Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

S (11 TAHUN)
DENGAN ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA DI RUANG KENANGA II
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Syifa Maghfirah Choirunnisa 220112170003
Nadya Tsulutsi 220112170018
Eva Fauziyah 220112170053
Fitri Nurul Khotimah 220112170070

PPN ANGKATAN XXXIV


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Thalasemia merupakan suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat
membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau
berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.
Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalasemia dan
menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut juga thalasemia
mayor. Penderita thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan penghancuran
hemoglobin dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup.
Transfusi darah yang terus menerus seumur hidup mengakibatkan penumpukan zat besi
pada organ hati dan ginjal, sehingga dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Penderita
thalasemia semakin lama mendapat transfusi akan semakin berpengaruh terhadap
fungsi organ tersebut (Yunanda 2008).
World Heatlh Organization (WHO) menyatakan, insiden pembawa sifat
thalassemia di Indonesia berkisar 6-10%, artinya dari setiap 100 orang, 6-10 orang
adalah pembawa sifat thalassemia. Karena penyakit ini merupakan penyaki yang
diturunkan, maka penderita penyakit ini telah terdeteksi sejak masih bayi. Staf divisi
Hemato-Onkologi RSHS, dr. Susi Susanah Sp.A(K), M.Kes menyampaikan, penyakit
ini sudah dapat terlihat sejak bayi berusia 6-7 bulan (RSHS, 2014).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu thalasemia?
2. Apa penyebab thalasemia?
3. Apa saja tanda dan gejala thalasemia?
4. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia?
5. Bagaimana pencegahan thalasemia?
6. Apa saja komplikasi thalasemia?
7. Bagaimana thalasemia bisa terjadi?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui penyakit thalasemia
2. Mengetahui penyebab thalasemia
3. Mengetahui tanda dan gejala thalasemia
4. Mengetahui penatalaksanaan thalasemia
5. Mengetahui pencegahan thalasemia
6. Mengetahui komplikasi thalasemia
7. Mengetahui perjalanan penyakit thalasemia
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Thalasemia merupakan suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang
dari 120 hari dan terjadilah anemia (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2013).
Thalassemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen
thalassemia, maka kemungkinan anaknya akan menderita thalassemia sebesar 25%,
pembawa gen thalassemia (50%), dan normal (25%).
Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalasemia dan
menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut juga thalasemia mayor.
Penderita thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan penghancuran
hemoglobin dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup.
Transfusi darah yang terus menerus seumur hidup mengakibatkan penumpukan zat besi
pada organ hati dan ginjal, sehingga dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Penderita
thalasemia semakin lama mendapat transfusi akan semakin berpengaruh terhadap fungsi
organ tersebut (Yunanda, 2008)
B. ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab thalassemia ada dua yaitu :
1. Bersifat primer
Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intra medular.
2. Bersifat sekunder
Defisiensi asam folat, bertambahnya volume plesma intra vaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal
(Kowalak et al., 2013)
C. TANDA DAN GEJALA
Penderita thalasemia memiliki gejala yang bervariasi tergantung jenis rantai asam
amino yang hilang dan jumlah kehilangannya. Penderita sebagian besar mengalami
anemia yang ringan khususnya anemia hemolitik. Keadaan yang berat pada beta-
thalasemia mayor akan mengalami:
a. Anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, penderita tampak pucat karena
kekurangan hemoglobin.
b. Perut terlihat buncit karena hepatomegali dan splenomegali sebagai akibat terjadinya
penumpukan Fe,
c. kulit kehitaman akibat dari meningkatnya produksi Fe,
d. ikterus karena produksi bilirubin meningkat.
e. Gagal jantung disebabkan penumpukan Fe di otot jantung, deformitas tulang muka,
retrakdasi pertumbuhan, penuaan dini (Kowalak et al., 2013; Smeltzer & Bare, 2004)
D. KLASIFIKASI
1. Thalasemia Alfa
Thalasemia Alfa paling sering ditemukan pada kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen). Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin
pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi
seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terdapat empat gen α globin yang
dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier / α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali
atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
b. Delesi pada dua rantai α (α-Thalasemia Alfa Trait 1)
Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari
HbA2 dan peningkatan dari HbH seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (Hemoglobin H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak ada
gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran
limpa (splenomegali). Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia
sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Thalasemia Alfa Mayor)
Gangguan pada 4 rantai globin alfa. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang
paling berbahaya pada Thalasemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai
globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin
yang menderita alfa Thalasemia mayor pada awal kehamilan akan mengalami
anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin
ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin
beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari:
a. Thalasemia Beta Trait (Minor)
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai
beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi. Thalassemia intermedia biasanya hadir antara usia 2 dan
6 tahun, meskipun hidup tanpa transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya
akan terhambat.
c. Thalasemia Mayor (Cooley’s Anemia)
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita Thalasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan
ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan kekurangan O 2, gagal
jantung kongestif, maupun kematian. Penderita Thalasemia mayor memerlukan
transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.
3. Hemoglobin varian
Hemoglobin varian adalah penyakit yang disebabkan oleh perubahan susunan
asam amino dari rantai globin. Kelainan pada susunan asam amino rantai globin β
dikenal hemoglobin E, hemoglobin S, dan kombinasinya dengan thalassemia β.
Kelainan ini banyak dijumpai di Indonesia.
Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala
klinis yang jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak
memberikan gejala klinis.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan
sel resultan dapat mengakibatkan :
1. Splenomegali, biasanya memerlukan splenektomi
2. Komplikasi skeletal, seperti penebalan tulang kranil, maloklesi gigi dan rentan
terhadap fraktur spontan.
3. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis sera otot jantung.
Pada sebuah jurnal dikatakan hubungan nefrolitiasis, mengurangi kepadatan tulang dan
peningkatan patah tulang. Salah satu penyebab yang terlibat hipogonadisme, defisiensi
hormon pertumbuhan, ekspansi sumsum dan kelebihan zat besi. Sebenarnya pada
thalassemia, prevalensi nefrolitiasis hubungannya dengan kepadatan tulang dan patah
tulang belum pasti tandanya. Tetapi pada penelitian yang dilakukan menemukan
prevalensi tinggi batu ginjal yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Batu ginjal dikaitkan dengan patah tulang pada pria sebagai potensial
terjadinya batu ginjal. Nefrolitiasis sangat lazim terjadi pada pasien dengan transfusi.
Tergantung pada jenis thalassemianya dan secara signifikan berhubungan dengan
mengurangi kepadatan tulang dan peningkatan patah tulang.
4. Penyakit kantung empedu, termasuk batu kandung empedu (dapat memerlukan
kolesistektomi)
5. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis
6. Perubahan kulit, seperti ikterus dan pigmentasi coklat akibat deposit zat besi
7. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin (kemungkinan disebabkan oleh
kelenjar endokrin sensitif terhadap zat besi), seperti keterlambatan kematangan seksual
dan diabetes melitus.
F. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Prosedur diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita thalasemia, yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis
(ukuran yang tidak sama), poikilositosis (bentuk yang beragam) dan adanya sel target
(fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan
daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol.
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien thalassemia
juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar billirubin dalam serum meningkat, SGOT
dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai
beta.
2. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang besar, korteks
tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang
disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Studi hematologi: terdapat perubahan-perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
immatur, penurunan hemoglobin dan hematokrit.
b. Elektroforesis hemoglobin akan menyatakan peningkatan nilai Hb F dan Hb A
