Anda di halaman 1dari 11

Nama : F.

Amril Azim
NIM : 8111417332
Matkul : Hukum Kehutanan
Rombel : Selasa, Ruang K3.214 pukul 15:00
UTS

1. Jelaskan sifat dan bentuk penyerahan penggunaan fungsi hutan.


2. Jelaskan dan uraikan apa yang dimaksud dengan tukar menukar kawasan hutan.
Berikanlah Dasar Yuridis dan contoh tukar menukar kawasan hutan yang pernah
dilakukan.
3. Apakah tukar menukar kawasan hutan masih dapat dilakukan sampai dengan
sekarang? berikanlah alasan.
4. Uraikanlah Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Pemukiman Transmigrasi berikut dasar
hukumnya dan berikanlah contohnya.
5. Uraikanlah Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Pengembangan Budi Daya Pertanian,
Dasar hukumnya dan berikanlah contoh.
6. Uraikan dan jelaskan apa yang dimaksud dengan Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Dasar
Hukumnya, prosedurnya dan berikanlah contoh minimal 2 Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan.
7. Uraikanlah apa yang dimaksud dengan perlindungan hutan, dasar hukum, dan macam
perlindungan hutan.
8. Berikanlah contoh perlindungan hutan yang telah dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat.

JAWABAN
1. Penyerahan hutan adalah bentuk pemanfaatan kawasan hutan yang dilimpahkan
kepada pihak lain agar digunakan untuk kepentingan tertentu seperti kepentingan
ekonomi, sosial, maupun budaya. Di mana fungsi hutan baik tetap ataupun sementara
akan dialihkan menjadi fungsi lain agar dapat dimanfaatkan.
Ada sifat dalam penyerahan penggunaan fungsi hutan yaitu:
a. Sifat tetap adalah kawasan hutan tersebut akan berubah status yuridisnya
dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
b. Tidak tetap / sementara adalah kawasan hutan yang diserahkan tersebut
status yuridisnya masih tetap sebagai kawasan hutan.
Penyerahan kawasan hutan yang bersifat tetap ini membawa suatu akibat pasti
(konsekuensi logis) yaitu, kawasan hutan yang diserahkan tersebut dengan sendirinya
akan terlepas dari kesatuannya dengan kawasan hutan lainnya, dan kemudian kawasan
itu akan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang menerima penyerahan tersebut.
Adapun bentuk penyerahan kawasan yang bersifat tetap ini dapat dilaksanakan dalam
bentuk:
1. tukar menukar (ruislag);
2. pelepasan untuk budidaya pertanian;
3. pelepasan untuk lokasi trasmigrasi 4. dan pelepasan lainnya.
Bentuk penyerahan kawasan hutan yang bersifat sementara dilaksanakan dalam
bentuk:
1. pinjam pakai
2. pinjam pakai dengan kompensasi
3. pinjam pakai dengan ganti rugi letak bangunan

2. Pada dasarnya kawasan hutan dapat dimanfaatkan sepanjang tetap memperhatikan


norma konservasi baik menyangkut sifat, karakteristik, dan kerentanannya. Dalam
pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan
peruntukan kawasan hutan, namun tidak diperbolehkan mengubah suatu kawasan
hutan yang memiliki fungsi perlindungan. Perubahan peruntukan kawasan hutan dapat
dilakukan melalui tukar-menukar atau melalui pelepasan kawasan hutan. Tukar
menukar dan pelepasan kawasan hutan dimaksud dipergunakan untuk kepentingan
nonkehutanan yaitu pertanian, perkebunan, permukiman transmigrasi, industri,
perumahan, perkantoran dan sebagainya, (Pasal 19 UU No. 41 Tahun 1999 jo. PP No.
10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan,
yang telah diubah dengan PP No. 60 Tahun 2012 Tentang Perubahan PP No. 10
Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan).
Sebelum suatu kawasan dilakukan tukar-menukar dan atau pelepasan, harus dilakukan
kajian yang mendalam dan komperhensif, serta disesuaikan dengan fungsi pokoknya
yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Pentingnya kesesuaian ketiga fungsi
tersebut agar dalam pemanfaatannya tetap sinergi. Meski secara normatif, tukar- 5
menukar dan pelepasan kawasan hutan dimaksud tidak dilarang oleh undang-undang,
namun untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka harus dihindari
terjadinya tukar-menukar dan atau pelepasan kawasan hutan yang masih alami, agar
dapat dihindari kerusakan terhadap kawasan hutan baik yang masih tersisa.
Contoh kasus tukar-menukar kawasan hutan misalnya yang terjadi pada tahun 2014
yang lalu, di kabupaten bogor yang melibatkan bupatinya dengan salah satu pegawai
PT. BJA yang meskipun terkait dengan kasus suap dan sudah diusut KPK dengan
dugaan kasus tukar-menukar kawasan hutan yang akan digunakan sebagai kawasan
industri oleh salah satu investor yang diwadahi oleh PT. BJA tersebut.

