Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HIV/AIDS

TRANSMISI HIV DARI IBU KE ANAK DAN


PENATALAKSANAAN HIV/AIDS PADA KEHAMILAN

Fasilitator

Anik Supriyani, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun oleh :

Ade Fatika Pratama (0118002)

Nuraida Dwi Cipta (0118029)

Ivo Pramaysella (0118020)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“Transmisi HIV dari Ibu ke Anak dan Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Kehamilan” ini disusun
dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah HIV/AIDS. Melalui makalah ini, saya
berharap agar saya dan pembaca mampu memahami dengan baik tentang transmisi hiv dari ibu
ke anak dan penatalaksanaan hiv/aids pada kehamilan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan dari
Ibu Anik Supriani,S.Kep.Ns.,M.Kes selaku fasilitator dalam materi yang dibahas pada makalah
ini. Dan tidak lupa anggota kelompok yang ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.

Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan pengetahuan
serta perkembangan wawasan yang cukup bagi pembaca dan penulis yang lain. Saya juga
berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Mojokerto, 12 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Transimisi HIV Ibu ke Anak...............................................................................................5
B. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Kehamilan.....................................................................7
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................................11
B. Saran..................................................................................................................................11
Daftar Pustaka................................................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transmisi perinatal dari ibu terinfeksi HIV ke anak terjadi pada 11-60% kasus
kehamilan dengan HIV. Penetapan status infeksi HIV pada anak baru lahir tidak mudah.
Evaluasi serologis pada bayi baru lahir tidak memungkinkan terkait antibodi dari anak
sendiri belum mencukupi, sedangkan antibodi yang diperoleh dari ibu sangat dominan.
Sebagian antibodi, seperti IgA tidak dipindahkan transplasent, sehingga tidak
mengakibatkan seropositif pada bayi. Tidak seperti antibodi lain pada ibu yang berpengaruh
terhadap antibodi bayi yang baru dilahirkan. Antibodi bayi yang diperoleh dari ibu akan
bergerak turun ke level standar dalam 6-18 bulan.
Guna menanggulangi kerancauan antibodi tersebut, saat ini deteksi HIV pada anak
ditetapkan melalui pemeriksaan kombinasi biakan virus dan PCR. Dalam makalah ini, akan
dibahas transmisi hiv dari ibu ke anak dan penatalaksanaan hiv/aids pada kehamilan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana transmisi HIV dari ibu ke anak?
2. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui transmisi HIV dari ibu ke anak.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Transmisi HIV dari Ibu ke Anak


Transmisi HIV bisa terjadi selama kehamilan, melahirkan, atau melalui menyusui. Cara
terbaik untuk mencegah penularan adalah pencegahan infeksi HIV secara umum, terutama
pada ibu hamil dan mencegah kehamilan tidak terencana pada ibu dengan HIV positif. Jika
wanita dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi pencegahan
dengan obat ARV (dan pengobatan jika ada indikasi klinis), praktek obstetrik yang lebih
aman, dan konseling serta dukungan tentang pemberian makanan bayi.
Terdapat bukti bahwa risiko tambahan terhadap penularan HIV melalui pemberian ASI
antara 5–20%. HIV dapat ditularkan melalui ASI selama proses laktasi, sehingga tingkat
infeksi pada bayi yang menyusu meningkat seiring dengan lamanya menyusu.
Tunda konseling tentang penularan HIV sampai keadaan anak stabil. Jika telah dibuat
keputusan untuk melanjutkan pemberian ASI karena anak sudah terinfeksi, pilihan tentang
pemberian makan pada bayi harus didiskusikan untuk kehamilan berikutnya. Hal ini harus
dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman.
- Jika anak diketahui terinfeksi HIV dan sedang mendapat ASI, semangati ibu untuk
melanjutkan menyusui.
- Jika ibu diketahui HIV positif dan status HIV anak tidak diketahui, harus dilakukan
konseling bagi ibu mengenai keuntungan dari menyusui dan begitu juga tentang
risiko penularan HIV melalui pemberian ASI. Jika susu pengganti dapat diterima,
layak diberikan, mampu dibeli, berkelanjutan dan aman (Acceptable, Feasible,
Affordable, Sustainable and Safe = AFASS), dapat direkomendasikan untuk tidak
melanjutkan pemberian ASI. Sebaliknya, pemberian ASI eksklusif harus diberikan
jika anak berumur < 6 bulan dan menyusui harus dihentikan segera setelah kondisi
di atas terpenuhi.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif yang terbebas dari infeksi perinatal,
mempunyai risiko yang lebih rendah untuk mendapat HIV jika tidak mendapat ASI.
Walaupun demikian, risiko kematian akan meningkat jika tidak mendapat ASI pada situasi
yang tidak menjamin ketersediaan susu formula (yang dipersiapkan dengan aman dan
memenuhi kecukupan gizi).
Konseling harus dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman. Mintalah
nasihat dari orang lokal yang berpengalaman dalam konseling sehingga setiap nasihat yang