karena tidak bergantung pada rantai beta.
c. Pada thalassemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri
eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks
dan trabekulasi yang lebih besar.
d. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) mmerupakan jenis pemeriksaan lebih lanjut.
e. CVS atau analisis darah atau sel janin akan menyaring thalassemia saat pranatal.
G. PENGOBATAN DAN PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalasemia. Transfusi
darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 5 g%) atau bila anak mengeluh
tidak mau makan dan lemah. Pada penatalaksanaan dan pemberian terapi pada pasien
senantiasa meminta persetujuan dari pasien dan keluarganya. Terapi yang dapat diberikan
pada pasien thalassemia adalah :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Sebelum melakukan transfusi perlu
dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadinya antibodi eritrosit.
Transfusi PRC (packed red cell) dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderotis. Hemosiderotis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal).
2. Splenectomi : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
3. Transplantasi sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif (hanya
direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang sesuai).
4. Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis
antibiotik yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
5. Khelasi Besi : untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Terapi
khelasi zat besi diberikan untuk mengatasi kelebihan zat besi transfusional dan upaya
untuk mencegah progresif kegagalan organ (jantung, endokrin, hati). Harapan hidup
pendetita thalassemia secara langsung berkaitan dengan kualitas terapi khelasi dan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan meningkatkan risiko komplikasi dan dapat
mempersingkat hidup. Terdapat obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
khelasi besi, yaitu :
- Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara
perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam
kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan
rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dan pendengaran.
- Deferasirox
Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah
sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan (kelelahan).
6. Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
7. Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi, dengan dosis 100-250 mg/hari selama
pemberian khelasi besi.
8. Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit, dengan dosis 200-400 IU
setiap hari.
9. Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme. Pada keluarga dengan
riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko
memiliki anak yang menderita thalassemia. Pengidap thalassemia yang mendapat
pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah
masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan
dengan bantuan obat dan melalui urine. Penyakit thalassemia dapat dideteksi sejak
bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat
(carrier) thalassemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25% untuk
menderita thalassemia. Karena itu, ketika sang istri mengandung, disarankan untuk
melakukan tes darah di laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap
thalassemia atau tidak.
10. Nutrisi untuk thalesemia
a. Pantangan Untuk Penderita Thalassemia
Jika sudah memiliki penyakit talasemia, sebaiknya memperhatikan
makanan dan kandungan dalam makanan. Pantangan makanan pada penderita
talasemia yaitu:
a. Daging yang berwarna merah
b. Hati hewan
c. Gandum
d. Kacang-kacangan
e. Sayuran berdaun hijau
f. Minuman berkarbonasi atau soda dan minuman kaleng atau makanan kaleng,
karena mengandung bahan pengawet yang tinggi
b. Makanan Yang Dianjurkan Untuk Penderita Thalassemia
a. Kalsium, karena tulang cenderung lemah dan rapuh
b. Vitamin D, membantu dalam penyerapan dan asimilasi kalsium dalam tubuh
c. Hindari junk food atau makanan siap saji
d. Makanan yang mengandung asam folat
H. PENCEGAHAN
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir
dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu
secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara
melakukan penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita
thalassemia mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan
skrining untuk mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis
besar bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia
pada masyarakat, skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis
pranatal.
1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang
sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan
tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia
dengan frekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika
harus diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal
thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan
informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara
pencegahannya.
Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait.
Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi
edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.
2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan
tempat yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi
(skrining prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan
insidens thalassemia secara dramatis.
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia
pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini
bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan
menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang
dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan β-
dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E.
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga
berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah
dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum
memiliki anak.
3. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier
dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining
dan harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka
teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa
masing-masing individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan
pilihan, hak untuk mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka
terjamin penuh. Hal yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik
secara detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan
diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan
konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting
karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan
pada pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah,
dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab
utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif
yang memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin
mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.
4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan
pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya
bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka
ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko
gen thalassemia homozigot. Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia
β+ dan βO yang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart’s hydrops.
Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.
Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin.
Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis
(VCS/ villi chorealis sampling). Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila
dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan
yang lebih dini, yaitu pada usia gestasi 9 minggu. Namun WHO menganjurkan biopsi
vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada usia kurang dari 10 minggu
ditemukan risiko malformasi janin.
Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi.
Pada umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan
standar prosedur yang sesuai, kedua metode ini, baik operatif maupun medisinalis,
mempunyai efektivitas yang baik dalam pengakhiran kehamilan. Namun demikian
beberapa praktisi kebidanan seringkali mendasarkan pilihan metode pada usia
kehamilan. Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu, metode standar pengakhiran
kehamilan adalah ―suction method ―. Setelah 14 minggu, aborsi dilakukan dengan
induksi prostaglandin. Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah kombinasi
antara medisinalis dan cara operatif.
5. Memutus Mata Rantai Thalasemia
Penyakit ini dapat dihentikan atau diminimalisir penyebarannya dengan cara
memutus mata rantai genetik pembawa sifat thalassemia. Edukasi mengenai
penyebaran penyakit ini menjadi salah satu cara. Orang dengan pembawa sifat
thalassemia tidak boleh menikah dengan pembawa sifat thalassemia juga. Cara
pencegahannya adalah dengan mengikuti konseling pranikah dan pemeriksaan.
Dengan pemeriksaan ini calon pasangan suami isteri akan mengetahui apakah dia
termasuk pembawa thalasemi ataupun tidak.
I. PATOFISIOLOGI
Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan
thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang
mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya
mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak
memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal
sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak
ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan
eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan
mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat
dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah
luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia
hemolitik ringan.
Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan
yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, data
wali/orangtua sebagai penanggungjawab, tanggal masuk rumah sakit dan tanggal
pengkajian
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien talassemia adalah lemas akibat anemia
dari talassemia. Lemas yang dirasakan anak dapat sampai tidak mampu beraktifitas
dan dirasakan menyeluruh disekujur tubuh. Kondisi lemas dirasakan bertambah bila
beraktifitas dan berkurang bila tidak beraktivitas. Kondisi ini dirasakan setiap waktu.
Selain rasa lemas, keluarga pasien/pasien akan mengeluh sesak napas, pucat, nyeri
tulang dan dada dan tidak nafsu makan. Keluhan juga dapat berupa distensi abdomen
akibat hepar dan limpa yang membesar.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien ini akan ditemukan riwayat anemia, epitaksis berulang, nafsu makan yang
kurang baik sehingga berat badan anak tidak naik, pertumbuhan dan perkembangan
fisik yang terlihat lambat, dan mudah lelah. Indentifikasi kemungkinan pernah terkena
penyakit infeksius karena pasien dengan thalassemia memiliki daya tahan tubuh yang
kurang baik sehingga mudah terjadi infeksi berulang terutama pada saluran nafas.
Didalam literatur dikatakan bahwa pada anak talassemia yang sudah mengalami
splenektomi, memiliki resiko tinggi mengalami infeksi berat, oleh karena itu biasanya
pasien tersebut diberi terapi anitibiotik profilaksis dengan pengawasan ketat.
Terkadang ditemukan demam yang penyebabnya tidak bisa dijelaskan. Pasien
talassemia memiliki riwayat transfusi berulang akibat kadar hemoglobin yang rendah
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Pada ibu yang mengandung janin jenis talassemia alpa mayor (Hb Bart’s hydrop
fetalis), dilaporkan mengalami preeklamsia yang berat dengan hipertensi diastolik.
Selain itu, pada jenis talassemia alfa mayor, janin sudah mengalami anemia yang
parah sehingga akan mati di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan.
Pada pasien anak thalassemia mayor, saat dilahirkan tampak normal, dan gejala
thalassemia mayor dapat dilihat pada usia anak 3-18 bulan. Tapi dalam beberapa
kasus, gejala tersebut sudah nampak dan harus segera mendapat penanganan agar usia
harapan hidup anak meningkat. Pada umumnya, ibu-ibu yang mengadung anak
thalassemia, kecuali jenis alfa mayor, dilaporkan tidak memiliki keluhan khusus.
f. Riwayat keluarga
Pada pasien thalassemia, genogram tiga turunan ke atas harus ditelusuri, karena
penyakit ini merupakan penyakit genetik/penyakit yang diturunkan dari keluarga
dalam bentuk heterozigot (thalassemia minor atau carrier thalassemia dan
thalassemia intermedia) maupun homozigot (thalassemia mayor). Data ini juga
diperlukan agar keluarga dapat diintervensi dengan perlunya memeriksakan anak-
anaknya yang lain. Bila ditemukan carrier pada salah satu anaknya yang lain, maka
kelak bila anak tersebut berencana punya anak, disarankan untuk konseling genetik
atau di skrining terlebih dahulu. Persentasi terjadinya thalassemia pada anak dari
pasangan yang merupakan carrier thalassemia adalah 25%, dan yang menjadi carrier
thalassemia 50%.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien thalassemia mayor lemah, tidak aktif dan terlihat pucat.
Hal ini merupakan pengaruh dari anemia dan hipoksia jaringan tubuh
2) Tanda-tanda vital pada umumnya masih dalam batas-batas normal bila anak
mendapatkan penanganan cepat (pemberian transfusi darah dan terapi desferal).
Tetapi bila pasien terlambat ditangani dan menjadi anemia berat, maka tekanan
darah akan turun, takikardi, suhu menurun dan respirasi meningkat. Bila pasien
anak sudah jatuh pada kondisi anemia berat, maka kemungkinan akan terjadi
pembesaran jantung yang dapat turun menjadi gagal jantung. Pada pasien
thalassemia yang sudah mengalami hepatosplenomegali, respirasi akan meningkat
akibat komplain paru yang tidak optimal.
3) Rambut pasien yang sudah mengalami anemia berat akan terlihat tipis, berwarna
merah dan mudah rontok. Tetapi pada pasien yang diberikan penanganan transfusi
yang teratur, pertumbuhan rambut akan normal. Bentuk kepala normal tetapi
ukurannya akan lebih besar dari kepala anak normal akibat hiperlasia sumsum
tulang karnial.
4) Bentuk muka berupa facies cooley, suatu bentuk wajah khas pada pasien
thalassemia, dimana tulang dahi lebar dan menonjol, hidung pesek, jarak mata
lebar dan tulang maksila membesar. Ini diakibatkan karena hiperplasia sumsum
tulang untuk membentuk eritrosit sebagai kompensasi anemia akibat thalassemia.
Rona muka kelabu dengan bercak kecoklatan bila tidak menjalani terapi kelasi
