Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Ajaran sesat, Heresi menurut Oxford English Dictionary, adalah
"pandangan atau doktrin teologis atau keagamaan yang dianggap berlawanan
atau bertentangan dengan keyakinan, atau sistem keagamaan manapun, yang
dianggap ortodoks atau ajaran yang benar. Dalam pengertian ini, ajaran sesat
adalah pandangan atau doktrin dalam filsafat, politik, ilmu, seni, dll., yang
berbeda dengan apa yang umumnya diakui sebagai yang berwibawa."
 Bid‘ah
(Bahasa Arab: ‫ )بدعة‬dalam agama Islam berarti sebuah peribadahan yang
tidak pernah diperintahkan ataupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad, tetapi
banyak dilakukan oleh umatnya. Hukum dari bid'ah menurut pendapat para
ulama Salaf adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau
penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah
mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

b. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dalam makalah ini :


1. Untuk mengetahui aliran sesat itu apa.
2. Untuk mengetahui Difinisi Bid’ah menurut parah Ulama.
3. Mengetahui Induk Aliran Sesat Dalam Islam

c. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni :


a. Apakah aliran sesat itu?
b. Bagaimana mengetahui Difinisi Bid’ah menurut parah Ulama?
c. Bagaimana Induk Aliran Sesat Dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A.Aliran-aliran sesat
Ajaran sesat, Heresi menurut Oxford English Dictionary, adalah
"pandangan atau doktrin teologis atau keagamaan yang dianggap berlawanan
atau bertentangan dengan keyakinan, atau sistem keagamaan manapun, yang
dianggap ortodoks atau ajaran yang benar. Dalam pengertian ini, ajaran sesat
adalah pandangan atau doktrin dalam filsafat, politik, ilmu, seni, dll., yang
berbeda dengan apa yang umumnya diakui sebagai yang berwibawa."

a. Bid‘ah
(Bahasa Arab: ‫ )بدعة‬dalam agama Islam berarti sebuah peribadahan yang
tidak pernah diperintahkan ataupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad, tetapi
banyak dilakukan oleh umatnya. Hukum dari bid'ah menurut pendapat para
ulama Salaf adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau
penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah
mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

Pemakaian kata bid'ah tersebut di antaranya ada pada :

 ِ ْ‫ت َواألَر‬
Firman Allah ta’ala : ‫ض‬ ِ ‫بَ ِدي ُع ال َّس َما َوا‬

”(Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)

 Firman Allah ta’ala : ‫نت بِ ْدعا ً ِّم ْن الرُّ ُس ِل‬


ُ ‫قُلْ َما ُك‬

” Katakanlah (hai Muhammad), “Aku bukanlah rasul yang pertama di


antara rasul-rasul.” (Q.s:46:9)

 ٌ
Perkataan ‫فالن بدعة‬ ‫اِبتدع‬
Maknanya: Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang
mendahuluinya.

 Perkataan ‫هذاأمرٌبدي ٌع‬

Maknanya: Sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah


ada yang menyerupai sebelumnya. Dari makna bahasa seperti itulah
pengertian bid’ah diambil oleh para ulama.

1. Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti
disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
2. Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum perna dikerjakan orang juga
disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
3. Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama)
tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada
contohnya (tidak ditemukan perkara tersebut) pada zaman Rosulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.

Secara umum, bid'ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya
mencipta sesuatu yang baru dan disandarkan pada perkara agama/ibadah).

b. Difinisi Bid’ah menurut parah Ulama


Para ulama Salaf telah memberikan beberapa definisi bid'ah.
Definisi-definisi ini memiliki lafadl-lafadlnya berbeda-beda namun
sebenarnya memiliki kandungan makna yang sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa bidah dalam
agama adalah perkara yang dianggap wajib maupun sunnah namun yang
Allah dan rasul-Nya tidak syariatkan. Adapun apa-apa yang Ia perintahkan
baik perkara wajib maupun sunnah maka harus diketahui dengan dalil-
dalil syariat.
Imam Syathibi, bid'ah dalam agama adalah satu jalan dalam agama
yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan dengan menempuhnya
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah.
Ibnu Rajab, bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak
ada asalnya dalam syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada
syariat maka bukanlah bidah, walaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa
Imam as-Suyuthi, beliau berkata, bidah adalah sebuah ungkapan
tentang perbuatan yang menentang syariat dengan suatu perselisihan atau
suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran
syariat.
Dengan memperhatikan definisi-definisi ini akan nampak tanda-
tanda yang mendasar bagi batasan bid’ah secara syariat yang dapat
dimunculkan ke dalam beberapa point di bawah ini :

1. Bahwa bidah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama.
Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi
semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan
perindustrian dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia
yang bersifat duniawi tidak dinamakan bidah.
2. Bahwa bidah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa
yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak
ditentukan oleh nash secara khusus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat
sekarang: orang yang membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket,
tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern yang diniatkan untuk
mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum
muslimin maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat
tidak memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata
itu ketika bertempur melawan orang-orang kafir. Namun demikian pembuatan
alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman firman Allah taala,Dan
persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu
sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-apa
yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara
bidah.
3. Bahwa bidah semuanya tercela (hadits Al 'Irbadh bin Sariyah dishahihkan oleh
syaikh Al Albani di dalam Ash-Shahiihah no.937 dan al-Irwa no.2455)
4. Bahwa bidah dalam agama kadang-kadang menambah dan kadang-kadang
mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping
dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama.
Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bidah. Contohnya
meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan
maksiat bukan bidah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak
dinamakan bidah. Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa
contohnya ketika membahas pembagian bidah.

5. Ahmadiyyah (Urdu: ‫ احمدیہ‬Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah,


adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam
Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama
Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku
sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.

6. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi,
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim
Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia
membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah
berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl.
13-3-1953). Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam
Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini
membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang
mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar
organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95
Lampiran Nomor 35.
7. Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan
Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk
menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.

B. Induk Aliran Sesat Dalam Islam


8 Induk Aliran Sesat Dalam Islam, Al-Imam Ibnul Jauzy Al-Baghdadi
dengan bukunya yang masyhur berjudul Talbis Iblis dalam satu jilid tebal.
Beliau menerangkan: "Sesungguhnya kita Ahlus sunnah telah tahu adanya
Islam sempalan dan pokok-pokok berbagai golongannya, dan sungguh setiap
golongan dari mereka terpecah menjadi beberapa golongan."
Walaupun kita tidak mampu mengidentifikasi seluruh nama-nama
golongan dan madzhab-madzhabnya, akan tetapi kita dapat melihat dengan
jelas bahwa induk-induk golongan ini ialah: : Al-Haruriyyah, Al-
Qodariyyah, Al-Jahmiyyah, Al-Murji'ah, Ar-Rafidhah, Al-Jabriyyah, Al
Mu'tazilah dan Al Bathiniyyah.
Ialah pemahaman sesat yang menginginkan adanya sifat-sifat kemuliaan
bagi Allah dan mengingkari nama-nama kemuliaan bagi-Nya.
1. Al-Murji'ah
Ialah peahaman sesat yang mengingkari hubungan antara iman
dengan amal, dalam artian iman itu tidak bertambah dengan amalan
shalih dn tidak pula berkurang dengan kemaksiatan sehingga imannya
Nabi sama dengan imannya penjahat sekalipun.
2. Ar-Rafidhah / Syi'ah

Ialah gerakan pemahaman sesat yang diwariskan oleh Abdullah bin


Saba', seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan berupaya
menyegarkan pemahamannya yang kafir yaitu bahwa sayyidina Ali dan
anak keturunannya adalah tuhan atau mempunyai sifat-sifat ketuhanan.
Rafidhah mengkafirkan Abu Bakar dan Umar bin Khattab dan
mengkafirkan pula segenap shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam
kecuali beberapa orang saja. (Minhajus Sunnah Ibnu Taimiyah).  (
Selengkapnya baca artikel Apa Itu syi'ah, Bukti nyata syi'ah bukan
islam   )

3. Al-Jabariyyah

Ialah pemahaman sesat yang meyakini bawa semua apa yang


terjadi adalah perbuatan Allah dan tidak ada perbuatan makhluk sama
sekali. Manusia tidak mempunyai kehendak sama sekali karena yang
ada hanya kehendak Allah. Sehingga semua perbuatan mansuia adalah
ketaatan semata kepada kehendak Allah, dan tidak ada perbuatan
maksiat.