5
diberikan selalu konsisten dengan nasihat yang bakal diperoleh ibu dari konselor profesional
pada tahap selanjutnya.
Jika ibu menentukan untuk memberi susu formula, beri konseling pada ibu tentang cara
pemberian yang benar dan peragakan cara penyiapan yang aman.
Transmisi HIV dari ibu ke anak berhubungan erat dengan tenggang waktu robekan atau
ruptur membran selama proses persalinan berlangsung. Satu penelitian yang dilaporkan
McIntyre (2008) terhadap 505 ibu terinfeksi HIV, yang mengalami ruptur atau robekan
membran yang telah berlangsung lebih 4 jam sebelum persalinan, kejadian transmisi HIV
dari ibu ke anak mencapai 25%. Di lain pihak, ibu terinfeksi HIV yang mengalami ruptur
membran 4 jam atau kurang sebelum terjadi persalinan, transmisi HIV dari ibu ke anak
hanya 14%.
Wanita dengan CD4 rendah potensi terjadi transmisi HIV cukup besar, apalagi bila
disertai ruptur membran yang berlangsung lebih 4 jam. Metaanalisis yang dilakukan
terhadap 4721 persalinan dengan ruptur membran yang terjadi sebelum 24 jam persalinan,
potensi transmisi HIV dari ibu ke anak 2% setiap jam, dan kumulatif presentasi tersebut
merangkak naik hingga 24 jam pertama dan seterusnya.
Wanita yang sudah masuk stadium AIDS, resiko transmisi naik 8%, dua jam setelah
ruptur membran berlangsung.
 Faktor yang Mempengaruhi Transmisi HIV
- CD4 ibu rendah
- Beban virus tinggi (antigenemia p24) pada saat ibu dalam proses persalinan
- Terlalu banyak sel servikovaginal terinfeksi HIV
- Lama ruptur membran sebelum persalinan berlangsung
- Ketiadaan inhibitor protease sekresi leukosit pada cairan vagina ibu
- Kadar 90-kDa glikoprotein rendah dalam serum
- Tiadanya anti-gp120 antibodi dalam serum ibu
- Tiadanya antibodi neutralisasi dalam serum ibu
- Terdapatnya penguatan kuantitas antibodi dalam serum ibu
- Kesesuaian HLA
- Peningkatan pasangan HLA-B tertentu atau bahkan terjadi penurunan
- Terdapat polimorfisme reseptor khemokin tertentu pada bayi baru lahir
- Kemampuan HIV menginfeksi plasenta dan intervensi HIV ke dalam tubuh neonatus
- Jumlah makrofag dan sel T terinfeksi HIV dalam kolostrum dan susu
- Defisiensi vitamin A
- Penyalahgunaan obat

6
 Kejadian Transmisi HIV di Uterus, Intrapartum, Menyusui
Infeksi Uterus
- PCR DNA positif dalam 24-28 pertama
- Transfusi maternofetal
- Identifikasi HIV dalam jaringan fetus dari 10 minggu kehamilan
- Inflamasi membran plasenta
Intrapartum
- PCR DNA semula negatif dan menjadi positif saat lahir
- Risiko transmisi semakin tinggi pada anak kembar
- Risiko transmisi semakin tinggi bila membran ruptur semakin lama
- Risiko transmisi semakin rendah pada persalinan seksio sesar
Saat menyusui
- HIV DNA terdeteksi dala kolostrum
- Risiko transmisi meningkat atau lebih tinggi dibandingkan menyusui melalui botol
- Paparan HIV pada anak terjadi saat menyusui
Beberapa faktor berpengaruh dalam transmisi HIV dari ibu ke anak. Berbagai faktor
tersebut meliputi jumlah CD4 rendah, beban virus tinggi, antigenemia pada ibu saat
persalinan berlangsung, replikasi sitopatik yang begitu tinggi dari virus ibu, jumlah HIV
menginfeksi sel servikovaginal, dan lama terjadinya ruptur membran.
Mengenai waktu terjadi infeksi pada anak dan bagaimana infeksi itu terjadi, masih
banyak pendapat. Kapan HIV dipindahkan dari ibu ke anak, bisa terjadi sebelum pemberian
ARV pada ibu, dampak dari uterus terinfeksi HIV, atau infeksi terjadi durante dan
pascapersalinan.
B. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Kehamilan
Penatalaksanaan penyakit infeksi HIV/AIDS pada kehamilan perlu memperhatikan dua
hal penting yaitu dampak infeksi HIV/AIDS terhadap kehamilan dan dampak kehamilan
terhadap progresivitas infeksi HIV/AIDS. Berbagai hal penting yang perlu diperhatikan
dalam penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS pada kehamilan, yaitu pemberian antiretroviral,
nutrisi, dukungan psikologis.
 Pemberian Antiretrovirus (ART)
ART direkomendasikan untuk semua ODHA yang sedang hamil untuk mengurangi
risiko transmisi perinatal. Tujuan pemberian ART pada kehamilan adalah untuk
memaksimalkan kesehatan ibu dan mengurangi risiko trnasmisi HIV serendah mungkin.
Keuntungannya harus dibandingkan dengan potensi toksisitas, teratogenesis, dan efek
samping jangka lama. Efek samping tersebut diduga akan meningkat pada pemberian

7
kombinasi ART. Namun, penelitian terakhir oleh Toumala dkk, (2002) menunjukkan
bahwa dibandingkan dengan monoterapi, terapi kombinasi ART tidak meningkatkan
risiko prematuritas, berat badan lahir rendah (BBLR), atau kematian janin intrauterine.
Saat ini di Indonesia, beberapa ART tersebut sudah tersedia dalam bentuk generik
dengan harga yang lebih murah, antara lain zidovudin, lamivudin, nevirapin, dan
stavudin.
Obat antiretrovirus yang pertama kali diteliti untuk mengurangi transmisi perinatal
adalah Zidovudin (ZDV). Pada PACTG protocol 076, ZDV yang diberikan per oral mulai
minggu ke-14 kehamilan, dilanjutkan ZDV iv pada saat intrapartum untuk ibu, diikuti
dengan ZDV sirup yang diberikan pada bayi sejak usia 6-12 jam sampai 6 minggu. Pada
penelitian ini bayi tidak mendapat ASI. Cara ini ternyata efektif menurunkan transmisi
perinatal dari 25,5% pada kelompok kontrol menjadi 8,3%. Makin lama penggunaan
ART, makin besar kemungkinan penurunan risiko transmisi HIV. Joao dkk, (2002)
mengungkapkan pada bayi yang tidak tertular HIV, rerata lama penggunaan ART pada
ibunya 16,63 minggu dibandingkan dengan lama penggunaan ART ibu 6,28 minggu pada
kelompok bayi yang tertular HIV.
 Dukungan Nutrisi pada Penderita HIV/AIDS
Penatalaksanaan nutrisi penting untuk mencegah serta mengatasi infeksi HIV.
Pemberian ART tetap diperlukan, tetapi tanpa intervensi terapi nutrisi yang memadai
sulit untuk membendung dampak negatif dari reactive oxygen species (ROS) yang
mendorong kematian sel serta progresivitas penyakit. Penatalaksanaan nutrisi pada
ODHA dapat meningkatkan ketahanan terhadap infeksi oportunistik serta meningkatkan
toleransi terhadap efek samping obat, proteksi kelangsungan hidup sel, menjamin
kelangsungan fungsi organ, memperbaiki fungsi sistem imun guna mencegah
mikroorganisme lain termasuk virus, bakteri, sel tumor, dan jamur.
Pada kehamilan dengan infeksi HIV/AIDS sering disertai defisiensi antioksidan
vitamin dan mineral, meningkatnya kadar ROS yang mendorong terjadinya apoptosis
pada sel-sel imun dan meningkatkan morbiditas. ROS dapat mencetuskan timbulnya
krisis scavenger enzym akibat defisit berbagai komponen mikronutrien seperti Fe, Zn,
Selenium, vitamin C, vitamin B6, vitamin E atau ketidakseimbangan beberapa zat
makanan, seperti asam amino esensial dapat menyebabkan rusaknya komponen sistem
kekebalan tubuh. Penurunan antioksidan pada ODHA sangat berbahaya karena semakin
mendorong terjadinya apoptosis pada berbagai sel serta mendorong progresivitas infeksi
HIV ke AIDS.

8
Satu penyulit yang hampir selalu menyertai pasien HIV/AIDS adalah kehilangan
berat badan. Bila kehilangan berat badan tersebut melebihi 10% disertai diare kronis 1
bulan, dan atau kelemahan umum disertai demam berkepanjangan 1 bulan disebut
HIV/AIDS wasting syndrome. Penyebab wasting pada ODHA adalah penurunan intake,
malabsorpsi dan peningkatan metabolisme. Potensi terjadi wasting lebih berat pada
ODHA. Hal ini akibat kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi sehubungan dengan kehamilan
serta infeksi oportunistik yang muncul, sedangkan di sisi lain asupan nutrisi menurun
sejalan dengan lama dan kompleksnya infeksi.
Makronutrien
1. Total kalori, 35-40 kkal/kg BB/hari cukup memenuhi kebutuhan pasien pada
umumnya
2. Glukosa, 30-70% dari total kalor diberrikan dalam bentuk glukosa
3. Lemak, 20-30% dari total kalori. Omega 6 polyunsaturated fatty acid (PUFA)
trigliserida harus diberikan dalam dosis cukup guna mencegah defisiensi asam
lemak
4. Protein, 15-20% total kalori diberikan sebagai protein atau asam amino
Mikronutrien
Keperluan vitamin, mineral dan trace element perlu diperhitungkan dalam penyajian
nutrien ODHA setiap hari. Kalium, magnesium, Fe, Zn, fosfat dipertahankan agar selalu
berada dalam kadar normal dalam darah.
 Konseling pada ODHA dengan Kehamilan
Dilaksanakan sejak perawatan antepartum. ODHA diberi informasi mengenai efek
kehamilan termasuk transmisi perinatal, peran monitoring viral load, pemakaian obat-
obatan dalam kehamilan, keuntungan pemakaian Zidovudin dalam kehamilan dan
kemungkinan proteksi intrapartum dengan Sectio caesaria.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ODHA wanita untuk melanjutkan atau
mengakhiri kehamilan termasuk stadium infeksi HIV, pemakaian antiretroviral dan obat-
obat lain, perencanaan kehamilan, keinginan untuk memiliki anak, agama dan
kepercayaan, status ekonomi, dukungan sosial untuk anak.
 Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi Opportunistik selama Kehamilan
Terapi profilaksis dan terapi terhadap infeksi Myobacterium tuberculosis,
Pneumocystis carinii, M. Avium complex, Toxoplasma gondii dan virus Herpes simplex
pada ODHA yang hamil tidak berbeda dengan yang tidak hamil. Namun, profilaksis
primer terhadap sitomegalovirus, kandida, dan infeksi jamur invasif tidak dianjurkan
secara rutin mengingat toksisitas obat. Flukonazol misalnya, diketahui dapat

9
menyebabkan deformitas skeletal dan kraniofasial pada pemakaian jangka lama selama
kehamilan.
Vaksinasi hepatitis B, influenza dan penumokokus tetap dapat diberikan selama
kehamilan. Sebaiknya vaksinasi tersebut diberikan sesudah kadar HIV turun sampai tidak
terdeteksi untuk mencegah peningkatan kadar HIV RNA setelah vaksinasi.

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Transmisi HIV bisa terjadi selama kehamilan, melahirkan, atau melalui menyusui. Cara
terbaik untuk mencegah penularan adalah pencegahan infeksi HIV secara umum, terutama
pada ibu hamil dan mencegah kehamilan tidak terencana pada ibu dengan HIV positif. Jika
wanita dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi pencegahan
dengan obat ARV (dan pengobatan jika ada indikasi klinis), praktek obstetrik yang lebih
aman, dan konseling serta dukungan tentang pemberian makanan bayi.
Berbagai hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS
pada kehamilan, yaitu pemberian antiretroviral, dukungan nutrisi, dukungan psikologis, dan
dilakukannya konseling dengan ODHA pada kehamilan.
B. Saran
Sebaiknya, para perawat maupun keluarga memahami bagaimana transmisi HIV dari
ibu ke anak serta penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan. Serta dapat menguasai dan
menerapkan penatalaksaan HIV/AIDS dengan baik dan benar. Diharapkan makalah ini dapat
digunakan sebagai acuan tambahan pembelajaran bagi ilmu keperawatan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nasronudin.2014.HIV&AIDS PENDEKATAN BIOLOGI MOLEKULER, KLINIS, DAN


SOSIAL.Surabaya.Airlangga University Press

http://www.ichrc.org/85-transmisi-hiv-dan-menyusui

Diakses pada : Maret 2020

12

Anda mungkin juga menyukai