Anda di halaman 1dari 1

Ramadhan Menumbuhkan Jiwa Melayani

Pemimpin adalah pelayanan bagi umat. Pejabat adalah pelayanan masyarakat. Penjual
adalah pelayan bagi pelanggan. Ini telah menjadi kesepakatan tidak tertulis dalam setiap sisi
kehidupan. Dalam satu masa pemahaman ini mengalami distorsi. Bahan tidak jarang pemimpin
yang minta dilayani.
Lihatlah ketika ada kunjungan kerja dari pejabat pusat atau level lebih tinggi. Jajaran
yang lebih rendah sibuk memberikan pelayanan terbaik, dari penjemputan, penyediaan tempat
tinggal, kelengkapan akomodasi sampai membawakan tasnya, menyertakan oleh-oleh sampai
‘uang lelah’.
Pelayanan kepentingan masyarakat menjadi sangat sulit. Membuat passport, membuat
KTP, SIM, mengurus perijinan sampai pernikahan dan perceraian semuanya serba sulit.
Bahkan urusan mengubur jenazah harus membayar sejumlah uang agar semua berjalan dengan
mudah. Pajak harus dibayar setiap waktu tapi pelayanan publik memprihatinkan. Sebagaimana
pajak penerangan jalan yang dibayar setiap bulan namun kampung kita tetap kegelapan.
Seandainya ada pemimpin seperti Umar bin Khatab yang rela berkeliling melakukan
penagwasan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Atau presiden sperti Syafrudin
Prawiranegara yang tidak tamak dengan kekuasaan. Pejabat seperti Hamka yang selalu
sederhana. Panglima zuhud sebagaimana Sudirman. Tentu jiwa pelayanan kepentingan umat
akan menjadi prioritas uatam.
Kesadaran melayani orang lain adalah praktik yang telah dilakukan sejak dulu sampai
sekarang. Bahkan telah dicontohkan para nabi. Melayani dengan ketulusan, membantu orang
untuk fokus pada kekuatan yang dimiliki, membantu orang dalam menyelesaikan masalah
adalah praktik-praktik melayani yang memiliki kemuliaan.
Kepemimpinan di dalam islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau menjadi
pelayan ummat. Kepemimpinan yang asalnya adalah Hak Allah diberikan kepada manusia
sebagai Khalifatullah fil ardli, wakil Allah SWT di muka bumi. Jika bukan karena iradahNya,
tak ada seorangpun yang mendapatkan amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar.
Oleh karena itu setiap amanah kepemimpinan harus dipertanggung-jawabkan di
hadapan Allah. Allah memberikan amanah kepada pemimpin untuk (1) mengatur urusan orang
yang dipimpinnya (2) mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang dipimpinnya guna
mencapai tujuan bersama (3) menjaga dan melindungi kepentingan yang dipimpinnya.
Wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin tidaklah ringan di mata
Allah. Meskipun seringkali godaan syaitan dengan iming-iming keuntungan dunia telah
memalingkan motivasi para pemimpin dari tujuan bersama.
Mengapa Allah SWT memberi kepercayaan kepada manusia untuk menjadi pemimpin
di atas dunia ini? Dan siapakah para pemimpin sejati yang sesuai dengan tuntunan dari Allah?
Simaklah Firman Allah SWT:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." (QS 2:30)
Ramadhan adalah momen yang tepat untuk melatih diri kita menjadi pelayanan bagi
umat. Kita semua, Anda dan juga saya. ().

Anda mungkin juga menyukai