Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIC (SH)

Disusun Oleh :
Ika Dian Novianti
5.19.039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan
hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit saraf.
Angkatan kejadian stroke di dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk dalam setahun.
Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi
juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke
permanen, maka sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai
penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari
penyakit stroke.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke
dan 25% atau 125.000 meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke
menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker,
sedangkan di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah
sakit.
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan masalah utama
dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini
diperlukan strategi penanggulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi,
dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi sudah menjadi
keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun
di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat, dan akurat akan meminimalkan
kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis tertarik untuk menulis laporan untuk
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan stroke khususnya stroke dengan
perdarahan atau stroke hemoragik.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini antara lain :
a) Mampu menjelaskan definisi dari Stroke Hemoragik.
b) Mampu menjelaskan etiologi dari Stroke Hemoragik.

2
c) Mampu menjelaskan patofisiologi dan pathway dari Stroke Hemoragik.
d) Mampu menjelaskanmanifestasi klinik dariStroke Hemoragik.
e) Mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Stroke Hemoragik.
f) Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Stroke Hemoragik.
g) Mampu menjelaskan komplikasi dari Stroke Hemoragik.
h) Mampu memahami, menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Stroke Hemoragik.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Laporan Pendahuluan


1. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Sudoyo Aru, dkk, 2009)
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja. (Muttaqin, 2018)
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Nurarif & Kusuma,
2013)
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya. (Adib, M, 2009)
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nurarif &
kusuma,2013)
2. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra cranial dengan
gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada
normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:
a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
(Batticaca, 2018)
3. Patofisiologi dan Pathway
a. Perdarahan intra serebral

4
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra
serebral sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,
pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering
didapat pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di dalam
ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang sub
arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta kranial yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan
tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat mengakibatkan vaso spasme
pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnperdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang sub arachnoid. Vaso spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi kerusakan, kekurangan aliran darah
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kekurangan dari
20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
maka akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak. (Price & Wilson, 2016)

5
Pathway

Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

Peningkatan Thrombus/Emboli
tekanan sistemik di serebral

Aneurisma./APM Suplai darah ke


jaringan serebral
tidak adekuat
Perdarahan
arachnoid/ventrikel
Perfusi jaringan
serebral tidak
Vasospasme arteri adekuat
Hematoma serebral serebral/saraf
serebral
PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork

Penurunan Penekanan sal


kesadaran pernafasan Defisit neurologi

Pola nafas Hemifer kanan Hemifer kiri


tidak efektif
Hemiparase/plegi kiri Hemiparase/plegi kanan
Area brocca

Defisit perawatan diri gg. mobilitas fisik


Kerusakan fungsi
nervous VII dan
nervous XII
Kerusakan
integritas kulit
Kerusakan
kemunikasi verbal
Kurang pengetahuan

Resiko Resiko Resiko Resti nutrisi


aspirasi trauma jatuh < dari
Kebutuhan

(Nurarif & Kusuma, 2013)

6
4. Manifestasi Klinik

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan dan sering
selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang atau perlahan-lahan menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan menelan.
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan motorik.
i. Mual atau muntah.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
l. Kelemahan pada satu sisi tubuh. (Batticaca, 2018)
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik
dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan
mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan

7
a) Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada fase
akut.
b) Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik
atau embolik.
c) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4) Bedrest.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih.
(Muttaqin, 2018)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia
darah, elektrolit.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid.
(Batticaca, 2018)
7. Komplikasi
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.

8
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler. (Batticaca,
2018)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan identitas
penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien,
pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya riwayat
stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps,
penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada klien
dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada
kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang, auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.

9
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terdapat
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada likasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sememntara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonojol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi,
stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek

10
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari
reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi. (Adib, M. 2009)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat. (NANDA International, 2012-
2014)
3. Intervensi/Rencana Tindakan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.

11
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini untuk
penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan komunikasi
verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami kata/mengalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara
(seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan keadaan defisit
yang mendasarnya.

12
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi klien
mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan perawatan
diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.

13
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari sifat
bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha secara
kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan rencana terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas
efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah ketidakefektifan pola
nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.

