kecerahan selai nanas organik juga semakin tinggi (perhitungan laju
penurunan kecerahan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7). Hal ini
disebabkan, adanya reaksi pencoklatan nonenzimatis yang sering terjadi
selama penyimpanan bahan pangan yang juga dikenal sebagai reaksi
Maillard. Reaksi ini merupakan suatu hasil sejumlah reaksi yang cukup
kompleks yang biasanya terjadi antara pereaksi gula reduksi dan gugus
amino dari asam amino atau protein. Akibat reaksi tersebut adalah
perubahan baik sifat-sifat kimiawi dan fisiologi protein. Sehingga
mempengaruhi nilai gizi bahan pangan pada warna dan tekstur. Baik suhu
dan kadar air mempunyai pengaruh khusus pada reaksi pencoklatan
nonenzimatis.
Reaksi pencoklatan nonenzimatis akan terjadi apabila tersedia
bahan-bahan pereaksinya yaitu gula-gula pereduksi dan gugus reaktif
asam amino. Seringkali reaksi ini dapat juga terjadi walau secara
langsung tidak ditemukan gula pereduksi dalam sistem. Misalnya hanya
ditemukan sukrosa yang ternyata dalam kenyataannya dapat terhidrolisis
menjadi gula-gula pereduksi glukosa dan fruktosa, sehingga tingkatan
hidrolisis ini menjadi batasan reaksi pencoklatan nonenzimatis (Purnomo,
1995)
33
dengan cara menaikan suhu penyimpanan yang diharapkan akan
menurunkan mutu selai nanas sehingga dapat mempercepat penentuan masa
simpan.
Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk
selama masa penyimpanan. Beberapa parameter mutu yang diamati, yaitu
kadar air, warna produk, total asam dan pH. Pemilihan parameter kritis
produk ditentukan oleh parameter mutu yang paling berpengaruh dalam
menyebabkan kerusakan produk sehingga mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap produk tersebut. Parameter mutu yang dijadikan sebagai
parameter kritis dalam pendugaan umur simpan selai nanas organik ini adalah
parameter kadar air. Kadar air merupakan parameter penting yang sangat
berpengaruh pada mutu produk pangan semi basah. Selai nanas organik
termasuk dalam produk pangan semi basah. Oleh karena itu, kadar air
digunakan sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan selai
nanas organik. Kadar air pada produk pangan semi basah akan berpengaruh
pada parameter mutu yang lain. Kadar air digunakan sebagai parameter
karena kadar air dapat merusak kriteria penerimaan konsumen terhadap
produk. Semakin tinggi kadar air yang dikandung selai nanas, maka produk
ini akan semakin jauh dari kriteria mutu selai yang diinginkan. Selain itu,
kadar air yang semakin meningkat akan menyebabkan peningkatan laju
kerusakan akibat adanya pertumbuhan kapang.
Menurut Winarno et al. (1980), pengaruh kadar air sangat penting
untuk menentukan masa simpan makanan, karena kadar air mempengaruhi
sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia,
perubahan kimia (browning nonenzimatis), kerusakan mikrobiologis dan
perubahan enzimatis terutama pada makanan yang belum diolah.
Parameter yang digunakan dalam penentuan umur simpan harus
mempunyai titik kritis, dimana pada titik ini produk tidak dapat diterima lagi
oleh konsumen. Penentuan titik kritis dapat dilakukan dengan penelitian atau
berdasarkan sumber pustaka yaitu SNI 01-3746-1995. Pada penelitian ini titik
kritis menggunakan acuan dari SNI 01-3746-1995. Nilai maksimal kadar air
untuk selai nanas pada SNI 01-3746-1995 adalah 35%. Pendugaan umur
34
simpan selai nanas organik pada masing-masing kemasan adalah sebagai
berikut:
25
20
y = 0,0686x + 27,802
15
10 y = 0,8228x + 28,132
5 y = 0,0913x + 27,761
0
0 20 40 60 80
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 8. Grafik regresi linier kadar air pada kemasan gelas jar
Setelah semua kadar air diplot seperti yang terlihat pada Gambar 8.
maka didapat persamaan sebagai berikut:
- Suhu 250C, y = 0,0686X + 27,8022 , dimana k = 0,0686 dan r = 0,8540
- Suhu 350C, y = 0,0828X + 28,1322, dimana k = 0,0828 dan r = 0,8427
- Suhu 450C, y = 0,0913X + 27,7611, dimana k = 0,0913 dan r = 0,8542
Dari persamaan regresi linear diatas didapatkan nilai k seperti yang
tertulis dalam Tabel 4.
