Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

TERAPI INTERVENSI PADA NYERI KEPALA TIPE KLASTER


INTERVENTIONAL THERAPY OF CLUSTER HEADACHE
Hanik Badriyah Hidayati,* Santoso,** Isti Suharjanti,* Mohammad Hasan Machfoed*

ABSTRACT
Cluster headache previously known as varian of migrene, is neurovascular headache characterized by unilateral
headache and associated with ipsilateral cranial otonomic signs. Diagnosis of cluster headache is made from history
taking and physical examination. The main management of cluster headache is pharmacotherapy. In patients with resistant
cluster headache regarding pharmacotherapy, interventional therapies such as radiofrequency of pterygopalatine and
occipital nerve stimulation are might be needed. Eventhough relatively safe, interventional therapy have some side
effects. This article reviews theurapeutic aspects of cluster headache focus on interventional therapy in order to get better
understanding of comprehensive management of cluster headache.
Keyword: Cluster headache, occipital nerve stimulation, pterygopalatine ganglion, radiofrequency

ABSTRAK
Nyeri kepala tipe klaster yang sebelumnya dikenal sebagai bentuk varian dari migren, merupakan nyeri kepala
neurovaskuler yang ditandai dengan nyeri kepala unilateral dan berhubungan dengan tanda-tanda otonom kepala ipsilateral.
Diagnosis nyeri ini adalah berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan terapi utama berupa farmakoterapi. Namun
pada pasien yang resisten dengan farmakoterapi, dapat dipertimbangkan modalitas terapi intervensi, seperti radiofrekuensi
pada ganglion pterigopalatina dan stimulasi nervus oksipitalis. Walaupun relatif aman, terapi intervensi juga memiliki
beberapa efek samping. Oleh karena itu, perlu diketahui aspek terapeutik dari nyeri kepala tipe klaster, terutama terapi
intervensi untuk menambah khasanah pengetahuan penanganan nyeri ini secara komprehensif.
Kata kunci: Nyeri kepala tipe klaster, ganglion pterigopalatina, radiofrekuensi, stimulasi nervus oksipitalis

*Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga, Surabaya; **Departemen Biokimia FK Universitas Diponegoro, Semarang.
Korespondensi: jw.santoso@gmail.com

PENDAHULUAN kepala tipe klaster. Meskipun memiliki prevalensi yang


Nyeri kepala tipe klaster pada mulanya dikenal rendah, nyeri kepala tipe klaster memberikan dampak
sebagai varian pada migren. Pada tahun 1952, Kunkle yang besar terhadap sosio-ekonomi. Hampir 80%
dkk menggunakan istilah klaster. Nyeri kepala pasien melaporkan memiliki keterbatasan aktivitas
tipe klaster memiliki beberapa nama lain yaitu: harian baik saat serangan maupun di luar serangan.4-5
neuralgia migren dari Harris, neuralgia silier, dan Terapi utama nyeri kepala tipe klaster adalah
sebagainya.1-2 Berdasarkan lokasi dan gejala yang farmakoterapi untuk mengurangi gejala, memper-
menyertainya, nyeri ini juga dikenal sebagai sefalgia pendek durasi serangan, mencegah serangan, dan
otonom trigeminal yang ditandai dengan nyeri kepala mengurangi jumlah serangan.3 Suntikan ergotamin
unilateral tajam, seperti terikat dan berhubungan dan sumatriptan merupakan terapi abortif serta efektif
dengan tanda-tanda otonom kepala ipsilateral.3 untuk mengurangi gejala saat serangan. Verapamil,
Serangan nyeri kepala tipe klaster biasanya prednison, dan litium memiliki efek profilaksis
memiliki irama sirkadian atau tahunan yang dapat untuk mengurangi jumlah serangan nyeri kepala tipe
dipicu oleh vasodilator seperti alkohol, nitrogliserin, klaster.3 Nyeri kepala ini kadang resisten terhadap
histamin dan paparan tembakau.4-5 Prevalensinya berkisar obat, sehingga diperlukan modalitas terapi lain, salah
antara 0,5-1/1000. Serangan pertama muncul pada satunya berupa terapi intervensi, seperti penggunaan
usia 20-40 tahun dan jarang pada anak-anak.6 Berbeda radiofrekuensi pada ganglion pterigopalatina dan
dengan migren, nyeri kepala tipe klaster lebih sering stimulasi nervus oksipitalis.
terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-laki dibanding Artikel ini menjelaskan terapi intervensi
wanita sebesar 5:1.6 Prevalensi tersebut meningkat radiofrekuensi dan stimulasi nervus oksipitalisis
pada pasien dengan riwayat keluarga menderita nyeri untuk pendekatan terapi nyeri kepala tipe klaster

145 Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017


Tinjauan Pustaka
yang resisten terhadap farmakoterapi. Diharapkan injeksi konjungtiva, dan kemerahan pada wajah.
artikel ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan Irama siklik serangan nyeri kepala tipe klaster
dalam melakukan tata laksana nyeri kepala tipe klaster dikaitkan dengan aktivasi area di hipotalamus
secara komprehensif. anterior, terutama nukleus suprakiasmatikum yang
PEMBAHASAN berfungsi sebagai pacemaker dan bertanggung
jawab untuk mengendalikan irama sirkadian dari
Penyebab dan patofisiologi dari nyeri kepala
sekresi hormon, serta siklus tidur-bangun.10,12
tipe klaster masih belum jelas. Beberapa teori
Nukleus suprakiasmatikum memberikan proyeksi
menyatakan bahwa penyebab dari nyeri kepala tipe
serabutnya ke nukleus hipotalamus lainnya dan
klaster adalah karena pelebaran pembuluh darah,
ke kelenjar pineal yang bertanggung jawab untuk
stimulasi nervus trigeminus, pelepasan histamin
produksi melatonin. Melatonin merupakan penanda
oleh sel mast, faktor genetik, dan aktivasi sistem
irama sirkadian yang sekresinya diatur oleh nukleus
saraf otonom.4 Penjelasan tersebut dibantu dengan
suprakiasmatikum. Pada pasien dengan nyeri kepala
pencitraan, seperti positron emission tomography (PET)
tipe klaster didapatkan gangguan pola sirkadian
atau magnetic resonance imaging (MRI) fungsional.6
sekresi melatonin dan kortisol.11
PET membuktikan bahwa pada kondisi akut, ditemukan
aktivasi substansia grisea hipotalamus bagian posterior Diagnosis
maupun anterior.4,7-8 Diagnosis nyeri kepala tipe klaster diperoleh
Nyeri kepala tipe klaster disebut juga sebagai berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
sefalgia otonom trigeminal karena terdapat tiga aspek walaupun pemeriksaan fisik tidak ditemukan hasil
dasar, yaitu distribusi nyeri yang sesuai dengan divisi yang spesifik.6 Nyeri terasa tajam, unilateral, seperti
nervus trigeminus, adanya karakteristik otonom, terikat, dan kuat di sekitar atau di belakang mata.
dan irama siklik dari serangannya. Distribusi nyeri Nyeri kadang muncul bersamaan dengan tanda
sering dikaitkan dengan status nervus trigeminus disregulasi otonom ipsilateral berupa mata merah
yang hiperaktif hingga meningkatkan sekresi dan berair, kongesti hidung atau rinorea, serta dapat
neuropeptida, yaitu calcitonin gene-related peptide muncul miosis atau ptosis (Tabel 1). Diperlukan
(CGRP), substansi P, dan peptida vasoaktif intestinal pemeriksaan pemeriksaan darah dan radiologis untuk
ke sirkulasi kranial.8-9 Adanya aktivasi tersebut menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala.6
juga menyebabkan stimulasi pada serabut saraf
Tabel 1. Karakteristik Gejala Otonom pada Nyeri Kepala tipe Klaster
Topis Manifestasi Klinis
Kepala Lakrimasi atau injeksi konjungtiva
Rinorea atau kongesti nasal
Berkeringat di kepala atau wajah
Miosis dan atau ptosis
Edema palpebra atau jaringan orofasial (termasuk palatum dan gingiva)
Kemerahan atau pucat pada wajah
Bengkak pada mata atau jaringan orofasial termasuk mulut
Terdapat lokasi “titik dingin” pada sisi yang nyeri (biasanya supraorbita)
Sistemik Bradikardia
Vertigo dan ataksia
Sinkop
Hipertensi
Peningkatan produksi asam lambung
Diterjemahkan dari Pearce. Cluster headache and its variants.3

parasimpatis yang berjalan bersama nervus fasialis,


Tanda miosis atau ptosis dapat tetap ada saat
dan berakhir di ganglion pterigopalatina, sehingga
di antara serangan, sedangkan tanda otonom lainnya
muncul tanda otonom seperti lakrimasi, rinorea,
cenderung muncul bersamaan dengan serangan.3 Bentuk

Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017 146


Tinjauan Pustaka
serangan nyeri kepala klaster kadang sulit dibedakan perubahan bentuk episodik menjadi kronik adalah
dengan migren pada umumnya, namun ada beberapa kebiasaan merokok serta konsumsi alkohol dan kopi.
cukup khas, seperti pada Tabel 2.3 Tanda khas nyeri Selain itu, lamanya sakit, awitan munculnya serangan,
kepala tipe klaster adalah didapatkan tanda otonom dan jenis kelamin, juga mempengaruhi pergeseran dari
ipsilateral yang bisa juga muncul pada migren bentuk episodik menjadi kronik.7
walaupun tidak menonjol dan kadang bilateral.6,9 Walaupun gambaran klinis nyeri kepala tipe klaster
Durasi nyeri kepala klaster dapat terjadi antara sangat spesifik, perlu dipertimbangkan kemungkinan
15-180 menit yang muncul 1-3 kali dalam sehari penyebab lain pada struktur kepala dan leher, seperti

Tabel 2. Perbedaan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala Tipe Kepala Klaster dengan Migren
Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Klaster Migren
Jenis Kelamin Lebih sering pada laki-laki (10:1) Lebih sering pada wanita (3:2)
Aura Tidak ada Dapat muncul aura visual atau sensorik (25%)
Distribusi Unilateral Kadang bilateral atau hemikranial pada sisi yang
lainnya
Durasi 30-120 menit 12-48 jam
Riwayat keluarga Biasanya negatif Terdapat anggota keluarga menderita migren
(70%)
Periodisitas Nyeri muncul setiap hari selama 4-12 Serangan berupa serangan tunggal dengan inter-
minggu val bebas nyeri
Frekuensi Selama serangan, muncul 1-3 kali tiap hari, Serangan berlangsung 1-2 hari, sering dimulai
sering pada waktu tidur saat bangun tidur
Remisi 6-18 bulan Remisinya lebih pendek
Diterjemahkan dari Pearce. Cluster headache and its variants.3

untuk periode 4 minggu sampai 4 bulan. Serangan karsinoma nasofaring, meningioma sfenoid, diseksi
biasanya muncul pada malam hari, satu jam setelah arteri karotis, diseksi arteri vertebralis, adenoma
onset tidur dan berhubungan dengan tidur REM hipofisis, atau aneurisma.5
(rapid eye movement). Serangan ini sering muncul Manajemen Konservatif
pada waktu-waktu yang dapat diprediksi atau pada
Terapi nyeri kepala tipe klaster terdiri atas
waktu yang tidak terduga.5-6
terapi simtomatik (abortif) dan preventif (profilaksis).
The International Classification of Headache Terapi abortif bertujuan untuk mengurangi gejala
Disorders, 3rd edition (beta version) menyusun dan memperpendek durasi serangan, sedangkan
kriteria diagnosis nyeri kepala tipe klaster dan profilaksis untuk mencegah dan mengurangi jumlah
mengklasifikasikannya menjadi dua bentuk, yaitu serangan.4-5
episodik dan kronik (Tabel 3).1 Tipe episodik
Terapi abortif berupa pemberian oksigen,
berlangsung dari beberapa minggu sampai bulan,
sumatriptan subkutan, dan ergotamin tartat sublingual.3
dengan frekuensi serangan bervariasi dari satu
Oksigen 100% diberikan melalui masker 7L/menit
serangan dalam 2 sampai 8 per hari. Setelah periode
selama 10-15 menit. Terapi ini efektif dan aman, 70%
tersebut, pasien memiliki periode satu atau lebih
kasus berkurang serangannya selama 15-30 menit.6
bebas serangan sebelum muncul serangan berikutnya.
Mekanisme terapi oksigen dalam mengurangi nyeri
Sebagian kecil pasien mengalami perubahan dari masih belum jelas. Teori tertua menyatakan bahwa
episodik menjadi kronik, dengan serangan harian oksigen adalah vasokonstriktor. Schuh-Hofer dkk
muncul selama setahun. Nyeri kepala tipe klaster membuktikan bahwa oksigen menghambat proses
episodik lebih sering dijumpai dibandingkan tipe inflamasi melalui hambatan terhadap ekstravasasi
klaster kronik. Namun tidak diketahui rasio yang pasti.7 protein neurogenik plasma. Akerman dkk berpendapat
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan bahwa oksigen tidak mempengaruhi nervus trigeminus

147 Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017


Tinjauan Pustaka
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Tipe Klaster diperlukan pemeriksaan elektrokardiografi sebelum
Kriteria Keterangan maupun selama pemberian terapi.8
Minimal terdapat lima kali serangan yang Prednison memiliki efek yang baik dalam
A
memenuhi kriteria B-D nyeri kepala tipe klaster, tetapi bukti ilmiahnya masih
Nyeri unilateral di daerah orbita, supraorbita sedikit.3 Litium 200mg selama 3-5 kali per hari juga
B dan atau temporal yang berlangsung 15-180 dapat mengurangi frekuensi serangan nyeri kepala
menit tanpa terapi
klaster yang dilaporkan oleh 50-60% pasien pada
Nyeri kepala berhubungan dengan minimal
C satu dari tanda berikut yang muncul pada sisi
penelitian double-blind placebo controlled dengan
yang sakit: konsentrasi dalam plasma sekitar 0,6-1,2 mmol/l.1
• Injeksi konjunctiva dan/atau lakrimasi Namun kelemahan litium adalah jendela terapi yang
• Kongesti nasal dan/atau rinore sempit, sehingga dapat menyebabkan intoksikasi
• Berkeringat di daerah dahi atau wajah serta mempengaruhi keseimbangan cairan, elektrolit,
• Miosis dan/atau ptosis
dan fungsi ginjal.8
• Flushing di daerah dahi dan wajah Pemberian edukasi kepada pasien juga memegang
• Edema palpebral peranan yang penting, yaitu menghindari faktor pencetus
• Sensasi penuh di dalam telinga dengan menghentikan merokok, konsumsi alkohol,
• Rasa capek atau agitasi serta modifikasi gaya hidup.4
D Frekuensi serangan: 1–8 kali serangan per hari Manajemen Intervensi Nyeri Kepala Tipe Klaster
Diterjemahkan dari International Headache Society. The Nyeri kepala tipe klaster kadang resisten
International Classification of Headache Disorders. 2013.1
terhadap obat, sehingga diperlukan modalitas terapi
secara langsung, namun melalui hambatan terhadap lain, yaitu terapi intervensi invasif maupun non-
serabut parasimpatis kranial. Hal ini menjelaskan invasif seperti pembedahan, stimulasi otak dengan
bahwa oksigen berperan sebagai neuromodulator yang deep brain stimulation, penggunaan radiofrekuensi
bekerja pada tahap neurotransmiter dan deaktivasi pada ganglion pterigopalatina atau stimulasi nervus
arkus refleks trigemino-otonomik.11 oksipitalisis. Mekanisme kerja terapi intervensi sampai
Efektivitas pemberian sumatriptan subkutan saat ini masih belum jelas dan bukti ilmiah dari terapi
pada nyeri kepala tipe klaster telah dibuktikan pada intervensi tersebut masih lemah (2C+).12
penelitian secara double blind placebo controlled.
Radiofrekuensi pada Ganglion Pterigopalatina
Pada 70% pasien yang diterapi dengan sumatriptan
subkutan 6 mg, nyeri kepala tidak muncul selama Radiofrekuensi (RF) pada ganglion pterigopalatina
15 menit dibandingkan dengan 26% yang diterapi (GPP) telah banyak diteliti sebagai modalitas terapi untuk
dengan plasebo.3-6 nyeri kepala yang resisten terhadap farmakoterapi.
Terapi dilakukan dengan stimulasi ganglion
Terapi abortif yang ketiga adalah ergotamin
pterigopalatina.13 Penelitian retrospektif pada 56
tartat 2-4 mg sublingual. Tablet ergotamin tidak atau
pasien dengan nyeri kepala tipe klaster episodik dan
kurang efektif karena keterbatasan dalam penyerapan-
10 pasien dengan nyeri kepala tipe klaster kronik yang
nya. Pemberian subkutan atau intravena mungkin
resisten dengan terapi farmakologik, radiofrekuensi
lebih efektif, namun belum terbukti penelitiannya.5
memberikan hasil bebas nyeri pada 60,7% pasien
Beberapa obat digunakan untuk terapi profilaksis, pada kelompok dengan nyeri kepala tipe klaster
seperti verapamil, prednison, dan litium. Verapamil episodik, sementara hanya 3 dari 10 pasien dengan
120-480mg/hari yang efektif dan paling aman untuk nyeri kepala tipe klaster kronik memberikan hasil
profilaksis.6 Pada penelitian open-label, 69% pasien yang sama.5 Hasil tersebut menunjukkan bahwa RF
melaporkan terdapat penurunan frekuensi serangan pada GPP memberikan perbaikan pada nyeri kepala
setelah pemberian verapamil. Efek samping dari tipe klaster episodik tetapi tidak pada yang kronik.5
verapamil adalah fatique, nausea, pusing, konstipasi,
GPP terletak di fossa pterigopalatina serta
edema perifer, serta dapat terjadi aritmia, sehingga
terdiri atas serabut saraf sensorik, motorik, dan otonom

Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017 148


Tinjauan Pustaka
parasimpatis yang menginervasi pembuluh darah detik pada suhu 80oC, dan dapat digunakan ulang
meninges dan otak, mukosa nasal, kelenjar lakrimalis, sampai dua kali stimulasi.
otot-otot palpebra, dan konjunctiva.5 GPP memiliki
Stimulasi Nervus Oksipitalis
hubungan baik secara langsung maupun tidak
Stimulasi nervus oksipitalis (SNO) pada pasien
langsung dengan hipotalamus, nukleus salivatorius
dengan nyeri kepala tipe klaster yang refrakter
superior, sistem trigemino-vaskuler, meninges, dan
telah dipaparkan pada beberapa serial kasus dan
saraf somatik maupun otonom yang mensarafi kepala,
penelitian randomized control.12,17 SNO merupakan
wajah dan mata.10 GPP memiliki peran penting dalam
terapi yang sering digunakan karena teknik operasi
nyeri kepala serta gejala otonom yang berkaitan
yang sederhana dan tidak invasif, sehingga risiko
dengan nyeri kepala tipe klaster yang merupakan
komplikasi lebih rendah dibandingkan dengan terapi
hasil dari aktivasi refleks trigemino-otonomik.14-15
lainnya.15,18 Terapi ini memberikan hasil berupa
Stimulasi GPP menyebabkan penghambatan penurunan frekuensi serangan. Kelemahan terapi ini
aliran dari serabut parasimpatis postganglioner melalui adalah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
blokade hubungan nukleus salivatorius superior mendapatkan efek klinis dihitung sejak pemasangan
dan hipotalamus serta memodulasi pemprosesan elektroda, yaitu sekitar 2 bulan atau lebih.5,18
impuls pada nukleus trigeminal kaudalis, sehingga
Target dari terapi adalah stimulasi cabang
dapat mengurangi kadar substansi vasoaktif seperti
distal dari radiks segmen servikal 2-3 (C2-C3) yang
CGRP.5,13 Modulasi tersebut terjadi melalui aktivasi
berhubungan dengan nervus oksipitalisis mayor dan
serabut saraf sensorik nervus trigeminalis divisi
minor.10 Stimulasi dilakukan dengan pemasangan
kedua (V2).10 Stimulasi GPP dapat dilakukan dengan elektroda secara subkutan setinggi vertebra segmen
beberapa teknik, seperti blok anestesi, radiosurgery, servikal 1 (VC1) saat kondisi pasien sadar. Selanjut-
gamma knife, injeksi alkohol, dan RF. nya dilakukan pengujian elektroda untuk memastikan
Prosedur RF pada GPP dilakukan pada pasien lokasi parestesi sesuai dengan dermatom C2-3 dan
dengan posisi tidur telentang dan fosa pterigopalatina pemberian stimulasi dengan frekuensi tertentu.
diidentifikasi menggunakan fluoroskopi lateral. Garis Implantasi elektrode dapat dilakukan secara unilateral
digambar pada kulit melalui fossa dan titik dibuat maupun bilateral.10
tepat dibawah arkus zigomatikus. Kulit dianestesi Mekanisme kerja dari SNO untuk terapi nyeri
dan elektroda radiofrekuensi 100mm dimasukkan kepala tipe klaster masih belum jelas, dapat melalui
secara perlahan. Jarum ini secara hati-hati dimasukkan mekanisme sentral dan perifer.13 Mekanisme sentral
dengan arah superior dan anterior menggunakan dibuktikan menggunakan PET, dimana SNO
fluoroskopi lateral menuju titik anterosuperior dari menormalkan metabolisme bagian otak yang terlibat
fossa pterigopalatina. C-arm diletakkan pada posisi dalam pemrosesan nyeri. Efek sentral tersebut sering
anteroposterior, tip dari kanul harus berada di lateral dikaitkan dengan penyebaran serabut aferen C2
dari dinding nasal. Stilet dilepaskan dan probe RF dan trigeminal pada kompleks trigemino-servikal.
dipasang. Stimulasi saraf perifer dapat memberikan efek
Posisi elektrode dikonfirmasi dengan langsung pada saraf, seperti mempengaruhi modulasi
elektrostimulasi menggunakan 50Hz. Sangat penting kecepatan hantar saraf yang tergantung pada RF,
untuk menggunakan tip berukuran 2 mm, karena serta efek segmental dengan blokade transmisi input
dapat menyebabkan kerusakan pada N maksilaris nosiseptif dari serabut A delta dan serabut C.12-13
selama pembuatan lesi.5 Umumnya pasien merasakan Prosedur SNO dilakukan dengan posisi pasien
parestesi pada sisi lateral dan belakang hidung pada miring (lateral) atau telentang, tergantung dari generator
batas 0,4V.16 Tidak terdapat rasa parestesi pada yang digunakan. Tahap awal adalah pemasangan
palatum mole atau dagu bagian atas, karena hal ini elektroda setinggi VC1 melalui insisi pada garis
mengindikasikan stimulasi pada N. Maksilaris atau tengah yang dipandu oleh fluoroskopi. Elektrode ini
cabangnya. Setelah sejumlah kecil anestesi lokal dapat dipasang dengan posisi vertikal, transversal,
(maksimum 1mL), lesi dapat digunakan selama 60 atau oblik terhadap nervus oksipitalis mayor.19

149 Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017


Tinjauan Pustaka
Komplikasi Manajemen Intervensi 3. Pearce JMS. Cluster headache and its variants.
Postgrad Med J. 1992;68(801):517-21.
Komplikasi diantaranya dapat memberikan
4. Weaver-Agostoni J. Cluster headache. Am Fam
dampak mata kering, hipestesi pada palatum mole yang
Physician. 2013;88(2):122-8.
biasanya hilang setelah 6-8 minggu, perdarahan pada
5. Kleef MV, Lataster A, Narouze S, Mekhail N, Geurts
hidung dan pembengkakan dagu yang disebabkan JW, Zundert JV. Cluster headache. Pain Practice.
oleh hematom. Komplikasi lain adalah lesi pada N 2009;9:435-42.
maksilaris jika teknik dilakukan dengan tidak baik. 6. Beck E, Sieber WJ, Trejo R. Management of cluster
Kemungkinan komplikasi dapat diturunkan melalui headache. Am Fam Physician. 2005;71(4):717-24.
pemahaman anatomi yang baik, sehingga mampu 7. Favier I, Haan J, Ferrari MD. Chronic cluster
memperkirakan penempatan jarum dengan tepat headache: a review. J Headache Pain. 2005;6(1):3-9.
8. Alstadhaug KB, Ofte HK. Cluster headache. Tidsskr
sebelum dilakukan stimulasi pada saat terapi RF.5
Nor Legeforen. 2015;15:1361-4.
Komplikasi yang sering terjadi pada SNO 9. Gooriah R, Buture A, Ahmed F. Evidence-based
adalah perpindahan elektroda, sehingga memerlukan treatments for cluster headache. Therapeutics and
tindakan pembedahan.19 Kejadian infeksi juga Clinical Risk Management. 2015;11:1687-96.
pernah dilaporkan oleh Falowski dkk sebesar 17,9% 10. Pedersen JL, Barloese M, Jensen RH.
kasus, sehingga Joint Commision on Accreditation Neurostimulation in cluster headache: a review of
current progress. Cephalalgia. 2013;33(4):1179-93.
of Healthcare Organization (JCAHO) dan the
11. Petersen AS, Baeloese MC, Jensen RH. Oxygen
Centers for Medicaid and Medical Service (CMS) treatment of cluster headache: a review. Cephalalgia.
memberikan rekomendasi untuk mengurangi angka 2014;34(13):1079-87.
kejadian tersebut dengan memberikan antibiotik 12. Jurgens TP, Leone M. Pearls and pitfalls:
profilaksis 1 jam sebelum tindakan, meneruskan neurostimulation in headache. Cephalalgia. 2013;33
pemberian antibiotik profilaksis setiap 3 jam, dan (8):512-25.
menghentikan antibiotik profilaksis dalam 24 jam 13. Schwedt TJ, Vargas B. Neurostimulation for treatment
of migraine and cluster headache. Pain Medicine.
setelah tindakan. Antibiotik yang digunakan adalah
2015;16(9):1827-34.
golongan sefalosporin.19
14. Lainez MJA, Puche M, Garcia A, Gascon F.
KESIMPULAN DAN SARAN Sphenopalatine ganglion stimulation for the treatment
of cluster headache. Ther Adv Neurol Disord.
Diagnosis nyeri kepala tipe klaster berdasarkan 2014;7(3):162-8.
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dengan terapi utama 15. Lumbru G, Matharu MS. Peripheral neurostimulation
farmakoterapi. Modalitas terapi intervensi seperti RF in primary headache. Neurol Sci. 2014;35(Supl 1):
pada GPP dan SNO dapat dipertimbangkan untuk 877-81.
kasus yang resisten terhadap obat. Terapi intervensi 16. Jurgen TP, May A. Role of sphenopalatine ganglion
memiliki beberapa efek samping, sehingga perlu stimulation in cluster headache. Curr Pain Headache
Rep. 2014;18(433):1-6.
dilakukan penelitian berkaitan dengan mekanisme
17. Kinfe TM, Schuss P, Vatter H. Occipital nerve block
kerja dari terapi intervensi beserta efektivitasnya
prior to occipital nerve stimulation for refractory
sebagai modalitas terapi nyeri kepala tipe klaster. chronic migrene and chronic cluster headache: myth
DAFTAR PUSTAKA or prediction? Cephalalgia. 2015;35(4):359-62.
1. International Headache Society. The international 18. Wolter T, Kaube H. Spinal cord stimulation in cluster
classification of headache disorders. Edisi ke-3 (beta headache. Curr Pain Headache Rep. 2013;17(324):1-
version). Cephalalgia. 2013;33(9)629–808. 8.
2. Balasubramaniam R, Klasser GD. Trigeminal 19. Lee P, Huh BK. Peripheral nerve stimulation for the
autonomic cephalalgias. Part 1: Cluster headache. Oral treatment of primary headache. Curr Pain Headache
Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2007; Rep. 2013;17(319):1-8.
104:345-58.

Neurona Vol. 34 No. 3 Juni 2017 150

Anda mungkin juga menyukai