14
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada gangguan
dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis,
dan program pengobatan.

15
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan tindakan.
(Wilkinson & Ahern, 2014)
4. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami hemiparese.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.

16
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis,
dan program pengobatan. (Wilkinson & Ahern, 2014)

17
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian

Pasien bernama Ny.Y berumur 47 tahun dengan diagnosa medis SH (Stroke Hemoragic).
Keluhan utama pasien mengatakan pusing kepala dan badan terasa lemas GCS E:4, M:6, V:2.
Riwayat Kesehatan Sekarang Keluarga pasien mengatakan pasien pagi-pagi pergi naik
sepeda, sesudah dijalan tangan pasien gemeteran,lemas kemudian pasien jatuh dan tidak
sadarkan diri, pasien di tolong warga sekitar dibawa ke puskesmas salaman dan pasien
dirujuk ke RSUD Tidar magelang untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Lalu pasien datang ke IGD RSUD Tidar, dari IGD pasien dipindahkan keruang unit stroke
untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

B. Diagnosa

Data Fokus Masalah Keperawatan


Ds : Pasien mengangguk saat ditanya pusing Gangguan perfusi serebral
Do :
Pasien mngalami penurunan kesadaran
Tekakan darah 179/96 mmhg
Pasien mengalami kesulitan berbicara dengan bibir
Pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan
Hasil CT – scan ICH ganglia basalis sinistra
GSC = E4 M6V2
Ds : - Gangguan mobilitas fisik
Do :
Pasien mengalami kelemahan pada ekstrimitas kanan
Hanya bisa beraktifitas ditempat tidur
Kemampuan pergerakan sendi terbatas
Kekuatan otot
0000 5555
3333 5555

Ds : - Defisit perawatan diri


Do :
Pasien tampak lemah
Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran

18
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene sendiri
karena mengalami kelemahan anggota gerak
seluruh aktifitas pasien dibantu perawat

C. Intervensi
Tujuan Rencana tindakan Rasional
setelah dilakukan tindakan Kaji tingkat kesadaran Mengetahui keadaan umum pasien
keperawatan 2 x 24 jam pasien TTV dalam batas normal
diharapkan refusi jaringan Monitor TTV pasien menunjukan perbaikan kondisi
otak dapat efektif kembali Posisikan klien Supinasi Mengurangi terjadinya PTIK
dengan KH Monitor adanya tanda- Mengetahui keadaan umum pasien
TTV dalam batas tanda PTIK Dapat digunakan untuk mencegah
normal Berikan obat sesuai pendarahan serta memperbaiki aliran
Tingkat kesadaran dengan advis dokter darah serebral
membaik
Tidak ada tanda-tanda
PTIK
setelah dilakukan tindakan Monitor TTV TTV menunjukan perubahan kondisi
keperawatan 2 x 24 jam Kaji kemampuan pasien Mengetahui kemampuan mobilisasi
diharapkan pasien tidak dalam Mobilisasi pasien
mengalami gangguan Kaji kekuatan otot pasien Mengetahui kekuatan otot pasien
mobilitas fisik dengan KH Latih terapi cermin Melatih kemampuan pergerakan otot
Nilai kekuatan otot Ubah posisi klien yang pasif dengan memperlihatkan
meningkat otot yang aktif
Dapat menggerakan Mencegah kekakuan
Ekstremitar tangan
kanan dan kaki kanan
setelah dilakukan tindakan Kaji kemampuan klien Melihat kemampuan klien dalam
keperawatan 2 x 24 jam dalam perawatan diri perawatan diri
diharapkan kebutuhan Bantu klien dalam Membantu memenuhi kebutuhan
perawatan diri pasien personal hygie personal hygie klien
terpenuhi dengan KH Rapihkan tempat tidur Menjaga kerapiahn klien
Klien bersih rapi dan klien jika kotor / Mengajarkan keluarga melakukan
tidak bau berantakan perwatan diri ketika dirumah
Dapat melakukan Libatkan keluarga dalam
personal hygiene melakukan perawatan
sendiri diri pasien
19
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang analisa teori dengan kasus stroke non

hemorogic kemudian dianalisa. Penulis melakukan perawatan dengan

menggunakan proses keperawatan.

A. Pengkajian

Pada tahap ini dengan berbagai cara untuk memperoleh data. Data yang

diperoleh dari wawancara yang bersumber dari pasien dan keluarga.

Kemudian dilakukan analisa antara sumber dengan data yang diperoleh

1. Keluhan utama saat dikaji

Pasien mengatakan pusing kepala dan lemas badannya

GCS : E:4, M:6, V: 2.

2. Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya

Pasien terlihat mendengar apa yang kita bicarakan tetapi tidak bisa

membalas pembicaraan, kemudian pasien terlihat kesakitan pada saat

dimasukan obat melalui selang infus, proses belajar pada pasien juga

terganggu lebih sering tidak sadar.

3. Pemeriksaan

Ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah tidak terjadi fraktur, edema, sikap mencoba untuk
bergerak, tidak mampu untuk berjalan, kemampuan pergerakan sendinya
berkurang, kekuatan otot, dan ditangan sebelah kiri terpasang infus.
Kekuatan otot
0000 5555
3333 5555

20
Sedangkan data pengkajian yang sama dengan teori adalah

1. Keluahan utama saat dikaji

Dalam pengkajian keperawatan memperoleh data yang sama yaitu

pasien mengalami pasien mengeluh kaki dan tangan kanan mengalami

kelemahan untuk bergerak dan pusing

2. Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya

Dalam pengkajian keperawatan memperoleh data pasien mendengar

apa yang kita bicarakan tetapi tidak bisa membalas pembicaraan,

kemudian pasien terlihat kesakitan pada saat dimasukan obat melalui

selang infus, proses belajar pada pasien juga terganggu lebih sering

tidak sadar.

3. Pemeriksaan

Dalam pengkajian keperawatan memperoleh data

Ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah tidak terjadi fraktur, edema, sikap mencoba untuk
bergerak, tidak mampu untuk berjalan, kemampuan pergerakan sendinya
berkurang, kekuatan otot, dan ditangan sebelah kiri terpasang infus.
Kekuatan otot
0000 5555
3333 5555

B. Diagnosa Keperawatan

Pengumpulan diagnosa dengan penyataan yang menggambarkan respons

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau

potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal

mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyuingkirkan

dan mencegah perubahan (Rohman &Walid, 2012).


21
Diagnosa yang muncul :

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan serebral

tidak adekuat

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

3. Defisit perawatan diri b/d imobilitas fisik

C. Intervensi

Intervensi yang dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa

keperawatan yang ditemukan penulis selama mengasuh kasus kelolaan

adalah :

No pp Tujuan Rencana tindakan Rasional


1 setelah dilakukan Kaji tingkat Mengetahui keadaan umum
tindakan keperawatan 2 kesadaran pasien pasien
x 24 jam diharapkan Monitor TTV pasien TTV dalam batas normal
gangguan perefusi Posisikan klien menunjukan perbaikan kondisi
jaringan serebral dapat Supinasi Mengurangi terjadinya PTIK
efektif kembali dengan Monitor adanya Mengetahui keadaan umum
KH tanda-tanda PTIK pasien
TTV dalam Berikan obat sesuai Dapat digunakan untuk
batas normal dengan advis dokter mencegah pendarahan serta
Tingkat memperbaiki aliran darah
kesadaran serebral
membaik
Tidak ada
tanda-tanda
PTIK
2 setelah dilakukan Monitor TTV TTV menunjukan perubahan
tindakan keperawatan 2 Kaji kemampuan kondisi
x 24 jam diharapkan pasien dalam Mengetahui kemampuan
pasien tidak mengalami Mobilisasi mobilisasi pasien
gangguan mobilitas Kaji kekuatan otot Mengetahui kekuatan otot
fisik dengan KH pasien pasien
Nilai kekuatan Latih terapi cermin Melatih kemampuan
22
otot meningkat Ubah posisi klien pergerakan otot yang pasif
Dapat dengan memperlihatkan otot
menggerakan yang aktif
Ekstremitar Mencegah kekakuan
tangan kanan
dan kaki kanan
3 setelah dilakukan Kaji kemampuan Melihat kemampuan klien
tindakan keperawatan 2 klien dalam dalam perawatan diri
x 24 jam diharapkan perawatan diri Membantu memenuhi
kebutuhan perawatan Bantu klien dalam kebutuhan personal hygie
diri pasien terpenuhi personal hygie klien
dengan KH Rapihkan tempat Menjaga kerapiahn klien
Klien bersih tidur klien jika Mengajarkan keluarga
rapi dan tidak kotor / berantakan melakukan perwatan diri
bau Libatkan keluarga ketika dirumah
Dapat dalam melakukan
melakukan perawatan diri pasien
personal
hygiene sendiri