35
Setiap nilai ln k diplotkan sebagai absis terhadap suhu dalam satuan
Kelvin sehingga diperoleh kurva seperti pada Gambar 9.
Chart Title
0,0
0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 0,0034
-0,5
-1,0
y = -1362,8x + 1,9062
ln k
-1,5 R2 = 0,9743
-2,0
-2,5
-3,0
1/T
-Ea/R = -1362,8K
R = 1,986 kal/mol K, maka
Ea = 2708,5 kal/mol
36
Setelah persamaan di atas diperoleh, maka laju perubahan kadar air
selai nanas dalam kemasan jar dapat ditentukan sebagai berikut :
2. Plastik polypropilen
Selama penyimpanan, kadar air selai nanas mengalami perubahan
seperti yang terlihat pada Lampiran 9. Langkah selanjutnya dalam
pendugaan umur simpan adalah membuat analisis regresi linier perubahan
mutu kadar air dari kemasan plastik polypropilen dan lama penyimpanan
seperti yang terlihat pada Gambar 10.
37
40
35
30
PP 25 PP 35 PP 45
Linear (PP 25) Linear (PP 35) Linear (PP 45)
Gambar 10. Grafik regresi linier kadar air pada kemasan plastik
polypropilen
Setelah semua kadar air diplot seperti yang terlihat pada Gambar
10. maka didapat persamaan sebagai berikut:
- Suhu 250C, y = 0,0775X + 27,5740, dimana k = 0,0775 dan r = 0,7510
- Suhu 350C, y = 0,0881X + 26,3198, dimana k = 0,0881 dan r = 0,8370
- Suhu 450C, y = 0,0930X + 25,5760, dimana k = 0,0930 dan r = 0,7800
Dari persamaan regresi linear diatas didapatkan nilai k seperti yang
tertulis dalam Tabel 5.
38
Chart Title
0,0
0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 0,0034
-0,5
-1,0
y = -866,14x + 0,3603
lnk
-1,5
R2 = 0,9576
-2,0
-2,5
-3,0
1/T
PP Linear (PP)
-Ea/R = -866,14 K
R = 1,986 kal/mol K, maka
Ea = 1720,15 kal/mol
39
Suhu 25 0C atau 298 K K = 1,4338 x e -866,14 (1/T)
K = 1,4338 x e -866,14 (1/298)
K = 0,0783
40
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Proses pembuatan selai nanas organik meliputi tahap pemilihan bahan
yaitu memilih buah nanas yang matang optimum, segar dan tidak busuk atau
lembek serta nanas yang setengah matang. Nanas Gati yang masak optimum
memiliki ciri-ciri yaitu seluruh mahkota buah terbuka, tangkai buah
mengkerut, mata buah lebih mendatar, besar dan bentuknya bulat, warna
bagian dasar buah kuning atau keseluruhan warna kulit telah menjadi kuning,
timbul aroma nanas yang harum dan khas. Nanas Gati yang setengah matang
memiliki warna kulit yang mulai kuning di sebagian tempat, aroma khas nanas
belum ada, seluruh mahkota buah terbuka. Proses selanjutnya pemasakan selai
yang memakan waktu kurang lebih 1 jam dengan menggunakan api kecil.
Kemasan gelas jar disterilkan dalam oven bersuhu 1200C selama 30 menit dan
merebus tutup-tutup botolnya selama 30 menit. Tahapan terakhir adalah
pengemasan, proses pengisian selai ke dalam kemasan dilakukan secara hot
filling (pengisian panas) suhu antara 75 - 85 0C dan dilanjutkan dengan
pengukusan selama 15 menit dengan suhu antara 63 - 820C.
