Amril Azim
NIM : 8111417332
Matkul : Hukum Kehutanan
Rombel : Selasa, Ruang K3.214 pukul 15:00
UTS
JAWABAN
1. Penyerahan hutan adalah bentuk pemanfaatan kawasan hutan yang dilimpahkan
kepada pihak lain agar digunakan untuk kepentingan tertentu seperti kepentingan
ekonomi, sosial, maupun budaya. Di mana fungsi hutan baik tetap ataupun sementara
akan dialihkan menjadi fungsi lain agar dapat dimanfaatkan.
Ada sifat dalam penyerahan penggunaan fungsi hutan yaitu:
a. Sifat tetap adalah kawasan hutan tersebut akan berubah status yuridisnya
dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
b. Tidak tetap / sementara adalah kawasan hutan yang diserahkan tersebut
status yuridisnya masih tetap sebagai kawasan hutan.
Penyerahan kawasan hutan yang bersifat tetap ini membawa suatu akibat pasti
(konsekuensi logis) yaitu, kawasan hutan yang diserahkan tersebut dengan sendirinya
akan terlepas dari kesatuannya dengan kawasan hutan lainnya, dan kemudian kawasan
itu akan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang menerima penyerahan tersebut.
Adapun bentuk penyerahan kawasan yang bersifat tetap ini dapat dilaksanakan dalam
bentuk:
1. tukar menukar (ruislag);
2. pelepasan untuk budidaya pertanian;
3. pelepasan untuk lokasi trasmigrasi 4. dan pelepasan lainnya.
Bentuk penyerahan kawasan hutan yang bersifat sementara dilaksanakan dalam
bentuk:
1. pinjam pakai
2. pinjam pakai dengan kompensasi
3. pinjam pakai dengan ganti rugi letak bangunan
3. Menurut pendapat saya, masih bisa. Masih banyak kawasan hutan yang dilepaskan
untuk sebagian besar digunakan sebagai lahan perindustrian, sampai saat ini banyak
sekali dijumpai tukar-menukar hutan seperti dari kasus di atas, bahwa dalam
kepentingan industri dan potensialnya wilayah alam di negara Indonesia menjadikan
banyak kawasan indonesia mengalami degradasi lahan (hal ini tidak selalu bermakna
negatif). Tetapi seharusnya setiap kawasan hutan yang memiliki potensi yang tinggi
pada keanekaragaman hayati serta nilai ekonomis yang berdampak langsung kepada
masyarakat sekitar hutan, seharusnya tukar menukar kawasan hutan oleh para investor
dapat memperhatikan kesejahteraan bagi warga sekitar hutan tersebut.
5. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Pengembangan Budi Daya Pertanian diatur dalam
peraturan Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/HK/050/70/90 dan No.
23-VII-1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna
Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian. Yang dimaksud dengan pelepasan
kawasan hutan dalam Keputusan Bersama tersebut adalah pengubahan status kawasan
hutan menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara untuk keperluan usaha pertanian.
Pembagian usaha di bidang petaniannya dibagi menjadi 4 macam yakni, perkebunan,
peternakan, usaha dibidang tanaman pangan, dan perikanan. Hal tersebut bertujuan
sebagai pemanfaatan hutan agar memiliki nilai produktif dan ekonomis bagi
masyarakat serta memiliki peran dalam memajukan usaha yang memanfaatkan hutan
yang tidak memiliki vegetasi yang kompleks sebagai pemanfaatan pembangunan.
Tahapan dalam pelepasan kawasan hutan untuk digunakan sebagai lahan pertanian
yakni:
1. Tahap yang pertama adalah pengajuan permohonan pembukaan lahan;
2. Membuat analisis Permohonan oleh pihak dinas perhutani;
3. Persetujuan Permohonan dengan kesepakatan mengenai rincian pembukaan
lahan tersebut;
4. Penetapan Ijin Pelepasan Kawasan Hutan.
Hak dan Kewajiban Pemohon harus tetap memperhatikan asas-asas konservasi,
membayar biaya penataan batas, biaya pengukuran, penerbitan pemberian HGU. Serta
melakukan pemanfaatan hutan sesuai dengan peruntukkannya. Selain itu tedapat
karakteristik tertentu dari kawasan hutan yang legal digunakan sebagai lahan
pertanian yaitu semak belukar, lahan kosong, hutan yang tidak memiliki nilai
ekonomis, dan padang alang-alang.
