Anda di halaman 1dari 6

Pancasila Sebagai Pengetahuan Ilmiah

Fuji Fauziah
Fini Anggraeni
fuzifziah@gmail.com
finianggraeni3@gmail.com
ABSTRAK
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai
dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti
ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik
penguasa pada saat itu.

Kata Kunci : Pancasila, UUD 1945, PPKI

The basis of the Republic of Indonesia is Pancasila contained in the Preamble of the 1945
Constitution and formally endorsed by the PPKI on August 18, 1945, then promulgated in the
News of the Republic of Indonesia II year 7 together with the body of the 1945 Constitution.
In its history, the existence of Pancasila as the basic philosophy of the state of the Republic of
Indonesia experienced various kinds of political interpretations and manipulations in
accordance with the interests of the authorities for the sake of the strength and upholding of
the power that took refuge behind the legitimacy of the state ideology of Pancasila. In other
words, in this position the Pancasila was no longer placed as a basis for philosophy and the
views of the nation and state of Indonesia but were reduced, restricted and manipulated for the
political interests of the authorities at that time.

Keywords : Pancasila, UUD 1945, PPKI

Pendahuluan
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai
dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti
ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik
penguasa pada saat itu.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus
krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme,
serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun
demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platformdalam format dasar negara atau
ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survivedalam menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya
untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut
mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan
Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.
Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera
diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan
pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila
secara ilmiah dan obyektif. Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para
penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian
masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru sehingga
mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde
Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu
melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,
contoh: kekacauan di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Papua, dan lain-lain. Berdasarkan
alasan tersebut diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk selalu
mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti
Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

Kajian Pustaka
Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu. Ilmu menurut The Liang Gie
(1998:15) merupakan serangkaian kegiatan manusia dengan pemikiran dan menggunakan
berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai
gejala-gejala alami, kemasyarakatan, perorangan dan tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pengalaman dan memberikan penjelasan atau melakukan penerapan. Pengertian
ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan, tata cara dan pengatahuan yang teratur
sebagai hasil kegiatan.
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-
syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan”
mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobjek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal

1. Berobjek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek formal dan objek material.
Objek Formal Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila.
Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila),
Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dan
sebagainya. Objek Material Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran
pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris (dapat dipegang) maupun
non empiris (tidak dapat dipegang). Bangsa Indonesia sebagai kausa material (asal mula
nilai-nilai Pancasila), maka objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia
dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara.
Objek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda
sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dan sebagainya. Objek
material non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang
tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2. Bermetode
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai
dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara bertindak menurut aturan
tertentu. Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan
Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif.Metode yang baik
akan memudahkan seseorang mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan
tersebut. Metode keilmuan dapat debedakan menjadi metode keilmuan kuantitatif dan
metode keilmuan kualitatif.
Metode keilmuan kuantitatif adalah cara berpikir ilmiah dengan prosedur kuantitatif,
yang berarti bahwa segala sesuatunya dikuantifikasikan, orentasinya didasarkan
matematika-statistika sebenarnya yang merupakan salah satu sarana. Metode keilmuan
kualitatif merupakan metode yang berbeda dengan metode kuantitatif sebab metode ini
cara telaah untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dan mengembang teori secara
kualitatif, misalnya dengan intervensi, koprasi, hermeneutic dan sebagainya.
Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek formal
dan material Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu
perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan
dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah maka sering digunakan
metode“hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek,
demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman
penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-
hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-
bagiannya harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tidak berkontradisi
sehingga membentuk kesatuan keseluruhan.
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-
bagian saling berkaitan baik hubungan interelasi (saling berhubungan)
maupun interdependensi (saling ketergantungan).
Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
(majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila
merupakan kesatuan dan kebulatan.

4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal atau dapat dikatakan
bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa
senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, melainkan alasan karena yang dapat
diterima oleh akal, dengan demikian kebenarannya relatif, tidak dapat dibatasi oleh waktu,
ruang, keadaan, kondisi, maupun jumlah tertentu ( Sri Soeprapto, 1997:3).
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna
yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

Sebelum kita memahami lebih jauh mengenai tingkat pengetahuan, terlebih dahulu saya
akan mengemukakan pengertian pengetahuan. Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir
dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran
kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi,
pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal sehingga makrifat
dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat
tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang
mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan.
John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa
pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi.
Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-
realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.
Selanjutnya, tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam
hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing.
Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai
berikut :
1. Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
2. Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
3. Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
4. Esensial suatu pertanyaan “ apa “

1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan objektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian
sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan
fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab
akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya
Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan
kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu
Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran,
parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif
pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das
sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan
yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial
pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah harus memenuhi syarat, yaitu memiliki objek,
metode/cara, sistem dan bersifat universal.
2. Tingkatan pengetahuan ilmiah Pancasila sangat ditentukan oleh macam-macam pertanyaan
ilmiah, seperti deskriptif (bagaimana), kausal (mengapa), normatif (kemana) dan esensial
(apa ).
Daftar Pustaka
1. gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/17755/BAB+I.pdf
2. Posted by balian86 on April 8, 2011, Pancasila Sebagai Pengetahuan Ilmiah.
3. arynatalina.staff.gunadarma.ac.id
4. www.google.co.id
5. http://anadarabone.blogspot.co.id/2011/12/html.

Anda mungkin juga menyukai