Anda di halaman 1dari 20

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA SEMARANG MENGENAI KAWASAN RESAPAN AIR

MANUSKRIP

Hafidz Laksana Nugraha


8111413075

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang


Gedung. K-1, Kampus Sekaran GunungPati, Semarang
Jawa Tengah, Indonesia 50229
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Artikel dengan judul “Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Mengenai Kawasan Resapan Air”, telah disetujui oleh pembimbing pada :

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Suhadi, S.H.,M.Si. Aprila Niravita, S.H.,M.Kn.

NIP. 196711161993091001 NIP. 198004252008122002


Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 Mengenai Kawasan
Resapan Air Studi Kasus Di Kecamatan Gunungpati

Hafidz Laksana Nugraha


Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Email: Hafidzlaksananugraha@gmail.com
Dosen Pembimbing I: Drs. Suhadi, S.H., M.Si
Dosen Pembimbing II: Aprila Niravita, S.H.,M.Kn.

ABSTRAK

Kata kunci : Kawasan Resapan Air; Rencana Tata Ruang Wilayah; Tata
Guna Tanah.

Kecamatan Gunungpati termasuk dalam kawasan resapan air terletak di


kawasan perbukitan yang mempunyai kelerengan diatas 40% seperti yang di
tetapkan dalam Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 yang
berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan terhadap daerah
bawahannya yang salah satu tujuan untuk kawasan resapan air.Permasalahan yang
dikaji adalah (1) Bagaimana implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 –
2031 mengenai kawasan resapan air di Kecamatan Gunungpati; dan (2) Faktor
yang menghambat Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011
mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031
tentang kawasan resapan air studi Kasus di Kecamatan Gunungpati dan
bagaimana upaya Pemerintah Kota untuk mengatasinya. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris. Dengan teknik
pengumpulan data yaitu: wawancara, dokumentasi, studi kepustakaan. Hasil
pembahasan dari penelitian ini adalah, Implementasi tersebut masih belum
sepenuhnya berjalan dengan baik, Dalam Peta Rencana Pola Ruang Kota
Semarang, Kecamatan Gunungpati di rencanakan untuk kawasan perlindungan
setempat, yang diarahkan pembangunannya sebagai RTH pengaman lingkungan
namun dalam prakteknya justru semakin banyak di bangun perumahan. Simpulan
penelitian ini yaitu alih fungsi lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun
untuk sarana pemukiman tersebut kurang sesuai, seperti yang terjadi di kelurahan
Patemon melihat tanah yang digunakan dalam pembangunan tersebut merupakan
area tegalan atau area rawan pergerakan tanah dan longsor yang dikategorikan
sebagai RTH pengaman lingkungan, yang salah satu fungsinya sebagai tanah
resapan air. Saran bagi penulis yaitu bagi pemerintah agar lebih tegas
merealisasikan Perdaturan Daerah, serta bagi masyarakat untuk mendukung
program pemerintah.
ABSTRACT

Keywords : Water region absorption; Spatial plans; Land use.

Gunungpati sub-district is included in the water region absorption located in


the hilly area which has a slope above 40% as set in Article 59 paragraph (2) of
Regional Regulation Number 14 Year 2011 which serves as an area that provides
protection to the subordinate areas that one of the goals for the region Water
infiltration. The problems studied are (1) how the implementation of Regional
Regulation Number 14 Year 2011 About Spatial Planning of Semarang City Year
2011 - 2031 regarding the water catchment area in Gunungpati District; And (2)
Factors that impede the Implementation of Regional Regulation Number 14 Year
2011 on Spatial Planning of Semarang City Year 2011-2031 about absorption
Study Area in Gunungpati District and how City Government efforts to overcome
it. This research is a qualitative research with empirical juridical approach. With
data collection techniques are: interviews, documentation, literature study. The
results of this study are, Implementation is still not fully run well, In Map
Semarang City Spatial Plan, Gunungpati District planned for the local protection
area, which directed the development as a green space environment but in practice
it is more and more in the wake of housing. The conclusion of this research is that
the transfer of land not built into a constructed land for residential facilities is less
suitable, as happened in the Patemon village to see the land used in the
development is a moor area or area prone to movement of land and landslide
which is categorized as Green Open Space environmental protection , One of
which functions as a soil water absorption. Suggestion for the writer that is for
government to more firmly realize of Local Regulation, and also for society to
support government program.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu peranan penting dalam mewujudkan
pembangunan. Namun tanah merupakan suatu komoditas yang tidak akan
pernah bertambah jumlahnya, berbanding terbalik dengan pertambahan
jumlah penduduk. Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan
lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan
pertambahan penduduk di Kota Semarang. Akibatnya terjadi persaingan
pemanfaatan lahan, agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara
efisien dan dapat menciptakan keterpaduan dalam pencapaian tujuan
pembangunan, perlu di lakukan pengaturan alokasi lahan.1
Erat kaitannya perencanaan tata ruang dengan pemanfaatan
lingkungan sebagai daya dukung pembangunan suatu kota. Jelas sekali

1
I Nyoman Rai, Menaka Adnyana, Gede. 2011.Persaingan pemanfaatan Lahan & Air. Bali: Udayana
University Press. hlm.3
bahwasannya kawasan budidaya ini selain kelihatannya optimalisasi dari
fungsi tanah baik karena alami maupun rekayasa. Sehingga untuk daerah
yang subur untuk pertanian tentunya tidak mungkin dijadikan kawasan
industri tanpa kompensasi maupun perubahan struktural.2
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada hakikatnya
berusaha menyelaraskan kebutuhan tempat kehidupan manusia dengan daya
dukung lingkungan yang terbatas dan tak terbaharukan 3. Dalam Peraturan
Daerah Nomor 14 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031 salah satunya berisi mengenai rencana
pembagian wilayah kota. Pemerintah kota mempunyai rencana untuk wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan resapan air untuk melakukan rehabilitasi
kawasan resapan air yang telah gundul melalui penghijauan dan mengarahkan
pemanfaatan ruang di kawasan resapan air untuk fungsi hutan.
Kecamatan Gunungpati termasuk dalam kawasan resapan air terletak
di kawasan perbukitan yang mempunyai kelerengan diatas 40% seperti yang
ditetapkan dalam Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011
yang berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
daerah bawahannya yang salah satu tujuan untuk kawasan resapan air.
Kecamatan Gunungpati yang termasuk dalam kawasan resapan air
terletak di kawasan perbukitan yang mempunyai kelerengan diatas 40%
seperti yang di tetapkan dalam Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14
Tahun 2011 yang berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap daerah bawahannya yang salah satu tujuan untuk kawasan resapan
air. Dewasa ini kawasan Kecamatan Gunungpati yang awalnya masih banyak
terdapat lahan pertanian maupun lahan terbuka yang salah satu fungsinya
sebagai tempat resapan air berubah menjadi kawasan terbangun.
Akibat dari semakin sedikitnya jumlah lahan terbuka di Kecamatan
Gunungpati berakhibat pada semakin berkurangnya resapan air. Salah satu
akibatnya setiap tahun pada saat musim kemarau air sulit di dapatkan untuk
kebutuhan sehari – hari, sebaliknya pada saat musim hujan jalan utama di
sekitar kawasan kampus kebanjiran karena tanah tidak dapat menyerap air
hujan.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 mengenai kawasan resapan air di Kecamatan
Gunungpati?
b. Faktor apa yang menghambatImplementasi dari Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031 tentang kawasan resapan air studi
2
Parlindungan, A.P. 1993.Komentar atas Undang-Undang Penataan ruang (uu no 24 th. 1992). Bandung:
PT. Mandar Maju,hal.13.
3
Kasus di Kecamatan Gunungpati dan bagaimana upaya Pemerintah
Kota untuk mengatasinya?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 mengenai kawasan resapan air.
b. Mengetahui faktor yang menghambat Implementasi dari Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 tentang kawasan
resapan air studi Kasus di Kecamatan Gunungpati dan upaya
Pemerintah Kota untuk mengatasinya

Kegiatan penatagunaan tanah meliputi tiga hal yaitu perencanaan,


pelaksanaan dan pengendalian. Dalam rangka menyerasikan penatagunaan
tanah dengan rencana tata ruang wilayah, ketiga hal tersebut perlu
dikoordinasikan dengan instansi terkait baik di pusat maupun di daerah.4
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang antara lain kebijakan
dan strategi pengelolaan kawasan lindung, serta kebijakan dan strategi
pengembangan kawasan budidaya. Kebijakan kawasan lindung seperti yang
terdapat dalam Pasal 5 huruf a Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2011
meliputi peningkatan pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung, pelestarian
kawasan cagar budaya, serta peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau
yang proporsional di seluruh wilayah kota.
Strategi yang dilakukan dalam peningkatan pengelolaan kawasan yang
berfungsi lindung meliputi mengembalikan dan mengatur penguasaan tanah
sesuai peruntukan fungsi lindung secara bertahap untuk negara, meningkatkan
nilai konservasi pada kawasan – kawasan lindung, dan menetapkan kawasan
yang memiliki kelerengan di atas 40 % sebagai kawasan yang berfungsi
lindung yang salah sau fungsinya sebagai kawasan resapan air.

METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode yuridus sosiologis
yang bersifat deskriptif. Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer
dan sekunder dengan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode wawancara, dokumentasi dan kepustakaan, kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif dengan teknik triangulasi. Pihak
yang dimintai data adalah Bappeda Kota Semarang, Kantor Pertanahan Kota
Semarang, Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, Kantor
Kecamatan Gunungpati, Warga Kecamatan Gunungpati.

4
Harsono, Boedi. 2005. HUKUM AGRARIA INDONESIA Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan Hal. 164
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031
Mengenai Kawasan Resapan Air Di Kecamatan Gunungpati
Kecamatan Gunungpati terletak di daerah perbukitan di sebelah selatan
Kota Semarang berbatasan langsung dengan Ungaran, wilayah Gunungpati 
didominasi perbukitan dengan ketinggian + 300 meter dari permukaan laut.
Jumlah penduduk di Kecamatan Gunungpati 78.641 jiwa.
Kecamatan Gunungpati sendiri terdiri dari 16 Kelurahan Meliputi:
Cepoko, Gunungpati, Jatirejo, Kalisegoro, Kandri, Mangunsari, Ngijo,
Nongkosawit, Pakintelan, Patemon, Plalangan, Pongangan, Sadeng, Sekaran,
Sukorejo, Sumurejo.
Kontur tanah yang berbukit-bukit dan mempunyai tingkat kelerengan yang
bervariasi membuat Kecamatan Gunungpati sebagai salah satu Kecamatan
dengan kondisi rawan bencana yang cukup tinggi di Kota Semarang, terutama
bencana longsor dan pergerakan tanah.
Di Kecamatan Gunungpati terdapat perguruan tinggi Universitas Negeri
Semarang (Unnes), serta terdapat sebuah goa dengan nama Gua Kreo, suatu
tempat wisata alam yang berada di kelurahan Kandri. Kelurahan terpadat
penduduknya di Kecamatan Gunungpati adalah kelurahan Sukorejo dan
Sekaran.
Kawasan resapan air merupakan salah satu fungsi dari Kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 58 huruf a Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang yang meliputi kawasan
yang memiliki kelerengan diatas 40%.
Kawasan resapan air di Kota Semarang ditetapkan seluas kurang lebih 433
hektar, yang salah satunya merupakan di Kecamatan Gunungpati. Kawasan
resapan air di rencanakan untuk melakukan rehabilitasi kawasan resapan air
yang telah gundul melalui penghijauan, dan mengarahkan pemanfaatan ruang
di kawasan resapan air untuk fungsi hutan.
Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi
permasalahan pertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan
lahan yang terbatas. Bahkan di beberapa kota, kondisi tersebut sangat kritis.
Hal ini juga berpengaruh pada pembangunan di wilayah pinggiran kota.
Wilayah yang semula merupakan lahan pertanian maupun lahan tidak
terbangun yang banyak terdapat di pinggiran kota seperti halnya yang terjadi di
Kecamatan Gunungpati berubah menjadi perumahan baik yang diusahakan
oleh pihak swasta dalam hal ini developer maupun perorangan untuk
pemenuhan rumah.
Dengan di terbitkannya Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011-2031 tersebut mempunyai tujuan penataan ruang agar terwujudnya Kota
Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa berskala internasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Kebijakan penataan ruang dilakukan melalui :
1. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang;
2. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang; dan
3. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis.

1. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang meliputi:


a. pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan
perdagangan dan jasa berskala internasional;
b. peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan; dan
c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana
sarana umum.

2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana


dimaksud meliputi :
a. kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan lindung; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya.

3. Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud


meliputi :
a. pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;
b. pengembangan kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup;
dan
c. pengembangan kawasan strategis sosial budaya.

Dalam Peta Rencana Pola Ruang Kota Semarang, Kecamatan


Gunungpati di rencanakan untuk kawasan perlindungan setempat, dalam
ketentuan umum peraturan zonasi disebutkan bahwa kawasan tersebut
diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki
kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan, diizinkan untuk wisata
alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam, diizinkan untuk kegiatan
pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah bentang alam,
diizinkan dilakukan penyediaan sumur resapan atau waduk pada lahan
terbangun yang sudah ada dan dilarang untuk seluruh jenis kegiatan yang
mengganggu fungsi resapan air.
Kecamatan Gunungpati sendiri merupakan salah satu kecamatan yang
ditetapkan sebagai kawasan resapan air seperti yang terdapat dalam Pasal 59
ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031.
Dalam ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang dideskripsikan
bahwa yang dimaksud dengan kawasan resapan air merupakan Kawasan yang
memiliki kelerengan diatas 40% dengan fungsi kawasan resapan air. Lebih
lanjut dijabarkan ketentuan umum kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut,
1. Diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki
kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
2. Diizinkan untuk wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam
diizinkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak
mengubah bentang alam;
3. Diizinkan dilakukan penyediaan sumur resapan atau waduk pada lahan
terbangun yang sudah ada; dan
4. Dilarang untuk seluruh jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan
air.

