19071010060
Sejak mandat berlaku, Inggris mulai memfasilitasi perpindahan kaum Yahudi Eropa
ke Palestina. Antara tahun 1922-1935. Perjanjian kontroversial itu pun menjadi titik
awal terbentuknya Israel hingga memicu konflik berkepanjangan di Timur Tengah
sejak 1967, terutama antara Tel Aviv dan Palestina dalam Perang Enam Hari.
Meski begitu, dalam deklarasi tersebut, Inggris menekankan untuk tidak "mengurangi
hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina."
Selain Inggris, Amerika Serikat secara tidak langsung turut mendukung terbentuknya
Israel. Dalam sebuah pertemuan Kabinet Perang di London pada September 1917,
para menteri Inggris memutuskan, pandangan Presiden AS saat itu, Woodrow Wilson,
"juga harus terakomodasi sebelum deklarasi dikeluarkan."
Pada 1919, Presiden Wilson membentuk sebuah komisi yang dikenal sebagai King-
Crane untuk meninjau opini publik terkait sistem mandat hasil PD I di Suriah dan
Palestina.Survei tersebut menunjukkan mayoritas rakyat Palestina menentang keras
deklarasi itu dan gerakan zionisme di negara mereka. Komisi itu pun menganjurkan
sejumlah modifikasi dalam mandat tersebut.
Seorang tokoh politik nasionalis Palestina, Awni Abd al-Hadi, pun mengecam
Perjanjian Balfour itu dalam memoarnya. Ia mengatakan, deklarasi tersebut dibuat
oleh orang asing dan tidak pernah diakui oleh Palestina. Pada 1920, Kongres Palestina
Ketiga di Haifa juga mencela rencana Inggris mengukuhkan wilayah bagi orang
Yahudi tersebut dan menganggap Deklarasi Balfour melanggar hukum internasional
atas hak-hak penduduk asli di negara itu.
Memandang akan berakhirnya kontrol Inggris atas Palestina, dan kepastian konflik
antara Arab dan Yahudi sebagai dampaknya, PBB yang baru dibentuk mengangkat
masalah itu pada tahun 1947 sebagai sebuah masalah yang harus dicarikan solusinya.
Muncullah sebuah rencana yang dikenal sebagai United Nations Partition Plan for
Palestine (rencana pembagian wilayah Palestina oleh PBB). PBB menganjurkan
pembentukan dua negara di dalam wilayah Palestina, satu wilayah untuk orang-orang
Yahudi, yang dikenal sebagai Israel, dan satu untuk orang Arab yaitu negara
Palestina.Orang-orang Yahudi di Palestina menerima rencana itu dengan suka cita,
sementara orang-orang Arab dengan keras menolak ketidakadilan ini. Dalam
pandangan mereka, itu sama saja dengan merampas tanah yang telah mereka miliki
secara historis sejak terjadinya Perang Salib dan menyerahkannya kepada minoritas
pendatang Yahudi.
Ketegangan pun kembali meningkat di antara kedua belah pihak. Di tengah-tengah
ketegangan yang meningkat ini, Inggris menyatakan mengakhiri Mandat Palestina,
dan menarik diri dari negara itu pada 14 Mei 1948. Hari itu, gerakan Zionis di
Palestina menyatakan pembentukan sebuah negara baru, Israel. Negara-negara Arab
menyatakan penolakan mereka terhadap deklarasi dan menyerang Israel.
Singkat cerita, hasil dari perang tahun 1948 adalah semakin besarnya wilayah Israel
–karena sekutu negara-negara Arab kalah dalam perang-. Teritorial Negara Israel
pun kian jauh lebih besar dari yang semula diusulkan oleh PBB, 50% lebih besar
dari yang diusulkan.