Contoh dari adanya pelepasan Kawasan hutan ini adalah melalui SK. Menteri
Kehutanan No. 157/Kpts-II/1998 tanggal 26 Pebruari 1998 tentang Pelepasan
Kawasan Hutan yang terletak di Kelompok Hutan S. Batu Enam-S. Bantaian dan S.
Sekusut yang terdiri atas Blok A seluas 10.721,30 (sepuluh ribu tujuh ratus dua puluh
satu, tiga puluh perseratus) hektar, blok B seluas 562,80 (lima ratus enam puluh dua,
delapan puluh perseratus) hektar dan blok C seluas 100,30 (seratus, tiga puluh
perseratus) hektar di Kabupaten daerah Tingkat II Bengkalis, Propinsi Daerah Tingkat
I Riau untuk usaha budidaya perkebunan atas nama PT. Sindora Seraya.
6. Pinjam Pakai Kawasan Hutan Adalah penggunaan atau sebagian kawasan hutan baik
yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain untuk
pembangunan di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi
kawasan hutan tersebut. Tujuan dari adanya pinjam pakai kawasan hutan adalah
membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
umum terbatas atau untuk kepentingan lainnya di luar sektor kehutanan tanpa
mengubah status, fungsi, dan peruntukkannya dan menghindarkan terjadi enclove
(pendudukan) tanah oleh rakyat di dalam kawasan hutan. Di mana hal tersebut di atur
dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan.
Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam diajukan
oleh:
a. menteri atau pejabat setingkat menteri
b. gubernur
c. bupati/walikota
d. pimpinan badan usaha
e. ketua yayasan.
Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan ini kemudian diajukan kepada Menteri
Kehutanan selaku pejabat yang berwenang dalam memberikan ijin. Terdapat 2
prosedur yang harus dipenuhi dalam mendapatkan ijin pinjam pakai Kawasan hutan,
antara lain :
Contoh izin pinjam pakai kawasan hutan yang pertama Pemerintah Kabupaten Kudus,
Jawa Tengah, akhirnya mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
pembangunan Bendungan Logung dari Kementerian Kehutanan. Dengan diperolehnya
izin pinjam pakai kawasan hutan maka Pemkab Kudus tidak perlu menyediakan
anggaran untuk pengadaan lahan pengganti yang digunakan untuk pembangunan
bendungan.ahan yang harus disiapkan, katanya, sesuai dengan luas lahan yang
digunakan untuk pembangunan bendungan dengan lokasi yang tidak terlalu jauh
dengan kawasan hutan.Meskipun tidak perlu mengganti lahan, Pemkab Kudus
memiliki kewajiban untuk melakukan konservasi hutan. Adapun luas lahan yang
dibangun Bendungan Logung seluas 196 hektare, tersebar di Desa Tanjungrejo dan
Honggosoco (Kecamatan Jekulo), Desa Kandangmas dan Rejosari (Kecamatan Dawe)
serta lahan milik Perum Perhutani.Mega proyek pembangunan Bendungan Logung
tersebut dengan nilai kontrak tahun jamak dianggarkan oleh pemerintah lewat APBN
sebesar Rp604,15 miliar.
Contoh izin pinjam pakai kawasan hutan yang kedua. Perusahaan yang bergrrak di
bidang pertambangan melakukan kegiatan pertambangan dan eksplorasi yang harus
mempunyai izin pinjam pakai kawasan hutan. izin pinjam pakai ke Menteri
Kehutanan lalu pertambangan tersebut beroperasi. Izin pinjam pakai saya terbit, di
tengah kegiatan perusahaan, saya diperiksa polisi dan polisi menyatakan bahwa saya
melanggar hukum karena melakukan kegiatan mining tanpa adanya izin pinjam pakai
yang saya sudah ajukan sebelumnya.
7. Usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan
hutan.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 47, perlindungan hutan
didefinisikan sebagai usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Perlindungan
hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkanperbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya alam, hama, serta penyakit dan mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasanhutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Perlindungan
hutan saat ini bukan hanya menjadi permasalahan yang bersifat nasional tetapi sudah
merupakan permasalahan dunia (global). Hal ini terkait dengan fungsi hutan dalam
memelihara keseimbangan ekologis yang juga berpengaruh terhadap kondisi
kestabilan dunia itu sendiri.