Anda di halaman 1dari 11

HOSPITALISASI ANAK DENGAN ATRAUMATIC CARE

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
(berisi tentang fenomena dampak hospitalisasi pada anak yang terjadi baik secara umum maupun
khusus di RS Santosa, tuliskan fenomena diagnosa kecemasan yang banyak terjadi di ruangan,
data tentang kecemasan dan dampak hospitalisasi di R. Anak santosa kopo. Jelaskan tentang
urgensinya atraumatic care di ruang anak. Dampaknya bagi psikologis anak maupun optimalisasi
perkembangan bagi anak yang dihospitalisasi)

B. Tujuan
Tuliskan tujuan penulisan

BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian atraumatic care


Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh personel,
dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres psikologis
dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan
kesehatan[ CITATION Won09 \l 1057 ].
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat
mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua
[ CITATION Sup14 \l 1057 ].

C. Manfaat atraumatic care


1) Mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak
2) Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
[ CITATION Hid12 \l 1057 ].
Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa penerapan atraumatic care memiliki
pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon kecemasan pada anak yang di
hospitalisasi [ CITATION Bol11 \l 1057 ].

Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih,
karena masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami
anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas,
marah, nyeri, dan lain-lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan
menimbulkan masalah psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak.
Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah

3) Tujuan atraumatic care


Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong (2009) sebagai tujuan utama dari
atraumatic care.
2. Mencegah dan mengurangi stres fisik [ CITATION Sup14 \l 1057 ].
3. Mencegah dan mengurangi stres psikologis [ CITATION Sup14 \l 1057 ].

4) Prinsip atraumatic care


Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan menjadi empat,
yaitu: mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan
menggunakan pendekatan family centered, meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun
psikologis (nyeri), tidak melakukan kekerasan pada anak, serta memodifikasi lingkungan
fisik ruang perawatan anak.
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat
proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak
[ CITATION Hid12 \l 1057 ].
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam
merawat anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang
tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit. Orang tua dipandang sebagai subjek yang
mempunyai potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya [ CITATION
Won09 \l 1057 ].
3. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi nyeri
merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan
nyeri sering tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi
dan teknik nonfarmakologi [ CITATION Won09 \l 1057 ].
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Tanpa disadari, orang tua pernah melakukan kekerasan terhadap anak. Salah satu
bentuk kekerasan tersebut adalah kekerasan verbal atau kekerasan yang dilakukan lewat
kata-kata yang menyakitkan. Kata-kata yang menyakitkan tersebut biasanya bermakna
melecehkan kemampuan anak, menganggap anak sebagai sumber kesialan, mengecilkan arti
si anak, memberikan julukan negatif kepada anak, dan memberikan kesan bahwa anak tidak
diharapkan akan memiliki dampak jangka panjang terhadap perasaan anak dan dapat
mempengaruhi citra diri mereka [ CITATION Cho08 \l 1057 ].
Menurut Jurnal Fitriana, Pratiwi, & Sutanto (2015) menyebutkan bahwa Verbal
abuse atau biasa disebut emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang
menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan. Verbal abuse terjadi ketika orang tua
menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus
menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang
ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu
berlangsung dalam satu periode.
5. Modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan,
perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan
merasa nyaman di lingkungannya [ CITATION Hid12 \l 1057 ].