setelah ditransfusi.
5) Pada pemeriksaan mata, kojungtiva akan terlihat pucat, terkadang disertai
kekuningan.
6) Lidah dan bibir akan terlihat pucat, bila sudah sering menjalani transfusi, maka
warna bibir dapat menjadi agak abu kehitaman
7) Pada pemeriksaan dada dan abdomen, bila sudah terjadi anemia kronik, maka
akan terdapat pembesaran jantung, fibrosis miokardial dan terdapat suara murmur
saat diauskultasi. Terjadinya hemopoeis di extramedular akibat thalassemia,
menyebabkan kardiosplenomegali yang dapat teraba/palpasi di abdomen, yang
juga dapat menyebabkan distensi abdomen. Suara paru akan terdengar normal bila
tidak ada keluhan infeksi di sistem pernafasan atau memiliki asma.
8) Pada pemeriksaan genitalia, akibat hipoksia jaringan, maturitas organ reproduksi
juga lebih lambat daripada anak sesusianya.
9) Pada pemeriksaan ekstremitas, kekuatan tonus otot akan lebih rendah daripada
anak normal. Akibat hipoksia, adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan
dan kaki sehingga mudah terjadi fraktur.
10) Pada kulit, akibat hemolisis sel darah merah dari tranfusi maupun sel-sel darah
merah yang cacat, zat besi yang terbentuk dari penghancuran sel darah merah
tersebut akan disimpan ke berbagai organ, salah satunya yaitu kulit. Zat besi yang
ada pada kulit akan menyebabkan warna kulit menjadi kusam dan hitam.
h. Pertumbuhan dan perkembangan
Pada pasien ini, akibat kurangnya asupan makanan dan oksigen ke jaringan,
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi lebih lambat dan anak
memliki perawakan pendek dan kecil. Pada anak thalassemia minor, biasanya
memiliki tumbuh-kembang yang normal.
i. Pola aktifitas
Pasien akan terlihat lemah dan tidak aktif seperti anak normal lainya. Bila beraktifitas,
pasien akan cepat lelah, sehingga kebanyakan anak-anak thalassemia lebih memilih
tiduran atau diam. Tetapi pada pasien thalassemia minor, mereka aktif seperti anak
normal.
j. Pola makan dan minum
Pada pasien dengan thalassemia mayor, akibat hipoksia pada organ pencernaan,
menyebabkan mortalitas usus menurun dan peristaltik lambung menurun. Makanan
yang tertahan di lambung akibat peristaltik lambung menurun akan menyebabkan
distensi lambung yang akhirnya dipersepsikan kenyang oleh otak. Hal ini
menyebabkan pasien thalassemia mayor kurang memiliki nafsu makan dan berat
badan mereka cendrung rendah. Pada pasien thalassemia minor, tidak memiliki
keluhan susah makan dan minum. Orang tua anak thalassemia mayor harus memiliki
pengetahuan dalam memenuhi asupan nutrisi anak dan menghindari makanan yang
mengandung zat besi tinggi.
k. Pola eliminasi
Akibat dari kurangnya transport oksigen ke jaringan pencernaan, merangsang syaraf
simpatik yang membuat kurangnya pergerakan peristaltik usus sehingga anak menjadi
konstipasi. Produksi urine dari ginjal pada umumnya normal dan berwarna kuning.
Tetapi bila pasien sudah diberikan terapi desferal, urine yang keluar berwarna teh tua
dan feces berwarna hitam. Hal tersebut terjadi akibat feritin yang telah diurai oleh
obat deferoksamin, diekresikan melalui feces dan urine.
l. Konsep diri
Pada anak thalassemia yang menginjak usia remaja, secara psikologis akan
memperhatikan penampilan dirinya/body image. Warna kulit yang kusam dan hitam,
wajah yang seperti orang Mongolian (facies cooley) dan bentuk badan yang kecil
dapat mengganggu nilai body image anak sehingga menjadi tidak percaya diri dalam
bersosialisasi dan cendrung menjadi menutup diri bila tidak diberikan dukungan.
Anak-anak thalassemia akan mempertanyakan kepada orangtuanya tentang kenapa
dirinya harus mengalami rangkaian terapi (transfusi dan disferal) yang menyakitkan
dan kenapa dirinya berbeda dengan anak-anak lain yang normal yang bisa bermain
bebas.
m. Pemeriksaan labolatorium
1) Morfologi darah merah : ditemukan gambaran anisositosis, hipokrom mikrositer,
polikilositosis, sel-sel target dan basophilic stripling (bercak-bercak berbentuk
batang) pada berbagai tingkatan stadium. Normoblas (eritrosit berinti) banyak
dijumpai terutama pasca splenektomi.
2) Hemoglobin dan hematrokit yang menurun
3) Dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia
4) Peningkatan Hemoglobin F dan hemoglobin A pada elektroforesis. Pada
thalassemia beta kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan
normal kadarnya tidak melebihi 2%.
5) Pada pemeriksaan pungsi sumsum tulang, gambaran cairan sumsum tulang
memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif
6) Peningkatan kadar zat besi di dalam darah.
B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Defisiensi sintesa rantai b Ketidakefektifan
Keluarga pasien mengatakan ↓ perfusi jaringan
Eritropoesis di sumsum tulang
anaknya terlihat pucat seperti ↓ perifer
kurang darah Sel darah merah yang rapuh

