Anda di halaman 1dari 6

OHL kini telah menjadi fenomena yang berkembang dalam berbagai kondisi yang

mempengaruhi kekebalan tubuh misalnya pada pasien dengan infeksi HIV atau penerima
transplantasi sumsum tulang belakang. EBV-positive Hodgkin’s dan on-Hodgkin’s lymphomas
dapat bermanifestasi di kepala dan leher. Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) juga merupakan
kanker yang berkaitan dengan infeksi EBV. Belum ada obat anti-EBV efektif yang
dikembangkan. EBV sensitif terhadap ACV in vitro, tetapi pemberian secara sistemik dari obat
ini menimbulkan sedikit efek pada penyakit klinis.

2.3. KSHV

Penamaan resmi dari human herpesvirus 8 (HHV-8) dinyatakan sebagai KSHV, sesuai
dengan nomenklatur sistemik yang diambil untuk seluruh herpes virus pada manusia. KSHV
adalah virus penyebab Kaposi sarcoma (KS), penyakit Castleman multisentris, dan limfoma efusi
primer. Manusia dianggap sebagai inang alami KSHV, yang bertransmisi melalui saliva. Infeksi
terjadi selama masa kanak-kanak dan meningkat seiring bertambahanya usia. KSHV terdeteksi
dalam sel endotel dan spindel dari lesi Kaposi sarkoma, serta dalam sel endotel yang beredar, sel
limfoma efusi primer, Limfosit B, makrofag, sel dendritik, orofaring dan epitel kelenjar prostat,
dan keratinosit. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa ada empat varian klinis KS: (1) klasik;
(2) endemik (Afrika); (3) iatrogenik (terkait transplantasi); dan (4) terkait HIV / AIDS (epidemi)
(HIV-KS). Telah diketahui secara luas bahwa KS adalah penyakit terdefinisi AIDS dan yang
paling sering dikaitkan dengan AIDS neoplasma. HIV-KS umumnya mempengaruhi rongga
mulut, dengan mukosa mulut menjadi tempat awal penyakit klinis pada 20% pasien [7]. ART
telah berhasil menurunkan prevalensi dan kejadian HIV-KS. Liposome-encapsulated
doxorubicin (Doxil) sering digunakan terutama untuk pengobatan KS terkait AIDS.

2.4. HPV
HPV adalah virus DNA kecil, tanpa selubung, untai ganda dengan simetri icosahedral.
Terdapat keragaman genetik yang luas diantara HPV, dan lebih dari 70 genotipe HPV telah
diidentifikasi sejauh ini. Beberapa diantaranya berhubungan dengan berbagai lesi papillomatous
jinak pada kulit dan mukosa skuamosa. Mekanisme transformasi keganasan tidak sepenuhnya
dipahami dan sulit untuk dipelajari karena HPV sulit tumbuh dalam kultur. Diperkirakan bahwa
DNA virus tetap episom di lesi jinak, sedangkan lesi ini diintegrasikan ke dalam DNA
kromosom inang dalam sel-sel ganas, misalnya, serviks karsinoma. Papiloma oral dari jenis
konvensional dapat disebabkan oleh jenis HPV yang ditularkan secara seksual tipe 6, 11, dan 16.
Kutil biasa paling sering disebabkan oleh tipe 2 [8].
HPV menginduksi tumor jinak dari epitel di inang alami mereka. Penemuan peran HPV
pada kanker serviks telah menyebabkan meluasnya penggunaan vaksin HPV untuk wanita muda,
tetapi masih belum pasti apakah HPV benar-benar memainkan peran penting [9]. Berdasarkan
dugaan peranan mereka dalam karsinoma serviks, virus ini diklasifikasikan memiliki potensi
onkogenik baik tinggi (terutama tipe 16 dan 18) atau rendah (terutama tipe 6 dan 11). HPV
sering ditemukan dalam sampel oral dari mulut yang sehat, seperti ulas sampel mukosa, tetapi
prevalensi mereka biasanya dilaporkan lebih tinggi pada biopsi dari lesi oral, termasuk
leukoplakia dan / atau kanker. Hubungan dengan HPV onkogenik kurang jelas dalam kasus
leukoplakia, sementara ada banyak laporan tentang HPV pada kanker ganas. Prevalensi yang
diamati pada kanker mulut jauh lebih rendah daripada kanker serviks, tetapi kasus menganai
peran HPV masih cukup kuat [2]. Ketika generasi yang telah menerima vaksin papillomavirus
tumbuh, kami harus mencari tahu apakah prevalensi karsinoma oral menurun seiring dengan
penurunan yang diharapkan pada kanker serviks. Imiquimod digunakan sebagai krim yang
diaplikasikan pasien untuk mengobati kutil kelamin. Imiquimod adalah Toll-like receptor 7
(TLR7) agonist, yang memicu sekresi sitokin inflamasi. Perawatan tradisional terdiri dari teknik
destruktif secara lokal, seperti kauterisasi, eksisi bedah, dan cryotherapy menggunakan nitrogen
cair.

2.5. HIV

HIV adalah retrovirus berselubung yang ditularkan melalui kontak seksual atau melalui

kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi. Retroviral RT memungkinkan virus untuk

mengintegrasikan informasi genetiknya ke dalam kromosom inang. HIV menargetkan sel T-

helper CD4-positif, dan menyebabkan perkembangan defisiensi imun dan mengarah pada AIDS.

Infeksi virus adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pada pasien imunosupresi.