Orang berzina tidaklah dianggap maksiat karena perbuatan zina itu


adalah perbuatan Allah dan kehendak-Nya. Semua manusia dianggap
sama tidak ada muslim dan kafir, karena semuanya tidak mempunyai
usaha (ikhtiar) dan tidak pula mempunyai kehendak apapun. (Talbis
Iblis hal.22)

4. Al Mu'tazilah
Di samping enam aliran sesat yang kemudian bercabang menjadi
berpuluh-puluh aliran sesat lainnya, juga ada aliran sesat yang besar
pula, yaitu mu'tazilah. Aliran ini mengkeramatkan akal sehingga akal
adalah sumber kebenaran yang lebih tinggi kedudukannya dari Al-
Qur'an dan Al-Hadits. 
Dari pengkeramatan akal ini timbullah kesesatan mereka yang meliputi:
a. Mengingkari adanya sifat-sifat mulia bagi Allah.
b.Orang Islam yang berbuat dosa tidak dinamakan muslim dan tidak
dinamakan kafir, tetapi ia adalah fasiq. Akan tetapi bila ia tidak sempat
bertaubat dari dosanya dan mati dalam keadaan demikian berarti kekal
di neraka sebagaimana orang kafir. Orang yang telah masuk neraka
tidak mungkin lagi masuk surga, sebagaimana orang yang masuk surga
tidak mungkin lagi masuk neraka.
c.Menyerukan pemberontakan kepada pemerintah Islam yang berbuat
dhalim dan pemberontakan itu dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar.

d.Mengingkari adanya takdir Allah pada perbuatan hambanya.

e. Al-Qur'an itu adalah makhluk Allah sebagaimana

pula sifat-sifat Allah lainnya adalah makhluk.

f. Mengingkari berita Al-Qur'an dan Al-hadits yang menyerukan bahwa


wajah Allah itu dapat dilihat oleh kaum Mukminin di surga nanti. (Al-
Farqu binal Firaq, Abdul Qahir Al-Isfaraini hal 114-115).

5. Al Bathiniyyah
Disamping mu'tazilah, ada juga aliran lain yang bernama
bathiniyyah yang sering disebut orang thariqat sufiyyah. Mereka ini
membagi syariat Islam dalam dua bagian, yaitu syariat batin dan syariat
dhahir. Orang yang menganut aliran ini mempercayai bahwa para wali
keramat itu syariatnya syariat batin sehingga tingkah lakunya tidak bisa
diamati dengan patokan syariat dhahir.
Karena syariat batin itu sama sekali berbeda dengan syariat dhahir,
maka yang haram di syariat dhahir bisa jadi halal dan bahkan suci
dalam syariat batin. Orang-orang awam harus terikat dengan syariat
dhahir. Jadi kalau orang awam berzina harus dicela dan dinilai telah
berbuat maksiat, karena memang demikianlah syariat dhahir itu
meilainya.
Tapi kalau wali keramat berbuat mesum di diskotik atau di hotel
tidak boleh dicela. Mereka para wali itu tidak lagi terikat dengan syariat
dhahir, tetapi terikat dengan syariat bathin, yaitu syariat spesial milik
para wali, jadi kalau ada orang yang mau mencoba mengkritik wali
keramat itu dan mencelanya, maka ia harus setingkat mereka atau lebih
tinggi. Syariat dhahir itu diturunkan kepada Nabi Muhammad salallahu
'alaihi wa sallam, sedangkan syariat batin diturunkan kepada para wali
kearmat, melalui mimpi atau wangsit (ilham) atau lewat wahyu yang
dibawa oleh para malaikat. (Talbis Iblis 162:169).

Dari aliran-aliran sempalan di atas terpecahlah sekian banyak


aliran sesat yang ujungnya pasti membatalkan syariat Allah dan
mengakkan syariat hawa nafsu serta kekafiran. (Al-Farqu bainal Firaq,
Abdul Qahir bin Muhammad Al-Baghdadi Al-Isfaraini hal 281-312).

Padahal masing-masing aliran yang bersumber dari 8 kelompok


sempalan itu tentunya mempunyai pengikut dari umat Islam.
Demikianlah iblis dan anak buahnya memecah belah umat Islam melaui
bid'ah, sehingga umat Islam terpecah belah menjadi beratus bahkan
beribu-ribu aliran sesat yang telah menyempal dari Islam, walaupun
mereka tetap meyakini keislamannya.

Anda mungkin juga menyukai