DO : Hemolisis
- Tanda-tanda vital menurun ↓
Hb ↓
- Konjungtiva anemis ↓
- CRT lebih dari 2 detik Pengikatan O2 oleh sel darah merah

- Membran mukosa pucat Transpor O2 ↓
- Kulit terlihat pucat ↓
Jaringan kekurangan oksigen
- Saturasi turun ↓
- Akral teraba dingin Perfusi jaringan terganggu
DS : Hipoksia jaringan Ketidakseimbangan

- Pasien/keluarga mengatakan nutrisi kurang dari
Rangsangan syaraf Simpatik ↑
tidak adanya nafsu makan ↓ kebutuhan tubuh
Kerja saluran cerna ↓
- Keluarga mengatakan anaknya

susah makan Mortilitas usus ↓

DO :
Digesti dan absorbsi
- Porsi makanan tidak habis ↓
Makanan tertahan di lambung
- BB turun

- Terlihat menolak makan dan Distensi abdomen/ peregangan lambung

tidak memiliki minat terhadap
Merangsang hipotalamus
makanan ↓
Dipersepsikan kenyang
- Hasil pemeriksaan labolatorium

(Hb, Ht, Albumin, Protein,) Anoreksia

menurun
Intake nutrisi kurang

BB ↓ Dan Anemia
DS : Anemia Intoleransi aktifitas

- Pasien/keluarga mengeluh lemas
Hipoksia
dan malas beraktifitas ↓
Transport O2 dan nutrisi ke jaringan
- Pasien/keluarga mengatakan

mudah lelah bila beraktifitas Metabolisme sel ↓

DO :
Pembentukan ATP ↓
- TD dan nadi yang cepat ↓
Kerja otot ↓
meningkat bila beraktifitas

- Tonus otot menurun Intoleransi aktifitas
- Pasien terlihat tidak aktif dan
lebih banyak diam atau tiduran
DS : Defisiensi sintesa rantai b Gangguan citra

- Pasien/keluarga mengeluh tubuh
Eritropoesis
tentang penampilannya : bentuk ↓
muka dan warna kulit yang tidak Hiperplasia sumsum tulang

biasa Pembesaran tulang wajah
- Pasien/keluarga mengatakan (facies cooley) dan Defisiensi sintesa
rantai b
menjadi tidak percaya diri dengan ↓
penampilannya Eritropoesis di sumsum tulang

DO : Sel darah merah yang rapuh
- Facies cooley ↓
Hemolisis
- Kulit berwarna kehitaman ↓
- Pasien memperlihatkan perilaku Menumpuknya zat besi di tubuh

menghindar dalam berinteraksi Kulit kecoklatan
sosial
- Pasien memperlihatkan perilaku
cendrung menutupi bagian
tubuhnya
- Pasien memperlihatkan perilaku
mencari tahu tentang penampilan
tubuhnya
DS : Thalassemia Resiko infeksi