3. Menurut pendapat saya, masih bisa. Masih banyak kawasan hutan yang dilepaskan
untuk sebagian besar digunakan sebagai lahan perindustrian, sampai saat ini banyak
sekali dijumpai tukar-menukar hutan seperti dari kasus di atas, bahwa dalam
kepentingan industri dan potensialnya wilayah alam di negara Indonesia menjadikan
banyak kawasan indonesia mengalami degradasi lahan (hal ini tidak selalu bermakna
negatif). Tetapi seharusnya setiap kawasan hutan yang memiliki potensi yang tinggi
pada keanekaragaman hayati serta nilai ekonomis yang berdampak langsung kepada
masyarakat sekitar hutan, seharusnya tukar menukar kawasan hutan oleh para investor
dapat memperhatikan kesejahteraan bagi warga sekitar hutan tersebut.

4. Berdasarkan pada peraturan SKB 80/MEN/1990 375/Kpts-II/1990, yang dimaksudkan


dengan pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman transmigrasi adalah pengubahan
status kawasan hutan untuk keperluan pemukiman transmigrasi. Sedangkan lahan
transmigrasi itu sendiri meliputi lahan perumahan/pekarangan, lahan usaha, dan lahan
fasilitas umum. Kawasan hutan yang dapat digunakan untuk pemukiman transmigrasi adalah
seperti tidak dipertahankan sebagai kawasa hutan tetap atau untuk keperluan yang lain
dan berdasarkan kemampuan lahannya cocok untuk pemukiman transmigrasi sesuai
dengan pola pemukiman/usaha yang akan dikembangkan.
Terdapat 2 cara dalam membuka kawasan hutan terkait hal tersebut;
1. Pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman transmigrasi di atas 100 ha,
2. Pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman transmigrasi di bawah 100 ha.
Pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman transmigrasi di atas 100 ha, terdapat 3 tahap
yaitu:
1. Tahap penentuan status kawasan hutan
2. Tahap pengajuan permohonan
3. Persetujuan prinsip pencadangan pelepasan kawasan untuk pemukiman
transmigrasi.
Sedangkan pada Permohonan diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah Transmigrasi dan
Pemukiman Propinsi mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kehutanan propinsi, dengan dilampiri syarat-syarat seperti peta kawasan
hutan yang dimohon pelepasannya dengan skala 1:50.000, peta situasi pada topografi
dengan skala 1:250.000 28, laporan hasil survey lapangan, laporan hasil studi tahun
kedua pada lokasi yang dimohon pelepasannya, dan keputusan pencadangan areal
untuk pemukiman transmigrasi dari Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Contoh Pelepasan Kawasan Hutan sebagai Permukiman Transmigrasi, lahan kawasan
hutan yang berada di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti ,Kaupaten Lampung
Timur(sekarang) dahulu pada saat program transmigrasi warga di daerah PLTA
Purworejo (sekarang) masih merupakan kawasan hutan yang dimilki Pemerintah
Provinsi Lampung yang dijadikan kawasan permukiman pada masa itu berarti negara
telah melakukan pelepasan hutan di kawasan itu pada saat terjadinya program
transmigrasi hasil kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah kabupaten
Purworejo provinsi Jawa Tengah dan juga pemerintah provinsi Lampung dimana pada
saat itu lahan hutan dilepas dan dijadikan permukiman atas pengajuan permohonan
atas permukiman guna program transmigrasi pada masa itu oleh pemerintah provinsi
Lampung dan disetujui oleh pemerintah pusat.

5. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Pengembangan Budi Daya Pertanian diatur dalam
peraturan Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/HK/050/70/90 dan No.
23-VII-1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna
Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian. Yang dimaksud dengan pelepasan
kawasan hutan dalam Keputusan Bersama tersebut adalah pengubahan status kawasan
hutan menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara untuk keperluan usaha pertanian.
Pembagian usaha di bidang petaniannya dibagi menjadi 4 macam yakni, perkebunan,
peternakan, usaha dibidang tanaman pangan, dan perikanan. Hal tersebut bertujuan
sebagai pemanfaatan hutan agar memiliki nilai produktif dan ekonomis bagi
masyarakat serta memiliki peran dalam memajukan usaha yang memanfaatkan hutan
yang tidak memiliki vegetasi yang kompleks sebagai pemanfaatan pembangunan.
Tahapan dalam pelepasan kawasan hutan untuk digunakan sebagai lahan pertanian
yakni:
1. Tahap yang pertama adalah pengajuan permohonan pembukaan lahan;
2. Membuat analisis Permohonan oleh pihak dinas perhutani;
3. Persetujuan Permohonan dengan kesepakatan mengenai rincian pembukaan
lahan tersebut;
4. Penetapan Ijin Pelepasan Kawasan Hutan.
Hak dan Kewajiban Pemohon harus tetap memperhatikan asas-asas konservasi,
membayar biaya penataan batas, biaya pengukuran, penerbitan pemberian HGU. Serta
melakukan pemanfaatan hutan sesuai dengan peruntukkannya. Selain itu tedapat
karakteristik tertentu dari kawasan hutan yang legal digunakan sebagai lahan
pertanian yaitu semak belukar, lahan kosong, hutan yang tidak memiliki nilai
ekonomis, dan padang alang-alang.
Contoh dari adanya pelepasan Kawasan hutan ini adalah melalui SK. Menteri
Kehutanan No. 157/Kpts-II/1998 tanggal 26 Pebruari 1998 tentang Pelepasan
Kawasan Hutan yang terletak di Kelompok Hutan S. Batu Enam-S. Bantaian dan S.
Sekusut yang terdiri atas Blok A seluas 10.721,30 (sepuluh ribu tujuh ratus dua puluh
satu, tiga puluh perseratus) hektar, blok B seluas 562,80 (lima ratus enam puluh dua,
delapan puluh perseratus) hektar dan blok C seluas 100,30 (seratus, tiga puluh
perseratus) hektar di Kabupaten daerah Tingkat II Bengkalis, Propinsi Daerah Tingkat
I Riau untuk usaha budidaya perkebunan atas nama PT. Sindora Seraya.

6. Pinjam Pakai Kawasan Hutan Adalah penggunaan atau sebagian kawasan hutan baik
yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain untuk
pembangunan di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi
kawasan hutan tersebut. Tujuan dari adanya pinjam pakai kawasan hutan adalah
membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
umum terbatas atau untuk kepentingan lainnya di luar sektor kehutanan tanpa
mengubah status, fungsi, dan peruntukkannya dan menghindarkan terjadi enclove
(pendudukan) tanah oleh rakyat di dalam kawasan hutan. Di mana hal tersebut di atur
dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan.
Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam diajukan
oleh:
a. menteri atau pejabat setingkat menteri
b. gubernur
c. bupati/walikota
d. pimpinan badan usaha
e. ketua yayasan.
Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan ini kemudian diajukan kepada Menteri
Kehutanan selaku pejabat yang berwenang dalam memberikan ijin. Terdapat 2
prosedur yang harus dipenuhi dalam mendapatkan ijin pinjam pakai Kawasan hutan,
antara lain :

I. Prosedur Administrasi meliputi :


a) surat permohonan
b) Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Eksplorasi)/Izin Usaha
Pertambangan Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi) atau
perizinan/perjanjian lainnya yang telah diterbitkan oleh pejabat sesuai
kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki
perizinan/perjanjian.
c) Rekomendasi:
a. gubernur untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar
bidang kehutanan yang diterbitkan oleh bupati/walikota dan Pemerintah.
b. bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di
luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur.
c. bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan yang tidak
memerlukan perizinan sesuai bidangnya.
d) Pernyataan dalam bentuk akta notariil yang menyatakan:
a. kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan kesanggupan
menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan.
b. semua dokumen yang dilampirkan dalam permohonan adalah sah.
c. tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri;
e) Dalam hal permohonan diajukan oleh badan usaha atau yayasan, selain
persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan 4 ditambah
persyaratan:
a. akta pendirian dan perubahannya.
b. profile badan usaha/Yayasan
c. Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
f) Ketentuan sebagaimana angka 5 dikecualikan untuk badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah dan permohonan untuk minyak dan gas bumi
serta panas bumi.
II. Persyaratan teknis meliputi:
a) Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi
skala 1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi
luas kawasan hutan yang dimohon;
b) Citra satelit terbaru paling lama liputan 2 (dua) tahun terakhir dengan
resolusi minimal 15 (lima belas) meter dan hasil penafsiran citra satelit
oleh pihak yang mempunyai kompetensi di bidang penafsiran citra satelit
dalam bentuk digital dan hard copy serta pernyataan bahwa citra satelit
dan hasil penafsirannya benar.
c) Izin lingkungan dan dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang telah
disahkan oleh instansi yang berwenang, untuk kegiatan yang wajib
menyusun AMDAL atau UKL-UPL sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
d) Pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi Mineral dan
Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk
perizinan kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh gubernur atau
bupati/walikota sesuai kewenangannya, memuat informasi antara lain
bahwa areal yang dimohon di dalam atau di luar WUPK yang berasal dari
WPN dan pola pertambangan.
e) Untuk perizinan kegiatan pertambangan komoditas mineral jenis
batuan dengan luasan paling banyak 10 (sepuluh) hektar, pertimbangan
teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4, diberikan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi pertambangan.
f) Surat pernyataan Pimpinan Badan Usaha bermaterai memiliki tenaga
teknis kehutanan untuk permohonan kegiatan pertambangan operasi
produksi.
g) Pertimbangan teknis Direktur Utama Perum Perhutani, dalam hal
permohonan berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani.

Contoh izin pinjam pakai kawasan hutan yang pertama Pemerintah Kabupaten Kudus,
Jawa Tengah, akhirnya mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
pembangunan Bendungan Logung dari Kementerian Kehutanan. Dengan diperolehnya
izin pinjam pakai kawasan hutan maka Pemkab Kudus tidak perlu menyediakan
anggaran untuk pengadaan lahan pengganti yang digunakan untuk pembangunan
bendungan.ahan yang harus disiapkan, katanya, sesuai dengan luas lahan yang
digunakan untuk pembangunan bendungan dengan lokasi yang tidak terlalu jauh
dengan kawasan hutan.Meskipun tidak perlu mengganti lahan, Pemkab Kudus
memiliki kewajiban untuk melakukan konservasi hutan. Adapun luas lahan yang
dibangun Bendungan Logung seluas 196 hektare, tersebar di Desa Tanjungrejo dan
Honggosoco (Kecamatan Jekulo), Desa Kandangmas dan Rejosari (Kecamatan Dawe)
serta lahan milik Perum Perhutani.Mega proyek pembangunan Bendungan Logung
tersebut dengan nilai kontrak tahun jamak dianggarkan oleh pemerintah lewat APBN
sebesar Rp604,15 miliar.
Contoh izin pinjam pakai kawasan hutan yang kedua. Perusahaan yang bergrrak di
bidang pertambangan melakukan kegiatan pertambangan dan eksplorasi yang harus
mempunyai izin pinjam pakai kawasan hutan. izin pinjam pakai ke Menteri
Kehutanan lalu pertambangan tersebut beroperasi. Izin pinjam pakai saya terbit, di
tengah kegiatan perusahaan, saya diperiksa polisi dan polisi menyatakan bahwa saya
melanggar hukum karena melakukan kegiatan mining tanpa adanya izin pinjam pakai
yang saya sudah ajukan sebelumnya. 

7. Usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan
hutan.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 47, perlindungan hutan
didefinisikan sebagai usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Perlindungan
hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkanperbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya alam, hama, serta penyakit dan mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasanhutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Perlindungan
hutan saat ini bukan hanya menjadi permasalahan yang bersifat nasional tetapi sudah
merupakan permasalahan dunia (global). Hal ini terkait dengan fungsi hutan dalam
memelihara keseimbangan ekologis yang juga berpengaruh terhadap kondisi
kestabilan dunia itu sendiri.

Dalam UU No.41 Tahun 1999, ditentukan 4 (empat) macam perlindungan, yaitu


perlindungan atas hutan,kawasan hutan, hasil hutan, dan investasi. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 adalah tentang konservasi sumberdaya alam hayati yang terdiri
dari 14 bab dan 45 pasal. Undangundang ini tidak secara spesifik mengatur tentang
perlindungan hutan tetapi merupakan upaya mewujudkan kelestarian sumber daya
alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia melalui kegiatan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya
alami hayati dan ekosistemnya.

