Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

PNEUMONIA

Oleh:
PUTRI SARI
NIM. 1908436704

Pembimbing :
dr. Surya Hajar Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kesakitan

yang tinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum

berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di

dalam rumah sakit. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas

bawah akut di parenkim paru dijumpai sekitar 15-20%. 1

Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru yang ditandai dengan

ditemukannya konsolidasi dari bagian yang terkena dan alveolar yang terisi oleh

eksudat, sel radang, dan fibrin. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,

yaitu terbanyak disebabkan oleh bakteri dan virus, dapat juga disebabkan oleh

jamur dan parasit.2 Dalam keadaan normal dan dalam kondisi pertahanan paru

yang baik, tidak terdapat pertumbuhan mikroorganisme di paru. Namun pada

keadaan daya tahan tubuh menurun, mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi.

Pneumonia pada umumnya terjadi setelah infeksi pada hidung dan tenggorokan

yang menjalar ke paru-paru.1

Berdasarkan klinis dan epidemiologinya, pneumonia yang paling sering

adalah pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia komuniti

adalah suatu peradangan pada paru yang didapat dari masyarakat sedangkan

pneumonia nosokomial adalah suatu peradangan pada paru yang terjadi setelah 48

jam dirawat dirumah sakit.3 Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang

menyebabkan angka kematian di dunia, 1,2,4


Pneumonia merupakan salah satu permasalahan utama dalam bidang

kesehatan respirasi. Data dari World Health Organization tahun 2008

menyebutkan infeksi saluran pernafasan bawah sebagai penyebab utama kematian

di negara miskin dan berkembang.4 Insiden dan prevalensi di Indonesia tahun

2013 adalah 1,8 % dan 4,5 %. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan

prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur,

Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.5,6


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 Definisi

Pneumonia secara umum adalah peradangan yang mengenai parenkim

paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius,

dan alveoli dengan karakteristik terdapatnya konsolidasi dari bagian yang terkena
1,7
dan alveolar yang terisi oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Secara klinis

pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru akut yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk kedalam pneumonia. Sedangkan

peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,

aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.1

2.1.2 Epidemiologi

Insidensi pneumonia di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang pertahun

dengan angka kematian 10%. Prevalensi pneumonia tahun 2000 di Indonesia

adalah 2,1%.1 Data dari SEAMIC Health Statistic 2001 menyebutkan bahwa

pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 9 di Brunei, nomor 7 di

Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand, nomor 3 di Vietnam dan

nomor 6 di Indonesia.1 Berdasarkan penelitian di Manado pada 2015 didapatkan

data bahwa berdasarkan jenis kelamin laki–laki (55%) lebih banyak mengidap

pneumonia dari pada perempuan (45%).8


2.1.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri,

virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti di luar negeri utamanya

disebabkan oleh bakteri gram positif, pneumonia rumah sakit disebabkan oleh

bakteri gram negatif dan pneumonia aspirasi disebabkan oleh bakteri anaerob.2,4

Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil

dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi

aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.2

Pada penelitian di RS DR. Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan pada

pneumonia komuniti disebabkan oleh Klebsiella pneumonia (47,7%) dan

Streptococcus pneumonia (20%).9

Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan

bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia

komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari

beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan

Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi

yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :1

o Klebsiella pneumoniae 45,18%

o Streptococcus pneumoniae 14,04%

o Streptococcus viridans 9,21%

o Staphylococcus aureus 9%

o Pseudomonas aeruginosa 8,56%

o Steptococcus hemolyticus 7,89%

o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%

Pneumonia berdasarkan penyebabnya dibagi atas:9

a. Pneumonia tipikal

Yaitu pneumonia yang disebabkan oleh satu atau lebih patogen yang

tradisional. Dapat terjadi pada semua usia dan beberapa bakteri tendensi

menyerang sesorang yang peka, contohnya klebsiella pada penderita yang

alkoholik. Bakteri tipikal yang sering dijumpai yaitu streptococcus

pneumoniae, haemopillus influenza dan moraxel lacatarrhalis.

b. Pneumonia atipikal

Yaitu pneumonia yang tidak disebabkan oleh satu atau lebih patogen yang

tradisional. Bakteri atipik yang sering dijumpai seperti Mycoplasma

Pneumoniae, Chlamydia Pneumoniae, Legronella Spp, dan lain-lain.