-
Anemia
DO : ↓
Transportasi oksigen dan nutrisi
-

Hipoksia jaringan

Metabolisme sel ↓

Pembentukan imunitas ↓

Resiko infeksi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah).
2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan.
3. Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan supali oksigen
(O2)
4. Gangguan tumbuh kembang b.d gangguan neurologis
5. Nyeri b.d agen fisikal;pembesaran organ/nodus limfe
6. Resiko infeksi
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi Tidak terjadinya - Monitor TTV - Adanya perubahan perfusi jaringan otak
jaringan b.d gangguan perfusi dapat menyebabkan terjadinya perubahan
berkurangnya komponen jaringan tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
seluler yang penting - Tinggikan posisi kepala di - Meningkatnya ekspansi paru dan
untuk menghantar O2/zat tempat tidur sesuai toleransi memaksimalkan oksigenasi paru untuk
nutrisi ke sel kebutuhan seluler.
(berkurangnya kapasitas - Selidiki keluhan nyeri dada, - Iskemia seluler mempengaruhi jaringan mio
darah). palpitasi. kardal /potensial resiko inflan.
2. Perubahan Nutrisi kurang Kebutuhan nutrisi tubuh - Kaji riwayat nutrisi, termasuk - Mengidentifikasi defisiensi, menduga
dari kebutuhan tubuh b/d terpenuhi. makanan yang disukai. kemungkinan intervensi
kurangnya selera makan. - Observasi dan mencatat - Gejala GI menunjukkan efek anemia
kejadian mual / muntah, flatus (Hipoksia) pada organ
dan gejala lain yang
berhubungan
3. Intoleransi Aktivitasi b/d Intoleransi terhadap - Kaji kemampuan Px untuk - Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
tidak seimbangnya aktivitas akan teratasi melakukan tugas
kebutuhan pemakaian - Monitor TTV - Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
dan supali oksigen (O2) jantung dan paru untuk membawa jumlah O2
adekuat ke jaringan
- Mengajukan Px untuk - Regangan / stress kardiopulmonal
menghentikan aktivitas bila berlebihan / stress dapat menimbulkan
polipitas nyeri dada, nafas dekonsasi / kegagalan.
peridek kelemahan atau pusing
terjadi
4. Gangguan tumbuh Pertumbuhan dan -  Kaji tingkat perkembangan - Tingkat perkembangan dapat menentukan
kembang b.d gangguan perkembangan sesuai anak sesuai garis usia (DDST) tumbuh kembang anak yang dapat dilakukan
neurologis usia dengan acuan DDST
- Beri anak stimulasi berupa - Rangsangan terhadap sensori mempengaruhi
mainan dan terapi permainan terhadap belajar anak dan perkembangan
-  Anjurkan orang tua untuk anak
berinteraksi dengan anak dalam - Kehadiran orang tua akan memberi rasa
perawatan permainan aman pada anak dan mencurahkan pada
- Anjurkan (sesuai usia) tentang anak
perawatan diri sehari-hari : - Pemenuhan kebutuhan dasar akan
makan, mandi dan berpakaian memberikan keseimbangan dengan stressor
yang dialami anak
5. Nyeri b.d agen nyeri hilang/terkontrol - Jelaskan pada pasien tentang - informasi yang tepat dapat menurunkan
fisikal;pembesaran penyebab nyeri tingkat kecemasan pasien dan menambah
organ/nodus limfe pengetahuan pasien tentang nyeri.
- Ajarkan tehnik untuk pernafasan - napas dalam dapat menghirup O2 secara
diafragmatik lambat / napas adequate sehingga otot-otot menjadi
dalam relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
- Berikan kompres dingin pada - Kompres dingin dapat memperlambat aliran
abdomen darah pada luka dan mencegah
pembengkakkan, inflamasi, dan rasa nyeri.
6. Resiko Tinggi Infeksi b/d Infeksi teratasi - Observasi TTV - Adanya proses informasi / infeksi
transfusi darah membutuhkan evaluasi / pengobatan
- Kaji semua sistem (misal : kulit, - Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
pernafasan) terhadap tanda / mencegah sepsis yang lebih serius.
gejala infeksi secara kontinu
DAFTAR PUSTAKA
(Herdman & Hamitsuru, 2014; Kowalak et al., 2013; Nurarif & Kusuma, 2015; Smeltzer &
Bare, 2004, 2009)

Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada Anemi
Hematolik. Digitized by USU digital library.
BioMedika. (2012). PENTINGNYA DETEKSI DINI PENYAKIT THALASSEMIA. 2.

Depkes. (2013). Informasi Umum Thalasemia.

Herdman, H., & Hamitsuru, S. (2014). Nanda International NURSING DIAGNOSES:


Definitions & ClassifiCation (8th ed.). Oxford: Wiley Blackwell.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (NIC-NOC) Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Media Action
Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2004). Bruner and Suddart Texbook of Medical Surgical
Nursing (10th ed.). Philadelphia: Williams & Wilkins.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2009). Brunner & Suddart Textbook of Medical-Surgical
Nursing. USA: Williams & Wilkins.
Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
UGM. (2014). Thalassemia, Penyakit Genetik Yang Masih Terabaikan.

Yunanda. 2008. Thalasemia. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai