Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dipaparkan teori-teori serta pustaka yang dipakai

sebagai dasar penelitian yakni teori tentang ronde keperawatan, Watson’s theory

of human care dan teori penelitian action research.

2.1. Konsep Ronde Keperawatan

Pelayanan keperawatan memiliki peran yang sangat strategis dalam

mewujudkan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit yang excellent. Salah satu

strategi yang disarankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan

adalah dengan pelaksanaan program ronde keperawatan secara berkala dan

sistematis (Studer Group, 2007). Berikut akan dijelaskan konsep terkait ronde

keperawatan

2.1.1. Defenisi Ronde Keperawatan

Secara bahasa ronde keperawatan terdiri dari 2 kata yaitu ronde dan

keperawatan. Ronde berasal dari Bahasa Inggris yaitu “round” yang memiliki

makna sama dengan around. Sebagai kata keterangan, jika round digunakan untuk

menjelaskan objek atau tempat, memiliki makna bahwa tempat dan objek tersebut

dikelilingi atau berada disemua sisi. Sebagai preposisi, round memiliki makna

melewati atau mengelilingi orang demi orang dalam satu grup (Collins, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap

masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA, 2003). Dari pengertian diatas

terdapat 2 komponen kunci dalam defenisi keperawatan yakni diagnosis dan

respon manusia. Diagnosis yang dimaksud adalah diagnosa yang menyangkut

aspek yang berada dalam lingkungan keperawatan, sedangkan respon manusia

dilihat dari responnya terhadap gangguan atau penyakit.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa defenisi ronde

keperawatan secara bahasa adalah suatu kegiatan mengelilingi orang demi orang

dalam suatu grup dengan tujuan untuk mendiagnosis dan menangani respon

manusia terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial.

Beberapa ahli mengungkapkan pengertian tentang ronde keperawatan.

Meade et al. (2006) menyatakan ronde keperawatan sebagai kesempatan untuk

melibatkan pasien dalam proses keperawatan, dan menunjukkan kepedulian

perawatan terhadap kesehatan dan kesembuhan pasien. Swansburg (2001)

menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih

perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu

dalam merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada

pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi

pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien.

Ford (2010), mendefenisikan ronde keperawatan sebagai salah satu tehnik

untuk mengorganisasikan pelayanan keperawatan secara proaktif yang berfokus

kepada pasien. Tea, Ellison dan Fadian (2008) mendefenisikan ronde keperawatan
sebagai proses yang dilakukan perawat secara proaktif untuk memenuhi

kebutuhan pasien dengan mengunjungi pasien secara rutin keruangannya dan

memeriksa hal-hal yang spesifik dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi

kebutuhan dasar pasien secara konsisten.

Dari beberapa defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ronde

keperawatan merupakan suatu proses proaktif dimana perawat melakukan

kunjungan kepada pasien secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pasien baik

kebutuhan dasar maupun kebutuhan untuk mendapatkan informasi tentang

penyakitnya dan melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan terkait proses

perawatannya.

2.1.2. Tujuan Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan hal yang penting dalam memberikan

pasien pelayanan yang berkualitas, ronde keperawatan yang bertujuan agar pasien

mendapatkan informasi mengenai penyakitnya, pemeriksaan lanjutan dan proses

keperawatan yang akan dijalaninya (Benniskova, 2007). Ronde keperawatan juga

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pasien secara rutin dan memastikan

keselamatan pasien (Shaner-McRae, 2007).


2.1.3. Perkembangan Ronde Keperawatan

2.1.3.1. Ronde Keperawatan Tradisional (tahun 1950-1970 M)

Ronde keperawatan tradisional merupakan proses dimana 2 orang perawat

mengunjungi masing-masing pasien untuk memastikan tempat tidur pasien dalam

kondisi rapi, melakukan dan melakukan pijatan pada area yang mengalami

tekanan (Bates, 2011). Ronde keperawatan ini dilakukan secara rutin setiap hari

oleh perawat senior pada awal shift dan pada saat jam kunjungan dokter. Perawat

berjalan mengelilingi bangsal untuk memeriksa standar pelayanan dan kemajuan

tindakan perawatan. Perawat juga menjelaskan informasi terkait pemeriksaan dan

tindakan medis serta memberi kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk

bertanya tentang masalah kesehatannya.