E. Intervensi atraumatic care


Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan, memegang posisi kunci untuk
membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di
rumah sakit karena perawat berada di samping pasien selama 24 jam dan fokus asuhan adalah
peningkatan kesehatan anak. Asuhan yang berpusat pada keluarga dan atraumatic care
merupakan falsafah utama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan anak. Oleh karena itu,
upaya dalam mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tuanya selama
dalam masa perawatan berfokus pada intervensi atraumatic care yang berlandaskan pada
prinsip atraumatic care [ CITATION Sup14 \l 1057 ].
1. Intervensi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan pada anak dapat dilakukan
dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak [ CITATION
Sup14 \l 1057 ], yaitu:
a. Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in)
atau jika tidak memungkinkan untuk rooming in maka berikan kesempatan orang
tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan kontak
antara mereka.
b. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di
rumah.
c. Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman
sekolah dan berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.
d. Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
[ CITATION Sus13 \l 1057 ].
2. Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak untuk
membantu orang tua dengan cara memberikan informasi sehubungan dengan penyakit,
prosedur pengobatan, prognosis serta perawatan yang dapat dilakukan orang tua, dan
reaksi emosional anak terhadap sakit dan hospitalisasi [ CITATION Won09 \l 1057 ].
Perawat dapat juga menginformasikan kepada orang tua mainan yang boleh
dibawa ke rumah sakit, membuatkan keluarga jadwal untuk anak, serta penting untuk
perawat mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum dirawat di rumah sakit melalui
kegiatan pendidikan kesehatan pada orang tua. Sehingga selama perawatan di rumah
sakit orang tua diharapkan dapat belajar dalam hal peningkatan pengetahuan maupun
keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya [ CITATION Sup14 \l
1057 ].
3. Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses keperawatan terkait
mengurangi atau mencegah dampak nyeri. Dalam pengkajian nyeri penting bagi perawat
menggunakan definisi operasional nyeri yang diungkapkan oleh Wong (2009), yaitu
nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya, ada pada saat orang
tersebut mengatakan itu terjadi.
Wong (2009), juga menyatakan bahwa prinsip pengkajian nyeri pada anak-anak
adalah QUESTT yaitu question the child (tanyakan pada anak), use a pain rating scale
(gunakan skala nyeri), evaluate behavioral and physiologic changes (evaluasi
perubahan-perubahan sikap dan fisiologis), secure parent’s involvement (pastikan
keterlibatan orang tua), take the cause of pain into account (pertimbangkan penyebab
nyeri), dan take action and evaluate results (lakukan tindakan dan evaluasi hasilnya).
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik. Pertama, teknik
nonfarmakologi dapat dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing,
stimulasi kutaneus, memberikan strategi koping yang dapat mengurangi persepsi nyeri
dengan cara bicara hal yang positif pada diri, berhenti berfikir tentang hal menyakitkan,
dan kontrak perilaku [ CITATION Won09 \l 1057 ]. Kedua, teknik farmakologis
dilakukan dengan cara meningkatkan efektivitas dari pemberian obat melalui
penggunaan prinsip enam benar, meliputi: benar klien, benar obat, benar dosis, benar
cara, benar waktu, benar dokumentasi (Rusy dan Weisman, 2000 dalam Utami, 2012).
Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak harus menerima analgesik dan
sedasi yang cukup untuk meminimalkan nyeri dan kebutuhan restrein yang berlebihan.
Untuk anestesi lokal gunakan lidokain yang dibufer untuk mengurangi sensasi sakit atau
berikan EMLA (Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara topikal sebelum dilakukan
injeksi parenteral [ CITATION Won09 \l 1057 ]. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan [ CITATION Hid12 \l 1057 ].
Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan rasa takut terhadap cedera
tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa yang akan
dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua [ CITATION
Sup14 \l 1057 ]. Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang menakutkan
dapat menurunkan ketakutan mereka, serta memanipulasi teknik prosedural untuk
anak-anak di setiap kelompok umur juga meminimalkan ketakutan akan cedera
tubuh [ CITATION Won09 \l 1057 ].
b. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak
Permainan yang bisa dilakukan diantaranya bercerita, menggambar, menonton
video kaset dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan
dilakukan pada anak [ CITATION Sup14 \l 1057 ]. Bermain adalah salah satu aspek
penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif untuk
penatalaksanaan stres, serta bermain juga sangat penting bagi mental, emosional
dan kesejahteraan sosial anak [ CITATION Won09 \l 1057 ].
Kebutuhan bermain bagi anak sama halnya dengan kebutuhan perkembangan
anak, tidak berhenti saat anak sakit atau di hospitalisasi. Bermain di rumah sakit
memberikan banyak manfaat pada anak yaitu memberikan pengalihan dan
menyebabkan relaksasi, membantu anak merasa lebih nyaman di lingkungan yang
asing, membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah,
sebagai alat untuk melepas ketegangan dan ungkapan perasaan, meningkatkan
interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain, sebagai alat
ekspresi ide-ide dan minat, sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik, dan
menempatkan anak pada peran aktif dan memberi kesempatan pada anak untuk
menentukan pilihan dan merasa mengendalikannya [ CITATION Won09 \l 1057 ].
Supartini (2014), mengemukakan bahwa dalam melakukan aktivitas bermain
perawat hendaknya memperhatikan prinsip permainan pada anak di rumah sakit,
yaitu:
1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat. Misalnya,
sambil tiduran di tempat tidurnya anak dapat dibacakan buku cerita atau diberi
buku komik anak-anak, mobil-mobilan yang tidak menggunakan remote
control, robot-robotan, dan permainan lain yang dapat dimainkan anak sambil
tiduran.
2) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat, dan sederhana
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Kalaupun akan
membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana agar tidak melelahkan
anak. Misalnya, menggambar atau mewarnai, bermain boneka, dan membaca
buku cerita.
3) Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak
Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang
anak untuk berlari-lari, dan bergerak secara berlebihan.
4) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
Apabila permainan dilakukan khusus di kamar bermain secara berkelompok,
permainan harus dilakukan pada kelompok umur yang sama. Misalnya,
permainan mewarnai pada kelompok usia prasekolah.
5) Melibatkan orang tua
Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang
dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat
hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh
perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari
awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan anak bersama dengan
perawat dan orang tua anak lainnya.
c. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua
Pada saat anak dilakukan tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
apabila orang tua tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya.
Maka, perlu dipertimbangkan untuk menghadirkan orang tua. Sebaiknya dalam
kondisi ini tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada
perawat sebagai pendamping anak selama prosedur tindakan [ CITATION Sup14 \l
1057 ].
d. Tunjukkan sikap empati
Menunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa
takut akibat prosedur yang menyakitkan. Empati merupakan kemampuan untuk
memahami dan menerima realita seseorang, merasakan perasaan dengan tepat, dan
mengkomunikasikan pengertian kepada pihak lain. Untuk mengekspresikan empati,
perawat memperlihatkan pengertian atas kepentingan pesan berdasarkan tingkat
perasaan. Teknik ini mengharuskan perawat untuk sensitif dan imajinatif, terutama
jika perawat tidak memiliki pengalaman terdahulu. Empati merupakan tujuan yang
penting, kunci untuk menyelesaikan masalah, dan mendukung komunikasi.
Pernyataan yang menunjukkan empati sangat efektif karena memperlihatkan
perhatian perawat atas kandungan perasaan dan fakta dari komunikasi. Pernyataan
empati bersifat netral, tidak menuduh, dan membantu pembentukan kepercayaan
dalam situasi yang sulit [ CITATION Pot09 \l 1057 ].
e. Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada tindakan pembedahan elektif
(apabila memungkinkan)
Persiapan khusus yang dapat dilakukan misalnya, dengan mengorientasikan
kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, dan petugas yang akan menangani
anak melalui cerita, gambar, atau menonton film video yang menggambarkan
kegiatan operasi tersebut. Terlebih dahulu lakukan pengkajian yang akurat tentang
kemampuan psikologis anak dan orang tua untuk menerima informasi ini dengan
terbuka. Lakukan pula relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai persiapan untuk
perawatan pasca operasi [ CITATION Sup14 \l 1057 ].
4. Intervensi Tidak melakukan kekerasan pada anak
a. Berbicara dengan lembut dan nada yang rendah,
b. Tidak memaksa anak bila tidak mau tetapi dilakukan dengan membujuk,
c. Tidak melakukan tindakan keperawatan berulang-ulang yang dapat memperberat
kondisi anak secara psikis dan psikologis
d. Tidak membohongi anak
e. Biblioterapi
5. Intervensi modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat dilakukan dengan penataan atau
dekorasi menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga atau binatang lucu, hiasan
dinding bergambar dunia binatang atau fauna, papan nama pasien bergambar lucu,
dinding berwarna dan penggunaan warna yang cerah di ruangan, serta tangga dicat
warna-warni [ CITATION Sup14 \l 1057 ]
Penggunaan Pakaian seragam tim kesehatan yang berwarna putih pun bisa menjadi
stresor bagi anak, layaknya lingkungan rumah sakit yang asing bagi anak dan orang tua [
CITATION Sup14 \l 1057 ]. Sehingga penggunaan pakaian multi warna
nonkonvensional pada perawat lebih disukai oleh anak-anak dan orang tua yang anaknya
dirawat di rumah sakit. Selain itu, seragam perawat yang berwarna mampu
meningkatkan persepsi orang tua tentang keandalan perawat dimana penggunaan pakaian
perawat nonkonvensional dapat berkontribusi untuk meningkatkan hubungan anak dan
perawat (Festini, et al., 2008 dalam Utami, 2012).
BAB III
EVIDANCE BASE NURSING ATRAUMATIC CARE

