Anda di halaman 1dari 14

Peranan hamas dalam konflik palestina – israel tahun 1967 – 1972

Oleh:
Ida Fitrianingrum
K4400026

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di abad XX ini banyak sekali sengketa antar negara yang menjadi topik perhatian
seluruh dunia. Antara lain konflik Arab melawan Israel dalam memperebutkan tanah
Palestina. Konflik ini disebabkan perlawanan dan penolakan dari rakyat Arab Palestina
yang didukung negara-negara Arab atas berdirinya negara Republik Israel di tanah
Palestina. Disatu pihak Israel dibantu Inggris dan Perancis dengan mudah dapat
menaklukkan negara-negara Arab, dan dipihak lain rakyat Palestina menjadi kehilangan
tempat berpijak dan tersebar menjadi pengungsi di beberapa negara ( Majid Kailani,
1988:209).
Israel adalah sebuah negara kecil di pinggiran Timur Laut Tengah. Di seputar
negara yang mengaku sebagai tempat tinggal orang-orang Yahudi, ada sejumlah negara
Arab. Di sebelah Utara ada Lebanon, di Timur ada Yordania dan Suriah, di Barat Daya
ada Mesir. (M.Riza Sihbudi, M. Hamdan Basyar, Happy Bone Zulkarnain, 1993:48).
Melihat letak geografisnya Israel berbeda dengan negara-negara lain di Timur
Tengah. Israel adalah negara Yahudi yang dikelilingi oleh negara yang mayoritas
muslim. Orang Israel kebudayaannya bergaya Barat, namun hidup di tengah masyarakat
dengan kebudayaan Timur. Bangsa Yahudi adalah masyarakat imigran atau keturunan
imigran. Sementara tetangganya adalah penghuni turun temurun yang mendiami desa
atau kampung selama ribuan tahun (M. Riza Sihbudi.1995:56).
Tanah Palestina sebelumnya telah didiami oleh bangsa Arab sejak ribuan tahun
yang lalu. Akan tetapi bangsa Yahudi mengklaim bahwa tanah Palestina adalah tanah
yang dijanjikan Tuhan kepada Musa, dan inilah yang dijadikan pegangan oleh kaum
Zionis dalam upaya mendirikan negara Israel bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia.
Masalah Palestina ini telah ada sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lahir,
yakni beberapa saat sebelum Perang Dunia I berakhir. Konflik yang terjadi antara
Palestina dengan Israel ini makin meruncing, setelah Israel bersikeras untuk mendirikan
1 1948. Sejak proklamasi kemerdekaan Israel
suatu negara merdeka pada tanggal 14 Mei
sehingga sekarang konflik antara negara Yahudi itu dengan negara-negara Arab di
sekitarnya merupakan problem politik yang paling krusial. Penyebab utama konflik di
Timur Tengah tersebut tidak lain adalah politik Dunia Barat yang memecah belah dan
membagi-bagi Dunia Arab ke dalam daerah pengaruh mereka masing-masing, seperti
negara Palestina yang diserahkan Inggris kepada Yahudi. Ini membuktikan Dunia Barat
ingin menguasai kawasan yang dianggap mempunyai nilai strategi bagi kepentingan
negara tersebut
Keberadaan Israel sendiri di tengah negara-negara Arab, telah menjadi dispute
berkepanjangan yang hingga hari ini belum ada kesepakatan yang pasti. Secara historis,
emperium-emperium yang pernah berkuasa di kawasan Timur Tengah, baik Mesir,
Persia, maupun Romawi dan bahkan emperium Ottoman Turki, belum pernah berhasil
menyepakati tapal batas yang jelas bagi keberadaan wilayah Israel. Konflik yang semula
berakar dari kepentingan Israel untuk memiliki nasional territory bagi bangunan nasional
home-nya itu, kini telah berkembang demikian rumit dan runyam dengan semakin
kuatnya posisi Israel dan terus terjepitnya posisi Arab untuk menggolkan ususlan-usulan
perdamaiannya serta masuknya konsep perdamaian hasil rekayasa pihak-pihak yang
berkepentingan. Konflik ini telah berkembang menjadi konflik multi-dimensional.
Awal berdirinya negara Israel tidak terlepas dari usaha Zionisme yang melatar
belakanginya. Biasanya istilah Zionisme lekat hubungannya dengan nama Theodor Herzl
(1860-1904). Herzl lah penyusun doktrin Zionisme sejak 1882 di Wina. Konggres
pertama Zionis yang berlangsung di Basle, Swiss Agustus 1897, dalam suasana yang
penuh antusias berhasil merumuskan tujuan gerakan Zionis, “Zionis bertujuan
mendirikan perumahan bagi bangsa Yahudi di Palestina yang dijamin dengan undang-
undang “. Konggres juga membuat sarana yang akan melaksanakan tugas rencana itu,
yaitu Organisasai Yahudi sedunia. Herzl dalam catatan hariannya menuliskan kata-kata
ramalan “di Basle saya mendirikan negaraYahudi”. (Yacob katz & Friends, 1972 :47).
Jauh sebelum kejadian itu istilah Zionisme pernah dipakai untuk menyebut
sekelompok orang penganut Yudaisme. Kelompok itu adalah penganut Yudaisme yang
menginginkan datangnya juru selamat kelak di akhir zaman, maka pada masa itu “semua
keluarga dunia ini “ akan dipanggil ke kerajaan Tuhan. Kerajaan ini akan dipusatkan di
tempat terjadinya kisah-kisah yang telah dialami olehNabi Ibrahim dan Nabi musa. ( R.
Garaudy, 1988:112).
Menurut R. Sihbudi (1996:67) bahwa Zionisme keagamaan hanya menginginkan
tersebarnya agama Yahudi dan kebudayaannya di seluruh dunia tidak menghendaki
negara sendiri.
Untuk merealisasikan berdirinya negara Yahudi di Palestina, kaum Zionis
berusaha mendekati Sultan Turki Hamid I (Khalifah Ottoman ) yang pada masa itu
menguasai atas tanah Palestina. Herzl pada waktu itu menjanjikan akan memberiakan
bantuan ekonomi kepada Turki, asalkan orang-orang Yahudi diberikan ijin untuk
berjiarah secara bebas ke bumi Palestina (R. Garaudy, 1985:113). Ternyata Sultan tidak
mudah dibujuk oleh kelicikan Herzl, bagi Sultan tanah Palestina bukanlah milik tangan
kanannya akan tetapi milik orang muslim oleh karena itu tidak sedikitpun ingin
melepaskan tanah itu.
Walaupun usaha kaum Zionis untuk merayu Sultan Hamid I telah mengalami
kegagalan, namun Herzl tidak mudah menyerah dan terus mencari cara agar bias
“membeli “ Palestina. Sultan mulai sadar akan bahaya besar itu, dengan serta merta
dibuatnya undang-undang “Paspor Merah” yang khususnya bagi orang-orang Yahudi
yang berkunjung ke Palestina. Juga di undangkan larangan orang Yahudi memiliki tanah
atau bermukim di palestina. Sultan mengutus Menteri Dalam Negerinya Mamduh Pahsya
untuk menyampaikan pesan-pesannya kepada Gubernur Palestina, Rauf Pasya, supaya
lebih ketat lagi menanggulangi orang-orang Yahudi yang hendak tinggal di Palestina dan
terutama di kota Yerusalem, kecuali hanya untuk berjiarah dalam batas waktu tertentu
(Jalal, Alam, Syeikh Ali Thantawi, Syeikh Muhammad Namer Al-Khatib, 1990:77).
Setelah usaha kaum Zionis mendekati Sultan Hamid I mengalami kegagalan,
Herzlmulai melakukan strategi lain yaitu dengan mendekati Pemerintah Inggris yang
pada saat itu menguasai Mesir. Wilayah yang coba diminta itu adalah daerah EI Arish (
Sinai ) yang terletak di perbatasan dengan bagian selatan wilayah Palestina. Oleh karena
kondisi alam yang sangat kurang menguntungkan, yaitu kurang cocok untuk pertanian
dan kurangnya sumber air, sehingga hanya akan menyerap jumlah imigran Yahudi yang
terbatas maka dibatalkan. Penguasa Inggris juga menawarkan daerah seluas 15. 440 km
persegi di Uganda sebagai pemukiman yahudi. Namun hal itu ditolak oleh kaum Zionis,
karena yang diincar adalah tanah Palestina sebagai Home Land ( Tanah Air ) bangsa
yahudi. ( Riza Sihbudi, 1991:74-75).
Pada tahun 1908 di negari-negeri Arab timbul gerakan kebangsaan untuk
mendirikan pemerintahan sendiri. Di dalam Konfrensi Nasionalis Arab yang pertama di
Paris pada tahun 1913, antara lain diputuskan memajukan keinginan-keinginan bangsa
Arab ini kepada pemerintah Turki. Akan tetapi tuntutan nasional ini ditentang oleh kaum
reaksoner Turki yang tergabung dalam partai AI-Itihad Wattaraqi yang pada waktu itu
memegang kendali pemerintahan (Daliman, 1994:44).
Pada masa Perang Dunia I ( PD I ) Turki memihak Jerman berperang melawan
tentara Sekutu. Alasan Turki bergabung dengan Jerman disebabkan oleh semakin
agresifnya sikap Inggris yang ingin menguasai daerah-daerah kekuasaan Turki di Dunia
Arab, sebelumnya sering terjadi persengketaan antara Pemerintah Turki dengan
Pemerintah Inggris di wilayah perbatasan kekuasaan kedua negara di Dunia Arab.
Pemerintah Inggris yang pada masa itu memiliki kepentingan politik dan ekonomi
di daerah jajahannya sangat khawatir dengan kemajuan militer Turki di medan
pertempuran sebelah Timur. Maka Inggris merayu bangsa-bangsa Arab agar mau
bertempur bersama sekutu melawan koalisi Turki dan Jerman. Untuk mendapatkan
bantuan kekuatan dari bangsa Arab, maka Pemerintah Inggris menawarkan kepada
bangsa-bangsa Arab agar menyokong sekutu dan setelah selesai perang akan diberi
kemerdekaan penuh bagi setiap negara Arab itu termasuk Palestina.
Berdasarkan perjanjian antara negara-negara Arab dengan Inggris maka negara-
negara Arab ikut memerangi Turki. Untuk tujuan ini timbullah korespondensi antara
Syarip Husein dengan Sir Henry Mc Mahon. Korespondensi ini terkenal dengan nama
“Husein-Mc Mahon Corespondence”. ( Fuad Mohammad Fachruddin, 1992:67-68).
Di dalam korespondensi itu tidak disebut-sebut Palestina atau kedudukan Yahudi
ataupun Zionis, tuntutan satu-satunya bagi bangsa Arab tidak lebih dan tidak kurang dari
pada kemerdekaan penuh bagi bangsa arab atas seluruh tanah Arab.
Walaupun peperangan sudah berlangsung dua setengah tahun, namun tentara
Turki dan Jerman belum dapat dikalahkan oleh Sekutu. Usaha Inggris untuk
memenangkan perang adalah dengan melibatkan Amerika Serikat dalam pertempuran
melawan koalisi Jerman, akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan.
Cara lain yang ditempuh oleh Pemerintah Inggris adalah dengan mempengaruhi
opini public di sana sangat dipengaruhi oleh anasir Yahudi dan Inggris mengetahui
bahwa bangsa Yahudi mempunyai cita-cita di tanah Palestina, yaitu ingin menjadikan
tanah Palestina sebagai tanah airnya.
Inilah awal malapetaka yang berkepanjangan dikemudian hari bagi eksistansi
bangsa Arab Palestina. Menurut Fuad Mochammads Fahruddin (1992:71) bahwa disaat
bangsa Arab mempunyai keyakinan, bahwa bangsa Arab berjuang untuk kemerdekaan,
namun Inggris secara rahasia berunding untuk mengadakan Perjanjian Balfour tahun
1917 dan perjanjian dengan Perncis tahun 1916.
Dampak Deklarasi Balfour dalam opini dikalangan bangsa Yahudi sangat luar
biasa besarnya. (Yacob Katz & Friends, 1996:49). Bagi kaum Zionis Deklarasi Balfour
1917 merupakan titik awal dari pengesahan masuknya imigranYahudi ke tanah Palestina.
Setelah dikeluarkannya Deklarasi Balfour ini imigran Yahudi dari luar palestina
khususnya negara Eropa Timur mulai dilaksanakan, sehingga jumlah orang-orang Yahudi
di Palestina semakin besar.
Hasil dari perjanjian antara Inggris dengan Perancis ( Sykes-Pycot Agreement)
memutuskan untuk membagi-bagi negara-negara Arab. Setelah berakhirnya PD I, Turki
yang memihak Jerman mengalami kekalahan dan terusir dari Timur Tengah, maka
pemerintah Inggris dan Perancis menguasai daerah-daerah kekuasaammmmn Turki di
Timur Tengah.
Pada tanggal 25 April 1925 panglima-panglima tentara Sekutu mengadakan
konferensi di San Remo, Italia. Dewan Sekutu memberikan mandat kepada Inggris untuk
menguasai Palestina. Pada tanggal 27 Juli 1925 LBB mengesahkan Inggris sebagai
pemegang mandat itu secara formal. Mandat itu juga menyatakan agar pemegang mandat
menyediakan bagi bangsa Yahudi tempat tinggal Nasional di tanah Palestina. Pasal 6
dari mandat itu memberikan kemudahan bagi imigrasi bangsa Yahudi ke Palestina.
(Ishlah, 1995:10).
Sementara itu arus imigrasiYahudi ke Palestina semakin besar jumlahnya,
sehingga jumlahnya semakin bertanbah dengan cepat. Jumlah itu mencapai puncaknya
pada tahun 1925, ketika 33. 801 orang Yahudi masuk ke Palestina, mereka kebanyakan
berasal dari Eropa Timur. Kedatangan mereka ke Palestina tidak dengan badan kosong,
melainkan dengan membawa modal dan keahlian yang besar, sehingga mampu
menjalankan roda perekonomian di Palestina. Kondisi ini sangat menghawatirkan bangsa
arab.
Bangsa Arab melihat kondisi yang demikian semakin curiga dengan sikap
pemerintah Inggris, yang memberikan kemudahan bagi masuknya imigran Yahudi ke
Palestina. Bangsa Arab semakin yakin dengan rencana-rencana kaum Zionis yang ingin
memdirikan negara nasional di Palestina. Sementara itu tuntutan bangsa Arab mengenai
kemerdekaan semakin menggebu. Dengan demikian timbul semangat perlawanan dari
bangsa Arab terhadap Pemerintah Inggris.
Pada tahun 1930-an timbul pemberontakan di Palestina terhadap Pemerintah
Inggris yang dipimpin oleh Izzuddin Al-Qasam (1882-1935). Pemberontakan rakyat
Palestina tahun 1931-an merupakan konflik terbuka yang pertama sekaligus yang terbesar
dalam konflik Palestina. Kerusuhan ini menimbulkan suasana yang tidak terkendali.
Sehingga Pemerintah Inggris harus mengambil langkah serius dengan mengerahkan
seluruh kekuatan militernya. Aksi militer Inggris menyebabkan jatuhnya banyak korban
di kalangan rakyat Palestina. Pemberontakan dapat dipadamkan setelah ribuan rakyat
Palestina tewas dalam pertempuran tersebut. (Ahmad Fauzi, 1996:37)..
Dalam rangka memaksa Pemerintah Inggris menghentikan imigran Yahudi masuk
ke Palestina dan menempatkan Palestina di bawah kekuasaan Negara Arab pada tahun
1936 timbul pemogokan nasional. Pemogokan ini kemudian berubah menjadi pertikaian
antara rakyat Palestina dan Pemerintah Inggris yang dibantu kaum Zionis Yahudi. Komisi
Tinggi Arab Dibentuk untuk melaksanakan perjuangan itu.
Untuk menghentikan perlawanan rakyat Arab, Pemerintah Inggris membentuk
komisi yang bertugas untuk menyelidiki situasi keamanan di Palestina. Komisi ini
dipimpin oleh Lord Feel. Sebenarnya rakyat Arab tidak mau menghentikan pemogokan,
akan tetapi karena adanya himbauan dari penguasa-penguasa Arab di Irak, Saudi Arabia,
Yaman dan Tarnsyordania, pemogokan dapat dihentikan. Akan tetapi kemudian pihak
Arab memboikot komisi Feel karena mengijinkan lagi imigrasi Yahudi. (Yacob Katz &
Friends, 1996:51).
Setelah mengkaji berbagai macam rencana usulan untuk menyelesaikan masalah,
komisi memilih rencana membagi Palestina menjadi dua bagian. Satu bagian untuk
bangsa Arab dan satu bagian untuk bangsa Yahudi dan Zona internasional yang meliputi
kota Yerusalem dengan demikian untuk pertama kalinya muncul rencana mendirikan
negara Yahudi dari lebaga resmi Pemerintah Inggris.
Rencana itu ternyata tidak memuaskan bangsa Arab sehingga pertikaian
berlangsung terus. KaumYahudi tidak begitu antusias dengan rencana komisi Feel.
Pemerintah Inggris mengambil tindakan yang sangat keras untuk menghentikan huru-
hara di Palestina.
Untuk mencapai titik temu antara pihak-pihak yang bertikai di Palestina, pada
bulan Desember 1938 Pemerintah Inggris mengundang untuk mengadakan konferensi di
London yang dihadiri oleh utusan Arab dan Yahudi. Konferensi ini berakhir dengan hasil
yang kurang memuaskan, tidak ada kesepakatan apapun yang diperoleh dari pertemuan
itu. Pihak Arab bersikeras menuntut dibubarkannya kebijaksanaan Perumahan Nasional
Yahudi dan dibentuknya pemerintahan sendiri.
Pada waktu itu Pemerintah Inggris sedang menghadapi masalah yang berat yaitu
dalam rangka menghadapi Perang Dunia II ( PD II ) melawan Hitler, sementara itu
Inggrispun tidak ingin kehilangan wilayah jajahan yang strategis. Maka pada tahun 1939
dikeluarkannya Buku putih (White Paper ) yang berisi antara lain mengenai pembatasan
imigrasi Yahudi ke Palestina. Buku putih ini mendapat tanggapan yang keras dari bangsa
Arab maupun bangsa Yahudi. Komisi mandat LBB mengkritik keras kebijakan
pemerintah Inggris itu, Perserikatan Bangsa-bangsa dengan tegas menyatakan bahwa
kebijakan Inggris itu tidak sesuai dengan pemahaman yang dimaksud oleh komisi
mengenai Pemerintah Mandat Inggris. (Yacob & friends, 1996:53).
Walaupun sudah ada pembatasan, namun imigrasi Yahudi ke Palestina terus
meningkat. Sehingga jumlah mereka bertambah banyak keadaan ini membuat bangsa
Palestina semakin cemas. Tanda akan meluasnya perang semakin jelas, apalagi dengan
ancaman Perang Dunia II.
Pada tahun 1940-1945 Perang dunia II berkobar hamper diseluruh benua. Perang
Dunia II merupakan awal malapetaka yang hebat bagi bangsa Yahudi di Eropa.
Pemerintahan Nazi Hitler di Jerman melakukan penangkapan besar-besaran terhadap
orang-orang Yahudi. Sehingga arus imigran Yahudi ke Palestina semakin bertambah.
Jumlah orang Yahudi yang ditangkap Nazi Hitler sekitar 4 juta orang yang ditempatkan
diberbagai kamp tawanan. Hingga akhir tahun 1944, menjelang kekalahan Hitler tak
kurang dari 3,5 juta orang Yahudi yang dimusnahkan Hitler.
Beberapa bulan menjelang keruntuhan Hitler, diadakan perundingan di Yalta pada
bulan Fubruari 1945 antara Presiden AS, Rossevelt, PM Kerajaan Inggris W Churchil dan
PM UNI Soviet Stalin. Pertemuan agar memberikan kemerdekaan kepada bangsa Arab
Palestina. ( Ibrahim Latief,1991:23). Pada bulan Agustus 1945 Perang Dunia II berakhir
dengan kekalahan negara-negar Fasis.
Setelah Perang Dunia II selesai bangsa Arab Palestinamenuntut agar Inggris
segera memberikan kemerdekaan sesuai dengan anjuran dalam perundingan Yalta. Akan
tetapi di pihak Inggris tidak tegas dan lebih banyak berpihak kepada kaum Zionis Yahudi
dan berusaha mengulur-ulur waktu. Sementara orang-orang Yahudi yang bertebaran di
luar negeri secara terus menerus pindah ke Palestina, namun menjelang akhir tahun 1947
ketika PBB merencanakan membagi Palestina, bangsa Arab masih merupakan mayoritas
dengab jumlah orang Yahudi mencapai sepertiganya, 608.225 orang Yahudi berbanding
1.237.332 orang Arab. ( Faul Findley, 1995:167).
Pertumpahan darah dan pergolakan politik di bumi Palestina semakin
mencemaskan. Sedangkan pasukan Inggris yang berada di Palestina tidak bias menguasai
keadaan. PBBdengan resolusi nomor 181 tanggal 19 November 1947 memerintahkan
supaya Inggris segera menarik pasukannya dari Palestina. Keadaan hari demi hari
semakin kacau dan mencekam, hampir seluruh negeri ini orang Arab Palestina dan orang
Yahudi saling bertempur. Teror yang dilancarkan oleh kaum Zionis terhadap penduduk
sipil Yahudi semakin merajalela, setiap hari ada saja penduduk Palestina yang terbunuh. (
Ibrahim Latief, 1991:23).
Pada tanggal 28 April 1947 PBB secara khusus membahas perseolan Palestina,
tanggal 15 Mei 1947, PBB membentuk komisi khusus untuk Palestina. Setelah
mengadakan penyelidikan dan mendengarkan pendapat dari pihak-pihak yang bertikai di
Palestina pada tanggal 1 September 1947 komisi ini menyerahkan kepada Dewan
Keamanan PBB 11 Pasal suci Yerusalem. Sementara itu sejumlah orang Arab Palestina
yang mengungsi ke luar negeri sudah melebihi 700.000 orang, jumlah itu setiap harinya
terus bertambah. Atas desakan PBB., pasukan Inggris mulai meningkatkan Palestina
sejak bulan Maret 1948, kemudian pada tanggal 15 Mei 1948 secara resmi PBB
mencabut mandat Inggris atas Palestina. ( Ibrahim Latief,1991:23).
Akan tetapi sebelum mandat Inggris dicabut yaitu pada tanggal 14 Mei 1948
lewat tengah malam, jadi berarti sudah masuk tanggal 15 Mei pemancar radio Israel
mengumumkan Proklamasi berdirinya negara Israel dan mengumumkan susunan
pemerintahannya. Dengan demikian jelaslah bahwa nasib bangsa Palestina seperti
terabaikan, karena PBB sama sekali tidak menghalangi berdirinya negara Yahudi.
Sedangkan resolusi PBB no 181 menetapkan bahwa di Palestina akan berdiri dua negara
yaitu Palestina dan Israel. Sebelum Proklamasi sepihak itu tentara –tentara Yahudi
melakukan sapu bersih pemukian Arab. Selama tahun 1948 lebih dari 70 % warga Arab
Palestina terusir dari rumah dan kampung halamannya yang dikuasai kaum Zionis
Yahudi.
Telah terjadi tiga kali perang besar antara negara-negara Arab dengan Israel, yaitu
pada tahun 1948, 1967 dan 1973. Dalam setiap peperangan dengan bangsa Arab Israel
selalu dibantu oleh Amerika dan berbagai negara Eropa ( Barat ) lainnya. Disamping itu
telah terjadi perang ketika Mesir menasionalisasikan Terusan Zues pada tahun 1956,
maka Inggris, Perancis dan Israel menyerbu Mesir. Pada tahun 1982 Israel menyerbu
Lebanon, dalam usaha menghancurkan basis PLO dan akhirnya Israel memasuki
Lebanon Selatan.
Setiap perang antara negara-negara Arab dan Israel, negara Arab selalu menderita
kekalahan. Dalam perang tahun 1967 seluruh tanah Palestina yaitu West Bank, termasuk
Yerusalem Timur dan Gaza jatuh ke tangan Israel, bahkan Sinai ( daerah Mesir ) dan
dataran tinggi Golan ( milik Syiria )jatuh pula ke tangan Israel ( Lukman Harun,
1992:51).
Warga Palestina di daerah pendudukan mengakui PLO sebagai wakil yang sah
dari rakyat Palestina, namun setelah sekian lama tidak terjadi perubahan di daerah
pendudukan menyebabkan mereka kecewa dan frustasi, karena perhatian PLO lebih
tercurah pada rakyat Palestina yang berada di pengasingan daripada yang berada di
daerah pendudukan. Selain itu dana bantuan PLO yang diperlan oleh rakyat Palestina di
daerah pendudukantidak mengalir, padahal dana itu digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosial warga Palestina di daerah pendudukan. Akibatnya
perbaikan perekonomian dan kehidupan sosial warga Palestina menjadi terhambat dan
tidak makin membaik (Kirdi Dipoyudo,1982:124). Perasaan tersebut terutama muncul
dari kalangan pemuda dan remaja Palestina. Kelompok ini kemudian menjadi ujung
tombak dari munculya gerakan Intifadah di jalur Gaza dan Tepi Barat.
Gerakan Intifadah merupakan wadah bagi kaum muda dan remaja Palestina
dalam melakukan perlawanan terhadap Zionisme Israel. Penggerak utama Intifadah
adalah HAMAS (Harakat Muqawwamat Al-Islamiyyat). Dalam gerakannya kaum muda
HAMAS tidak segan-segan membunuh puluhan warga Israel sebagai aksi balas dendam
terhadap perlakuan penguasa Israel yang menahan atau menembak mati warga palestina
dan anggota HAMAS. Para pemuda yang tergabung di dalam kelompok HAMAS
tersebut telah dididik menjadi seseorang yang mempunyai mental tangguh dan keras.
Mereka pun berani mati demi apa yang saat ini sedang mereka perjuangkan yaitu
kebebasan dan kemerdekaan bangsa Palestina (Daliman, 2000:50-52)
Meskipun relatif muda, Gerakan Perlawanan Islam, Hamas telah menjadi
kekuatan signifikan dalam atmosfer politik Palestina. Sejumlah faktor menjadikan
Hamas populer di kalangan rakyat, yakni seruanya untuk membebaskan semua Palestina.
Hamas juga terkenal karena reputasi kejujuran, efesiensi dan nir korupsi. Serangan gagah
berani dan sukses atas target-target militer Israel, daya pegas mengagumkan yang
menggoncangkan Israel, hadirnya para pemimpinnya di wilayah pendudukan, berbeda
dengan para pemimpin PLO diperantauan serta sikap kokohnya berbalikan dengan PLO
yang meninggalkan perlawanan bersenjata melawan negara Zionis.
Kemampuan gerakan ini tidak hanya dari survivalitasnya, namun hadir sebagai
pesaing utama bagi perwakilan Palestina. Pendekatan populisme Hamas dan bersikap
hati-hati dalam hubungan inter- Arab berimpilikasi pada dukungan atas setiap operasinya.
Perjanjian damai yang disepakati bulan September tidak serta merta menghalangi Hamas
berkonfrontasi dengan Israel. Para Islamis berpandangan bahwa perjanjian itu sebagai
dokumen palsu yang bertujuan melegetimasi kontrol Israel atas tanah dan sumber daya
Palestina. Mereka menghawatirkan kemungkinan kekerasan berdarah antar faksi
sehingga berulang kali menyebarkan pamflet yang melarang anggotanya terlibat dalam
tindakan semacam itu. Kebijakan pragmatis itu mampu menjamin survivalitas Hamas
sehingga menjadi elemen penting masa depan di daerah pendudukan.
Tujuan HAMAS seperti yang digariskan oleh Ahmad Yasin (tokoh HAMAS)
adalah mendirikan negara Palestina berdasarkan syariat Islam meskipun mengakui bahwa
Palestina merupakan tanah suci kaum Muslimin, Yahudi dan Nasrani. Menurut Ahmad
Yasin, Palestina patut didirikan sebagai sebuah negara Islam karena mayoritas penduduk
menganut Islam. Sedangkan orang Yahudi dan Nasrani akan diperlakukan sesuai dengan
ajaran Qur’an. Sedangkan PLO pimpinan Yasser Arafat mengupayakan pendirian negara
Palestina independen yang tidak berdasarkan agama tertentu (Tempo, 16 Januari 1993).
Masalah Palestina telah melebar menjadi konflik Arab-Israel melibatkan berbagai
pihak antara lain: Israel, rakyat Arab Palestina, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO),
negara-negara Arab, dan negara-negara besar (Amerika serikat,Uni Soviet dan negara-
negara Eropa lainnya).
Masalah Palestina semakin ruwet karena campur tangan pihak luar yang
sebetulnya hanya ingin mencari keuntungan sendiri. Kecuali itu juga adanya perbedaan-
perbedaan pendapat antara Israel dengan Arab Palestina maupun negara-negara Arab,
tentang dasar klaim mereka atas tanah Palestina. Alasan keduanya sangat bertolak
belakang, dan tidak mampunya LBB maupn PBB dalam menangani dan cenderung
bersikap berat sebelah, sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan memanasnya emosi
Arab kemudian berusaha menggempur negara Israel (Kirdi Dipoyudo,1982: 97-99).
Di satu sisi, sulitnya penyelesain konflik ini secara mendasar disebabkan tidak
terdapatnya titik temu dalam sikap masing-masing pihak yang bertikai, yaitu Arab dan
zionis Isreal. Arab kukuh tidak akan merelakan wilayahnya dikuasai Israel, dan Israel
bersikeras untuk sementara tidak akan mengubah batas wilayahnya seperti saat
ditinggalkan Inggris pada tahun 1948 ataupun menyerahkan wilayah pendudukan tanpa
sesuatu imbalan. Jimmy Carter pernah menyatakan bahwa Israel mengklaim tanah
Palestina yang ditinggalkan Inggris kepadanya pada tahun 1948, sebagai hak sahnya dan
menolak pengakuan negara Palestina di atas tanah yang sama. Namun bangsa Arab tidak
bisa menerima klaim Israel atas tanah itu yang diserobot Israel dengan jalan perampasan
dan tanpa persetujuan Arab.
Pada intinya masalah Palestina adalah sengketa atas tanah Palestina antara
penduduk Arab dan kaum Yahudi, yang telah merampas tanah Palestina dan mendirikan
negara Israel bagi bangsa Yahudi. Sehubungan dengan ini maka peneliti mencoba
mengangkat kembali peristiawa masa lampau untuk diteliti dan kemudian diangkat
menjadi sebuah skripsi yang berjudul “PERANAN HAMAS DALAM KONFLIK
PALESTINA – ISRAEL TAHUN 1967-1972”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah yang
akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi negara Palestina menjelang tahun 1967?
2. Apakah yang melatar belakangi lahirnya Hamas serta tujuannya?
3. Bagaimana gerak dan langkah perjuangan Hamas melawan Israel?
4. Apa sajakah hambatan yang dihadapi Hamas melawan Israel?
5. Apakah solusi pemecahan dari konflik Israel – Palestina ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi tanah Palestina menjelang tahun 1967.
2. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Hamas serta tujuannya.
3. Untuk mengetahui gerak dan langkah perjuangan Hamas melawan Israel.
4. Untuk mengetahui hambatan yang akan dihadapi Hamas melawan Israel.
5. Untuk mengetahui solusi pemecahan dari konflik Israel – Palestina.

D. Manfaat Penelitian
Setiap karya ilmiah di dalamnya akan selalu didapatkan manfaat teoritis dan
manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Menambah ilmu pengetahuan yang digunakan dalam rangka pengembangan ilmu
sejarah yang berkaitan dengan Timur Tengah.
b. Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan yang digunakan dalam rangka
pengembangan ilmu sejarah yang berkaitan dengan tema yang telah penulis
kemukakan.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
b. Dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya mengenai
peranan Hamas dalam konflik Israel-Palestina.

Anda mungkin juga menyukai