8. Kerusakan hutan di Indonesia sangatlah memprihatinkan, Penebangan hutan untuk


lahan pertanian yang dilakukan masyarakat atau untuk pembangunan pabrik, kantor,
atau perumahan rakyat yang kadang tak sadar telah mengurangi hutan di negeri ini.
Hutan sebagai paru-paru dunia bahkan ada yang menyebutnya sebagai jantung dari
bumi kita ini, selayaknya mendapat perhatian ekstra ketat. Hutan juga harus mendapat
perlindungan dan pembelaan jika ada orang-orang atau siapa saja yang akan merusak
atau melakukan penebangan baik resmi maupun liar. Keadaan yang semakin tidak
terkendali seperti sekarang juga memunculkan beragam kerusakan alam yang
disebabkan oleh masifnya aktivitas pembukaan lahan ataupun illegal logging
menyebabkan keberadaan hutan sebagai penghasil daerah resapan air dan penghasil
oksigen pun terancam eksistensinya.
Hutan sudah selayaknya terjaga dengan baik agar pemanfaatan yang tidak berlebihan
dan tidak terbarukan menjadi menurun, bukan berarti hutan tidak boleh dimanfaatkan,
tetapi dalam pemanfaatan yang sifatnya kontinuitas dan berlangsung secara masif
maka akan menimbulkan banyak sekali dampak lingkungan yang merugikan
masyarakat luas. Sudah banyak kasus terjadi seperti bencana kabut asap di hutan
gambut Kalimantan dan Sumatra, erosi tanah, pembakaran hutan, banjir bandang dan
sebagainya. Tentu penyebab dari semua itu adalah faktor pengelolaan dari
manusianya sendiri sebagai makhluk yang berinteraksi dengan alam. Perlu usaha
keras dan sungguh-sungguh dari semua pihak untuk melakukan reboisasi yaitu
penanaman atau penghijauan hutan kembali. Hutan yang lebat dengan pohon-pohon
besar yang telah tumbuh dan hidup berpuluh tahun bahkan beratus-ratus tahun yang
lalu, ini sedikit demi sedikit telah gundul. Seperti pada berita diatas telah musnah 1
juta hektar, bukan jumlah yang main-main, belum lagi hutan-hutan di seluruh wilayah
NKRI yang juga telah mengalami nasib yang sama maka akan bertambah luas lagi
hutan yang telah mengalami kegundulan. Hutan gundul tidak mudah menumbuhkan
kembali. Tanah yang telah mengalami kegundulan dan gersang bahkan telah hilang
unsur hara dalam tanah, sehingga sulit untuk ditanami kembali. Hutan alami tidak
memerlukan perawatan sehingga tidak memerlukan biaya. Sedangkan untuk
menanami hutan yang telah gundul diperlukan biaya yang tak sedikit dan memerlukan
perawatan dan kesabaran. Kebijakan pemerintah seharusnya pro terhadap kelestarian
hutan, bukan seperti sekarang ini yang belum memikirkan terhadap perlindungan
hutan secara maksimal. Banyak malah dari para pejabat dan birokrat yang
menyelewengkan kekuasaannya untuk memberikan izin kepada para pengusaha hutan
yang ‘nakal’ yang mengeruk keuntungan pribadi dengan mengeksploitasi hutan secara
membabi buta. Akibatnya dapat dipastikan kerusakan dan penggundulan hutan makin
luas dan semakin merajalela. Bahkan kerusakan tak sengaja seperti kebakaran hutan
yang tiap tahun di musim kemarau selalu terjadi kebakaran hutan yang tak bisa
terelakan menambah luasnya kerusakan hutan yang entah kapan bisa direboisasi baik
oleh pemerintah maupun masyarakat yang tinggal di sekitar hutan itu.
Dalam aturannya sendiri pemerintah sudah mengeluarkan aturan yakni upaya
perlindungan hutan oleh pemerintah yaitu telah di keluarkannya Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan hutan dimana dalam perlindungan hutan
merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan yaitu dalam bentuk Unit atau
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Unit atau Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL), dan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP). Dalam pelaksanaannya yang dijelaskan lebih rinci dijelaskan dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan yang dalam
undang undang tersebut pula menjelaskan detail tentang pencegahan sebagai bentuk
perlindungan hutan. Sebagai langkah implementasi selanjutnya dilakukan oleh
koordinasi baik bagian dari pemerintah, masyarakat, dan investor. Misalnya saja pada
pemberdayaan pemanfaatan hutan yang asri dan penindakan yang tegas dilakukan
bagi siapa saja oknum yang merusak hutan.

Anda mungkin juga menyukai