Komposisi kimia dari selai nanas organik adalah 34,40% untuk kadar air,
0,73% kadar abu, 0,88% kadar protein, 0,58% kadar lemak dan 63,41%
karbohidrat. Hasil proksimat menunjukan selai memiliki kadar air 34,40 %,
nilai tersebut termasuk dalam range kadar air pada SNI sehingga bisa
dikatakan selai nanas pada penelitian ini telah sesuai dengan standar SNI yang
berlaku. Perbedaan selai nanas organik dengan selai nanas pada umumnya,
yaitu terletak pada pemakaian bahan-bahan bakunya. Selai nanas organik
dibuat dengan menggunakan bahan baku nanas organik (buah nanas yang
ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia atau pestisida) dan bahan-bahan
tambahan alami yaitu pengental (nutrijel), sari jeruk, gula, kayu manis,
cengkeh dan garam.
Kemasan gelas jar memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan
kemasan plastik polypropilen. Umur simpan selai nanas organik pada kemasan
polypropilen masing-masing pada suhu 25, 35, dan 45 0C, yaitu 104, 95 dan 87
41
hari. Kemasan gelas jar memiliki umur simpan 117 hari pada suhu 250C, 101
hari pada suhu 350C dan 88 hari pada suhu 450C. Umur simpan selai nanas
organik jika dilihat dari kandungan kadar air dan warna produk selama
penyimpanan pada suhu 25, 35 dan 45 0C, maka ke dua kemasan hanya dapat
disimpan pada suhu 250C.
B. Saran
Sterlisisasi kemasan gelas jar dalam oven sebaiknya dilakukan sekaligus
dengan tutupnya sehingga kontak dengan udara pada saat pengisian tidak
terlalu lama. Pengisian selai nanas yang dilakukan secara hot filling sebaiknya
tidak memerlukan proses pasteurisasi karena dalam keadaan panas tidak terjadi
pencemaran oleh mikroba, jika diteruskan dengan pasteurisasi, kadang-kadang
terjadi perubahan warna dan aroma selai nanas.
Sari jeruk peras dapat diganti dengan menggunakan asam sitrat dengan
konsentrasi 0,5 - 1%. Asam sitrat berperan sebagai sumber ion hidrogen yang
akan memperkuat struktur gel. Penggunaan asam sitrat juga memberikan rasa
dan aroma yang sangat penting pada selai dan mencegah pencoklatan
nonenzimatis.
42
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Hari
Purnomo dan Adiono penerjemah. UI Press, Jakarta. Terjemahan dari Food
Science.
Glicksman, M. 1982. Food Hydrocolloids, vol. II. CRC Press, Boca Raton Florida.
P:219.
Hine, D. J. 1987. Shelf Life Evaluation. Di dalam Modern Processing Packaging and
Distribution System for Food. Frank A. Paine, B.Sc., dan C. Chem (ed.).
Blackie, London.
43
Imeson, A. P. 2000. Carrageenan. Di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O.
Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York.
Sagara, Y., K. Abdullah, dan A.M. Syarief. 1989. Pengeringan Bahan Olahan dan
Hasil Pertanian. Academic Development of the Graduate Program,
FATETA, IPB, Bogor.
Singh, R. P. 1994. Scientific Principles of Shelf Life Evaluation. Di dalam Shelf Life
Evaluation of Food. C. M. D. dan A. A. Jones (ed) page 3. Blackie
Academic and Professional, London.
44
Stuckey, B. N. 1981. Antioxidants As Food stabilizers. Di dalam CRC Handbook of
Food Additivies. T. E. Furia (ed.). CRC Press Inc., Boca Raton, Florida.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Syarief, R., S. Santausa dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi
Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Thomas, W. R. 1997. Konjac Gum. Di dalam Thickening and Gelling Agents for
Food. A. P. Imeson (ed.). Blackie Academic and Professional, London.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis
46
3. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang setelah mencapai berat konstan. Sebanyak 2-3 g
contoh ditempatkan di dalam cawan porselen, dimasukkan ke dalam tanur bersuhu
600 C, selama 2 jam atau sampai beratnya tetap. Setelah itu, cawan dan contoh
dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang.
47
5. Kadar Karbohidrat total (By Difference)
Total asam ditentukan dengan cara titrasi. Bahan ditimbang 5 g, setelah itu
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditepatkan sampai tanda tera
dengan menambah air suling. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kapas
dan filtrat yang diperolah sebanyak 25 ml dititrasi dengan larutan NaOH 0,01 N
dengan menggunakan indikator phenolphtahlein sehingga terbentuk warna merah
muda pada akhir titrasi. Perhitungan :
48
Dimana :
N = normalitas NaOH yang telah distandarisasi
Y = bobot sampel (g)
P = faktor pengenceran
64 = ekuivalensi asam sitrat
C = √ (a2 + b 2)
0
H = tan -1 (b/a)
49
Lampiran 2. Kadar air selai nanas selama penyimpanan dalam kemasan plastik polypropilen dan gelas jar
35 U1 27,28 30,64 29,20 27,16 28,21 30,10 27,30 27,13 27,88 30,06 27,54 27,80 32,26
U2 26,39 28,53 25,17 31,95 28,70 27,34 27,15 27,09 27,05 31,32 34,84 28,20 32,90
45 U1 27,28 29,89 26,71 26,59 27,17 30,29 31,04 27,22 30,79 26,14 30,72 28,15 29,42
U2 26,39 31,44 27,37 24,15 26,81 32,07 30,20 27,21 26,05 26,04 30,48 31,28 28,62
25 U1 27,28 27,79 27,58 28,16 27,52 37,49 33,49 30,68 29,32 29,71 31,33 31,52 31,83
U2 26,39 29,40 26,17 28,43 29,56 29,45 26,03 30,80 31,96 30,92 33,12 32,16 31,41
JAR (%)
35 U1 27,28 28,83 30,18 30,80 33,71 35,12 31,68 27,90 31,55 32,15 31,03 26,38 26,63
U2 26,39 29,89 31,82 30,85 34,65 36,80 31,91 31,80 31,96 32,77 24,50 27,28 27,44
45 U1 27,28 27,39 27,34 33,56 34,56 34,73 30,58 33,18 29,00 29,52 29,59 29,24 32,14
U2 26,39 36,61 27,13 30,17 33,82 33,12 30,63 31,12 33,51 31,19 30,84 31,29 34,99
50
Lampiran 3. Total asam selai nanas selama penyimpanan dalam kemasan plastik polypropilen dan gelas jar
35 U1 1,03 0,84 0,90 1,05 0,97 1,06 1,12 1,06 1,05 1,06 0,97 0,97 1,03
U2 1,05 1,05 1,05 1,05 1,06 0,92 0,99 0,99 0,99 0,99 0,97 1,03 0,97
45 U1 1,03 0,90 0,97 1,05 1,03 0,99 1,05 1,19 1,19 1,19 1,10 1,10 1,03
U2 1,05 0,99 1,06 1,05 1,05 1,05 0,92 0,99 0,99 0,92 0,90 1,03 0,97
25 U1 1,03 1,16 0,97 0,98 0,97 1,06 1,06 1,05 1,05 1,12 1,03 0,90 0,97
U2 1,05 0,99 1,05 1,05 1,12 1,06 0,99 0,92 0,99 0,92 0,84 1,03 0,90
JAR (%)
35 U1 1,03 0,97 0,97 0,86 0,90 0,92 1,12 1,19 1,06 1,12 0,97 1,03 1,03
U2 1,05 0,99 1,05 0,92 0,99 0,99 0,92 0,92 0,92 0,86 0,84 0,97 0,97
45 U1 1,03 1,03 0,97 0,98 0,84 0,99 0,99 1,12 1,05 1,05 1,03 1,03 1,03
U2 1,05 1,05 1,06 0,92 0,92 1,05 0,92 0,99 0,92 0,92 0,97 1,03 0,97
51
Lampiran 4. pH selai nanas selama penyimpanan dalam kemasan plastik polypropilen dan gelas jar
35 U1 3,24 3,29 3,47 3,37 3,39 3,40 3,42 3,44 3,27 3,36 3,27 3,62 3,40
U2 3,52 3,28 3,44 3,38 3,35 3,39 3,43 3,36 3,31 3,37 3,31 3,59 3,41
45 U1 3,24 3,27 3,46 3,31 3,34 3,34 3,40 3,41 3,20 3,26 3,20 3,58 3,45
U2 3,52 3,33 3,47 3,34 3,36 3,38 3,36 3,33 3,22 3,20 3,22 3,64 3,35
25 U1 3,24 3,30 3,41 3,34 3,41 3,38 3,43 3,39 3,35 3,36 3,35 3,48 3,58
U2 3,52 3,40 3,45 3,30 3,40 3,43 3,48 3,37 3,32 3,28 3,32 3,45 3,55
JAR (%)
35 U1 3,24 3,30 3,45 3,32 3,48 3,50 3,45 3,40 3,41 3,32 3,41 3,40 3,60
U2 3,52 3,32 3,40 3,30 3,33 3,35 3,50 3,45 3,32 3,37 3,32 3,43 3,65
45 U1 3,24 3,33 3,48 3,28 3,45 3,35 3,60 3,38 3,35 3,20 3,35 3,39 3,55
U2 3,52 3,32 3,34 3,31 3,35 3,43 3,48 3,42 3,40 3,33 3,40 3,41 3,60
52
Lampiran 5. Warna selai nanas selama penyimpanan pada kemasan plastik
polypropilen dan gelas jar
Waktu Pengamatan(Hari)
Perlakuan
1 14 35 71
25 L 56,37 54,07 48,60 45,90
A 20,69 18,70 24,70 28,80
B 12,48 12,08 11,10 10,70
C(chroma) 24,16 22,26 27,10 30,7
°H(°hue) 31,10 32,87 24,30 20,4
35 L 56,37 53,31 41,00 40,70
A 20,69 23,36 27,10 29,90
PP B 12,48 11,95 9,82 9,77
C(chroma) 24,16 26,24 28,80 31,40
°H(°hue) 24,16 27,09 19,90 18,10
45 L 56,37 44,96 35,00 34,90
A 20,69 27,86 30,20 32,10
B 12,48 10,51 8,80 5,46
C(chroma) 24,16 29,78 31,50 32,60
°H(°hue) 24,16 20,67 16,20 9,65
53
Lampiran 6. Perhitungan laju penurunan kecerahan (L) selai nanas selama
penyimpanan dalam kemasan plastik polypropilen
PP
Hari 25 35 45
1 56,37 56,37 56,37
14 54,07 53,31 44,96
35 48,59 40,96 35,04
71 45,94 40,66 34,94
slope -0,1514 -0,2367 -0,2815
intercep 55,82 54,98 51,34
correl -0,96 -0,88 -0,85
(E/R) ln ko ko k t Bulan
-2951 8,05 3150 0,16 135,80 4,53
0,22 98,48 3,28
0,29 72,86 2,43
54
Lampiran 7. Perhitungan laju penurunan kecerahan (L) selai nanas selama
penyimpanan dalam kemasan gelas jar
JAR
Hari 25 35 45
1 56,37 56,37 56,37
14 52,61 51,37 48,01
35 52,04 40,56 36,50
71 50,35 41,60 36,71
Slope -0,0730 -0,2125 -0,2710
intercep 55,05 53,90 52,59
correl -0,88 -0,85 -0,86
55
Lampiran 8. Perhitungan laju peningkatan kadar air selai nanas selama penyimpanan
dalam kemasan gelas jar
JAR
Hari
25 35 45
1 26,83 26,83 26,83
5 28,60 29,36 32,00
9 26,87 31,00 27,23
12 28,29 30,83 31,87
16 28,54 34,18 34,19
19 33,47 35,96 33,92
25 29,76 31,80 30,61
26 30,74 29,85 32,15
30 30,64 31,76 31,25
33 30,32 32,46 30,36
41 32,22 27,76 30,21
70 31,84 26,83 30,26
71 31,62 27,04 33,56
Slope 0,0686 0,0828 0,0913
Intercep 27,80 28,13 27,76
Correl 0,854 0,843 0,854
56
Lampiran 9. Perhitungan laju peningkatan kadar air selai nanas selama penyimpanan
dalam kemasan plastik polypropilen
PP
Hari
25 35 45
1 26,83 26,83 26,83
5 30,99 29,59 30,66
9 31,65 27,19 27,04
12 29,12 29,55 25,37
16 29,36 28,45 26,99
19 29,51 28,72 31,18
25 27,49 27,22 30,62
26 32,07 27,11 27,22
30 31,58 27,46 28,42
33 32,02 30,69 26,09
41 29,54 31,19 30,60
70 29,89 28,00 29,71
71 30,32 32,58 29,02
Slope 0,0775 0,0881 0,0930
Intercep 27,57 26,32 25,58
Correl 0,751 0,837 0,780
57