D. Implementasi

Tujuan dari pelaksanaan yaitu untuk membantu pasien dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan

penulis melakukan tidakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah

disusun.

Diagnosa :

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan

serebral tidak adekuat intervensi semua terlaksana

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler intervensi

semua terlaksana

3. Defisit perawatan diri b/d imobilitas fisik intervensi semuaterlaksana

23
E. Evaluasi

i. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan

serebral tidak adekuat, Dalam asuhan keperawatn yang dilakukan

penulis terdapat hipertensi dan intra cerebaral homorhage

masalah ini teratasi sebagian dibuktikan dengan pasien memiliki

tensi yang selalu tinggi.

ii. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler, Dalam

asuhan keperawatan yang dilakukan penulis terdapat hambatan

mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot

(kerusakan neuron) masalah ini teratasi sebagian dibuktikan

dengan pasien sudah ada peningkatan kekuatan otot

24
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan Ny. Y dengan stroke

hemorogik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

yang terdiri dari : Pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan,

catatan perkembangan (pelaksanaan dan evaluasi) dan dokumentasi,

maka penulis menarik kesimpulan bahwa kasus stroke hemoragic

dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya intervensi.

a. Pengkajian

Dalam pengkajian data yang di peroleh sesuai dengan teori.

b. Diagnosa yang muncul saat studi kasus:

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan

serebral tidak adekuat

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

3. Defisit perawatan diri b/d imobilitas fisik

c. Perencanaan

Rencana tindakan keperawatan sesuai dengan teori

d.Pelaksanaan

i. Mengukur tanda-tandavital

ii. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya ROM

iii. Mengajarkan terapi cermin

iv. Mengelola obat terapi

25
e. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan disimpulkan bahwa

diagnosa yang muncul dalam teori pada saat tindakan keperawatan

ada 3 .

B. Saran

i. Bagi pasien

Penulis berharap agar masyarakat atau pasien

dapat memahami penyakit dan melakukan

hidup sehat disekitar lingkungan.

ii. Bagi intitusi keperawatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat

menambah keluarasan ilmu terapan bidang

keperawatan dalam memberi dan menjelaskan

penyakit stroke hemoragik

iii. Penulis

Hasil studi ini diharapkan dapat memperoleh

pengalaman dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan stroke

hemoragic

iv. Bagi Rumah Sakit

Dalam memberikan pelayanan kesehtan terhadap pasien

hendaknya tetap meningkatkan dan mempertahankan mutu

pelayanan kesehatan yang baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi,

Jantung, dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

2. Batticaca, F. B. 2018. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

3. Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

4. NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC.

5. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan

Asuhan Keperawatan Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action

Publishing.

6. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi

4. Jakarta: Interna Publishing.

7. Sylvia, A. Price &Lorraine, M. Wilson. 2016. Patofisiologi Konsep Klinis

dan Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

8. Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis

Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

9. Endriyani, L dan Harmilah.2011.Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kemandirian activities of Daily Living Pasien Post Stroke, Jurnal

Kebidanan dan Keperawatan. Vo.7, No.2, Desember 2011:153.

10. Esther, Chang. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktek


Keperawatan.Jakarta : EGC
11. Koni, Endang. 2009. Mengenal&Mencegah Penyakit Jantung, Kanker,
Stroke.Yogyakarta : Kirana Publisher.

27
12. Kozier, B., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko
Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses
dan Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC
13. Misbach, Jusuf. 2011. Stroke : Aspek Diagnosis, patofisiologi,
Manajemen. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

28

Anda mungkin juga menyukai