Anda di halaman 1dari 37

Atresia Ani

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti
dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran  yang dapat muncul sebagai penyakit tersering  yang
merupakan syndromVACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).

Soper 1975 memberikan terminologi  untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi
kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit tetapi
normal dari ampula rekti.Menurut definisi ini maka sambungan anorektal terletak pada
permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus.  2/3 bagian atas
kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit.Penggabungan dari
epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah
letak linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium
columner ke stratified squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang
berfungsi membentuk bangunan seperti cerobong  yang melekat pada os pubis, bagian bawah
sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma yang
melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum.Bagian atas bangunan cerobong ini
dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m sfingter externus. Pembagian secara
lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus,
puborectalis, deep external spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus
merupakan serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus.Bagian
diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal fiber.

Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior, a hemoroidalis
media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteria
mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari rectum dan mensuplai dinding posterior,
juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line.
Arteria hemoroidalis media merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis
inferior cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertical untuk mensuplai
kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari nervus sacralis
III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang ke rectum dan berhubungan
dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter
serta sensor distensi rectum. Persarafan simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan
pleksus para aurticus, kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai  N pre
sacralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. Inervasi
somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior N sacralis III, V.

Embriologi

Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Forgut akan
membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum,
hati dan sistem bilier serta pancreas.  Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum,
sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum.  Hindgut meluas dari
midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm
dari protoderm / analpit .Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif
gut.Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak
tinggi atau supra levator.Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital.Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada
atau rudimenter .

Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.  
Manifestasi klinis  diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan
distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir
melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya fese mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.  Pada keadaan
ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak
tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak
rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)

Klasifikasi

MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan
disebut :

 Letak tinggi , rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)


 Letak intermediet, akiran rectum terletak di m.levator ani
 Letak rendah, akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani
Etiologi

Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis
hindgut dari apparatus genitourinarius  yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan
struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator,
septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan
penurunannya

Diagnosisis

 Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir


 Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
 Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum
yang teliti .

PENA menggunakan cara sebagai berikut:

1    Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

 Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak
rendah, Minimal PSARP tanpa kolostomi
 Mekoneum (+) , atresia letak tinggi , dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu
kemudian dilakukan tindakan definitive.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram . Bila

 Akhiran rectum  < 1 cm dari kulit, disebut letak rendah


 Akhiran rektum  > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.

2    Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan

 Fistel perineal (+), minimal PSARP tanpa kolostomi.


 Fistel rektovaginal atau rektovestibuler, kolostomi terlebih dahulu.
 Fistel (-) , invertrogram :
-  Akhiran  < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti

-  Akhiran  > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel
perianal, Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-), Letak tinggi atau rendah

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau knee
chest position (sujud) , bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat
fistula lakukan fistulografi.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya.Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu.Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan
prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses
dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan
metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel .

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi
anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.Sebagai Goalnya
adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik.

Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan
letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk.Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada
tidaknya fistula.

Leape(1987) menganjurkan pada :

 Atresia letak tinggi & intermediet  à sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12
bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)
 Atresia letak rendah à perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani ekternus,
 Bila terdapat  fistula à cut back incicion
 Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet à dilakukan
kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.Operasi definitive setelah 4 – 8 minggu.
Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal,
limited atau full postero sagital anorektoplasti

Teknik Operasi

 Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien
tengkurap dan pelvis ditinggikan
 Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
 Incisi bagian tengah sacrum kearah  bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm
didepanya
 Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os Coxigeus
dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah tampak dinding belakang
rectum
 Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya .
 Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber
 Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Perawatan Pasca Operasi  PSARP

 Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama  8- 10 hari.
 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation,  2x sehari dan tiap
minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag
sesuai dengan umurnya .
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk

UMUR UKURAN
1 – 4 Bulan # 12
4 – 12 bulan # 13
8 – 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 – 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17
FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan sertsa tidak ada rasa nyeri
dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi
diturunkan.

Skoring Klotz

VARIABEL KONDISI SKOR


1 Defekasi 1-     2 kali sehari 2  hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 1
3  hari sekali 2
> 4 hari sekali 2
3
2 Kembung Tidak pernah  1
Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
3 Konsistensi Normal  1
Lembek 2
Encer 3
4 Perasaan ingin BAB Terasa  1
Tidak terasa 3
5 Soiling Tidak pernah  1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
6 Kemampuan menahan feses > 1 menit 1
yang akan keluar  <  1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
7 Komplikasi Tidak ada  1
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Penilaian hasil skoring :

Nilai scoring 7 – 21

7           =   Sangat baik

8 – 10    =   Baik

11–13    =   Cukup

>  14     =   Kurang


Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis
Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu
keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia
anididapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi
didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling
rendah .

Secara embriologis atresia ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6


kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang
menyebabkan kelainan atresia ani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan
lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani
pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau
rudimenter.

Definisi

Atresia ani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut sebagai malforasi anorectal
atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital  yang menunjukkan keadaan tanpa anus
atau dengan anus yang tidak sempurna. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan
perkembangan embrional berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian
bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorectal, dimana tidak terjadi perforasi membran
yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.

Klasifikasi

Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut
Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe :

1    Tipe I stenosis ani kongenital.

2    Tipe II anus imperforata membranase,

3    Tipe III anus imperforata,

4    Tipe IV atresia recti.

Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan.

Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung rectum dari foto di
bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus
adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus
adalah tipe intermediet. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi internasional tahun
1970 (Amri & Soedarno, 1988 ; Spitz, 1990). Yaitu kelainan anorektal letak tinggi, intermediet dan
letak rendah.Kelainan letak tinggi disebut juga supralevator, kelainan intermediet dan letak
rendah disebut juga infralevator.Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam
penatalaksanaan kelainan anorektal.
Klinis dan Diagnosis

Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai anus.Keluhan lain dapat
berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah, tidak bisa buang air besar, perut kembung
atau bisa buang air besar tidak melewati anus normal, kadang-kadang mengeluarkan feses
bercampur urine.

Pada pemeriksaan klinis tidak di dapat anus normal, atau perineal abnormal, distensi abdomen
terjadi cepat dalam 8-24 jam bila tidak terdapat fistula (Groff, 1975 ; Bisset, 1977 ; Filston, 1986 ).
Pada atreasiani letak tinggi, bagian distal rectum dan anus tidak berkembang, pada wanita
biasanya terdapat fistula bagian atas vagina, kadang –kadang langsung ke vesika urinaria, sedang
pada laki-laki biasanya fistula ke vesika urinaria atau uretra, sehingga pengeluaran urine
bercampur feses. Pada atresiani letak rendah orifisium ani ektopik atau fistula bisa di dapat di
sebelah anterior dari posisi normal, pada laki-laki fistula sering terdapat sepanjang raphe
sekrotalis, sedangkan pada wanita orifisium ani ektopik terdapat pada perineum, vestibulum, atau
bagian bawah vagina (De Lorimier, 1981 ; Filston, 1986 ; Goligher cit. Amri & Soedarno, 1988).

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen pelvis lateral metoda wangensten & Rice digunakan
untuk menentukan jarak antarakantong rectum yang buntu dengan anal dimple. Udara secara
normal akan mencapai rektum 18-24 jam sesudah lahir, sehingga foto dapat dibuat sesudah
waktu tersebut (Groff, 1975 ; Filston, 1986 ; Spitz, 1990). Metoda foto rongten yang lebih disukai
adalah invertogram dengan posisi pronas, paha semifleksi, sinar X dipusatkan pada trokhanter
mayor femur (Spitz, 1990).Kelainan anorektal yang disertai fistula, dilakukan pemeriksaan
fistulografi (Filston, 1986).Groff (1975) menyarankan pemeriksaan IVP pada penderita anus
imperforata, tetapi bukan prosedur sebagai gawat darurat. Chystourethrografi menunjukkan
fistula rektourinaria pada penderita laki-laki yang sangat berguna bila lesi meragukan (De Lorimer,
1981 ; Spitz 1990). Radiografi kontras dengan injeksi kontras larut air kedalam kantong distal
melalui perineum dibawah kontrol fluoroskopi akan memberikan informasi dan penentuan yang
akurat apakah usus melalui penggantung puborektal atau tidak (filston, 1986 ; Spitz, 1990). USG
dapat menentukan secara akurat jarak antara anal dimple dan kantong rektum yang buntu.
Pemeriksaan CT Scan dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot sfingterani dalam
hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada. Pemeriksaan ini berguna untuk rencana
preoperatif dan memperkirakan prognosis penderita (Kohda et al 1985 ; Smith 1990).

Penatalaksanaan

Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti perineal dengan
prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki.
Bila fistula cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset
1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).

Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan, segera
dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula.
Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan
Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan
kolon kiri bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan “Pull Ttrogh”. Tindakan definitif
dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher
cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6
bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitif dilakukan dengan prosedur 
“Pull Through” sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti
(PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat
digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah
operasi.Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi seksual yang
baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.

Prognosis

Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum
dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan anorektal letak tinggi diperbaiki
dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani
eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung
fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan
perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi
perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat
diterima.Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang
lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak mengurang dengan bertambahnya usia.
Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat
mengontrol kontinensia fekal.Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada
wanita lesi seringkali intermediet.Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat
dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990).Beberapa penderita dengan
kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan
pembedahan dibanding letak rendah.
Obstruksi Usus Pada Neonatus
Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan obstruksi usus
karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat darurat bedah yang paling sering
pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang  cukup menjadi tantangan para
dokter bedah anak. Disamping itu sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan
homeostasis, temperatur juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas.

Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pada diagnosa yang cepat
dan terapi segera.Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan yang cepat adalah mutlak
pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus.Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pasien
pediatrik dengan kondisi obstruksi usus pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila
dokter tersebut cepat mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera
merujuk pasien tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat
penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali masalah bedah
pada pasien tersebut tentu akan terlambat  ia merujuk pasien ke dokter bedah / bedah anak dan
akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan mungkin berakhir dengan morbiditas atau
bahkan kematian.

Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang memerlukan
diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya belum ada yang menjelaskan
secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 10-
15% dari seluruh obstruksi usus.  Angka kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya
frequensi berbeda-beda berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang
sudah pernah dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang
sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat menyebabkan  
obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan bahwa intususepsi merupakan
penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak.

Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak tinggi, medium
dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas. Penatalaksanaan obstruksi
total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu agar jadi baik kembali meskipun tindakan
bervariasi berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak
melupakan sebelumnya untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat
memberikan hasil yang memuaskan .

Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan tindakan yang
cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita mengetahui gejala-gejala
obstruksinya yaitu S (sakit) OK (kembung) M (muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi
palpasi perkusi dan auskultasi . (obstipasi)

Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah adanya gangguan
pasase pada saluran gastrointestinal antara lain :
Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan stenosis pilorika
hipertropi),

Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular), mekoneum
ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia diafragmatika, adhesiva

Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas tertentu
berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi gambaran klinis

Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen dan proyektil )
sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan didapatkan abdomen scapoid.

Obstruksi letak medium  dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan obstipasi yang
gejalanya tidak saling dominan,

Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran abdomen yang khas yaitu
distensi, darm contour dan darm staifung 

Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali tanda-tanda
obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi untuk dapat dengan
pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai pemeriksaan laboratorium dan 
pemeriksaan radiologi, contoh  untuk pemeriksaan penunjang akan bervariasi sesuari etiologi
yang mendasarinya seperti SPH gambaran OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran
OMDnya double bubble (+) sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gastersingle bubble (+).
Pada invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia diafragmatika
tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro thoraks).

Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif  sesuai dengan kausanya, tindakan ini dapat
berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif waktu selanjutnya
atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf.

Tindakan operasi penyebab obstruksi total pada anak

Kausa obstruksi total Tindakan operasi


HIL Dextra Inkarserata Herniotomi
Megacolon Congenital Sigmoidostomi
Atresia Ani Transvesocoloctomi dextra
Invaginasi Laparotomi explorasi Milking
HIL sinistra Herniotomi
Inkarserata
Stenosis Duodenum Shunt anastosmose  Duodeno
duodenostomi
Atresia Duodenum Reseksi-anastosmose Duodeno-
duodenostomi
Adhesive Laparotomi explorasi Adhesiolisis
Hernia Diafragmatika Laparotomi explorasi tutup defek
Post Boley Prosedure Laparotomi explorasi abdominal perineal
pulltrough
Total Colon Ileostomi
Aganglionik
Pankreas Anular Reseksi-anastosmosi Duodeno-
duodenostomi
Penanganan etiologi tersebut diatas ada yang bersifat  sementara (untuk menjaga kelancaran
pasase usus) yang selanjutnya akan dilakukan operasi definitif  dan pada kasus –kasus tertentu
tindakan sudah langsung tindakan operatif definitif, ada 2 pasien yang meninggal sebelum
dioperasi karena datang terlambat dan sepsis.

Etiologi

Penyebab obstruksi usus dapat berupa kelainan kongenital dan sering terjadi pada periode
neonatal.Sebagai contoh atresia usus (atresia duodenum, jejuno-ileal, atresia rekti dan lain-lain),
intestinal aganglionosis, mekonium ileus, atau duplikasi intestinal.

Penyebab / kelainan didapat (acquired) diantaranya intususepsi, obstruksi usus sebagai


konsekuensi dari kelainan bawaan lain misalnya volvulus midgut karena adanya malrotasi, hernia
inguinal lateral yang mengalami inkarserata atau sebagai konsekuensi dari inflamasi intra
abdomen misalnya abses appendiks, striktur usus akibat NEC (Neonatal  enterocolitis). Penyakit
neoplastik dapat pula menyebabkan obstruksi usus. Limfoma maligna merupakan neoplasma
maligna yang paling sering menyebabkan obstruksi usus halus dan polip usus merupakan
neoplasma jinak  tersering sebagai penyebab obstruksi usus pada anak.

Akhir-akhir ini terdapat peningkatan insidensi karsinoma kolon pada anak dan tipe yang sering
ditemukan adalah karsinoma jenis signet ring cell  yang tingkat keganasannya sangat tinggi.Adhesi
usus setelah tindakan laparotomi adalah kelainan didapat lainnya yang bisa menyebabkan
obstruksi usus halus.Setiap anak yang pernah menjalani operasi laparotomi mempunyai risiko
untuk terjadinya adhesi usus halus. Kira-kira 70% kejadian obstruksi disebabkan oleh adhesi
tunggal

Di bawah ini adalah beberapa penyebab obstruksi usus pada pasien pediatrik.

Obstruksi setinggi gaster :

Volvulus gaster

Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)

Obstruksi setinggi duodenum :

Intrinsik (Atresia duodenum,  web, stenosis)

Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein)

Stenosis duodenum

Volvulus midgut pada malrotasi


Obstruksi setinggi jejenoileal :

atresia jejuno-ileal

adhesi

mekonium ileus

intususepsi

komplikasi dari divertikel Meckel

Obstruksi setinggi kolon rektum:

morbus Hirschsprung

atresia kolon, rektum

malformasi anorektal

meconium plug syndrome

mekonium ileus

karsinoma kolo-rektal

Klasifikasi

Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi.  Obstruksi simpel terjadi bila salah
satu ujung usus mengalami bendungan.Obstruksi ini dapat parsial maupun total. Bila pada
segmen usus terbendung pada bagian proksimal dan distal maka kondisi ini disebutclosed loop
obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia
inguinal indirek atau defek mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop
obstruction dapat terjadi pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana
katup ileosaekal masih intak.

Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang terbendung terganggu
sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi
bedah. Volvulus dimana suplai darah mesenterial mengalami  puntiran adalah salah satu contoh
obstruksi strangulasi yang jelas. Contoh lainnya adalah kondisiclosed loop obstruction.

Diagnosis

Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat  menimbulkan
iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi nekrosis dan gangren usus.
Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari  muntah, distensi abdominal, nyeri abdomen yang
bersifat kolik dan obstipasi.

Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus merupakan
tanda kardinal lain yang penting. Gejala tersebut  dapat bermanifestasi dalam berbagai tingkat
berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak jelas dan tidak spesifik terutama pada
neonatus. Kebanyakan  penyebab obstruksi usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan radiologis sederhana

Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan informasi yang penting bagi dokter anak /
Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang tidak bersifat bilious
bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan obstruksi diatas
level ampulaVater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila
ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut menunjukan level obstruksi distal dari ampula Vater.
Kira-kira 85% atresia jejunum memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang
mengalami muntah bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak

Pemeriksaan Fisik

Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level obstruksi pada usus
proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut, Hypertropic pyloric stenosis  atau atresia
duodenum. Sedangkan distensi abdomen menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih
distal seperti atresia ileum, atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain.

Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa terlihatnya
peristaltik.Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat mengarahkan kita pada kecurigaan
adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan
adanya hernia atau malformasi anorektal sebagai penyebab.

Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien


denganHypertropic Pyloric Stenosis, massa pada intususepsi, infiltrat pada inflamasi intra
abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen

Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab obstruksi. Pada anak
yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral decubitus sebagai pengganti posisi
tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus
proksimal dan distal. Makin distal letak obstruksi, makin banyak jumlah loop usus yang distensi
dan air fluid level akan tampak.

Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum dan kolon,
melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon) dan dapat pula
mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus 6. Pemeriksaan kontras oral
mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial. Tetapi pada kondisi obstruksi total
pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6. Atresia duodenum  merupakan penyebab tersering
obstruksi usus proksimal memperlihatkan gambaran spesifik double bubble denganair fluid
level tanpa udara di bagian distal

Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level) dan pada
bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen atretik semakin banyak
jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak gelembung / loop usus berisi udara
tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level obstruksi usus lebih distal. Malrotasi
dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang
membesar, sedangkan usus halus terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang
tersebar (Scattered).  Gambaran seperti paruh burung (bird’s beak sign) dapat terlihat pada
barium enema.

Pemeriksaan Ultrasonogafi

Ultrasonografi dapat membantu  menegakkan diagnosa pasien dengan massa di abdominal.


Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk diagnostik dengan kriteria
diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal pylorus ≥ 16 mm dan tebal otot pylorus ≥ 4
mm5. Dengan USG intussusepsi ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang
dan pseudokidney sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan
diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses inflamasi seperti
abses apendiks yang menyebabkan obstruksi.  Pemeriksaan foto kontras barium (Upper GI) dapat
memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan indentasi garis antrum (shoulders sign  )

Tatalaksana Obstruksi Usus

Tatalaksana Pra-Operasi

Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi dehidrasi dan
gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat,
pemberian antibiotik intravena.Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi penting sekali
pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi
kemungkinan adanya kelainan penyerta bila penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital.Harus
selalu diingat bahwa setiap kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER),
sehingga perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan.Perkiraan
dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung dan
diganti.Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus biasanya berupa
dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip cairan ekstraselular adalah
Ringer asetat.

Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat hipokloremik


dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat yang dipakai melainkan cairan
NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer
asetat atau NaCl sesuai volume 9,11. Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat
bilious, sebaliknya bila cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti.

Nasogastic  tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat sangat
bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih dipilih untuk pasien
neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui lubang hidung.Dekompresi dengan
NGT / OGT kadang dapat menolong dan menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus
parsial karena adhesi pasca pembedahan.

Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada pasien-pasien
yang mengalami obstruksi usus.Antibiotik ini dapat bersifat profilaktif atau terapeutik bila
lamanya obstruksi usus telah memungkinkan terjadinya translokasi flora usus.
Tatalaksana Bedah

Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan. Penanganan
konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab seperti meconium
ileus dan  adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi. Gastrografin enema digunakan sebagai
penanganan nonoperatif pada meconium ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus
parsial dapat dicoba dekompresi konservatif.Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan
obstruksi sebelum terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam
maka harus segera dilakukan tindakan pembedahan.  Pada intussusepsi reduksi hidrostatik
dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan selama tidak
terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah jalan
keluarnya.Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis penyebab obstruksi
ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy  merupakan tindakan bedah pilihan.

Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan akses terbaik
untuk mencapai duodenum.Pilihan tindakan tergantung situasi anatomis intraoperatif.Pada
obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas annulare, duodeno-duodenostomi adalah
pilihan tindakan bedah terbaik.Sebaiknya duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan
tehnik ini bagian distal duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak
fisiologis.Sedangkan bila penyebab obstruksinya berupa duodenal web  atau  diafragma
duodenum,  duodenotomi vertikal  dan eksisi dari web  tersebut (septectomy) adalah pilihan
terbaik.Pada saat eksisi webinjury pada ampula Vater.Tekanan ringan pada kantung empedu
dilakukan untuk mengidentifikasi ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu.Bila
eksisi komplit tidak memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian
medial yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus. perlu diingat untuk menghindari

Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya obstruksi
tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan distal. Bila telah yakin
tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit kembali15. Ladd’s
proceduredikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan oleh Ladd’s band dengan cara
memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus dan peritoneum parietal dan antara usus
dan usus, mobilisasi sekum dan menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya
diangkat untuk menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari.

Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses
terpilih.Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia, panjang usus,
ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium peritonitis, mekonium
ileus.Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh rongga abdomen diirigasi dengan NaCl
hangat, semua debris dibersihkan, adhesi dilepaskan dan sebisanya semua usus
dieksteriorisasi.Inspeksi dilakukan mulai dari duodenum sampai sigmoid untuk mencari area
atresia lainnya, ada tidaknya kelainan penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang
memerlukan koreksi pada saat bersamaan.

Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis. Berdasarkan


sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan berkembang
darieksteriorisasi  menjadi anastomesis  side-to-side,  kemudian  end-to-end  atau  end-to-side,  dan
terakhir : reseksi  segmen atretik proksimal yang dilatasi dan hipertofi  diikuti anastomosis end-to-
end/ end-to-back  dengan atau tanpa tailoring  segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segmen
atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik
yang terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen atretik
perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan

Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus

Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada pasien,
kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap penyebab obstruksi
ususnya.Pada periode pasca operatif awal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
metabolisme glukosa dan gangguan respirasi biasa terjadi.Kebanyakan bayi yang menjalani
operasi laparotomi biasanya mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan
tambahan jumlah cairan pada periode pasca operatif.Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan
dengan kondisi pasien.Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.Kehilangan cairan
melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti sesuai volume yang
hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah
‘rutin’ dalam intruksi pasca operasi terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau
cairan untuk terapi harus dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan,
umur atau kebutuhan metabolic

Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus yang normal
merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi bagian proksimal usus dan
fasilitasi penyembuhan anastomosis usus.Ileus hampir selalu terjadi pada pasien pasca operasi
dengan obstruksi usus.Pada atresia duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang
memanjang dapat terjadi lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum
dapat lambat sekali bila duodenum sangat berdilatasi.Cairan berwarna hijau dapat keluar dari
nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang.Hal ini disebabkan bukan hanya karena edema
di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik pada segmen duodenum
proksimal yang mengalami dilatasi hebat 15. Kesabaran yang tinggi sangat diperlukan sebelum
memutuskan re-operasi pada bayi dengan ‘obstruksi’ anastomose, karena diskrepansi ukuran
lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang
memanjang.

Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase gaster mulai
berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian diikuti oleh susu formula
(progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding tersebut tidak bisa diterima pasien
atau terdapat ileus yang memanjang maka  nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan dalam
menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca operasi.
Hipospadia
Komentar ditutup
Kelainan kongenital pada penis menjadi masalah yang sangat penting karena penis selain
berfungsi sebagai saluran pengeluaran urin juga sebagai alat seksual dikemudian hari yang akan
berpengaruh terhadap fertilitas Salah satu kelainan kongenital pada penis yang paling banyak
kedua setelah undescensus testiculorum ( cryptorchidism ) yaitu hipospadia. Angka kejadian
hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor genetik, hormonal, ras,
geografis dan sekarang yang harus mendapat perhatian khusus yaitu pengaruh faktor
pencemaran lingkungan limbah industri.
Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra.Jaringan fibrosis yang
menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos.Kulit dan preputium pada
bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans
(Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus
uretra eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang
normal pada ujung glans penis.
Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari  350 bayi laki-laki 
yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung dari etnik dan geogafis.  Di
Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki,  Belakangan ini di beberapa negara terjadi
peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat
dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun 1993.  Banyak penulis melaporkan
angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini
kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah
penderita hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro
Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu
10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu  anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia.
Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan entoderm.Baru
kemudian terbentuk lekukan ditengah – tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke
perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm.Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap
bersatu membentuk membrana kloaka.Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan
antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah
terbentuk lekukan dimana dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital
fold.  Selama minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah
bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki . Bila wanita akan menjadi klitoris.

Bila terjadi agenesis  dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak
terbentuk. Bagisan anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan
membentuk sinus.  Sementara itu sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi
dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia maka akan timbul
hipospadia. Selama periode ini juga, terbentuk genital swelling di bagian lateral kiri dan
kanan.Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal skrotal dan perineal, terjadi karena
kegagalan fold dan genital sweling untuk bersatu di tengah-tengah.

Anatomi Penis
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh tunika
albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra melintasi penis di  
dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara kedua korpora
kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis yang berbentuk konus. Fascia
spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar penis  yang terletak pada fascia
tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat facia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan
kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah.Berkas neurovaskuler
dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua korpora kavernosa.

Etiopatogenesis
Hipospadia terjadi
karena gangguan
perkembangan urethra
anterior yang tidak
sempurna
sehinggaurethra
terletak dimana saja
sepanjang batang
penis sampai
perineum. Semakin
proksimal muara
meatus maka semakin
besar kemungkinan
ventral penis
memendek dan
melengkung karena
adanya chordae.
Sampai saat ini terjadinya hipospadia masih dianggap karena kekurangan androgen atau
kelebihan estrogen pada proses maskulinisasi masa embrional Devine, 1970mengatakan bahwa
deformitas yang terjadi pada penderita hipospadia disebabkan oleh Involusi sel-sel interstitial
pada testis yang sedang tumbuh yang disertai dengan berhentinya produksi androgen dan
akibatnya terjadi maskulanisasi yang tak sempurna organ genetalia eksterna  Ada banyak faktor
penyebab hipospadia dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia antara
lain :

 Faktor genetik..
12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga yang menderita
hipospadia.50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila bapaknya menderita hipospadia.

 Faktor etnik dan geografis..


Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari pada orang Afrika,
Amerika yaitu 1,3
.

 Faktor hormonal
Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian hipospadia karena
berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Sharpe dan Kebaek (1993)
mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian hipospadia bahwa
estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional.
Perubahan kadar estrogen dapat berasal dari :

 Androgen yaitu perubahan pola makanan yang meningkatkan lemah tubuh.


 Sintetis seperti oral kontracepsi (Ethynil Estradiol)
 Tanaman seperti kedelai
 Estrogen chemical seperti senyawa organochlcrin
Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh 5 α
reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung urethra yang disebut hipospadia.

 Faktor pencemaran limbah industri.


Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik bersifat eksogenik
maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida organochlorin,
alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.

Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital eksterna laki-laki
selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis primitif. Suatu hipotesis
mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapatnya anti androgen akan
mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki.
Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :

 Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh    kedalam
massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra penis. Hal ini mengakibatkan
terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans atau korona glandis di permukaan ventral.
 Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra – uretral groove
kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di batang penis.  
Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna mengakibatkan osteum uretra
ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.

Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum uretra
eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos skrotal, 5. Perineal.

Paulozzi dkk, 1997 dimana Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP) membagi


hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
 Derajad I : OUE letak pada permukaan ventral glans penis & korona glandis.
 Derajat II : OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis
 Derajat III: OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum
Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang
disebutchordee . Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan ventral penis.
Hipospadia derajat  ini akan mengganggu aliran normal urin dan fungsi reproduksi , oleh karena
itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi

Diagnosis
Kelainan hipospadia diketahui segera setelah kelahiran.Kelainan ini diketahui dimana letak muara
uretra tidak diujung gland penis tetapi terletak di ventroproksimal penis.Kelainan ini terbatas di
uretra anterior sedangkan leher vesica urinaria dan uretraposterior tidak terganggu sehingga tidak
ada gangguan miksi.

Klasifikasi

Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra


eksterna maka hipospadia dibagi 5 type yaitu :
  Anterior  ( 60-70 %)
o Hipospadia tipe gland
o Hipospadia tipe coronal
  Midle  (10-15%)
o Hipospadia tipe penil
  Posterior  (20%)
o Hipospadia tipe penoscrotal
o Hipospadia tipe perineal

A : Penis yang Normal    B : Hipospadias dengan chorda

Penatalaksanaan
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik bentuk penis yang
bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum uretra eksterna sehingga ada 2
hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:


o
 Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat
ereksi.
 Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang sama
disebutsatu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap 
Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar tujuan
operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada tidaknya chorde.
Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum sekolah karena
mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri,
sehingga tahapan repair hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah.
Ada 3 tipe rekonstruksi sebagai berikut : Sedangkan tipe hipospadia dan besar penis sangat
berpengaruh terhadap tahapan dan tehnik operasi hal ini berpengaruh terhadap keberhasilan
operasi. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan
keberhasilan operasinya.

o Methode Duplay
 Untuk repair hipospadia tipe penil.
 Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau bisa juga
digunakan kulit scrotum.
o Methode Ombredane ,  Untuk repair hipospadia coronal dan distal penil.
o Nove-josserand,  Untuk repair hipospadia berbagai tipe tapi urethroplastinya
menggunakan skin graft.
Tujuan perbaikan hipospadia untuk melepaskan chordee dan menempatkan kembali native
uretra atau membentuk uretra pada ujung glans penis.  Salah satu masalah terpenting dalam
pembedahan hipospadia tersebut adalah kesulitan dalam membentuk uretra meatus yang
baru.Skin graff uretroplasty pertama dirancang oleh Nove – Joserand. Namun oleh karena
memiliki banyak komplikasi seperti stenosis sehingga saat ini tidak dipergunakan lagi .
Thiersche dan Duplay melakukan suatu perbaikan dua tahap dimana tahap pertama memotong
lapisan yang menyebabkan chordee dan meluruskan penis.Beberapa bulan selanjutnya uretra
dibentuk dengan melakukan pemotongan memanjang ke bawah pada permukaan ventral dari
penis untuk membentuk sebuah uretra. Kelemahan operasi ini bahwa tekhnik tersebut tidak
memperluas uretra menuju ujung glans.

Cecil memperkenalkan tekhnik perbaikan hipospadia tiga tahap dimana pada tahap ke 2 penis
dilekatkan pada skrotum. Baru pada tahap ke 3 dilakukan pemisahan penis dan skrotum

Pada semua tehnik operasi tersebut pada tahap pertama adalah dilakukan eksisi chordee. 
Penutupan luka Operasi dilakukan dengan menggunakan preputium bagian dorsal dari kulit
penis . Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk
usianya. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus masih  pada
tempatnya yang abnormal.  Pada tahap ke dua dilakukan uretroplasty yang dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama.
Tekhnik reparasi yang paling populer dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah tekhnik
modifikasi operasi Thiersch – Duplay.Kelebihan jaringan preputium ditransfer dari dorsum penis
ke permukaan ventral.Byar, 1951 memodifikasi operasi ini dengan membelah preputium pada
garis tengah dan membawa flap preputium ini ke arah distal permukaan ventral penis.Hal
demikian memberikan kelebihan jaringan untuk rekontroksi uretra lebih lanjut.Setelah interval
sedikitnya 6 bulan, suatu strip sentral dari kulit dipasangkan pada permukaan ventral penis, dan
tube strip dari kulit ditarik sejauh mungkin kearah distal. Byar bisa menutupi uretra baru dengan
mempertemukan tepi kulit lateral di garis tengah dengan penutupan yang berlapis lapis.

Tekhnik Thirsh – duplay dimodifikasi oleh Byar

1.  Adalah penis dengan chordee. 

2. Insisi pada linea media dari meatus uretra ke korona dan di sekitar penis sebelah proksimal dari
glans.  3. Jaringan yang menyebabkan chordee dipotong. Irisan itu dibuat sedemikian rupa
sehingga terletak pada linea media dari proputium yang tak melipat.  4. Flap pada kulit preputium
ditransfer ke ventral.  5. Pada tahap yang kedua, suatu strip sentral diisolasi untuk membentuk
uretra. Jaringan dibelakang flap ini cukup longgar untuk terbentuknya tube. 6. Tubulus (tube)
telah terbentuk, suatu irisan sirkumsisi dilakukan dan flap lateral dari kulit digunakan. 7. Tapi dari
flap diperdekatkan dengan berbagai lapisan penutup. 8. Tepi-tepi kulit selanjutnya diperdekatkan.
Operasi tahap kedua, Browne 1953 melakukan irisan yang paralel pada permukaan ventral penis
yang meluas dari meatus keujung penis. Irisan ini akan mengisolasi strip kulit pada garis tengah.
Lebarnya tergantung kaliber uretra baru yang  dikehendaki. Kulit lateral selanjutnya
diperdekatkan pada garis tengah untuk menutup strip kulit yang dibenamkan. Irisan relaksing
dorsal akan memungkinkan kulit lateral itu bisa  saling diperdekatkan tanpa menimbulkan
tension, meskipun demikian tekhnik ini memiliki kemungkinan besar terjadinya fistula dan
stenosis sehingga dilanjutkan hanya untuk dokter bedah yang berpengalaman
Culp, 1959 memodifikasi cara operasi yang dilakukan oleh Cecil, 1955. Pada operasi tahap
pertama chordee dilepaskan setelah sembuh, uretra dibentuk dengan membuat pembuluh dari
kulit sentral pada permukaan ventral penis,  Seperti tekhnik Thiersch – Duplay dan menutup
permukaan yang kasar dengan cara menanamkan penis ini dalam kantung yang dibuat dalam
sokrotum. Ujung kulit penile dan jaringan subkutan diatas uretra saling diperdekatkan ke lapisan
skrotal.Dengan jahitan yang beberapa kali.Anastomosis Skorotal- penil selanjutnya dipisahkan
sehingga meninggalkan banyak sekali kulit skrotal pada penis untuk menutupi permukaan ventral.
Tindakan reparasi dilakukan sebelum anak itu berusia sekolah. 1,5 – 2 tahun. Sebelum dilakukan
uretroplasty semua jaringan yang menyebabkan terjadinya chordee harus dibuang. Setelah itu
pengujian ereksi artifical dilakukan jika chordee tetap ada meskipun telah dilakukan usaha
tersebut, maka dilakukan reseksi lebih lanjut atas lapisan tersebut  Diversi urine untuk reparasi
Hipospadia distal dilakukan dengan kateter foley ukuran kecil no. 8. Selama 3 sampai 4 hari.
Hipospadia penile, uretrostomy periental lebih disukai sedangkan Hipospadia skrotal dan perineal
bisa didiversi dengan drainase suprapubik

Tehnik Hipospadia bagian Distal 

Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v- flap dari jaringan glans mencapai uretra normal
setelah koreksi chordee, dibuat uretra dari “ Flip – Flop “ kulit.  Flap ini akan membentuk sisi
ventral dan lateral uretra dan di jahit pada flap yang berbentuk v pada jaringan glans, yang mana
akan melengkapi bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru. Beberapa jahitan ditempatkan
dibalik v- flap granular dipasangkan pada irisan permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus
aslinya. Sayap lateral dari jaringan glans ini dibawah kearah ventral dan didekatkan pada garis
tengah. Permukaan ventral penis di tutup dengan suatu preputium. Ujung dari flap ini biasanya
berlebih dan harus dipotong. Di sini sebaiknya mempergunakan satu flap untuk membentuk
permukaan di bagian belakang garis tengah.

Desain granular flap


berbentuk Z dapat
juga dilakukan 
untuk memperoleh
meatus yang baik
secara kosmetik dan
fungsional
pemotongan
berbentuk 2
dilaksanakan pada
ujung glans dalam
posisi tengah
keatas. Rasio
dimensi dari Z
terhadap dimensi
glans adalah 1 : 3,
Dua flap ini
ditempatkan secara
horisontal pada posisi yang berlawanan. Setelah melepaskan chordee, sebuah flap dua sisi dipakai
untuk membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral penis, Permukaan bagian
dalam dari preputium dipersiapkan untuk perpanjangan uretra. Untuk mentransposisikan uretra
baru , satu saluran dibentuk diatas tinika albuginia sampai pada glans. Meatus uretra eksternus
dibawa menuju glans melalui saluran ini. Bagian distal dari uretra dipotong pada bagian anterior
dan posterior dengan arah vertikal kedua flap Trianggular dimasukkan ke dalam fissure dan dijahit
dengan menggunakan benang 6 – 0 poli glatin. Setelah kedua flap dimasukkan dan dijahit
selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan.
Tehnik Hipospadia
bagian Proksimal 
Bila flap granular
tidak bisa mencapai
uretra yang ada,
maka suatu graf kuli
dapat dipakai untuk
memperpanjang
uretra. Selanjutnya
uretra normal
dikalibrasi untuk
menentukan
ukurannya
( biasanya 12 French
anak umur 2
tahun ). Segmen
kulit yang sesuai
diambil dari ujung
distal preputium.
Graft selanjutnya
dijahit dengan
permukaan kasar
menghadap keluar , diatas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada ujung proksimalnya
harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan flap granular dengan jahitan tak terputus
benang kromic gut 6 – 0, Sayap lateral dari jaringan granular selanjutnya dimobilisasi kearah distal
untuk menutup saluran uretra dan untuk membentuk glans kembali diatas uretra yang baru yang
akan bertemu pada ujung glans.

Komplikasi
Komplikasi yang
timbul paska repair
hipospadia sangat
dipengaruhi oleh
banyak faktor
antara lain faktor
usia pasien, tipe
hipospadia, tahapan
operasi, ketelitian
teknik operasi, serta
perawatan paska
repair hipospadia.
Macam komplikasi yang terjadi yaitu  :

 Perdarahan
 Infeksi
 Fistel urethrokutan
 Striktur urethra, stenosis urethra
 Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalahfistula, divertikulum, penyempitan
uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling sering dari fistula adalah
nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap.Fistula itu dapat
dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya.  Untuk itu keteter
harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan
menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.
Penyempitan uretra adalah suatu  masalah. Bila penyempitan ini padat, maka dilatasi dari uretra
akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy internal
akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra
itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan penuh dari graft kulit yang
dipakai untuk menyusun kembali ukuran uretra  Suatu keteter  bisa dipergunakan untuk
mendukung skin graft.

Perawatan Pasca Operasi 

Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres post operatif
bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi udema dan untuk mencegah  pendarahan setelah
operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru disekitar daerah
tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi
karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena  efek tekanan pada
penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan
terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak.
Ereksi waktu malam hari (nokturnal erektion ) bisa terjadi tanpa terkendali oleh pasien Obat
seperti amyl nitrit dapat menghilangkan rangsang ereksi dan uapnya dihirup bila masih terjadi
ereksi. Pemakaian yang cepat akan mencegah terjadinya ereksi pada siang hari,  bila ereksi itu
tetap terjadi  maka bisa dicoba etil klorida . Disini tidak ada obat sistematis untuk mencegah
ereksi pada malam hari, akan tetapi pemakaian sedatif akan sangat membantu. Dalam keadaan
dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma,
maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat.
Diversi urine terus dilanjutkan  sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah
sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua  6 – 12 bulan yang akan
datang.

Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada penis dimana letak dari ostium urethra eksterna
di proksimal dari gland penis dan berada di bagian ventral penis yang bisa disertai
adanya chordae sehingga bentuk penis bengkok ke ventral saat ereksi sehingga penanganannya
ditujukan kepada tiga hal kelainan tersebut agar tujuan setiap operasi bisa tercapai yaitu
membuat kelainan seanatomis mungkin secara estetik dan fungsi yaitu :

o Meluruskan bentuk penis (release chordae).


o Meletakkan osteum urethra ekterna di ujung gland penis (urethroplasty)
o Membentuk :
  Kaliber urethra bebas dari rambut, fistel dan stricture.
  Simetris antara gland penis dengan bagian tengah penis.
  Pancaran urin lurus ke depan
  Pancaran sperma lurus ke depan sehingga fungsi fertilitas
tercapai.

Waktu yang ideal untuk melakukan repair hipospadia yaitu usia antara 6 bulan sampai 18 bulan.
Diharapkan sebelum anak sekolah, repair hipospadia sudah selesai sehingga kelainan tersebut
secara anatomi dan fungsi tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.
Hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan repair hipospadia antara lain usia, tipe
hipospadia ada atau tidak chordae atau derajat chordae, kwalitas kulit serta ukuran penis.
Sehingga apakah dilakukan satu tahap atau dua tahap.
Pada saat repair fistula urethrokutaneus harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut agar
tidak kambuh :

 Operator menggunakan microscope agar membantu melihat fistula yang kecil.


 Tract Fistula harus di eksisi dengan tajam dan epithelnya harus saling menempel (water
tight repair of the epithelium) dan komplit serta menutupnya harus multi layer.
 Untuk Fistula yang besar memerlukan diseksi dan ditutup multi layer.

Invaginasi
Anatomi usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang duodenum 26 cm,
sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah yejunum (Snel, 89). Sedangkan
menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum
dan yejunum adalah ligamentum treits.

Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :


 Lekukan –lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah
sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam
pelvis.
 Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum Dinding
jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaitu plica circularis, lebih
besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum
lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
 Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta,
sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
 Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua aarkade
dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum
menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih
arkade.
 Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang
ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh
bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
 Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah
sepanjang pinggir anti mesentrik.
Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :Perbedaan eksterna
 Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden dan colon
desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
 Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi.
 Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah
menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
 Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar
(kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
 Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus besar
mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
 Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna

 Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica silcularis,
sedangkan pada usus besar tidak ada.
 Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai.
 Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus halus , jaringan
limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan kejadian
yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah
oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi
berlanjut strangulasi usus Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian
proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal
(intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling
sering masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan
intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan,
biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95%
penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai
penyebabnya.Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88).Sedangkan
invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80).
Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat
jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi
adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum
yang longgar.Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total.Intususepsi
paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan
dengan pada anak-anak.Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab
yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.

Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera
dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada
anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal.Invaginasi sangat
jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.

Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-anak etiologi
terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa
penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak
maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan

Klasifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :

 Enterik : usus halus ke usus halus


 Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di
belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.
 Kolokolika : kolon ke kolon.
 Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula
ileosekalis.Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis
intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7%
enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen
1964).
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5%kasus obstruksi
usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada apex intussuception,
pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus besar. (Ellis 90). Tumor usus
halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan terminal ileum. Distal
yejunum dan proksimal ileum relatif jarang (Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal
ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5% tumor di dalam saluran pencernaan
makanan, hanya 10 % yang akan menimbulkan gejala-gejala antara lain perdarahan,
penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1
(Schrock,88). Tumor jinak usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma,
ployposis. Sedangkan tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor
metastase (Leaper,89).

Epidemiologi 
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah
dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% dari kejadian
obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus
invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian
berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang
telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7
pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai
pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya
pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset et all,
1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur kurang
dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-
anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1
(Kartono, 1986; Cohn 1976; Chairul Ismail !988).

Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990). Orloof
mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun (Cohn
1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus
obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab
kira-kira 5% dari kasus obstruksi (Ellis, 1990)

Patofisiologi 
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya
adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak
bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya,
karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah
yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada
keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca
gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya
akanmenyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun
dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan.Perubahan pada intususeptum ditimbulkan
oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya
aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium.Edema dan pembengkakan
dapat terjadi.Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.Adanya
bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen.Ulserasi pada
dindidng usus dapat terjadi.Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.Gangren dapat
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya
menutup lumen usus.Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi
komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan
strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan
usus tersebut masuk ke lumen usus distal.Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini
kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali
normal sehingga terjadi invaginasi

Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi
paralitik (Meingot’s 90 ; Bailey 90).

Menurut etiologinya ada 3 keadaan :

 sebab didalam lumen usus


 sebab pada dinding usus
 sebab diluar dinding usus (Meingot’s 90)

Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak
rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :

 Acuta intestinal obstruksi


 Cronik intestinal obstruksi
 Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar
(Schrock, 82).

Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :

 Adhesion
 Hernia
 Neoplasma
 Intussusception
 volvulus
 benda asing
 batu empedu
 imflamasi
 strictura
 cystic fibrosis
 hematoma

Etiologi
Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik.Pada waktu
operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid
(plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi
saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal
dan obstruksi aliran vena -> obstruksi intestinal -> perdarahan. Penebalan ini merupakan titik
permulaan invaginasi.

Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma
dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare non spesifik.
Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan
dicurigai sebagai penyebab invaginasi

Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas sebagai
penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption.
Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai
penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang
dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan
yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci.

Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat
perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya
invaginasi.Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama
berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan
keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden
puncaknya pada umur 4 – 9 bulan, hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun  dimana laki-
laki lebih sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi
menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah
segmen intususeptum usus atau mesenterial.Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik
adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi
strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah
tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi disentri dan
amubiasis.Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi. Iskemik dan distensi sistem usus
akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi
akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya
adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus
yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat
menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.

Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu suatu
neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada
perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah
neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon
adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih
rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada
penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat
diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .

Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi pada bayi/
anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95% kasus.Sebaliknya 80%
dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini
berupa tumor baik benigna maupun maligna.

Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat
keganasan.Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Cohn
1976).

Gambaran Klinis 

Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa
sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama
sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari
intususepsi. Diantara satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat
sama sekali bebas dari gejala.

Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah
melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung
pada letak usus yang terkena.Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala
muntah.Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami
intususepsi.Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya
tidak ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, muntah pada
84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen pada 73% kasus (Cohn,
1976).

Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada
umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri
perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang
hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering
ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang
dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-
pemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan
kemungkinan intususepsi.Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis
seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis.Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil
mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan
pemeriksaan.Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan.Dengan
demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan
obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan
laim tidak memberikan hasil yang positif.

Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan
sampai terjadi invaginasi yang menetap.Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang,
yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare.Pada banyak kasus ditemukan
pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak
ditemukan.Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia.Masa
abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).

Diagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi
sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang
terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi
yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-
agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis
pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus
pada + 20% kasus.

Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun
oleh karena infeksi.Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85%
kasus.Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu
tersebut.Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan.Hal yang sulit untuk diketahui adalah
jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali
dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi.Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu
gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit
ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada
+ 75% pasien invaginasi.Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada
sebagian besar pasien.Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan
dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus.Muntah bilus suatu pertanda ada
refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal.Muntah dialami seluruh pasien.
Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan
didapatkan pada 90%.

Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat
darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila
telah terjadi perforasi. Dance’s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini
patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba
kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio
uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang
patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu
dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney
signpada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila
pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.

TRIAS INVAGINASI :

 Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila
lanjut sakitnya kontinyu
 Muntah warna hijau (cairan lambung)
 Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) à currant
jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :

 Mekanis à kaliber usus tertutup


 Fungsional à kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang
Pemeriksaan Fisik :

 Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.


 Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
 Nyeri tekan (+)
 Dancen sign (+) à Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum
pada kolon ascenden
 RT : pseudoportio(+), lender darah (+) à Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi
usus yang lama
Radiologis:

Fotoabdomen 3 posisi

Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus) à DAH

Colon In loop berfungsi sebagai :


 Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi
 Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian <
24 jam

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses
dan udara

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada
umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya
adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed
tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.Pada penderita
dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi
diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium di tempat ini.

Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika
barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance
yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini
ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan
(Cohn 1976).

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat perjalanan
penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu bertahun – tahun.Keadaan ini
lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964).Biasanya ditemukan
suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari
literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa.Beberapa penulis tidak
menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu
demikian lama.Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah
intususepsi khronis.Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya bahwa
penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1
minggu.Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini
adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium
yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan
dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam
waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat
suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan
bedah menjadi diperlukan.

Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :

 Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas).
 Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed Tomography)
Penatalaksanaan 
Dasar pengobatan adalah :

 Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.


 Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
 Antibiotika.
 Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika
pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang
lebih baik.

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup
dua tindakan :

Reduksi hidrostatik 
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan
tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang
keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
Reduksi manual (milking) dan reseksi usus 
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami
gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen,
feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien
segera dipersiapkan untuk suatu operasi.Laparotomi dengan incisi transversal interspina
merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung
kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus
dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan
apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka
dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan.Diagnosis pada saat pembedahan
tidak sulit dibuat.Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya
adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi,
dengan tidak usah melakukan usaha reduksi.Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan
usaha reduksi dengan hati-hati.Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak
perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak
ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990).Tumor benigna
harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup
harus dikerjakan.

1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi
usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah
terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif 
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya
intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah
reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu
neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3.Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat

Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang terlibat, pendapat
lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end
atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka
tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca
gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada
usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada
pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose .

3. Pasca Operasi

 Hindari Dehidrasi
 Pertahankan stabilitas elektrolit
 Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
 Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus

Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh besar, maka
tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya
pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis,
perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila
akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa
usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel
syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:

 adanya reseksi usus yang etensif


 diarhea
 steatorhe
 malnutrisi

Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan
gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan
sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat.
(Schrock, 1989).

Anda mungkin juga menyukai