1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga


Analisis review jurnal tentang upaya/ metode atraumatic care untuk menurunkan dan
mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Analisis review jurnal tentang upaya/ metode atraumatic care untuk Meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
3. Mencegah atau mengurangi nyeri dan cidera pada tubuh
Analisis review jurnal tentang upaya/ metode atraumatic care untuk mengurangi nyeri dan
cidera pada tubuh . (minimal 5 metode)
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Analisis review jurnal tentang upaya/ metode atraumatic care untuk menghindari kekerasan
pada anak
5. Modifikasi lingkungan fisik
Analisis review jurnal tentang upaya/ metode atraumatic care untuk modifikasi lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Bolin, N. (2011). Hubungan Penerapan Atraumatic Care dalam Pemasangan Infus Terhadap
Respon Kecemasan Pada Anak yang Mengalami Hospitalisasi di IRNA D Anak Rumah Sakit dr.
M. Djamil Padang. Padang: Universitas Andalas.

Choirunnisa. (2008, Maret 18). Dampak Kekerasan Verbal Pada Anak. Retrieved from Okezone
online: http://m.okezone.com

Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A. V. (April 2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Orang Tua dalam Melakukan Kekerasan Verbal terhadap Anak Usia Pra-
Sekolah. Jurnal Psikologi Undip Vol. 14 No. 1 , 81-93.

Hidayat. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

Potter, & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Supartini. (2014). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Susilaningrum, R. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Wong, D. d. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai