Anda di halaman 1dari 6

Nyeri Kepala Klaster

Definisi

Nyeri Kepala Klaster juga dikenal sebagai sindrom Bing-Horton, eritroprosopalgia, dan
histamine headache (Baehr, 2010) Nyeri kepala klaster disebut juga salah satu bentuk sefalgia
otonomik trigeminal dengan profil nyeri yang unik dengan periodisitas dan gejala otonomik.
Nyeri kepala kluster adalah suatu serangan nyeri yang hebat, selalu unilateral di bagian orbital,
supraorbital, temporal atau kombinasi selama 15-180menit dan terjadi 1-8 kali setiap hari.
Serangan ini disertai dengan gejala-gejala pada semua ipsilateral: conjunctival injection atau
hyperemia, lakrimasi, nasal congestion, rhinorrhea, berkeringat dibagian muka dan belakang
kepala, miosis, ptosis, oedema mata. Kebanyakan pasien kelelahan atau agitasi selama serangan
(Margono, 2011)

Epidemiologi

Cluster type headache jarang terjadi, berkisar antara <1% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri
kepala jenis ini lebih sering dialami laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 2:1 (Chris,
2014). Dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa muda (jarang terjadi pada anak dibawah 10
tahuun) (Margono, 2011)

Patofisiologi

Terdapat 4 hal yang kemungkinan memicu terjadinya nyeri kepala klaster yaitu nyeri,
vasodilatasi, gejala otonomik dan periodisitas. Nyeri dan vasodilatasi merupakan akibat aktivasi
dari system trigeminovaskular yaitu vasodilatasi arteri oftalmika pada waktu serangan terjadi.
Traktus spinalis dan nukleus trigeminus (unilateral) menjadi hiperaktif dan pusat nyeri adalah
pada karotis interna dengan percabangannya, karena aferen saraf servikal atas menyatu dengan
saraf trigeminus di segmen servikal kedua spinal cord, maka hal ini akan menyebabkan eksitasi
pada jaras nyeri sentral. Kelainan pada arteri karotis disebabkan oleh karena hubungan
neurovascular, sehingga nyeri pada waktu serangan sering berkurang dengan penekanan pada
arteri karotis. Sedankan untuk vasodilatasi dapat mencetuskan serangan misalnya dengan minum
alkohol dan nitrogliserin.
Kelainan otonomik berupa sindroma horner dan aktivasi parasimpatik mungkin
disebabkan oleh adanya vasculitis venous pada sinus cavernosus. Lesi pada sinus cavernosus
tempat serabut nosiseptif saraf trigeminus, simpatik dan parasimpatik saling bertemu merupakan
sumber gejala nyeri otonomik. Adanya periodisitas sirkadian merupakan gangguan pada biologic
clock. Dimana ditemukan adanya perubahan irama sekresi melatonin, kortisol dan testosterone,
beta endorphin, beta lipoprotein dan prolactin selama serangan NKK, yang menjadi normal
kembali pada waktu remisi. Seperti diketahui Circadian pacemaker berpusat di nucleus
suprchiasmatika yang memiliki kaitan dengan pusat serotonergic di batang otak dan nucleus
trigeminus. Apabila terdapat gangguan pada mekanisme pacemaker dapat merupakan pencetus
aktivasi system trigeminuovaskular. (Margono, 2011)

Faktor pencetus

1. Konsumsi alkohol
2. Vasodilator (nitrogliserin)
3. Merokok
4. Berada di ketinggian
5. Trauma

Klasifikasi

Nyeri kepala klaster

a. Nyeri Kepala Klaster Episodik (90%)


Adalah nyeri kepala klaster terjadi dalam suatu periode yang berlangsung dari 7 hari
hingga 1 tahun dan diselingi oleh periode remisi bebas rasa sakit yang berlangsung
setidaknya ≥3 bulan.
b. Nyeri Kepala Klaster Kronik (10%)
Adalah nyeri kepala klaster yang terjadi tanpa periode remisi atau dengan remisi < 1
bulan pada 1 tahun terakhir.

Kriteria Diagnosis berdasarkan International Headache Society (HIS)

a. Paling sedikit 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d


b. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supraorbital dana tau temporal yang unilateral,
berlangsung selama 15-180 menit bila tidak diobati
c. Nyeri kepala disertai setidaknya disertai oleh 1 dari gejala berikut:
1. Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan gelisah atau agitasi
d. Serangan-serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap 2 hari sampai 8 kali perhari
e. Tidak berkaitan dengan gangguan atau penyakit lain

Gejala klinis

Nyeri mendadak, eksplosif unilateral (mencapai puncak 10-15 menit dan berlangsung hingga
2 jam)

 Kuantitas: Serangan biasanya 1-3 kali dalam sehari dan sering timbul pada malam
hari dan serangan sering terjadi tepat setelah tertidur dan berkaitan dengan timbulnya
tidur REM dan gangguan pernapasan waktu tidur (sleep apnea) dapat mencetuskan
serangan. Serangan sering timbul pada waktu yang tetap (clocklike regularity) yang
kemungkinan disebabkan oleh disfungsi pada hipotalamus
 Kualitas: Berupa nyeri seperti di bor disekitar dan di belakang mata, seperti bola mata
mau keluar, nyeri seperti dibakar menetap, tak berdenyut, tanpa disertai gejala
pendahuluan aura.
 Nyeri menjalar ke supraorbital, pelipis, maksila dan gusi atas (daerah divisi 1 dan 2
nervus trigeminus. Hanya 18-20% pasien mengeluh nyeri diluar daerah tersebut
(dileher dan sepanjang arteri karotis) Setelah serangan penderita merasa sangat lelah
(exhausted). Sering ditemukan nyeri tumpul (dull pain) yang menetap di mata, pelipis
rahang atas di luar serangan.
 Periodisitas: pada musim tertentu (musim gugur dan semi)
 Nyeri mereda dengan jalan santai
Gejala penyerta

1. Gejala otonom akibat aktivitas berlebihan parasimpatis menimbulkan penyumbatan


hidung ipsilateral, dahi berkeringat, lakrimasi, mata merah
2. Paralisis parsial simpatis menimbulkan sindroma horner ringan (ptosis, miosis,
anhidrosis), bradikardia, muka merah atau pucat, nyeri di muka dan daerah arteri karotis
ipsilateral
3. Beberapa gejala migraine: gangguan gastrointestinal tidak sebanyak pada migraine,
namun pada sebagian kasus ditemukan adanya fotofobia dan fonofobia
4. Perubahan perilaku selama serangan berupa kegelisahan ( lari-lari, berteriak kesakitan
terkadang ada upaya bunuh diri ) Setelah serangan Nampak keletihan.
5. Gejala neurologic dapat berupa hyperalgesia pada muka dan kepala, sehingga terkadang
tidak tahan diraba kulit muka-kepala.

Pemeriksaan fisik

Pada waktu serangan Nampak adanya sindroma Horner ipsilateral ( Hiperemi, air mata
berlebihan dan obstruksi hidung) terkadang Nampak muka merah dan berkeringat,
pembengkakan pelipis, pipi, palatum dan gusi ipsilateral. Pada 70% penderita ditemukan adanya
nyeri tekan pada beberapa tempat di arteri karotis di leher.

Pemeriksaan penunjang CT-Scan dan MRI pada umumnya normal namun MRA angiografi
menunjukkan adanya spasmus atau kompresi irregular di daerah sifon dengan arteri oftalmika
dilatasi

Diagnosis banding

1. Migrain
2. Nyeri kepala trigeminal

Tatalaksana
Pemberian analgetika dan ergotamine oral yang efektif pada migraine kurang berhasil pada
pengobatan serangan akut Nyeri kepala klaster karena kerja obat yang lambat dibandingkan
dengan serangan nyeri kepala klaster. Nyeri kepala klaster timbul cepat dan juga berlangsung
tidak lama. Terapi nyeri kepala tipe klaster terdiri atas terapi simtomatik (abortif) dan preventif
(profilaksis). Terapi abortif bertujuan untuk mengurangi gejala dan memperpendek durasi
serangan, sedangkan profilaksis untuk mencegah dan mengurangi jumlah serangan Penanganan
yang terbaik adalah pemberian inhalasi oksigen, sumatriptan aubkutan dan nasal serta
zomiltriptan.

Terapi simtomatis

1. Inhalasi oksigen 100% dengan sungkup sebanyak 7 liter per menit selama 10-15 menit
sejak timbulnya serangan, lance menganjurkan dapat dikombinasi 1-2 mg ergotamine
tatrat oral disusul oleh oksigen 100% hingga nyerinya berkurang
2. Sumatriptan pemberian secara subkutan 6 mg akan mengurangi nyeri dalam 5-15 menit
(peningkatan dosis hingga 12 mg apabila tidak memberikan hasil).Pemberian oral kurang
cepat sehingga kurang efektif, pemberian nasal spray juga kurang efektif dibandingkan
dengan subkutan. Penggunaan sumatriptan dapat mengalami efek samping (pusing, letih,
parastesia, kelemahan di muka)
3. Zolmitriptan triptan oral pertama yang diberikan secara oral untuk mengatasi NKK
episodic yang diberikan dalam dosis 5-10mg dan dapat mengurangi nyeri dalam 30
menit. Namun kurang berhasil untuk mengatasi NKK kronik

Obat-obat yang lain adalah:

1. Dihidydroergotamine 0,5-1,5 mg IV akan mengurangi nyeri 10 menit, sedangkan


pemberian IM dan nasal memerlukan waktu yang lebih lama
2. Ergotamine 1-2 mg oral dan suposituria kurang efektif karena kerjanya lambat
3. Analgesik dan narkotik kurang efektif, bahkan dapat menimbulkan ketagihan

Terapi profilaksis

Farmakoterapi profilaksis merupakan hal utama dalam tata laksana Nyeri kepala klaster.
Pengobatan harus diberikan setiap hari selama masa serangan pada jenis episodik dan terus
menrus pada jenis kronik. Beberapa obat digunakan untuk terapi profilaksis, seperti verapamil,
prednison, dan litium. Verapamil 120-480mg/hari yang efektif dan paling aman untuk
profilaksis. Pada penelitian open-label, 69% pasien melaporkan terdapat penurunan frekuensi
serangan setelah pemberian verapamil. Efek samping dari verapamil adalah fatique, nausea,
pusing, konstipasi, edema perifer, serta dapat terjadi aritmia, sehingga diperlukan pemeriksaan
elektrokardiografi sebelum maupun selama pemberian terapi.

Daftar pustaka

Baehr,M., Frotscher., 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda, dan
Gejala. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 276-282.

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius.

Margono LS dan Ardiansyah D. Pendarahan Intra Serebral. dalam: Machfoed, Mohammad H,


Hamdan M, Matchin A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 2011.

Anda mungkin juga menyukai