Keterangan dalam ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang Kawasan


Lindung Yang Melindungi Daerah Bawahannya tersebar di Kecamatan
Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Gajahmungkur,
Semarang Selatan dan Candisari. Luas Kawasan lindung ini adalah seluas 433
Ha.
Dalam Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2011 pasal 10 ayat (1) yang
memuat rencana pembagian wilayah kota dijelaskan BWK VIII meliputi
Kecamatan Gunungpati dengan luas kurang lebih 5.399 (lima ribu tiga ratus
Sembilan puluh sembilan) hektar. Lebih lanjut dalam pasal 80 ayat (1)
menyebutkan bahwa BWK VIII termasuk kawasan perumahan dengan
kepadatan rendah.
Dalam pasal 80 ayat (4) Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2011 Rencana
pengembangan kawasan perumahan kepadatan rendah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; dan
b. penyediaan prasarana dan sarana umum dengan proporsi 40% (empat
puluh persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan.

Dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011


Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 Pasal
119 ayat 3 c Pembangunan yang dilakukan di kawasan resapan air juga
mempengaruhi perizinan pengembangan perumahan di Kecamatan
Gunungpati, Mijen, Ngaliyan.
Pengembangan perumahan dengan kepadatan rendah diarahkan pada
BWK VIII, BWK IX, dan BWK X khusus untuk Kecamatan Ngaliyan dengan
luas kapling paling sedikit 120 (seratus dua puluh) meter persegi dengan
koefisien dasar bangunan paling tinggi 40 % (empat puluh persen).
Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini Dinas Penataan Ruang, serta
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang mengungkapkan
bahwasannya penetapan ketentuan KDB 40% tersebut agar masyarakat
khususnya masyarakat yang bertempat tinggal maupun yang akan melakukan
pembangunan di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan resapan air juga
memperhatikan tata kelola saluran irigasi di lingkungan rumah mereka masing-
masing.
Rencana pemanfaatan lahan di Kawasan Gunungpati dalam korelasi
regional merupakan salah satu wilayah pinggiran yang diarahkan bagi wilayah
pengembangan kegiatan pertanian, pendidikan, permukiman pedesaan, industri
agro, agrowisata, dan konservasi. Sesuai kebijakan wilayah tersebut, maka
pengembangan wilayah Kecamatan Gunungpati memperhatikan dua
kepentingan, yaitu kepentingan pengembangan wilayah dan kepentingan
lingkungan bagi perlindungan kawasan setempat dan daerah bawahnya.
Kecamatan Gunungpati yang dalam rencana ruang terbuka hijau Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 Pasal 76 ayat 2 B di rencanakan
sebagai RTH Kawasan Rawan Gerakan Tanah dan Longsor. Di sebutkan dalam
pasal 76 ayat 2 B meliputi:
1. Kelurahan Sadeng;
2. Kelurahan Kandri;
3. Kelurahan Pongangan;
4. Kelurahan Nongkosawit;
5. Kelurahan Kalisegoro;
6. Kelurahan Sukorejo;
7. Kelurahan Patemon; dan
8. Kelurahan Pakintelan.

Dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 kawasan yang
merupakan RTH kawasan Gerakan Tanah dan Longsor rencana
pengelolaannya ditujukan untuk:
a. penetapan tingkat bahaya gerakan tanah dan longsor per masing-
masing kawasan;
b. pemindahan bangunan dan atau rumah yang ada di kawasan rawan
gerakan tanah dan longsor; dan
c. penetapan kawasan kawasan rawan gerakan tanah dan longsor sebagai
RTH pengaman lingkungan

Namun berbeda dengan kondisi dilapangan yang terjadi saat ini wilayah
Kelurahan Patemon yang di tetapkan sebagai kawasan rawan bencana
pergerakan tanah dan longsor yang di arahkan pengelolaannya untuk RTH
pengaman lingkungan banyak berubah menjadi perumahan. Bahkan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis menemukan fakta bahwa banyak lahan
tegalan yang berubah menjadi kawasan perumahan baru di wilayah patemon.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan arahan pemanfaatan lahan yang di
jelaskan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Lebih lanjut makin banyaknya pembangunan pemukiman di wilayah
Gunungpati menjadi penyebab berkurangnya lahan terbuka yang salah satu
fungsinya sebagai tempat peresapan limpasan air hujan.
Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan arah kebijakan pembangunan
dalam arahan gambaran peta eksisting dan peta rencana yang terlampir dalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Lebih lanjut berbagai penelitian menunjukkan fakta bahwa banyak petani
menginginkan anaknya tidak bekerja di sektor pertanian, karena sektor ini tidak
dapat diandalkan lagi untuk memenuhi kebutuhan perekonomian. Mereka lebih
memilih anaknya bekerja dibidang lain. Terjadi kelangkaan yang mendorong
tingkat permintaan tenaga kerja pertanian sehingga menyebabkan mahalnya
harga tenaga di sektor pertanian. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja
pertanian ini, terutama petani usia produktif mulai terjadi di beberapa daerah.
Dapat disimpulkan penyusutan lahan pertanian merupakan sebab dan
akibat dari keterpurukan sektor pertanian. Keterpurukan sektor ini terjadi
disebabkan proses transformasi struktur perekonomian yang timpang sebagai
akibat kebijaksanaan pembangunan yang terjadi.
Akibat yang terjadi dari hal tersebut adalah, pertama ketiadaan insentif
untuk bertani dan kuatnya tekanan pasar akan kebutuhan tanah untuk area
pemukiman menyebabkan tanah pertanian yang ada terus menyusut secara
cepat dengan ketimpangan struktur penguasaan yang kian memburuk.
Kedua, jumlah penduduk dan aktivitasnya yang terus meningkatkan
kebutuhan terhadap tanah selalu lebih tinggi dari pada ketersediaannya yang
relatif tetap, akibatnya adalah apabila alokasi tanah diserahkan kepada
mekanisme pasar, maka senantiasa terdapat tekanan perubahan penggunaan
tanah dari yang intensitasnya lebih rendah ke aktivitas lain yang lebih
produktif5, Padahal, ketersediaan tanah pertanian akan senantiasa menjadi
faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat
bagi kegiatan ekonomi bagi mayoritas masyarakat Indonesia selain itu tanah
pertanian juga mendukung kemampuan tanah untuk menyerap air hujan.
Perubahan penggunaan tanah baik yang telah direncanakan maupun tidak
diinginkan dari sudut pandang kebijakan tanah nasional pada dasarnya akan
ditentukan oleh dua kelompok faktor, yakni yang berhubungan dengan
mekanisme alamiah kompetisi penggunaan tanah atau mekanisme pasar dan
yang berhubungan dengan kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah
maupun yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam konteks kelembagaan, aspek hukum pertanahan menjadi bagian
yang penting untuk dikaji sehingga dapat diciptakan kebijakan-kebijakan di
bidang pertanahan yang mampu menciptakan struktur penggunaan dan
penguasaan tanah yang secara sosial dan ekonomi lebih dikehendakis serta adil
bagi seluruh masyarakat.
Seperti yang terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990
tentang penggunaan tanah kawasan industri yang antara lain berisi bahwa
pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan tanah untuk perusahaan kawasan
industri tidak boleh mengurangi areal tanah pertanian dan harus sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.

5
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang.Hal 64
Peraturan tersebut salah satu tujuannya yaitu untuk melindungi ketersediaan
lahan pertanian.
Dalam pasal 34 ayat 4 huruf a di sebutkan bahwa di Kelurahan
Kedungpane Kecamatan Mijen, Kelurahan Kandri dan Jatirejo Kecamatan
Gunungpati terdapat waduk Jatibarang dengan luas kurang lebih 127hektar.
Fungsi dari keberadaan waduk itu sendiri sebagai tempat penampungan air, air
yang telah ditampung dalam waduk ini dapat di manfaatkan untuk bahan baku
air minum, untuk irigasi pertanian, pembangit listrik dan budidaya perikanan.
Selain bendungan atau waduk dalam Rencana Pengembangan Sistem
Jaringan Prasarana Sumber Daya Air di Kecamatan Gunungpati terdapat juga
embung Patemon serta embung UNNES sebagai salah satu upaya untuk
menampung air hujan sehingga dapat dimanfaatkan pada saat musim kemarau
serta menjaga ekosistem dan kelestarian sumber daya air di kawasan
Gunungpati.
Kawasan resapan air mempunyai kemampuan untuk menampung debit air
hujan yang turun di daerah tersebut. Kawasan resapan air tidak langsung juga
berdampak sebagai pengendali banjir untuk daerah yang berada lebih rendah di
bawahnya sebab air hujan tidak langsung turun ke bawahnya namun di serap
sebagai air tanah. Air yang di serap ini kemudian menjadi cadangan air tanah
pada saat musim kemarau.
Hal ini memberikan efek secara tidak langsung pada kemampuan tanah
dalam menyerap dan menyimpan air hujan. Seperti yang penulis alami sendiri
dimana pada waktu musim penghujan banyak jalanan khususnya di wilayah
Kelurahan Sekaran tergenang oleh aliran air hujan, sehingga jalan berubah
seperti sungai. Berbeda halnya pada saat musim kemarau, dimana untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersih sangat sulit di dapatkan sehingga
mengalami kekeringan.
Dengan adanya penataan ruang yang belum terimplementasikan secara
penuh sesuai apa yang telah di rencanakan dalam penataan ruang khususnya di
wilayah Kecamatan Gunungpati membuat semakin terdesaknya lahan tidak
terbangun yang salah satu fungsinya sebagai peresapan limpasan air hujan
semakin berkurang jumlahnya, berbanding terbalik dengan pembangunan
kawasan pemukiman.

