TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Karies
3.1.1 Definisi Karies
Karies adalah penyakit jaringan kalsifikasi gigi, yang ditandai dengan kehancuran
jaringan, dimulai dari permukaan gigi pada daerah predileksi (pit dan fissure) dan daerah
kontak interproksimal dan berlanjut menuju pulpa. Kehancuran meliputi demineralisasi
bagian anorganik yang dimediasi oleh plak dan disintegrasi substansi organik.
Demineralisasi disebabkan oleh asam berasal dari bakteri asidogenik pada materi
karbohidrat, mengakibatkan pembentukan kavitas dan invasi bakteri. Tingkat pH kurang
dari 5,5 akan memungkinkan terjadinya demineralisasi ketika ion mineral menurun dalam
lingkungan mulut, relative terhadap kandungan mineral dari enamel. Ion kalsium dan
fosfat dari hidroksiapatit dibebaskan, mengakibatkan kehilangan mineral. Remineralisasi
terjadi ketika karbohidrat telah dihilangkan dan ion kalsium dan fosfat dalam saliva
tergabung kembali dalam matriks enamel. Setelah pH biofilm dinaikkan menjadi sekitar
pH 7,0 demineralisasi terhenti. Maka, lesi karies awal karena dapat dihentikan dan
dicegah agar tidak menjadi lubang dengan mengubah lingkungan mulut mendukung
remineralisasi.
Bakteri ditransfer ke bayi dari ibu atau pengasuh pada masa sangat awal dalam
kehidupan anak, dengan kolonisasi jaringan lunak mungkin bahkan sebelum gigi erupsi.
Saat gigi erupsi bakteri kariogenik berkolonisasi, membentuk plak gigi, dan siklus
kehancuran dimulai. Whitespotlesion / incipiencaries merupakan tanda klinis pertama
sebelum terjadinya karies, terlihat whitespot karena terjadinya demineralisasi pada bagian
subpermukaan email yang dapat dilihat oleh mata telanjang, namun pada waktu ini
prosesnya sudah terjadi selama berbulan-bulan.Normalnya apabila white spot terlihat
permukaannya halus maka tidak aktif, sebaliknya apabila permukaannya kasar
menunjukan bahwa lesi aktif dan berkembang karena meningkatnya porositas.
Demineralisasi ketika pertama dimulai hanya dapat dilihat pada tingkat electron
mikroskopis pada gigi yang diekstraksi di laboratorium. Selama demineralisasi
berlangsung hilangnya mineral menjadi lebih dalam pada enamel atau terkena dentin
sampai dapat dideteksi secara radiografi, visual, atau dengan metode optik yang lebih
baru, seperti laser-induced fluorescence.
3.1.2.2 Substrat
Saliva, substrat makanan, dan bakteri membentuk biofilm (plak) yang melekat ke
permukaan gigi. Keberadaan substrat berperan sebagai sumber nutrisi bagi bakteri, dan
bakteri menghasilkan asam yang dapat mengakibatkan demineralisasi gigi. Bakteri
menggunakan karbohidrat dari substrat untuk difermentasi menjadi energi, dan ujung dari
proses fermentasi pada metabolisme bakteri akan menghasilkan asam. Diet karbohidrat
yang tinggi akan berkontribusi dalam ketersediaan glukosa yang mendorong metabolisme
bakteri untuk menghasilkan asam laktat. Kuantitas karbohidrat relatif tidak penting,
karena bahkan karbohidrat sebanyak berapa menit akan digunakan dengan segera. Gula
penyebab karies seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa, terkandung dalam jus buah dan
susu formula anak akan dengan segera dicerna oleh S. Mutans dan Lactobacillisp.
menjadi asam yang akan mendemineralisasi enamel dan dentin. Sukrosa telah
diidentifikasi sebagai gula kariogenik utama yang dapat dicerna oleh S.mutansuntuk
menghasilkan plak yang penting dalam perlekatan bakteri dan kolonisasi di rongga mulut.
Frekuensi konsumsi sukrosa yang tinggi meningkatkan pembentukan asam dari plak dan
meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan S.mutans. Selain itu, paparan sukrosa
terhadap plak yang sudah terbentuk selama 48 jam atau lebih akan mengakibatkan
demineralisasi enamel yang membutuhkan waktu 4 jam agar dapat teremineralisasi
kembali.
3.1.2.4 Waktu
Kavitasi bisa berlangsung dari bulan hingga tahun yang berarti di dalam mulut
ada demineralisasi dan remineralisasi enamel yang berkesinambungan. Agar tercapai
keseimbangan harus ada waktu yang cukup antara kegiatan kariogenik dengan proses
remineralisasi. Peningkatan frekuensi makan akan memperlama periode reduksi pH dan
demineralisasi. Ketika demineralisasi menjadi terlalu sering, atau terjadi ketika saliva
berkurang, tingkat demineralisasi dan kehancuran gigi akan meningkat. Demineralisasi
yang terlalu sering dapat terjadi salah satunya adalah karena waktu makan yang tidak
tepat. Konsumsi makanan ringan di antara jam makan dan frekuensi makan dan minum
yang sering memiliki dampak terhadap insiden karies, dimana hal tersebut akan
mengakibatkan demineralisasi berlangsung secara terus menerus tanpa ada waktu untuk
remineralisasi.Weiss dan Trithart melaporkan bukti hubungan karies dan kebiasaan
makan di antara jam makan, pada kelompok anak usia pra sekolah ditemukan bahwa
kebanyakan makanan ringan di antara jam makan mengandung gula dalam jumlah besar
atau memiliki sifat melekat yang kuat. Anak yang tidak makan di antara jam makan
memiliki deft 3,3 sedangkan anak yang makan empat atau lebih makanan di antara jam
makan memiliki deft 9,8.
3.2.1 Definisi
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti
karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase
periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah
faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.(Baum, Llioyd, 1997).
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik (idak menimbulkan gejala), akan tetapi jika ada
gejala biasanya timbul dari suatu pola tertentu. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat
menyebabkan nyeri tajam yang sementara. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera
hilang. (baum, Lliyod, 1997)
Stimulasi panas atau dingin menghasilkan respon nyei yang berbeda-beda pada pulpa
nomal. Jika panas diaplikasikan pada gigi yang pulpanya tidak terinflamasi, akan timbul respon
awal yang lama, intensitasnya akan semakin naik jika suhu dinaikkan. Sebaliknya, nyeri sesuai
respon terhadap aplikasi dingin pada pulpa nomal akan segera terjadi, intensitas nyeri cenderung
menuun jika stimulus dinginnya dipertahankan tetap (Baum, Llioyd, 1997). Berdasarkan
observasi-observasi ini, respon pulpa pada kedua keadaan, sehat atau sakit, tampaknya pulpitis
reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas
pada daerah dimana tubuli dentin terlibat (Baum,Llioyd, 1997). Secara mikoskopis terlihat dentin
reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pemuluh darah, dan adanya sel inflamasi
kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat dilihat
juga sel inflamasi akut. Pulpitis reversibel yang simtomatik, secara klinik ditandai dengan
gejala sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh
rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa saki bila kemasukkan makanan, terutama
makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila rangsangan dihilangkan. Rasa sakit
yang timbul tidak secara spontan (Baum, Llioyd,1997).
Cara praktis mendiagnosa pulpitis reversibel adalah : (Grossman, 1998)
Gejala Subyektif : Ditemukan lokasi nyeri lokal, rasa linu timbul bila ada rangsangan,
durasi nyeri sebentar.
Gejala obyektif : Kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-kadang
mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
Tes Vitalitas : Gigi masih vital
Terapi : Jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies
profunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1minggu kemudian tidak ada keluhan dapat
langsung dilakukan penumpatan. Perawatan terbaik unuk pulpitis reversibel adalah pencegahan.
Perawatan periodik unuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila karies meluas,
desentisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan penis kavitas atau semen dasar
sebelum penumpatan dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan unuk
mencegah pulpitis lebih lanjut. Apabila dijumpai pulpitis revesibel, penghilangan jejas biasanya
sudah cukup. Perawatan saluran akar bukan merupakan indikasi untuk kasus pulpitis reversibel,
biasanya ditangani dengan membuang penyebanya kemudian diikuti dengan restorasi (Walton
dan Torabinejad, 1997).
Pulpitis ireversibel dapat disebabkan oleh stimulus berbahaya yang berlangsung lama
seperti misalnya karies. Bila karies menembus dentin dapat menyebabkan respon inflamasi
kronis. Bila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat
keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa. Venula pasca kapiler menjadi padat dan
mempengaruhi sikulasi di dalam pulpa, serta menyebabkan perubahan patologik seperti nekrosis.
Daerah nekrotik ini menarik leukosit polimorfonuklear dengan kemotaksis dan memulai suatu
reaksi inflamasi akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear yang mempunyai masa
hidup yang pendek, mati dan melepaskan enzim lisosomal. Enzim lisosomal menyebakan lisin
beberapa stroma pulpa dan bersama – sama debris selular leukosit poli morfonulear yang mati,
membentuk suatu eksudat purulen.
Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa berusaha melindungi
diri, membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung fibrus. Secara mikroskopik,
terlihat daerah abses dan daerah nekrotik, dima
Sebab paling umum dari pulpitis ireversibel adalah keterlibatan bakterial pulpa melalui
karies, meskipun faktor klinis, kimiawi, termal, atau mekanis, yang telah disebut sebagai
penyebab penyakit pulpa. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas
selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan
gigi dalam perawatan ortodonsi juga dapat menyebabkan pulpitis ireversibel
Pada tingkat awal pulpitis ireversibel, suatu paroksisme (serangan hebat) rasa sakit dapat
disebabkan oleh hal – hal berikut : perubahan temperatur yang cepat, terutama dingin, makanan
manis atau asam, tekanan dari makanan yang masuk ke dalam kavitas atau pengisapan yang
dilakukan oleh lidah atau pipi, dan sikap berbaring yang menyebabkan kongesti pembuluh darah
pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat muncul dan
hilang secara spontan tanpa penyebab yang jelas. Pasien menggambarkan rasa sakit yang
menusuk, tajam, menyentak, dan umumnya parah. Rasa sakit dapat sebentar atau terus – menerus
tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung ada tidaknya stimulus eksternal.
Pasien mungkin juga mengatakan bahwa membungkuk atau tiduran, yaitu mengubah posisi yang
menyebabkan perubahan tekanan intra pulpa. Pasien juga mempunyai rasa sakit yang menyebar
ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga apabila gigi bawah belakang yang terkena
Pada tingkat akhir, rasa sakit makin parah dan biasanya digambarkan sebagai rasa yang
tajam menusuk, berdenyut, atau seperti gigi dalam tekanan konstan. Secara makroskopis pulpa
tidak perlu terbuka, tetapi pada umumnya terdapat pembukaan sedikit, atau tertutup oleh suatu
lapisan karies lunak. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena tertutup tumpatan atau masuknya
makanan dalam dentin yang terbuka rasa sakit bisa sangat hebat. Pasien sering tidak dapat tidur
karena rasa sakit yang tidak dapat tertahankan meskipun sudah diberi analgesik. Rasa sakit
meningkat oleh panas dan kadang mereda oleh dingin, meskipun dingin yang terus-menerus
dapat meningkatkan rasa sakit. Setelah pembukaan dan drainase pulpa, rasa sakit dapat menjadi
ringan, atau hilang sama sekali, tetapi dapat sakit kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas
atau masuk di bawah tumpatan yang bocor, tetapi tidak sehebat sebelunmnya karena degenerasi
serabut saraf superfisial. Tidak terdapat periodontitits apikal kecuali tingkat akhir bila
inflamasi/infeksi meluas ke ligamen periodontal.
Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas
untuk membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di
saat gigi dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin
tersier atau reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia
maupun bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga
menimbulkan rasa nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam
keadaan terancam. Oleh karena adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan
periapikal, maka jaringan pulpa yang mengalami keradangan dan tidak dirawat atau
perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat menjalar ke daerah periapikal.
Terlepas dari konfigurasi anatomisnya dan beragam iritan, pulpa bereaksi terhadap iritan
ini sebagaimana reaksi jaringan ikat uang lain. Cidera pulpa mengakibatkan kematian sel dan
menyebabkan inflamasi. Derajat inflamasinya proporsional dengan intensitas dan keparahan
kerusakan jaringannya. Cidera ringan, misalnya karies insipient atau preparasi kavitas yang
dangkal, hanya menimbulkan inflamasi sedikit saja atau bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya,
karies dalam, prosedur operatif yang luas atau iritasi yang terus-menerus pada umumnya akan
menimbulkan kelainan inflamasi yang lebih parah. Bergantung pada keparan dan durasi
gangguan dan kemampuan pejamu untuk menangkalnya,respons pulpa berkisar antra inflamasi
sementara (pulpitis reversible) sampai pada pulpitis yang ireversibel, dan kemudian menjadi
nekrosis total.
Sekali bakteri mengadakan invasi dalam pulpa, kerusakan hampir selalu tidak
dapat diobati. Laporan dari studi kecil tentang pulpitis dengan rasa sakit menyatakan :
‘pulpitis dan terbukanya pulpa yang sebenarnya, apakah berhubungan dengan karies
dalam, restorsi dalam, atau penyebab lain berjalan berdampingan. Tidak ada korelasi
antara keparahan rasa sakit dan tingkat keterlibatan pulpa.
Gambar 3. Lapisan metal pada mahkota porcelain fused to metal
3.5.2.5 Mahkota ¾
Disebut mahkota tiga per empat oleh karena dari 4 permukaan gigi, hanya 3 permukaan
yang ditutup oleh mahkota.Bagian yang tidak tertutup oleh mahkota adalah bagian labial atau
bukal.Mahkota sebagian terutama dipakai sebagai retainer jembatan.Preparasinya memerlukan
pembuangan jaringan gigi yang jauh lebih sedikit dibandingkan untuk mahkota penuh.Mahkota
tiga per empat dapat merupakan retainer yang baik pada gigi jika:
1. Bagian labial atau bukal dalam keadaan baik, histologis, anatomis, maupun estetis.
2. Cukup tebal untuk membuat parit– parit proksimal untuk memberi retensi.
3. Mempunyai mahkota klinis yang cukup panjang, dan besar.
4. Mempunyai kedudukan normal (tidak malposisi).
5. Gigi-gigi yang cocok untuk dibuat mahkota tiga per empat adalah incisivus sentral, premolar
rahang atas, caninus dan premolar kedua rahang bawah. Pada gigi ini terdapat permukaan
proksimal yang cukup lebar untuk dibuat parit sebagai retensi.
6. Sebagai retainer untuk short span bridge.
(Fatmawati, 2011)
2. Resin Komposit
- Memiliki derajat translusensi yang tinggi sehingga meninjang segi estetik restorasi. Jenis
komposit yang memiliki translusensi paling tinggi dari semua jenis resin komposit adalah
nanokomposit.
- Tidak abrasif untuk struktur gigi yang berlawanan.
- Tahan terhadap pewarnaan restorasi oleh makanan (discolorisation) terutama jenis resin
komposit dengan menggunakan technologi nano, oleh karena partikel pengisinya berukuran
sangat kecil (nanometer) sehingga bahan restorasi nanokomposit memiliki ketahanan terhadap
diskolorisasi yang sangat baik.
- Pengurangan struktur gigi secara konservatif (pengurangan struktur gigi minimal).
- Memiliki estetik yang baik.
- Mudah dipolish, sehingga akan menghasilkan permukaan restorasi yang halus dan mengkilap.
- Menghasilkan derajat polimerisasi yang lebih tinggi.
- Ekonomis (bila dibandingkan dengan mahkota dan restorasi gigi secara tidak langsung).
- Keuntungan bonding.
- Microleakage berkurang.
- Mengurangi terjadinya karies sekunder.
- Mengurangi sensitifitas post operative.
- Meningkatkan retensi.
- Meningkatkan kekuatan struktur gigi yang tersisa.
3. Porselen
- Memiliki estetik yang baik, warnanya dapat disesuaikan dengan warna gigi.
- Daya kondensasinya rendah dan toleransi dari jaringan lunak sangat baik
- Permukaannya licin seperti kaca, sehingga mencegah perlekatan debris/plak.
2. Resin Komposit
- Kontur proksimal inadekuat dan open kontak.
- Kemungkinan besar penggunaannya terlokalisir.
- Adanya efek pengerutan polimerisasi (shrinkage polymerisation).
- Tidak diketahuinya biokompatibilitas dari beberapa komponen.
- Membutuhkan waktu lebih untuk restorasi.
- Elastisitas rendah.
- Dapat terjadi fraktur pada marginal ridge.
- Adanya beberapa teknik yang sensitive, seperti: etching, priming, penempatan bahan adhesive.
3. Porselen
- Mudah pecah jika diberi tekanan yang berlebihan
- Pembuatannya yang cukup sulit
- Kurang kuat jika dibandingkan dengan restorasi metal porselen
- Dapat mneyebabkan gigi antagonisnya mengalami aus jika restorasinya kurang baik. Terdapat
undercut dan over hanging.
- Hargannya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan restorasimetal porselen.
- Sulit memadupadankan warna yang sesuai dengan warna gigi asli pasien
sehinggamembutuhkan keahlian khusus dan pengalaman dari operator sendiri.
4. Porselen fused to Metal
- Karena perbedaan bahan antara logam dan porselen, sehingga koefisien bahan tersebut juga
berbeda. Perbedaan koefisien itu mengakibatkan porselen dan metal terpisah atau lepas, sehingga
perlu ketelitian dan keterampilan yang tinggi dari operator untuk membuatnya.
- Lebih banyak jaringan gigi yang harus dihilangkan (lebih banyak dibandingkan porselen) untuk
substruktur metal.
- Harga lebih mahal karena setidaknya membutuhkan dua kali kunjungan dan juga
bilamenggunakan alloy metal yang mahal.
- Teknis lab yang lebih sulit. Prosedur teknis dari pola wax investing dan casting alloymetal yang
mahal meliputi banyak variabel teknis dan pertimbangan banyaknyalangkah operatif dan
siklus firing, membuat kualitas akhir dari restorasi yang sangat sensitif.
- Dari sudut pandang estetik, PFM tidak menyerupai aspek natural dari gigi, karena intimetal
yang menghalangi cahaya untuk masuk. Tidak adanya translusensi, karena faktanya restorasi
PFM hanya dapat mengabsorbsi atau memantulkan cahaya,sementara jaringan gigi menunjukkan
derajat translusensi yang tinggi.
- Terbentuk bayangan gelap pada bagian servikal.
Restorasi (tumpatan) adalah istilah generik yang digunakan untuk menyebut tambalan,
inlay, mahkota, jembatan, implan, atau protesa lepasan yang menggantikan jaringan gigi yang
hilang dan merestorasi bentuk fungsi, atau estetik. Restorasi terjadi dikarenakan tekstur gigi
mengalami kerusakan dikarenakan Karies. D iharapkan bisa menjaga kesehatan giginya dan
mencegah agar terhindar dari penyakit gigi & mulut seperti Karies (gigi berlubang) dengan cara
gosok gigi scara benar dan teratur, serta melakukan pemeriksaan ke dokter gigi sebelum
mengalami kerusakan gigi minimal dalam 6 bulan sekali, memahami macam-macam restorasi
(tumpatan) agar bisa menentukan tumpatan mana yang cocok untuk permasalahan gigi yang
diderita.
Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut
perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal. Tujuan perawatan
endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologik
oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin didalam mulut.
(Anusavice, 2012).
Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu perawatan endodontik yang
bertujuan untuk membersihkan jaringan pulpa atau mikroorganisme yang terdapat didalam
sistem saluran akar sehingga dapat dilakukan pengisian saluran akar dengan baik dan terjadi
perbaikan jaringan periapikal. PSA dikatakan berhasil bila dalam waktu observasi minimal satu
tahun tidak terdapat keluhan dan lesi periapikal yang ada dapat berkurang atau tetap. Penyebab
kegagalan PSA sangat banyak antara lain obturasi yang tidak sempurna, perforasi akar, resorpsi
akar eksternal, lesi periodontal-periradikuler, overfilling, adanya saluran akar yang tertinggal,
kista periapikal, tertinggalnya instrument yang patah dalam saluran akar, perforasi dasar foramen
Dalam melakukan perawatan saluran akar, ada tiga faktor yang mempengaruhi keputusan
c. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis
e. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari sepertiga apeks.
f. Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik (untuk pilar
restorasi jembatan).
