Anda di halaman 1dari 13

Makalah

PENDEKATAN PEDAGOGIS:
PROFESIONALISME GURU SEBAGAI SALAH SATU
ELEMEN PENTING DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan dan Dipresentasikan dalam Seminar Kelas


Mata Kuliah Aneka Pendekatan Studi Pendidikan Islam

Disusun oleh:
Hilmi Abdillah
Umar Hamdan

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Asriana Kibtiyah, M.Si.

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI TEBUIRENG
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
A. Latar Belakang...................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
A. Pendekatan Pedagogis........................................................................... 4
B. Profesionalisme Guru............................................................................ 6
C. Profesionalisme Guru sebagai Salah Satu Elemen Pendidikan Islam. . 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Implikasi............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari Allah yang kebenarannya
bersifat mutlak. Dalam beberapa persoalan, keberadaan akal dapat memperkokoh
keyakinan manusia terhadap agamanya. Dengan demikian para ilmuwan dalam
berbagai bidang keahlian tersebut sebenarnya bukanlah pencipta ilmu, tetapi
penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan. Atas dasar paradigma tersebut, seluruh
ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan istilahnya, sedangkan hakikat dan
substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari Tuhan yang satu. Atas
dasar pandangan ini, maka tidak ada dikotomi yang mengistimewakan antara satu
ilmu dengan ilmu lainnya.
Pendidikan Islam merupakan kebutuhan esensial bagi manusia. Sehingga
Allah swt. menempatkan perintah membaca sebagai instruksi pertama yang
diterima oleh Nabi Muhammad saw.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam studi pendidikan Islam ialah
pendekatan pedagogi. Dalam pendekatan ini, guru menjadi sentral pendidikan yang
dengan segenap kemampuannya mengajarkan materi pelajaran. Kompetensi yang
dimilikinya disampaikan dengan seninya masing-masing. Tanpa keberadaan guru,
pendidikan tidak akan terlaksana.
Pendidikan serta kaitanya dengan keberadaan guru di dalamnya. Seorang
guru dituntut keprofesioanalannya agar dapat mengahsilkan peserta didik yang
bermutu. Guru yang profesioanal tidak hanya mengajar akan tetapi juga
membimbing, mengarahkan, menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat
belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir
dari proses pendidikan. Seorang guru harus memiliki kompetensi dalam mengajar
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pendekatan pedagogis?
2. Apa yang dimaksud dengan profesionalisme guru?
3. Bagaimana profesionalisme guru menjadi salah satu elemen penting dalam
pendidikan Islam?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Pedagogis
Kata “pendekatan” yang dalam bahasa inggrisnya adalah approach
mempunyai arti a way of dealing with something (sebuah jalan untuk
melaksanakan sesuatu).1
H.M. Habib Thaha mendefiniskan pendekatan adalah cara pemprosesan
subyek atas obyek untuk mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti cara
pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut
adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Oteng Sutisna, lebih praktis dalam
memahami pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang hendak ia
kerjakan dan bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu.2
Istilah “Pedagogi” secara teratur dapat dipahami sebagai sebuah seni atau
pengetahuan untuk mengajar anak-anak (the art or science of teaching children).
Kata “ pedagogis” berasal dari bahasa kuno Yunani “Paidagogos” yang terdiri atas
kata “paedos” (anak) dan “agogos” (memimpin). Maksudnya adalah memimpin
anak dalam belajar.
Istilah “pedagogi” juga dalam bahasa latin berasal dari kata: anak-instruksi,
sedangkan digunakan modern dalam bahasa Inggris untuk merujuk pada konteks
seluruh pengajaran, pembelajaran, dan operasi yang sebenarnya yang terlibat di
dalamnya, meskipun kedua kata memiliki kira-kira makna aslinya yang sama.
Dalam bahasa Inggris, istilah paedagogi digunakan untuk merujuk pada kepada
teori instruktif; guru peserta pelatihan mempelajari subjek mereka dan juga
pedagogi yang sesuai untuk mengajar subjek.3 Pedagogi adalah praktek cara
seseorang mengajar dan ilmu pengetahuan mengenai prinsip dan metode-metode
membimbing dan mengawasi pelajaran dan dengan satu perkataan yang disebut
juga pendidikan.4

1
Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2008), 160.
2
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional, (Bandung:
Angkasa, 1983), 35-36.
3
Rakhmat Hidayat, Paedagogi Kritis: Sejarah, Perkembangan, dan Pemikiran, (Jakarta:PT.
Rajagrafindo Persada, 2013), 1.
4
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1980), 254.

4
Dalam pendekatan pedagogis, guru harus memiliki kompetensi-kompetensi: 1)
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, 2) Pemahaman terhadap peserta
didik, 3) Pengembangan kurikulum, 4) Perancangan pembelajaran, 5) Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan logis, 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran, 7)
Evaluasi hasil belajar, dan 8) Pengembangan peseta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.5
Pendekatan pedagogi pada intinya lebih menitikberatkan pada trainer-directed
education dimana trainer memiliki tanggung jawab penuh dalam membuat
keputusan mengenai apa yang akan disampaikan pada saat pelatihan, bagaimana
metode pelatihannya. Learner atau peserta pelatihan hanya menerima instruksi
dari trainer saja. Pedagogi merupakan suatu pendekatan yang hanya menempatkan
peserta didik sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima
pelatihan yang sudah di-set up oleh penyelenggara pelatihan, materi-materi apa
saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode panyampaiannya, itu
semua tergantung kepada trainer dan tergantung kepada sistem pelatihannya itu
sendiri.6
Pendekatan pedagogi akan lebih tepat diterapkan pada peserta didik yang
belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai hal-hal yang menjadi
topik pelatihan. Jadi tema atau materi pendidikan dan merupakan hal baru bagi
peserta didik. Sebagai contoh adalah pendidikan untuk anak-anak di sekolah.
Ketika menggunakan pendekatan pedagogi dalam pendidikan, seorang
pendidik harus memerhatikan hal-hal yang menyangkut peserta didik, seperti
perbedaan karakteristik peserta didik, motivasi belajarnya, minat, sikap, dan
perkembangannya. Sehingga dalam merencanakan pendidikan, pendidik atau
pelatih dapat menentukan strategi-strategi dan metode yang tepat dalam melatih
peserta didik yang masih anak-anak. Pendekatan dalam pedagogi berdasarkan pada
asumsi-sumsi sebagai berikut:7
1. Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain
Dalam hal ini, biasanya motivasi yang dimiliki oleh anak-anak adalah
motivasi ekstrensik. Sehingga anak sering kali kurang memerhatikan tujuan dan

5
Wina Sanjaya, Peneitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana, 2010), 105
6
Budi Santoso, Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan Penyelenggaraan Pelatihan, (Jakarta:
Terangi, t.th.), 30.
7
M. S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: Andragogy versus Pedagogy (New
York: Association Press, 1976), 43-45

5
arah dari program pendidikan dan latihan yang sedang dijalaninya.  Kaitannya
dengan implikasi pedagogi pada program pendidikan dan pelatihan adalah
hubungan pembelajaran  lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.
Sehingga kemampuan guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses
pendidikan dan pelatihan.
2. Pengalaman merupakan hal baru
Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali. Anak-
anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian
sering. Dalam pendekatan proses paedagogi, pengalaman itu justru dialihkan
dari pihak fasilitator ke pihak peserta didik. Sebagian besar proses belajar dalam
pendekatan pedagogi dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah
seperti; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Sehingga
fasilitator  harus cerdas dalam menentukan strategi, teknik, dan metode
pembelajaran dalam program pendidikan dan latihan.
3. Kesiapan Belajar
Dalam pendekatan pedagogi, pendidiklah yang memutuskan isi pelajaran
dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal
tersebut akan diajarkan.
4. Orientasi terhadap belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik
untuk masa depan. Pada pendekatan pedagogi, belajar merupakan proses
pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu
waktu kelak.

B. Profesionalisme Guru
Guru secara bahasa berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)
mengajar. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.8
Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian
dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.9 Udin
8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),
897.
9
Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 46.

6
Syaefudin Saud mengatakan bahwa profesionalisme menunjuk kepada derajad
penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan
sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah.
Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk
bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.10
Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan juga ditentukan oleh
tiga faktor penting, yaitu; (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh
program pendidikan keahlian atau spesialisasi; (2) kemampuan untuk memperbaiki
kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang dimiliki; (3) penghasilan
yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu.11
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa profesionalisme
adalah keahlian dan kewenangan suatu bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang harus memiliki kualitas atau mutu berdasarkan standar dan kode etik
tertentu.
Profesionalisme juga dapat diartikan sebagai pandangan yang menganggap
bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian melalui keahlian tertentu dan yang
menganggap keahlian ini sebagai sesuatu yang harus diperbarui secara terus
menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan. 12 Di
sini profesi dilaksanakan berdasar suatu keahlian yang diperoleh melalui kegiatan
akademis.
Kegiatan akademis menghasilkan pada diperolehnya ilmu pengetahuan,
sedang kegiatan profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan. Selanjutnya agar tidak ketinggalan, pekerjaan profesional ini harus
diperbaruhi secara terus menerus dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan.
Demikian pula Syaiful Sagala mendefinisikan bahwa profesionalisme
merupakan sikap profesional yang berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan
pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hobi
belaka.13

10
Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru (Bandung: Alfabeta, 2010), 7.
11
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), 181.
12
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 155.
13
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga kependidikan (Bandung: Alfabeta,
2011), 1.

7
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka
guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai persyaratan. Di dalam
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 7
disebutkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.14
Berkaitan dengan profesi guru, Abuddin Nata memberikan kesimpulan
bahwa syarat profesionalisme guru pada garis besarnya ada tiga yaitu:
1. Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang
dijarkannya dengan baik.
2. Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan
atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada
murid-muridnya secara efektif dan efisien.
3. Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik.15

C. Profesionalisme Guru sebagai Salah Satu Elemen Penting Pendidikan Islam

14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), 7-8.
15
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia),
(Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 156-157.

8
Untuk mewujudkan tanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan yang
berkualitas, maka setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan baik. Firman Allah
swt. dalam Q.S. al-Kahfi: 110:

‫اح ٌد ۖ فَ َمن َكا َن َي ْر ُجو لَِقاءَ َربِِّه َف ْلَي ْع َم ْل‬


ِ ‫قُل إِمَّنَا أَنَا ب َشر ِّم ْثلُ ُكم يوحى إِيَلَّ أَمَّنَا إِهَٰل ُكم إِٰلَه و‬
ٌَ ْ ُ َٰ ُْ ٌ َ ْ
ِ ِ ِِ ‫عماًل حِل‬
َ ‫صا ًا َواَل يُ ْش ِر ْك بعبَ َادة َربِّه أ‬
‫َح ًدا‬ َ ََ
Terjemahnya: Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya manusia
seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan kebajikan dan janganlah ia
mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya.16
Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara baik dan
benar. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian tertentu
atau disebut sebagai orang yang profesional. Sebagaimana Rasulullah saw.
bersabda:

َ‫اعة‬ َّ ‫إِ َذا ُو ِّس َد اأْل َْم ُر إِىَل َغرْيِ أ َْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ْر‬
َ ‫الس‬
Artinya: Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka
tunggulah suatu kehancuran. (H.R. Bukhari)17
Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan
secara profesional agar diperoleh hasil yang maksimal. Sebagaimana pekerjaan
sebagai guru, maka dalam melaksanakan tugasnya harus benar-benar profesional,
karena hanya guru profesional yang dapat menciptakan situasi aktif peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Guru pendidikan Islam harus menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara profesional. Yakni mendidik dan mengajarkan agama
Islam dengan keahlian yang dimiliki, sehingga peserta didik memperoleh
pengetahuan yang dapat digunakan sebagai pedoman hidupnya.
Guru berada di garda terdepan dalam proses pendidikan yang sangat
menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa. Kejayaan atau kehancuran suatu
bangsa dapat dikatakan sangat tergantung pada keberadaan guru-guru yang
membidani lahirnya generasi muda. Hal ini disebabkan karena gurulah yang paling
16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil, 2005), 304
17
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al- Bukhariy, Juz I (Beirut: Dar
al-Fikr), 21.

9
berperan secara langsung dalam proses pendidikan. Guru yang mengarahkan atau
mengantarkan peserta didik dalam pembelajaran untuk menemukan, mengelola
serta memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap
dan nilai-nilai kehidupan. Sehingga tergantung kepada guru, mau menjadikan
peserta didik menjadi manusia yang berkepribadian yang baik atau buruk.
Menurut Abd. Rahman Getteng, pendidik sering diberi predikat ustadz,
murrabi, mu’allim, mudarris, mursyid dan mu’addib. Kesemua istilah ini
terhimpun dalam satu pengertian yakni pendidik yang lazim diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan guru.18
Kata ustadz biasa digunakan untuk seorang profesor. Artinya bahwa seorang
guru atau dosen dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam
mengemban tugasnya. Seorang dikatakan profesional, apabila pada dirinya melekat
sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, dan sikap komitmen terhadap mutu
proses dan hasil kerja serta sikap continuous improvement, yakni selalu berusaha
memperbaiki dan mempebaharui model-model atau cara kerjanya sesuai tuntutan
zamannya yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah
tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya.19
Mu’allim artinya diberikan ilham atau kebenaran dan kebaikan. Seorang guru
dalam menjalankan profesinya tentu saja mendapatkan ilham dari Allah swt. atas
apa yang ia peroleh dari pendidikan. Ilham seorang guru dituntut menyampaikan
kebenaran.20
Murabbi dari kata dasar Rab, yakni yang menciptakan, mengatur, dan
memelihara alam seisinya termasuk manusia. Manusia sebagai khalifahnya diberi
tugas untuk menumbuhkembangkan kreatifitasnya agar mampu mengoreksi,
mengatur dan memelihara alam dan segenap isinya. Mursyid sering juga
disamakan dengan syekh, biasa digunakan dalam kelompok thariqah (tasawuf atau
guru pembimbing kerohanian). Kata muaddib berasal dari kata adduba-yuaddibu-
adaban yang berarti moral, etika, adab, kemajuan.21
Guru dalam Islam sebagai pemegang jabatan profesional membawa misi
ganda dalam waktu yang bersamaan, yaitu misi agama dan misi ilmu pengetahuan.

18
Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan ber-Etika (Yogyakarta: Graha Guru, 2011),
5.
19
Ibid.
20
Ibid., 7
21
Ibid.

10
Misi agama menuntut guru untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran agama kepada
anak didik, sehingga anak didik dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan
normanorma agama tersebut. Misi ilmu pengetahuan menuntut guru
menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan zaman.22
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, sebagai berikut: “Sesungguhnya Allah
telah memberi karunia kepada orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang Rosul dari golongan mereka sendiri yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan
kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan
Nabi itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Imran: 164).
Dari ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan yang utama bahwa Rasulullah
selain Nabi juga sebagai pendidik (guru). Oleh karena itu tugas utama guru
menurut ayat tersebut adalah :
1. Penyucian, yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan jiwa
kepada pencipta-Nya, menjauhkan diri dari kejahatan dan menjaga diri agar
tetap berada pada fitrah.
2. Pengajaran, yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal
dan hati kaum Muslimin agar mereka merealisasikannya dalam tingkat laku
kehidupan.
Jadi tugas guru dalam Islam tidak hanya mengajar dalam kelas, tetapi juga
sebagai norm drager (pembawa norma) agama di tengah-tengah masyarakat. Jika
manusia lahir membawa kebaikan-kebaikan (fitrah) maka tugas pendidikan harus
mengembangkan elemen-elemen (baik) tersebut yang dibawanya sejak lahir.
Dengan begitu apapun yang di ajarkan di sekolah jangan sampai bertentangan
dengen prinsip-prinsip fitrahnya tersebut.

22
Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Yogyakarta: Prismasophie, 2004), 156.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Profesionalisme Guru merupakan suatu pandangan tentang kinerja guru dalam
mendidik. Kinerja ini dilihat dari aspek keilmuan, kedisiplinan, kemampuan
mengajar dan berahlak. Guru yang profesional adalah guru yang mampu
mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan baik, sehingga
target dari pendidikan tersebut bisa dicapai. Profesionalisme guru dalam perspektif
Islam dilihat dari keilmuan, kemampuan mengajar, ketakwaan dan akhlak mulia.
Guru dalam perspektif Islam adalah orang yang memiliki tanggungjawab dalam
membentuk individu muslim yang berilmu, bertakwa dan berahlak, sehingga
sejalan dengan tujuan dari pendidikan Islam dan Islam itu sendiri.

B. Implikasi
1. Guru agar lebih meningkatkan profesionalismenya dengan banyak membaca
dan mengenali lingkungan sekitar, memakai metode bervariasi dalam proses
pembelajaran, memanfaatkan media dan teknologi dalam pembelajaran serta
meningkatkan kepemimpinan.
2. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam membina akhlak mulia peserta
didik, layak untuk senantiasa dipertahankan dan dikembangkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bukhari, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail. T.th. Shahih al- Bukhariy,
Juz I. Beirut: Dar al-Fikr.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syaamil.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.

Getteng, Abd. Rahman. 2011. Menuju Guru Profesional dan ber-Etika. Yogyakarta:
Graha Guru.

Hidayat, Rakhmat. 2013. Pedagogi Kritis: Sejarah, Perkembangan, dan Pemikiran.


Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada.

Knowles, M. S.. 1976. The Modern Practice of Adult Education: Andragogy versus
Pedagogy. New York: Association Press.

Kunandar. 2009. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Pers.

Mahmud & Tedi Priatna. 2008. Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam. Bandung: Azkia Pustaka Utama.

Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin. 2010. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.

Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Prismasophie.

Poerbakawatja, Soegarda. 1980. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Sanjaya, Wina. 2010. Peneitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.

Santoso, Budi. T.th. Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan Penyelenggaraan


Pelatihan. Jakarta: Terangi.

Saud, Udin Syaefudin. 2010. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

Sutisna, Oteng. 1983. Administrasi Pendidikan Dasar Teoristis untuk Praktek


Profesional. Bandung: Angkasa.

Sagala, Syaiful. 2011. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga kependidikan


Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan


Dosen.

13

Anda mungkin juga menyukai