Sebelum melakukan ronde, perawat menyiapkan menyiapkan trooley yang

berisi baskom air panas, sabun, handuk, sprei, bedak, zinc dan minyak jarak.

Kemudian dua orang perawat ditugaskan untuk mengunjungi masing-masing

pasien untuk memeriksa dan melakukan massage pada area tekan, merubah posisi

dan memberikan tindakan yang dapat meningkatkan kenyamanan pasien seperti

mengganti sarung bantal dan sprei pasien. Pada “Back Rounds” juga terjadi proses

pembelajaran antara perawat senior dengan perawat junior dan mahasiswa

perawat terkait aspek perawatan pasien. (Castledine, Grainger & Close, 2005).
2.1.3.2. Ronde Keperawatan Modren (setelah tahun 1970 M)

Menurut Close dan Castledine (2005) ada 4 tipe ronde keperawatan

modern yaitu matrons’ rounds, nurse management rounds, patient comfort rounds

dan teaching rounds.

Matrons’ rounds adalah proses dimana seorang perawat berkeliling ke

ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai dengan jam rondenya.

Memeriksa standar pelayanan, kebersihan dan kerapihan serta menilai penampilan

dan kemajuan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.

Nurse management rounds adalah ronde manajerial yang melihat pada

rencana pengobatan dan implementasi pada sekelompok pasien. Untuk melihat

prioritas tindakan yang dilakukan serta melibatkan pasien dan keluarga pada

proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara perawat

dan head nurse.

Patients comfort rounds adalah ronde yang berfokus pada kebutuhan

utama yang diperlukan pasien dirumah sakit. Fungsi perawat dalam ronde ini

adalah memenuhi semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan pada

malam hari, perawat menyiapkan tempat tidur yang nyaman untuk pasien.

Teaching rounds dilakukan antara teacher nurse dengan perawat atau

siswa perawat, dimana terjadi proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa

dilakukan untuk perawat atau siswa perawat. Dengan pembelajaran langsung,

perawat atau siswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung

pada pasien.
2.1.4. Komponen Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan satu set tindakan yang diatur secara

spesifik untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien. Umumnya tindakan ini dibagi

kedalam 4 komponen dasar yaitu Pain, Personal needs, Positioning dan

Placement (Meade et al., 2006).

Pain. Perawat menanyakan “bagaimana nyeri anda?”. Setelah nyeri

terindentifikasi kemudian dilakukan beberapa tindakan untuk mengatasi nyeri

seperti perubahan posisi, guided imagery, latihan nafas dalam, pengalihan

perhatian dan obat-obatan. Hal lain terkait rasa nyaman juga dinilai seperti

kebersihan oral dan pemenuhan cairan.

Personal needs. Perawat menanya pasien “apakah anda ingin ke kamar

mandi?” waktu toileting diatur oleh perawat bersama dengan pasien dengan

bantuan selama dibutuhkan.

Positioning. Perawat mengecek posisi pasien dan bertanya “bagaimana

caranya agara anda lebih merasa nyaman?”. Jadwal reposisi diobservasi terumata

terhadap pasien yang tidak dapat melakukannya secara mandiri.

Placement. Perawat memverifikasi ketersediaan dan keterjangkauan dan

bertanya “apakah anda ingin kami memindahkan call light, telepon, meja dan

perlengkapan lainnya sehingga terjangkau oleh anda?”


2.1.5. Protokol Ronde Keperawatan

Berdasarkan komponen dasar dari ronde keperawatan diatas maka

beberapa penelitian telah berhasil menyusun protokol dalam pelaksanaan ronde

keperawatan. Meade et al. (2006) mengembangkan “The 4 Ps Rounding

Protokol”. Protokol tersebut terdiri dari 12 tindakan yang dimulai sejak perawat

memasuki ruangan dan menjelaskan kepada pasien bahwa perawat akan

melakukan ronde keperawatan. kemudian perawat akan melakukan pengkajian

nyeri dan melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri baik tindakan keperawatan

maupun tindakan medikasi. Setelah nyeri teratasi perawat akan mengontrol obat-

obatan pasien apakah sudah diberikan sesuai jadwal. Lalu kemudian perawat

menawarkan bantuan ke toilet dan membantunya jika pasien membutuhkannya.

Setelah itu perawat memberikan posisi yang nyaman bagi pasien serta

memastikan bahwa posisi pasien dapat menjangkau lampu panggil, telepon,

remote TV, switch lampu, meja, kotak tisu, air minum dan tong sampah. Sebelum

meninggalkan ruangan, perawat kembali menanyakan apakah ada hal lain yang

diinginkan oleh pasien dan memberitahu pasien bahwa akan ada ronde selanjutnya

akan dilaksanakan oleh perawat.

Penelitian Meade et al. (2006) kemudian diulangi kembali oleh beberapa

peneliti lainnya seperti Blakley, Kroth dan Gregson (2011); Olrich, Kalman dan

Nigolian (2012); Berg, Sailors, Reimer, O’Brien dan Ward-Smith (2011); Kessler,

Claude-Gutekunst, Donchez, Dries dan Snyder (2012) dengan menggunakan

“The

4 Ps Rounding Protokol” dalam penelitiannya. Namun Kessler et al. dan


Karla et al. tidak menyertakan kebutuhan “Placement” berdasarkan asumsi bahwa

perlengkapan yang berada diluar jangkauan bukanlah merupakan fokus perawatan

Comfort Round Protokol dikembangkan oleh Gardner et al. (2009) yang

distandarisasi untuk semua pasien pada bangsal yang dilakukan penelitian. Pada

protokol ini ronde keperawatan dilaksanakan oleh asisten perawat yang sudah

menerima pelatihan dengan sertifikat 3 in Aged Care. Asisten perawat

mengunjungi pasien dan menanyakan apakah pasien membutuhkan bantuan ke

toilet, control nyeri, reposisi dan selimut. Kemudian asisten perawat akan

meletakkan telefon, kotak tissue, meja dan remote TV di tempat yang mudah

dijangkau oleh pasien. Setelah itu asisten perawat akan melakukan perawatan

mulut jika dibutuhkan serta memenuhi kebutuhan cairan pasien dengan

memberinya minum. Sebelum meninggalkan pasien, asisten perawat menanyakan

apakah pasien membutuhkan hal lain yang dapat membuatnya merasa nyaman.

2.1.6. Implikasi ronde keperawatan terhadap praktek keperawatan

Penerapan ronde keperawatan berimplikasi terhadap penurunan

penggunaan call light, penurunan angka pasien jatuh, penurunan angka luka tekan

(decubitus), peningkatan tingkat kepuasan pasien dan peningkatan tingkat

kepuasan perawat.

Penggunaan call light. Penerapan ronde keperawatan berimplikasi

terhadap penurunan pada penggunaan call light memungkinkan perawat memiliki

waktu lebih banyak untuk melakukan asuhan keperawatan bukannya berjalan dari
kamar ke kamar memenuhi panggilan yang diberikan oleh pasien. Hasil penelitian

Meade et al. (2006), menemukan bahwa penggunaan lampu panggil yang paling

tinggi adalah dengan alasan yang dibuat-buat. Dengan pelaksaan ronde

keperawatan maka ditemukan penurunan penggunaan lampu panggil terutama

penggunaan lampu panggil tanpa alasan yang jelas dari pasien.

Pasien jatuh. mengalami penurunan pada institusi yang melaksanakan

ronde keperawatan. Saat perawat melakukan ronde terhadap pasien setiap jam dan

memenuhi kebutuhan dasarnya seperti toileting dan penempatan barang-barang

pribadi maka resiko jatuh akan berkurang. Meade et al. (2006), menemukan

penurunan angka pasien jatuh secara signifikan selama dilakukan ronde

keperawatan. Saleh et al. (2011), menemukan penurunan angka pasien jatuh

secara drastis setelah dilaksakan ronde keperawatan dari 25 kasus menjadi 4

kasus.

Luka tekan (decubitus). Ronde keperawatan memungkinkan reposisi

secara regular terhadap pasien sehingga angka decubitus pada pasien dapat

diturunkan. Pada pasien dengan kasus luka, reposisi secara regular juga

berkonstribusi terhadap proses healing. Saleh et al. (2011), menemukan

penurunan angka luka decubitus setelah dilaksanakan ronde keperawatan dari 2

insiden menjadi 1 insiden.

Kepuasan pasien. Kehadiran perawat secara rutin dan penggunaan

protokol yang spesifik dalam ronde keperawatan memungkinkan kebutuhan dasar

pasien terpenuhi sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Meade et al.


(2006), menemukan peningkatan kepuasan pasien selama pelaksanaan ronde

keperawatan hingga mencapai 91,9 dari 100 skala yang diberikan. Saleh et al.

(2011), juga menemukan peningkatan pasien setelah dilaksanakan ronde

keperawatan mencapai 7,5 %.

Kepuasan perawat. Dengan ronde keperawatan pelayanan keperawatan

menjadi lebih efisien dan berkurangnya stress kerja perawat sehingga akan

meningkatkan kepuasan kerja dari perawat (Meade et al., 2006). Survey kepuasan

kerja dilakukan di Lehigh Valley Health Network yang berlokasi di Kota

Betlehem Negara Bagian Pennsylvania Amerika Serikat. Survey ini dilakukan

pada tahun 2007, 2009 (sebelum implementasi ronde keperawatan) dan tahun

2011 (setelah implementasi ronde keperawatan). Hasilnya menunjukkan bahwa

terdapat peningkatan kepuasan kerja perawat dari 3.78 pada tahun 2007 dan 3.77

pada tahun 2009 menjadi 3.83 pada tahun 2011. Selain itu angka kepuasan pasien

ini lebih tinggi 0.18 poin dari angka kepuasan perawat secara nasional. (Kessler et

al., 2012).

2.2. Watson’s Theory of Transpersonal Caring

Teori ini dikembangkan oleh Jean Watson pada tahun 1979, dikenal juga

dengan istilah Theory of Human Caring. Teori ini terus dikembangkan dari tahun

ke tahun, namun pemikiran dasar dari teori ini tidak berubah yakni menekankan

aspek humanistik kedalam ilmu pengetahuan keperawatan.


Menurut Watson (1999), Transpersonal caring relationship

berkarakteristikkan hubungan khusus manusia yang tergantung pada moral

perawat yang berkomitmen, melindungi, dan meningkatkan martabat manusia

seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya. Perawat merawat dengan kesadaran

yang dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai spiritual, tidak

memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.

Teori utama yang dikembangkan mencakup Carative Factor,

Transpersonal Caring Relationship dan Caring Occation Moment. Terkait

konteks penelitian maka peneliti hanya akan membahas teori tentang Carative

Factor yang mempunyai kaitan dengan pelaksanaan ronde klinis keperawatan

yakni carative factor yang ke 4 (membangun helping-trust relationship), yang ke

8 (menciptakan lingkungan mental, fisik, sosial budaya dan spiritual yang

mendukung) dan yang ke 9 (membantu pemenuhan kebutuhan pasien)

2.2.1. Membangun helping-trust relationship

Keperawatan sebagai ilmu yang didasari konsep caring harus

mempertimbangkan konsep pembangunan helping-trust relationship antara

perawat dan pasien. Pasien akan merasa bahwa perawat peduli terhadapnya jika

perawat tersebut memperhatikan kebutuhan dasarnya sebagai individu sehingga

menumbuhkan rasa percaya, keyakinan dan harapan terhadap pelayanan

keperawatan. Perawat yang mempunyai kompetensi dalam bersikap caring akan

mampu menghasilkan outcomes yang bernilai dalam pelayanan keperawatan.

Dengan demikian pasien yang mempunyai hubungan interpersonal yang baik


dengan perawat akan mengindikasikan tingginya kualitas pelayanan keperawatan.

Agar dapat membangun helping-trust relationship, perawat terlebih harus

menanamkan sikap tertentu yaitu congruence, empathy dan non-possesive

Warmth (Watson, 1979).

Congruence, didasarkan pada keinginan perawat ingin menjadi apa dan

terlihat seperti apa. Congruence melibatkan keterbukaan dalam perasaan dan

sikap yang diberikan saat interaksi. Congruence dapat juga disamakan dengan

genuineness yang berarti terasa nyata, jujur dan otentik. Dengan kata lain

pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat akan terasa nyata, jujur dan

otentik bagi pasien.

Emphaty, merupakan konsep yang penting dalam pembangunan helping-

trust relationship. Empathy mengacu pada kemampuan perawat untuk ikut

mengalami dunia dan perasaan orang lain, sehingga mampu berkomunikasi

berdasarkan pemahamannya tentang dunia atau perasaan orang lain tersebut.

Kemampuan perawat untuk berespon terhadap perasaan orang lain adalah dasar

dalam emphaty. Jika perawat mampu merasakan perasaan pasien maka pasien dan

perawat akan akan mempunyai hubungan emosional yang baik. Perawat yang

emphaty akan mampu mengenali dan menerima perasaan orang lain tanpa merasa

tidak nyaman, takut, marah atau konflik dalam dirinya sehingga perawat akan

mampu untuk berkomunikasi tentang perasaan pasien tanpa menganalisa atau

menghakimi.

Non-possessive Warmth, merupakan kondisi interpersonal dalam helping-

trust relationship yang sejalan dengan congruence dan empthaty. Perawat yang
efektif akan memberikan pelayanan yang tidak mengancam, aman, terpercaya

dengan menunjukkan penerimaan, penghargaan positif dan keramahan yang tidak

posesif. Beberapa sikap non verbal yang dapat ditunjukkan perawat dalam

mewujudkan non-possesive warmth antara lain adalah dengan mempertahankan

kontak mata selama interaksi, menggunakan volume suara yang sesuai, terlihat

nyaman dan santai, bertatap muka dengan orang lain, menunjukkan sikap fostur

tubuh yang terbuka, mencondongkan tubuh ke arah lawan bicara dan memberikan

ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi emosionalnya.

2.2.2. Menciptakan lingkungan mental, fisik, social budaya dan spiritual yang

mendukung.

Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal

pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien. Adanya hubungan yang saling

terkait antara lingkungan internal dan eksternal sangat berpengaruh terhadap

kondisi sehat dan sakit dari manusia. Lingkungan internal berupa biologis dan

fisiologis akan mempengaruhi pola atau gaya hidup seseorang, selain itu gaya

hidup eksternal seseorang juga akan mempengaruhi keseimbangan (homeostatis)

internalnya. Lingkungan eksternal yang perlu diperhatikan perawat yang

berhubungan dengan stress antara lain : kenyamanan, privasi, keamanan dan

lingkungan yang bersih dan indah.

Comfort (Kenyamanan), merupakan variabel eksternal yang dapat

dikendalikan oleh perawat. Adanya stress pada pasien yang diakibatkan proses

hospitalisasi dapat diatasi dengan memberikan lingkungan yang nyaman sehingga


berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental pasien. Perawat dapat

melakukan berbagai cara atau prosedur untuk memberikan dan meningkatkan

kenyamanan pasien seperti perawatan personal hygiene, kebersihan tempat tidur

dan penempatan obat-obatan yang rapi. Cara lain yang dapat dilakukan perawat

untuk mendukung dan meningkatkan kenyaman pasien antara lain: memindahkan

peralatan yang berbahaya bagi pasien; melakukan perubahan posisi; membuat

tempat tidur yang nyaman; menurunkan ketegangan otot dengan massage,

memberikan prosedur teraupetik seperti obat-obatan pengurang nyeri;

mengidentifikasi implikasi dari penyakit pasien dan meminimalkan implikasi dari

penyakit tersebut; dan memodifikasi pelayanan keperawatan kepada pasien.

Privacy (Privasi) adalah faktor utama yang perlu dipertimbangkan untuk

dapat meningkatkan lingkungan fisik, sosiokultural dan spiritual pasien. Privasi

dapat dinterpretasikan kedalam beberapa pengertian yaitu : hak pasien untuk tidak

mengikutsertakan orang lain terkait informasi tentang penyakitnya; kesadaran dan

penghargaan dari perawat bahwa setiap pasien memiliki hak yang sama untuk

mengambil keputusan bagi dirinya; faktor yang berpengaruh terhadap waktu,

tempat, masalah dan sejumlah informasi; dan upaya untuk menjauhkan pasien dari

hal-hal yang mempengaruhi kondisi fisik dan psikologisnya.

Safety (Keselamatan). Budaya keselamatan adalah fitur utama dari seorang

perawat. Safety merupakan tindakan yang dilakukan perawat untuk mendukung,

melindungi dan memperbaiki lingkungan yang dapat menyebabkan bahaya.

Perawat harus mampu mengkaji variabel yang berpengaruh terhadap keselamatan

seperti usia, kemampuan bergerak, pengaturan perabot, defisit sensori,


disorientasi, restrain, kaki palsu dan peralatan pendukung lainnya. Pengawasan

mendasar terhadap keselamatan antara lain control infeksi dengan mencuci

tangan, perawatan kulit, teknik isolasi dan teksik sterilisasi. Beberapa bahaya yang

dapat terjadi selama proses hospitalisasi pada anak antara lain pasien jatuh, luka

bakar, terhirup benda asing, mainan yang berbahaya, keracunan, dan kurangnya

imunisasi.

Clean-esthetic surroundings (lingkungan yang bersih dan indah). Perawat

harus mempertimbangkan bahwa makna keindahan berbeda pada masing-masing

orang, namun keindahan dan kebersihan lingkungan selalu memberikan efek

positif terhadap peningkatan kesehatan seseorang, namun upaya untuk memenuhi

kebersihan dan keindahan lingkungan tersebut tetap memperhatikan privasi,

kenyamanan dan gaya hidup pasien.

2.2.3. Membantu pemenuhan kebutuhan pasien

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan

biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan

yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.

Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling

rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi,

dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi


2.3. Konsep Action Research

2.3.1. Pengertian Action Research

Action research merupakan suatu bentuk kegiatan penelitian yang

didasarkan pada prinsip kolektif dan reflektif yang dilakukan oleh partisipan

dalam situasi sosial untuk meningkatkan praktek sosial atau kependidikan

(Kemmis & McTaggart, 1988).

Action research juga memungkinkan adanya keterlibatan antara peneliti

dengan partisipan dalam bentuk kolaborasi dan menitikberatkan terhadap

pendekatan naturalistic dan humanistic (Holter & Schwartz-Barcott, 1993),

Action research menuntut seorang peneliti untuk tidak hanya mengumpulkan

informasi atau pengetahuan tentang situasi tertentu, namun juga diharapkan untuk

mampu membantu memperbaiki situasi yang ditemui pada saat penelitian (Polit &

Beck, 2008).

Metode penelitian action research berlangsung bersama kolaborasi dan

dialog yang dapat memotivasi, meningkatkan harga diri dan menghasilkan

solidaritas yang kuat antara partisipan dan peneliti. Strategi pengumpulan data

yang digunakan tidak hanya metode tradisional seperti wawancara dan observasi,

tetapi bisa juga dilakukan bercerita, drama komedi, menggambar dan melukis,

bermain peran dan kegiatan lain yang mendorong partisipan mengenali kekuatan

sendiri dan menemukan cara-cara kreatif untuk mengeksplorasi kehidupan mereka

(Polit & Beck, 2008)


2.3.2. Proses Action Research

Kemmis dan McTaggart (1988) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan

AR memerlukan beberapa langkah tindakan yaitu reconnaissance, planning,

acting and observing dan reflection.

Langkah pertama Reconnaisance.merupakan tahap awal dalam mencari

permasalahan yang ada. Tahap ini dapat di sebut juga tahap preliminary studi,

yaitu mempelajari masalah yang ada dan menentukan tema yang penting. Tahap

ini menggambarkan apa yang terjadi sekarang dan apa yang kita lakukan

sekarang. Pernyataan-pernyataan tentang masalah yang ada mulai dimunculkan

pada tahap ini. Selain menentukan masalah yang akan diteliti, tahap ini juga

menentukan group action berupa kumpulan orang-orang yang terlibat dalam

penelitian dan memastikan bahwa orang-orang tersebut sudah mendapatkan

informasi tentang penelitian dan mempunyai komitmen untuk bekerjasama dalam

proyek penelitian.

Langkah kedua: planning merupakan perencanaan yang bersifat untuk

perbaikan. Tahap ini beorientasi pada peneliti tentang bagaimana kolaborasi

dengan partisipan. Pada tahap ini peneliti harus memutuskan bersama dengan

group action kemungkinan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan dan

hambatan dalam penelitian. Peneliti merumuskan apa yang dapat dilakukan pada

situasi atau kondisi tempat penelitian. Perencanaan meliputi rencana untuk

merubah dengan menggunakan bahasa, aktivitas dan praktik, hubungan antara

manusia dan organisasi, dan merencanakan hasil yang di inginkan. Tahap ini akan
menjawab pertanyaan : Apa yang akan dilakukan, oleh siapa, kapan dan

bagaimana?

Langkah ketiga: acting dan observing adalah mengimplementasikan

rencana dan mengobservasi pekerjaan yang dilakukan. Tahap ini adalah

melaksanakan rencana yang sudah di tetapkan, meliputi melaksanakan rencana

untuk berubah dengan menggunakan bahasa, aktivitas dan praktik, hubungan

antara manusia dan organisasi, dan mengobservasi hasil dari implementasi yang

telah di lakukan. Hal yang harus diperhatikan oleh peneliti pada tahap ini adalah,

setelah peneliti melakukan kegiatan maka peneliti harus segera memonitor apa

yang terjadi setelah dilakukan tindakan.

Langkah keempat: reflection merupakan waktu untuk memberikan analisa,

sintetis, interpretasi dan menyimpulkan hal yang penting. Pada tahap ini refleksi

berfokus pada hasil yang telah di capai kemudian di buat analisa untuk perbaikan

pada cycle berikutnya.

Berikut akan digambarkan proses action research menurut Kemmis dan

McTaggart (1988) :

Gambar 2.1. Siklus action research Kemmis dan McTaggart (1988)


2.4. Kerangka Konseptual

Penyusunan kerangka konseptual dilakukan berdasarkan landasan teori

keperawatan Watson’s Theory of Transpersonal Caring yang dikaitkan dengan

program ronde keperawatan klinis di rumah sakit. Dalam penyusunan prosedur

ronde klinis keperawatan peneliti mengacu kepada kegiatan yang dapat

meningkatkan perilaku caring pada perawat, untuk peneliti mengembangkan

program ronde klinis keperawatan berdasarkan carative faktor yang ke 4

(membangun helping-trust relationship terdiri dari congruence, empathy, non-

possesive warmth), carative factor yang ke 8 (menciptakan lingkungan yang

mendukung terdiri dari comfort, privacy, safety dan clean-esthetics surrounding)

dan carative factor yang ke 9 (bantuan pemenenuhan kebutuhan dasar terdiri dari

survival, functional, integrative dan growth-seeking).

Selain menggunakan teori Watson Transpersonal Caring peneliti juga

menggunakan 4P’s Rounding protokol yang terdiri dari Pain, Personal Needs,

Position, dan Placemet (Meade et al., 2006). Agar dapat mengembangkan

program ronde klinis keperawatan di RSUD Kota Padangsidimpuan maka peneliti

menggunakan penelitian action research yang terdiri dari tahap planning, acting

& observing dan reflecting (Kemmis & Taggart, 1988). Pelaksanaan program

ronde klinis keperawatan ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien

terhadap pelayanan keperawatan dan kepuasan kerja perawat. Kesimpulan tentang

teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gbr 2.2.
Input Proses Output Outcomes

4 P’s Rounding Protokol:


Pain Program Ronde Klinis Keperawatan Tentative
Personal Needs
Positioning
Placement Penggunaan
(Meade et. al., 2006) call light
Angka kejadian pasien jatuh
Angka kejadian luka tekan (decubitus)

Carative Factor:
Membangun helping-trust relationship
Congruence
Proses action
Empathy
research Program Ronde Klinis Keperawatan
Non-possesive warmth

R P
Siklus 1
menciptakan lingkungan yang mendukung
Comfort Tingkat Kepuasan pasien
Privacy Tingkat
Safety A&O kepuasan perawat
Clean-esthetics surrounding

Kemmis &
Taggart (1988)

Bantuan pemenenuhan kebutuhan dasar :


Survival
Functional
Integrative
Growth-seeking

(Watson, 1979)

Diagram 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan
P : planning
R : reflective
A & O :action dan observation

Anda mungkin juga menyukai