MANUSKRIP
Artikel dengan judul “Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Mengenai Kawasan Resapan Air”, telah disetujui oleh pembimbing pada :
Hari :
Tanggal :
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
ABSTRAK
Kata kunci : Kawasan Resapan Air; Rencana Tata Ruang Wilayah; Tata
Guna Tanah.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu peranan penting dalam mewujudkan
pembangunan. Namun tanah merupakan suatu komoditas yang tidak akan
pernah bertambah jumlahnya, berbanding terbalik dengan pertambahan
jumlah penduduk. Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan
lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan
pertambahan penduduk di Kota Semarang. Akibatnya terjadi persaingan
pemanfaatan lahan, agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara
efisien dan dapat menciptakan keterpaduan dalam pencapaian tujuan
pembangunan, perlu di lakukan pengaturan alokasi lahan.1
Erat kaitannya perencanaan tata ruang dengan pemanfaatan
lingkungan sebagai daya dukung pembangunan suatu kota. Jelas sekali
1
I Nyoman Rai, Menaka Adnyana, Gede. 2011.Persaingan pemanfaatan Lahan & Air. Bali: Udayana
University Press. hlm.3
bahwasannya kawasan budidaya ini selain kelihatannya optimalisasi dari
fungsi tanah baik karena alami maupun rekayasa. Sehingga untuk daerah
yang subur untuk pertanian tentunya tidak mungkin dijadikan kawasan
industri tanpa kompensasi maupun perubahan struktural.2
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada hakikatnya
berusaha menyelaraskan kebutuhan tempat kehidupan manusia dengan daya
dukung lingkungan yang terbatas dan tak terbaharukan 3. Dalam Peraturan
Daerah Nomor 14 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031 salah satunya berisi mengenai rencana
pembagian wilayah kota. Pemerintah kota mempunyai rencana untuk wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan resapan air untuk melakukan rehabilitasi
kawasan resapan air yang telah gundul melalui penghijauan dan mengarahkan
pemanfaatan ruang di kawasan resapan air untuk fungsi hutan.
Kecamatan Gunungpati termasuk dalam kawasan resapan air terletak
di kawasan perbukitan yang mempunyai kelerengan diatas 40% seperti yang
ditetapkan dalam Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011
yang berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
daerah bawahannya yang salah satu tujuan untuk kawasan resapan air.
Kecamatan Gunungpati yang termasuk dalam kawasan resapan air
terletak di kawasan perbukitan yang mempunyai kelerengan diatas 40%
seperti yang di tetapkan dalam Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 14
Tahun 2011 yang berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap daerah bawahannya yang salah satu tujuan untuk kawasan resapan
air. Dewasa ini kawasan Kecamatan Gunungpati yang awalnya masih banyak
terdapat lahan pertanian maupun lahan terbuka yang salah satu fungsinya
sebagai tempat resapan air berubah menjadi kawasan terbangun.
Akibat dari semakin sedikitnya jumlah lahan terbuka di Kecamatan
Gunungpati berakhibat pada semakin berkurangnya resapan air. Salah satu
akibatnya setiap tahun pada saat musim kemarau air sulit di dapatkan untuk
kebutuhan sehari – hari, sebaliknya pada saat musim hujan jalan utama di
sekitar kawasan kampus kebanjiran karena tanah tidak dapat menyerap air
hujan.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 mengenai kawasan resapan air di Kecamatan
Gunungpati?
b. Faktor apa yang menghambatImplementasi dari Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2011 – 2031 tentang kawasan resapan air studi
2
Parlindungan, A.P. 1993.Komentar atas Undang-Undang Penataan ruang (uu no 24 th. 1992). Bandung:
PT. Mandar Maju,hal.13.
3
Kasus di Kecamatan Gunungpati dan bagaimana upaya Pemerintah
Kota untuk mengatasinya?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 mengenai kawasan resapan air.
b. Mengetahui faktor yang menghambat Implementasi dari Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 tentang kawasan
resapan air studi Kasus di Kecamatan Gunungpati dan upaya
Pemerintah Kota untuk mengatasinya
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode yuridus sosiologis
yang bersifat deskriptif. Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer
dan sekunder dengan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode wawancara, dokumentasi dan kepustakaan, kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif dengan teknik triangulasi. Pihak
yang dimintai data adalah Bappeda Kota Semarang, Kantor Pertanahan Kota
Semarang, Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, Kantor
Kecamatan Gunungpati, Warga Kecamatan Gunungpati.
4
Harsono, Boedi. 2005. HUKUM AGRARIA INDONESIA Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan Hal. 164
HASIL DAN PEMBAHASAN
Namun berbeda dengan kondisi dilapangan yang terjadi saat ini wilayah
Kelurahan Patemon yang di tetapkan sebagai kawasan rawan bencana
pergerakan tanah dan longsor yang di arahkan pengelolaannya untuk RTH
pengaman lingkungan banyak berubah menjadi perumahan. Bahkan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis menemukan fakta bahwa banyak lahan
tegalan yang berubah menjadi kawasan perumahan baru di wilayah patemon.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan arahan pemanfaatan lahan yang di
jelaskan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Lebih lanjut makin banyaknya pembangunan pemukiman di wilayah
Gunungpati menjadi penyebab berkurangnya lahan terbuka yang salah satu
fungsinya sebagai tempat peresapan limpasan air hujan.
Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan arah kebijakan pembangunan
dalam arahan gambaran peta eksisting dan peta rencana yang terlampir dalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Lebih lanjut berbagai penelitian menunjukkan fakta bahwa banyak petani
menginginkan anaknya tidak bekerja di sektor pertanian, karena sektor ini tidak
dapat diandalkan lagi untuk memenuhi kebutuhan perekonomian. Mereka lebih
memilih anaknya bekerja dibidang lain. Terjadi kelangkaan yang mendorong
tingkat permintaan tenaga kerja pertanian sehingga menyebabkan mahalnya
harga tenaga di sektor pertanian. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja
pertanian ini, terutama petani usia produktif mulai terjadi di beberapa daerah.
Dapat disimpulkan penyusutan lahan pertanian merupakan sebab dan
akibat dari keterpurukan sektor pertanian. Keterpurukan sektor ini terjadi
disebabkan proses transformasi struktur perekonomian yang timpang sebagai
akibat kebijaksanaan pembangunan yang terjadi.
Akibat yang terjadi dari hal tersebut adalah, pertama ketiadaan insentif
untuk bertani dan kuatnya tekanan pasar akan kebutuhan tanah untuk area
pemukiman menyebabkan tanah pertanian yang ada terus menyusut secara
cepat dengan ketimpangan struktur penguasaan yang kian memburuk.
Kedua, jumlah penduduk dan aktivitasnya yang terus meningkatkan
kebutuhan terhadap tanah selalu lebih tinggi dari pada ketersediaannya yang
relatif tetap, akibatnya adalah apabila alokasi tanah diserahkan kepada
mekanisme pasar, maka senantiasa terdapat tekanan perubahan penggunaan
tanah dari yang intensitasnya lebih rendah ke aktivitas lain yang lebih
produktif5, Padahal, ketersediaan tanah pertanian akan senantiasa menjadi
faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat
bagi kegiatan ekonomi bagi mayoritas masyarakat Indonesia selain itu tanah
pertanian juga mendukung kemampuan tanah untuk menyerap air hujan.
Perubahan penggunaan tanah baik yang telah direncanakan maupun tidak
diinginkan dari sudut pandang kebijakan tanah nasional pada dasarnya akan
ditentukan oleh dua kelompok faktor, yakni yang berhubungan dengan
mekanisme alamiah kompetisi penggunaan tanah atau mekanisme pasar dan
yang berhubungan dengan kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah
maupun yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam konteks kelembagaan, aspek hukum pertanahan menjadi bagian
yang penting untuk dikaji sehingga dapat diciptakan kebijakan-kebijakan di
bidang pertanahan yang mampu menciptakan struktur penggunaan dan
penguasaan tanah yang secara sosial dan ekonomi lebih dikehendakis serta adil
bagi seluruh masyarakat.
Seperti yang terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990
tentang penggunaan tanah kawasan industri yang antara lain berisi bahwa
pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan tanah untuk perusahaan kawasan
industri tidak boleh mengurangi areal tanah pertanian dan harus sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
5
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang.Hal 64
Peraturan tersebut salah satu tujuannya yaitu untuk melindungi ketersediaan
lahan pertanian.
Dalam pasal 34 ayat 4 huruf a di sebutkan bahwa di Kelurahan
Kedungpane Kecamatan Mijen, Kelurahan Kandri dan Jatirejo Kecamatan
Gunungpati terdapat waduk Jatibarang dengan luas kurang lebih 127hektar.
Fungsi dari keberadaan waduk itu sendiri sebagai tempat penampungan air, air
yang telah ditampung dalam waduk ini dapat di manfaatkan untuk bahan baku
air minum, untuk irigasi pertanian, pembangit listrik dan budidaya perikanan.
Selain bendungan atau waduk dalam Rencana Pengembangan Sistem
Jaringan Prasarana Sumber Daya Air di Kecamatan Gunungpati terdapat juga
embung Patemon serta embung UNNES sebagai salah satu upaya untuk
menampung air hujan sehingga dapat dimanfaatkan pada saat musim kemarau
serta menjaga ekosistem dan kelestarian sumber daya air di kawasan
Gunungpati.
Kawasan resapan air mempunyai kemampuan untuk menampung debit air
hujan yang turun di daerah tersebut. Kawasan resapan air tidak langsung juga
berdampak sebagai pengendali banjir untuk daerah yang berada lebih rendah di
bawahnya sebab air hujan tidak langsung turun ke bawahnya namun di serap
sebagai air tanah. Air yang di serap ini kemudian menjadi cadangan air tanah
pada saat musim kemarau.
Hal ini memberikan efek secara tidak langsung pada kemampuan tanah
dalam menyerap dan menyimpan air hujan. Seperti yang penulis alami sendiri
dimana pada waktu musim penghujan banyak jalanan khususnya di wilayah
Kelurahan Sekaran tergenang oleh aliran air hujan, sehingga jalan berubah
seperti sungai. Berbeda halnya pada saat musim kemarau, dimana untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersih sangat sulit di dapatkan sehingga
mengalami kekeringan.
Dengan adanya penataan ruang yang belum terimplementasikan secara
penuh sesuai apa yang telah di rencanakan dalam penataan ruang khususnya di
wilayah Kecamatan Gunungpati membuat semakin terdesaknya lahan tidak
terbangun yang salah satu fungsinya sebagai peresapan limpasan air hujan
semakin berkurang jumlahnya, berbanding terbalik dengan pembangunan
kawasan pemukiman.
Namun tidak semua rencana yang terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sebab banyak faktor
yang mempengaruhi atau menghambat dalam pengimplementasian peraturan
daerah tersebut.
Efektifitas dari sebuah peraturan perundang-undangan, menurut teori dari
Soerjono Soekanto dapat dilihat dari empat faktor, yakni: faktor hukumnya
sendiri, faktor sarana dan prasarana pendukung, faktor SDM dan faktor
masyarakatnya6. Dalam konteks itu, maka untuk melihat faktor pendukung
maupun penghambat dari pelaksanaan implementasi Peraturan Daerah Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011 – 2031 tentang kawasan resapan air Kecamatan Gunungpati, dapat
digunakan pendekatan teori faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum oleh Soerjono Soekanto tersebut yang diuraikan secara makro sebagai
berikut.
6
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang. Hal 65
7
S.W. Sumardjono, Maria,, Tanah dalam prespektif hak ekonomi, sosial, dan
budaya, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008. Hal 75
Kecamatan Gunungpati yang terletak di Kota Semarang merupakan salah
satu contoh terjadinya alih fungsi tanah resapan air. Hal ini berakibat pada
tidak terserapnya air hujan ke dalam tanah yang mengakibatkan beberapa
masalah seperti banjir di jalanan saat musim hujan, kekeringan yang melanda
pada saat musim kemarau, serta tanah menjadi rawan longsor yang diakibatkan
semakin sedikitnya pepohonan yang memperkuat kontur tanah.
Melihat pada perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Semarang
saat ini, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan dan pengendalian yang terjadi
kurang efektif, dalam arti bahwa kondisi yang terjadi di lapangan sekarang
kurang sesuai dengan daya dukung tanah yang ada. Hal tersebut dapat dilihat
pada pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya yang ada di
beberapa wilayah kota terutama daerah Semarang bagian atas wilayah –
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan lindung dan konservasi banyak yang
dijadikan perumahan seperti pada kawasan perumahan dan pemukiman di
Kecamatan Gunungpati.
Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab yang menghambat
implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031. Sumber Daya Manusia,
tingkat pendidikan dan kepedulian sumber daya manusia masih rendah, dalam
pelaksanaan implementasi kebijakan sumber daya manusia mempunyai peran
penting. Kurangnya pendidikan dan kepedulian sumber daya manusia
merupakan suatu hambatan tersendiri dalam implementasi Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 2011, dimana masyarakat kurang begitu peduli akan
pentingnya pembangunan berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat juga masih rendah, hal ini disebabkan tidak
tersampaikannya informasi tentang Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah secara menyeluruh pada tiap masyarakat dan kurangnya
kesadaran masyarakat dalam mematuhi penetapan pemanfaatan ruang.
Dalam BAB VIII Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2031, pasal 158 –
160 memuat hak, kewajiban dan peran masyarakat.
Pasal 158
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan / atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 159
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 160
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Boedi. 2005. HUKUM AGRARIA INDONESIA Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta:
Djambatan.
Parlindungan, A.P. 1993. Komentar atas Undang – Undang Penataan Ruang (uu
no 24th.1992). Bandung: PT. Mandar Maju.
Suhadi, 2012, Faktor Pengaruh dan Implikasi Rencana Detail Tata Ruang
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang terhadap Alih Fungsi Lahan
Pertanian, Pandecta vol 7. Nomor 1 januari 2012 , Fakultas Hukum,
Universitas Negeri Semarang.
Sumardjono, S.W. dan Maria. 2008. Tanah dalam prespektif hak ekonomi, sosial,
dan budaya. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.