2. Faktor Penghambat Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun


2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011
– 2031 mengenai kawasan resapan air

UUPA mengamanatkan Negara sebagai pihak yang berwenang dalam


penguasaan bumi, air dan kekayaan alam yang digunakan bagi kesejahteraan
rakyat. Hak menguasai negara disebutkan pada pasal 2 UUPA Negara di
berikan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya.Cara yang dilakukan negara
untuk meningkatkan kemakmuran rakyat adalah dengan melakukan
pembangunan.
Dengan diterbitkannya UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
merupakan upaya untuk mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan denganmemperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang danpencegahan dampak negatif
terhadap lingkunganakibat pemanfaatan ruang.

Namun tidak semua rencana yang terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sebab banyak faktor
yang mempengaruhi atau menghambat dalam pengimplementasian peraturan
daerah tersebut.
Efektifitas dari sebuah peraturan perundang-undangan, menurut teori dari
Soerjono Soekanto dapat dilihat dari empat faktor, yakni: faktor hukumnya
sendiri, faktor sarana dan prasarana pendukung, faktor SDM dan faktor
masyarakatnya6. Dalam konteks itu, maka untuk melihat faktor pendukung
maupun penghambat dari pelaksanaan implementasi Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 tentang kawasan resapan air Kecamatan Gunungpati, dapat
digunakan pendekatan teori faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum oleh Soerjono Soekanto tersebut yang diuraikan secara makro sebagai
berikut.

2.1 Faktor Masyarakat


Dalam proses pemanfaatan tanah yang digunakan untuk pembangunan
tidak terlepas dari berbagai permasalahan tanah. Hal ini terjadi disebabkan
ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan tanah.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah
dengan kebijakan penatagunaan tanah yang mempunyai tujuan untuk
memecahkan permasalahan yang berkenaan dengan ketersediaan tanah untuk
berbagai kegiatan pembangunan dan memperkecil kemungkinan terjadinya
konflik antara pengguna tanah yang sama.7

6
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang. Hal 65
7
S.W. Sumardjono, Maria,, Tanah dalam prespektif hak ekonomi, sosial, dan
budaya, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008. Hal 75
Kecamatan Gunungpati yang terletak di Kota Semarang merupakan salah
satu contoh terjadinya alih fungsi tanah resapan air. Hal ini berakibat pada
tidak terserapnya air hujan ke dalam tanah yang mengakibatkan beberapa
masalah seperti banjir di jalanan saat musim hujan, kekeringan yang melanda
pada saat musim kemarau, serta tanah menjadi rawan longsor yang diakibatkan
semakin sedikitnya pepohonan yang memperkuat kontur tanah.
Melihat pada perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Semarang
saat ini, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan dan pengendalian yang terjadi
kurang efektif, dalam arti bahwa kondisi yang terjadi di lapangan sekarang
kurang sesuai dengan daya dukung tanah yang ada. Hal tersebut dapat dilihat
pada pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya yang ada di
beberapa wilayah kota terutama daerah Semarang bagian atas wilayah –
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan lindung dan konservasi banyak yang
dijadikan perumahan seperti pada kawasan perumahan dan pemukiman di
Kecamatan Gunungpati.
Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab yang menghambat
implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031. Sumber Daya Manusia,
tingkat pendidikan dan kepedulian sumber daya manusia masih rendah, dalam
pelaksanaan implementasi kebijakan sumber daya manusia mempunyai peran
penting. Kurangnya pendidikan dan kepedulian sumber daya manusia
merupakan suatu hambatan tersendiri dalam implementasi Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 2011, dimana masyarakat kurang begitu peduli akan
pentingnya pembangunan berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat juga masih rendah, hal ini disebabkan tidak
tersampaikannya informasi tentang Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah secara menyeluruh pada tiap masyarakat dan kurangnya
kesadaran masyarakat dalam mematuhi penetapan pemanfaatan ruang.
Dalam BAB VIII Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031, pasal 158 –
160 memuat hak, kewajiban dan peran masyarakat.
Pasal 158
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan / atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 159
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 160
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan Pemerintah Kota dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam perencanaan tata ruang.

(3) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi
dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.

2.2 Faktor Hukum


Berdasarkan telaah isi dan sistem hukum yang dibangun oleh Pemerintah
Daerah Kota Semarang, faktor hukum nampaknya cukup mendukung dalam
implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 Kota Semarang
secara umum dan khususnya wilayah Gunungpati. Hal ini didasarkan pada dua
hal. Pertama, secara subtansi peraturan hukum terkait Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031, memuat norma hukum yang jelas dan lengkap mengatur
keseluruhan obyek.
Hal lain yang mendukung implementasi peraturan Daerah Nomor 14
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 ini adalah bahwa sifat regulasi yang dibuat adalah imperative atau
memaksa, yang harus ditaati oleh masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya
sanksi administratif dan sanksi pidana. Hal ini tercantum dalam pasal 140,
pasal 141, pasal 142, pasal 143, pasal 144, pasal 145, pasal 146, pasal 147,
pasal 148, pasal 149, pasal 150, pasal 151, pasal 152, pasal 153, pasal 154,
pasal 155, pasal 156, pasal 157.
Di sebutkan bahwa dalam pasal 145 sanksi administratif dapat berupa,
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administrasi.
Sedangkan dalam pasal 157 menyatakan Sanksi Pidana “Setiap orang yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.”
2.3 Faktor Sarana dan Prasarana Pendukung
Sarana dan prasarana utama yang menunjang pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031 Kota Semarangtersebut adalah adanya peta yang
memadai. Dilihat dari perspektif jumlah terdapat 37 peta pendukung dari
pelaksanaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi teknis dengan adanya
peta panduan yang lengkap tersebut, pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 14
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 Kota Semarangdapat terealisasi dengan baik dan efektif. Sebab,
penindakan terhadap pelanggaran dapat terkendali melalui peta-peta tersebut.
Selain dari aspek jumlah yang memadai, di dalam peta-peta tersebutatribut
yang terpasang melalui simbolisasi tertentu dan juga warna pembeda antara
satu kawasan peruntukan dengan lainnya dapat dilihat dengan jelas, sehingga
memudahkanaparat dan masyarakat memahami dengan jelas mengenai daerah-
daerah yang boleh dimanfaatkan dan yang harus tetap dijaga kelestariannya,
baik untuk konservasi maupun untuk pertanian.

2.4 Faktor Sumber Daya Manusia


secara umum masih terlihat belum memadai baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Dilihat dari perspektif struktur organisasi memang sudah
memadai. Namun, seperti yang diungkapkan Ferry Kuntoaji, S.T., M.CSG.,
pegawai Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Bagian Bidang Tata Ruang,
kuantitas dan kualitas SDM yang ada belum sepadan dengan kebutuhan yang
seharusnya disediakan.
Dengan ditetapkannya suatu kawasan menjadi kawasan resapan air hal
tersebut mempengaruhi perizinan pembangunan di kawasan itu. Namun
seringkali masyarakat kurang peduli dengan adanya regulasi yang ada sehingga
masyarakat umumnya tidak benar-benar memahami arti pentingnya dari aturan
regulasi tersebut, dan mengabaikan hal itu.
Diketahui bahwa mayoritas kepemilikan lahan di Kecamatan Gunungpati
umumnya dipegang oleh masyarakat. Sehingga partisipasi dan kesadaran
masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mewujudkan perencanaan
pemanfaatan ruang di Kecamatan Gunungpati.
Namun diketahui ternyata kesadaran dan partisipasi masyarakat masih
rendah. Ini bisa dilihat pada saat mereka mengajukan proses perijinan
pemanfaatan/perubahan penggunaan tanah yang cenderung pasif, menunggu,
serta memilih jalan praktis dengan menyerahkan pada oknum atau orang
tertentu.8
Rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terkait dengan minimnya
pengetahuan dan kemauan masyarakat untuk mengubah pola fikir dalam
pemanfaatan lahan. Karena tanah merupakan aset, maka banyak masyarakat
8
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang. Hal 66
memanfaatkannya hanya berfikir nilai ekonominya, mengabaikan nilai
ekologinya. Akibatnya pemanfaatan melampaui ambang batasnya dan hal yang
terjadi selanjutnya adalah kerusakan serta berkurangnya kemampuan tanah
dalam menyerap air hujan.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada pembahasan di atas, dapat
ditarik simpulan berdasarkan permasalahan yang diangkat terkait Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 Mengenai Kawasan Resapan Air Studi Kasus
Di Kecamatan Gunungpati, memperoleh hasil sebagai berikut: (1) Pembangunan
yang terjadi di wilayah Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang yang sejatinya
merupakan kawasan resapan air harus memperhatikan tujuan dari penatagunaan
tanah itu sendiri, yaitu penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai
kebutuhan serta kegiatan pembangunan. Di dalam pelaksanaan penatagunaan
tanah harus di sesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam hal ini
pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan kesesuaian dengan peta
rencana yang telah ditetapkan. Jika melihat dari daya dukung tanahnya maka alih
fungsi lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun yang digunakan untuk
sarana pemukiman tersebut kurang sesuai, seperti yang terjadi di kelurahan
Patemon melihat tanah yang digunakan dalam pembangunan tersebut merupakan
area tegalan atau area rawan pergerakan tanah dan longsor yang dikategorikan
sebagai RTH pengaman lingkungan, yang salah satu fungsinya sebagai tanah
resapan air. Namun apabila pembangunan kawasan pemukiman yang dilakukan
sesuai dengan apa yang terdapat dalam peta eksisting dan peta rencana Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031, maka pembangunan kawasan pemukiman harus
menyesuaikan dengan peraturan tersebut, dan tetap melakukan pembangunan
dengan bijak. (2) Faktor penghambat dari implementasi Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 mengenai Kawasan Resapan Air di Kecamatan Gunungpati Antara
lain: keterbatasan SDM dan budaya masyarakat yang masih kurang peduli
terhadap lingkungan. Bertambahnya jumlah permukiman dengan mengkonversi
lahan-lahan produktif untuk pertanian di Kecamatan Gunungpati, akan berdampak
serius terhadap kelestarian pertanian di wilayah ini. Termasuk juga dalam konteks
ini, akan berdampak pada terjadinya pengurangan daya dukung lingkungan secara
massif akibat banyaknya penebangan kayu dan pembangunan pemukiman yang
tidak terkendali.
Dari permasalahan dan uraian yang telah dibahas sebelumnya, maka penulis
menyampaikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadikan masukan bagi
berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan implementasi Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Tahun 2011 – 2031 mengenai Kawasan Resapan Air di Kecamatan Gunungpati,
yaitu: (1) Bagi Pemerintah dalam hal ini khususnya Pemerintah Kota Semarang
harus konsisten dalam melaksanakan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah,
sehingga apa yang telah direncanakan sebelumnya dapat terrealisasi secara
optimal. Pemerintah juga diharapkan lebih tegas dalam menerapkan aturan Perda
yang telah dibuat, seperti dalam hal melakukan penertiban maupun memberikan
perizinan pembangunan. (2) Bagi masyarakat diharapkan untuk mendukung
program pemerintah dengan menjalankan dan mentaati peraturan yang sudah
ditetapkan pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah.

UCAPAN TERIMA KASIH


1. Drs. Suhadi, S.H.,M.Si. Dosen Pembimbing I yang telah sabar membimbing
penulis, memberikan banyak wawasan serta memberikan banyak masukan.
2. Aprila Niravita, S.H.,M.Kn. Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan wawasan, inspirasi, sumbangan pemikiran, dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak, Ibu, kakak dan adikku, serta ibu martiah sekeluarga, dan juga sahabat -
sahabatku atas doa, dukungan, dan motivasinya.
4. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang angkatan 2013.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Boedi. 2005. HUKUM AGRARIA INDONESIA Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta:
Djambatan.

Parlindungan, A.P. 1993. Komentar atas Undang – Undang Penataan Ruang (uu
no 24th.1992). Bandung: PT. Mandar Maju.

Rai, I Nyoman, Menaka Adnyana, dan Gede. 2011.Persaingan pemanfaatan


Lahan & Air. Bali: Udayana University Press.

Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan
Pertanian, Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum,
Universitas Negeri Semarang.

Sumardjono, S.W. dan Maria. 2008. Tanah dalam prespektif hak ekonomi, sosial,
dan budaya. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria

Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah


Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Semarang Tahun 2011 – 2031

Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Daerah Kota Semarang tahun 2016 – 2021

Anda mungkin juga menyukai