Secara umum, penyakit atau perawatan medis yang memiliki efek sitostatik atau sitotoksik pada
limfosit meningkatkan risiko infeksi virus, dan tingkat infeksi virus tergantung pada sifat dan

tingkat imunosupresi. Reaktifasi dari virus yang laten merupakan pertimbangan penting untuk

jenis infeksi virus, dan hal ini sering terjadi pada pasien imunosupresi. Manifestasi paa kulit dan

membrane mukosa pasien infeksi HIV bias jadi hasil dari kelainan oportunistik sekunder sampai

penurunan imunokompetensi yang disebabkan oleh infeksi. HIV yang terkait dengan kondisi oral

terjadi pada proporsi pasien yang besar, dan sering kali salah terdiagnosa dan diobati dengan

tidak adekuat. Dental expertise berperan penting untuk manajemen yang baik terhadap

manifestasi oral infeksi HIV pada rongga mult; namun, pada prakteknya, banyak pasien tidak

mendapatkan perawatan gigi yang adekuat. Kondisi oral terkait HIV yang umum atau khas

meliputi gejala berikut: xerostomia (mulut kering), kandidiasis, OHL, penyakit periodontal

seperti eritema gingiva linier dan necrotizing ulcerative periodontitis, KS, kutil terkait HPV,

kondisi ulseratif termasuk lesi HSV, ulkus aphthous berulang, dan ulkus neutropenia. Pada tahun

1993, konsensus menentukan klasifikasi manifestasi oral HIV, yang disebut klasifikasi EC-

Clearinghouse 1993. Konsensus mengklasifikasikan lesi oral yang terkait dengan HIV (OL-HIV)

menjadi tiga kelompok: (1) lesi yang sangat terkait dengan infeksi HIV; (2) lesi yang kurang

terkait dengan infeksi HIV; dan (3) lesi yang terlihat pada infeksi HIV [10]. Pembagian peristiwa

yang terkait dengan infeksi HIV, dari tingkat infeksi seluler hingga manifestasi oral terkait HIV

pada pasien diilustrasikan pada gambar 1, Bersama dengan klasifikasi HIV-OL.

HIV adalah salah satu virus yang paling banyak dipelajari dan, dengan demikian, agen

anti-HIV menunjukkan jangkauan terluas variasi struktural di antara agen antivirus. Sejak

diperkenalkannya terapi kombinasi (ART) untuk pasien, infeksi HIV telah berubah menjadi

kelainan jangka panjang dan dapat ditangani; bahkan, ART dapat mengurangi titer virus plasma

di bawah tingkat terdeteksi selama lebih dari satu tahun dan memperlambat perkembangan

penyakit. Kelas utama obat yang digunakan dalam rejimen ART termasuk entry inhibitors (EI),
nucleoside reverse-transcriptase inhibitors (NRTI), non-nucleoside reverse-transcriptase

inhibitors (NNRTI), protease inhibitors (PI), dan integrase strand-transfer inhibitors (INSTI).
Gambar 1. Siklus hidup dan efek dari human immunodeficiency virus (HIV). (A) Infeksi sel

HIV dimulai ketika selubung glikoprotein dari partikel virus berikatan dengan kedua cluster of

differentiation 4 (CD4) dan ko-reseptor yang merupakan anggota keluarga reseptor kemokin. Begitu

masuk Sel, genom virus ditranskrip secara terbalik menjadi DNA dan dimasukkan ke dalam genom

seluler. Transkripsi gen virus dan reproduksi virus dirangsang oleh sinyal yang biasanya mengaktifkan sel

inang. Produksi virus disertai dengan kematian sel. (B) Infeksi dengan HIV menginduksi munosupresi,

yang pada saatnya memungkinkan banyak jenis bakteri, jamur, dan virus tumbuh rongga mulut. Orang

yang terinfeksi HIV biasanya menunjukkan disfungsi kekebalan sebelum penipisan sel T-helper positif

CD4 mereka. Kekurangan kekebalan system imun progresif disertai dengan berbagai infeksi oportunistik

dan neoplasma yang luas, seperti kandidiasis, Kaposi sarkoma, dan hairy leukoplakia, di rongga mulut.

(C) Klasifikasi EC-Clearinghouse 1993 untuk lesi oral yang terkait dengan HIV (HIV-OLs) masih

digunakan secara global, meskipun ada beberapa kontroversi mengenai relevansinya saat ini dengan

penyakit periodontal.

3. Produk Alami sebagai Agen Antiviral

3.1. Sejarah Awal Antivirus

Ekstrak bahan alami, seperti rempah-rempah, bumbu-bumbu, akar, kulit pohon, daun,

dll, sudah lama anekdotal, serta riwayat penggunaan yang terbukti dalam mengobati penyakit

manusia. Memang banyak obat sekarang dalam penggunaan klinis berasal dari tumbuhan,

organisme laut, bakteri, dan jamur secara tradisional diyakini memiliki aktivitas farmakologis

yang diinginkan. Namun, sulit untuk mengisolasi komponen aktif murni dari berbagai zat yang

komplek, beberapa diantaranya mungkin sitotoksik terdapat pada bahan alami. Namun demikian,

penemuan antiviral-active nukleosida, spongothymidine dan spongouridine, lebih dari setengah


abad lalu membuat ilmuwan sadar terhadap nilai potensial dari antiviral yang berasal dari bahan

alami.(gambar 2) [11].

Anda mungkin juga menyukai