c. Pneumonia virus

Yaitu pneumonia yang disebabkan oleh infeksi dari virus. Virus yang sering

dijumpai adalah Influenza A,B dan C, Rhinovirus, Parainfluenza,

Coronavirus, Adenovirus.

d. Pneumonia Jamur

Yaitu pneumonia yang disebabkan oleh infeksi jamur. Pneumonia jamur ini

pada umumnya ditemukan pada penderita dengan immunocompromised

seperti penderita AIDS.1,2,4,9


2.1.4 Faktor Risiko

Faktor risiko dari pneumonia yaitu :9,10

1. Usia yang sangat muda atau tua. Pada usia muda sistem imun belum terbentuk

secara baik dan pada usia tua sistem imun mulai melemah dan reflek batuk

yang tidak baik.

2. Pasien dengan penyakit kronik, seperti AIDS, sicklecell anemia, gagal ginjal

kronis, diabetes, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit paru obstruktif

kronik.

3. Perokok, asma dan alkoholik

4. Dirawat dirumah sakit, menggunakan ventilasi atau intubasi.

2.1.5 Klasifikasi

Pneumonia diklasifikasikan menjadi :1,2,4

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia/CAP)

Yaitu pneumonia yang didapatkan dari masyarakat apabila pasien tidak

pernah dirawat atau berada di fasilitas kesehatan lebih dari 14 hari sebelum

muncul gejala.

b. Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia/)

Pneumonia yang terjadi setelah 48 jam masuk rumah sakit. Ventilator

associated pneumonia adalah pneumonia yang terjadi setelah 48 jam

penggunaan intubasi endotrakeal. Pneumonia jenis ini berbahaya karena

kondisi penderita yang sudah sakit dan mikroorganisme yang berada di

rumah sakit cenderung resisten terhadap antibiotik.


c. Pneumonia aspirasi

Pneumonia yang terjadi karena masuknya benda asing, baik dari dalam

tubuh atau dari luar tubuh ke dalam saluran pernapasan.

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

Pneumonia yang terjadi pada pasien dengan keadaan imun yang jelek,

seperti pada penderita Acquired Immuno deficiency Syndrome (AIDS).

2. Berdasarkan lokasi 2,9

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia yang mempengaruhi lobus paru.

b. Bronchopneumonia

Pneumonia yang mempengaruhi bronkus, bronkiolus, dan alveolus.

c. Interstisial pneumonia

Pneumonia yang mempengaruhi jaringan sekitar jalur pernapasan.

2.1.6 Patofisiologi

Mikroorganisme penyebab pneumonia menjalar kesaluran pernapasan

bawah dan dapat menginfeksi paru-paru. Ada beberapa cara mikroorganisme

mencapai saluran napas :

1. Inokulasi langsung

a. Intubasi trakhea

b. Luka tembus yang mengenai paru

2. Penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru, seperti

endokarditis

3. Inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman


4. Kolonisasi di permukaan mukosa, aspirasi sekret orofaring yang

mengandung kuman.

Mikroorganisme yang masuk ke parenkim paru kemudian berkembang

biak dan dengan cepat masuk kedalam alveoli dan melalui interalveolarisa dan

percabangan bronkus menyebar ke alveoli-alveoli lainnya. Luasnya jaringan paru

yang terkena selain tergantung kepada jumlah dan virulensi mikroorganisme juga

tergantung kepada kemampuan kuman merangsang timbulnya reaksi inflamasi

dan daya tahan tubuh penderita.8

2.1.7 Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1

a. Gambaran Klinis

Dari anamnesis dapat ditemukan gejala-gejala yang serupa untuk semua

jenis pneumonia. Adapun gejala-gejalanya meliputi:

1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C

2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah

3. Sesak napas

4. Nyeri dada

b. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada

inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi

fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara

napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronkhi basah halus,

yang kemudian menjadi ronki basah kasar.


c. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran Radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai

konsolidasi dengan air bronchogram serta gambaran kavitas. Foto toraks saja

tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan

petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris

tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa

sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi

pada lobus kanan atas meskipun dapat mengenai beberapa lobus.7

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan

dahak, kultur darah dan serologi.

c. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

aspirasi jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi.

a. Pemeriksaan Khusus

Adapun pemeriksaan khusus pada kasus pneumonia adalah titer antibodi

terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik adalah bila titer

tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Selain itu analisis gas darah dilakukan untuk

menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.


2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia terdiri atas pengobatan suportif dan

pengobatan antibiotik. Pengobatan suportif yaitu perbaikan dari kondisi umum

dengan rehidrasi cairan dan obat-obatan yang meringankan gejala penyerta.

Pengobatan antibiotik perlu disesuaikan dengan hasil kultur mikroorganisme dan

tes resistensi, tetapi pada beberapa keadaan seperti keadaan yang mengancam

jiwa, kultur yang meragukan, dan lamanya waktu biakan, dapat diberikan

antibiotik spektrum luas. Berdasarkan bakteri penyebab, dapat diberikan antibiotik

sebagai berikut :
Tabel 2.1 Jenis bakteri dan antibiotik
1

Jenis bakteri Antibiotik

Streptococcus pneumonia sensitif - Penisilin, TMP-SMZ,


penisilin - Makrolid
Streptococcus pneumonia Resisten - Betalaktam oral dosis tinggi,
penisilin ceftriaxone,
- makrolid dosis tinggi,
- flurokuinolon respirasi
Pseudomonasaeruginosa - Aminoglikosida,
- Seftazidim, sefoperason,
- sefepim, tikarsilin,
- karbapenem,
- Ciproloksasin, Levofloksasin
Staphylococcusaureus resistensi - Vankomisin
methicillin - Tygecyclin
- Linezolid
Hemophillusinfluenzae - TMP-SMZ
- Azitromicin
- Sefalosporin gol 2 atau 3
- Flurokuinolon respirasi
Legionella - Makrolid
- Flurokuinolon
- Rifampisin
Mycoplasmapneumoniae - Doksisiklin
- Makrolid
- Flurokuinolon
Chlamydiapneumoniae - Doksisiklin
- Makroid
- Flurokuinolon

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah efusi pleura, emfisema, abses paru,

pneumotoraks, gagal napas dan sepsis.1,11

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :
Nama : Tn. F
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai honor
Status : Belum Menikah
Alamat : Perum Cipta Karya Indah Blok E Kecamatan Tampan Pekanbaru.

ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama :

Sesak nafas 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

- 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan terus


menerus, sesak yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Sesak tidak
dipicu oleh paparan debu, makanan ataupun cuaca dingin. Sesak tidak
dipengaruhi oleh posisi. Sesak tidak disertai dengan bunyi “ngik”. Nyeri pada
dada (-). Sesak napas juga disertai dengan batuk berdahak disertai lendir
berawarna putih(+), darah (-). Pasien juga mengeluhkan mengalami demam,
menggigil (-) pasien juga mengeluhkan berkeringat malam hari (+). Pasien
juga mengatakan bahwa berat badan pasien turun lebih kurang 10kg. Mual (-),
muntah (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
- Pasien kemudian dibawa ke RS Swasta dan di rawat di ruang isolasi pinere
selama 1 minggu. Setelah dirawat Pasien dilakukan pemeriksaan Covid, HIV
dan pemeriksaan sputum BTA. Pasien mengatakan bahwa keluhan sesak yang
dirasakan semakin memberat. Batuk berdahak berwarna kuning dan pasien
mengalami demam. Dari hasil pemeriksaan pasien HIV (+) covid (-) BTA (-).
Pasien kemudian dirujuk ke RSUD AA

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat TB dan konsumsi OAT (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat kontak dengan penderita TB (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga menderita penyakit yang sama (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Tidak ada keluarga yang menderita TB
- Di lingkungan tempat tinggal tidak ada yang menderita TB
Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai pegawai honor dari tahun 2014
- Riwayat merokok (+) 16 tahun konsumsi 2 bungkus/hari IB 512 (Resiko
berat)
- Riwayat konsumsi alkohol (+)
- Riwayat sex bebas tidak diketahui.
- Riwayat menggunakan NAPZA tidak diketahui
- Rumah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup
- Rumah dihuni oleh 1 orang
- Wilayah tempat tinggal padat penduduk
Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 134 x/menit
- Nafas : 33 x/menit
- Suhu : 39 oc
- Keadaan gizi : BB = 48 kg TB = 164 cm , IMT : 17,8
(underweight)
Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil bulat 2 mm,
isokor, reflek cahaya direk (+/+), reflek cahaya indirek (+/+)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat 5-2
cmH2O
- Mulut : candidiasis oral (+)
Thorax
- Paru:
Inspeksi : Gerakan dinding dada kanan kiri simetris, scar (-), retraksi
intercostal (-), pelebaran sela iga (-), barrel chest (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial LMC sinistra sinistra SIK V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : Linea midcalvicula sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, M1>M2, A2>A1, A2>P2 murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut cekung, venektasi (-), scar (-), caput medusa (-),
vena kolateral (-)
Auskultasi : Bising usus normal,frekuensi 10 kali/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-),CRT < 2 detik, turgor kulit
kmbali cepat, edema (-).
Diagnosis Kerja
Pneumoni Komunitas

Diagnosis Banding
TB paru klinis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin tanggal 19 Juni 2020
Hb : 10 gr % ↓
Leukosit : 9.780/UI
Trombosit : 313.000/UI
Hematokrit : 29, % ↓
MCH : 28,8 pg
MCV : 83,6 fl
MCHC : 34,3 g/dl

Kimia darah tanggal 19 Juni 2020


Ureum : 13 mg/dL
Kreatinin : 0,55 mg/dL
GDS : 94 mg/dL
Na+ : 128 mmol/L↓
K+ :
3,6 mmol/L
Chlorida : 96 mmol/L
AST : 33 U/L
ALT : 21 U/L

Tanggal 14 Juni 2020


Albumin : 2,44 g/dL ↓
BTA : Negatif
CD 4 :4
Foto toraks tanggal 13 Juni 202
0 • Identitas sesuai

• Foto AP

• Marker R

• Kekerasan cukup

• Tulang dan jaringan lunak baik

• Sudut kosto frenikus dekstra sulit dinilai,


sinistra lancip

• Diafraghma pada paru dekstra dan sinistra


Usulan Pemeriksaan Penunjang tidak licin/tenting
1. Laboratorium : elektrolit, AGDA
• CTR 40,9%
2. Pemeriksaan kultur
• Cor: normal
3. Uji Xpert MTB/RIF
• Pulmo:

- Tampak gambaran infiltrat pada seluruh


lapang paru

• Kesan :

Infitrat pada paru dekstra dan sinistra

Pneumonia dd TB paru klinis


Resume

Tn. F, 33 tahun datang ke IGD RSUD Arifin Achmad rujukan RS AB

Panam dengan keluhan sesak sejak 1 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan

keluhan sesak disertati batuk berdahak, setelah di rawat di RS pasien

mengeluhkan sesak semakin meberat disertai demam, keringat malam (+). Mual

(-), muntah (-) setiap kali batuk berisi dahak berwarna kekuningan, nafsu makan

menurun (+), buang air kecil tidak ada keluhan, buang air besar tidak ada keluhan.

Pasien tidak memiliki riwayat dalam mengalami TB ataupun minum OAT. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan, TD 100/70 mmHg, frekuensi pernafasan meningkat

33x/menit, pada mata konjungtiva anemis, pada mulut di temukan candidiasis oral

dan pada pemeriksaan paru auskultasi ditemukan ronkhi (+). Hasil pemeriksaan

laboratorium ditemukan adanya, anemia normositik normokrom (Hb 10 mg/dl,

MCH 28,8 pg dan MCV 83,6 fl), Dari foto thorax: terdapat infiltrat bilateral.

Daftar Masalah
 Pneumonia nosokomial
 St HIV (+)

Rencana Penatalaksanaan:
Non farmakologi
• Tirah baring
• 02 5L/menit menggunakan nasal kanul
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/8 jam
• Diet dengan komposisi yang seimbang ( karbohidrat, protein, lemak)
• Jika panas tinggi dikompres

Farmakologi
• Inj. omeprazole 2 x 40 mg iv
• Curcuma tab 1x1
• N-acetyl cysteine 3x200 mg
• Cotrymoksazole 1x 960mg
• OAT 4 FDC 1x3
• 9 candistanin drop 4 x 1 cc
• Azitromicin 1 x 500mg

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini ditegakkan diagnosis Pneumonia Nosokomial. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Keluhan sesesak nafas dan batuk berdahak serta demam pada pasien

dapat dimungkinkan karena pneumonia atau tuberkulosis. Keluhan sesak, batuk

dan demam yang dirasakan oleh pasien semakin memberat setelah dirawat 1

minggu di rs sebelumnya. Kemungkinan tuberkulosis dapat disingkirkan pada

pasien ini karena dari anamnesis ditemukan gejala yang sifatnya akut, disertai

demam tinggi. Pada tuberkulosis biasanya ditemukan gejala yang bersifat kronik,

demam yang tidak terlalu tinggi (subfebris). Namun penulis tetap membuat

diagnosa banding TB paru klinis.

Dari hasil pemeriksan fisik juga ditemukan pernafasan cepat 33x/menit,

tekanan darah yang rendah 100/60 mmHg dan pemeriksaan paru ditemukan

auskultasi ronkhi. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya Hb 10 mg/dl

dengan MCH 28,8 pg dan MCV 83,6 fl. Hasil pemeriksaan foto thoraks

menunjukkan adanya infiltrat pada paru dekstra dan sinistra.. Berdasarkan hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini, maka

diagnosis pasien ini adalah pneumonia nosokomial.

Klasifikasi pneumonia pada pasien ini adalah pneumonia nosokomial yang

didapat di rumah sakit ditandai dengan keluhan muncul 48 jam setelah pasien

masuk kerumah sakit. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia pada

pasien ini menurut ATS termasuk pneumonia berat karena dijumpai frekuensi

nafas >30x/menit dan foto thoraks paru menunjukkan kelainan bilateral.7

Penatalaksanaan pneumonia terdiri atas pengobatan suportif dan

pengobatan antibiotik. Pengobatan suportif yaitu perbaikan dari kondisi umum


dengan rehidrasi cairan dan obat-obatan yang meringankan gejala penyerta.

Pengobatan antibiotik perlu disesuaikan dengan hasil kultur mikroorganisme dan

tes resistensi, tetapi pada beberapa keadaan seperti keadaan yang mengancam

jiwa, kultur yang meragukan, dan lamanya waktu biakan, dapat diberikan

antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik sebenarnya harus berdasarkan dari

hasil kultur. Akan tetapi pada pneumonia diberikan terapi empiris. Pemberian

terapi kotrimoksazole pada pasien ini karena pada pneumonia dengan

imunokompromise diberikan terapi trimetroprim-sulfametoksazole.Trimetroprim-

sulfametoksazole (TMX-SMX) oral atau intravena selama 21 hari merupakan obat

pilihan untuk menatalaksana Pneumonia dengan atau tanpa HIV. Pemberian terapi

(TMX-SMX) diberikan selama 21 hari dan respon terapi umumnya terjadi pada 8

hari pertama.

Penurunan berat badan dan pasien mengeluhkan nafsu makannya berkurang.

Hal ini terjadi akibat kurangnya intake zat gizi dalam segi kuantitas, yang

diperburuk dengan kurangnya kualitas zat gizi itu sendiri dalam waktu yang lama

maka dapat diberikan edukasi untuk diet makanan karena asupan gizi sangat

diperlukan dalam keadaan infeksi berat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pneumonia komunitas – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di
Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2003.

2. Pneumonia nosokomial – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di


Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2003.

3. Yusanti M, Khairsyaf O, Medison I. Koinfeksi Virus pada pneumonia


komunitas : Studi potong lintang. Jurnal Respirasi Indonesia Vol. 33, no.2,
April 2013.

4. Pneumonia. National Heart, Lung, and Blood Institue.


Http://www.nhlbi.nih.gov

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia


2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.2014; 139-40.

6. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI.2013; 67-8

7. Dahlan Z, Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD RSCM; 2009
8. Langke N, Ali HR, Simanjuntak LM. Gambaran Foto Toraks Pneumonia di
Bagian/SMF Radiologi FK UNSRAT/RSUP Prof. Dr.RD Kandou Manado
Periode 1 April – 30 September 2015. FK Universitas Sam Ratulangi.
Manado. 2015

9. Pneumonia : Emerging trends in diagnosis and care. July, 2012.

10. Mulyadi, Asmalia N, Yurikno A. Etiology and risk factor community


acquired pneumonia in DR. Zainoel Abidin Hospiyal, Banda Aceh. Folia
Medica Indonesiana Vol. 47 no.2, Juni 2011.

11. Lindhart T, Klausen H, Christiansen C, Smith L, etal.Elderly patient with


community acquired pneumoniae are not treated according to current
guidelines. Danish Medical Journal Vol. 60 no.2. Februari 2013.

Anda mungkin juga menyukai