Alasan sebenarnya terapi endodontik adalah jika ada keterlibatan pulp karena karies,
trauma, dll. (Gambar 9.1 sampai 9.3) gigi harus ditangani secara endodontik dan dipulihkan
Perawatan saluran akar elektif Kadang-kadang perawatan saluran akar elektif dilakukan
pada gigi yang mengalami crack atau gigi dengan restorasi besar, untuk mencegah kehilangan
terbukanya pulpa (Gambar 9.4A sampai C). Perawatan saluran akar elektif lebih memberikan
menambal margin mahkota atau menggunakan mahkota yang sudah ada sebelumnya, setelah
prosedur restoratif lainnya menunjukkan tingkat kegagalan restoratif yang tinggi. Dalam kasus
tersebut, perawatan endodontik yang diikuti dengan restorasi gigi yang optimal memberikan
a. Bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari sepertiga
panjang akar. Kasus seperti ini merupakan luar biasa, karena dalam pengamatan
dikatakan bahwa makin besar jumlah kerusakan tulang yang rusak, makin kecil
b. Bila saluran akar gigi tanpa pulpa dengan daerah radiolusen terhalang oleh akar
c. Bila apeks akar mengalami fraktur. Pada umumnya kontraindikasi perawatan saluran
1. Status pasien
2. Alasan dental
3. Alasan local
7. Terdapat belokan ujung dengan granuloma (kista) yang sukar di bersihkan atau
1. Access cavity
Fase yang paling penting dari aspek teknik perawatan akar. Merupakan kunci untuk
membuka pintu bagi keberhasilan tahap pembersihan, pembentukan dan obturasi saluran
akarnya.Tujuan dari tahap ini yaitu membuat akses yang lurus, menghemat preparasi
jaringan gigi, dan membuka atap ruang pulpa. Teknik Akses Preparasi Cavity Entrance yaitu
membuat Outline Form Cavity Entrance. Outline ini merupkana proyeksi ruang pulpa ke
permukaan gigi di bagian cingulum untuk gigi anterior atau oklusal untuk gigi posterior. Hal
ini bertujuan untuk membuat akses yang lurus, menghemat preparasi jaringan gigi,
Access cavity merupakan tahapan yang penting dalam perawatan saluran akar. Akses
yang benar akan memaksimalkan cleaning, shaping, dan obturasi. Tanpa akses yang baik,
instrumentasi dan penempatan material ke dalam saluran akar akan menjadi sulit. Tiga
syarat akses yang baik meliputi: membuat straight-line access, konservatif dalam
mengurangi jaringan gigi, dan membuka semua atap pulpa sehingga orifice dapat ditemukan
Gambar 3.4 (kiri) access cavity yang salah dan (kanan) access cavity yang benar
Preparasi dimulai dengan round bur no 2 atau 4 atau tapered fissure diamond bur
dengan arah tegak lurus pada permukaan enamel samapimenembus jaringan dentin
dan diteruskan sampai atap pulpa terbukan dengan kedalaman 3mm.Setelah itu arah
bur diubah menjadi sejajar sumbu gigi sampai menembus ruang pulpa sehingga
ditemukan lubang saluran akar yang terletak pada dasar ruang pulpa yang disebut
entrance divergen ke arah oklusal atau insisal samapi jarum miller dapat masuk
dengan lurus, setelah terasa tembus maka orifice dicari dengan menggunakan jarum
gerakan menarik keluar kavitas sehingga cavity entrance terbentuk dengan baik dan
alat preparasi dapat dimasukkan ke dalam saluran akar dengan bebas. Masukkan
jarum ektirpasi, diputar searah jarum jam dan ditarik keluar, diulang lagi sampai
Pembutan cavity entrance menggunakan round bur no1 atau tapered fissure
diamond bur pada tengah fossa di bagian oklusal atau endo access. Setelah
diamond bur sampai ditemukan orifice ke 3 saluran akar. Pada gigi berakar ganda,
bila atap pulpa belum terbuka maka cari orifice yang paling besar terlebih dahulu,
kemudian atap pulpa diangkat dengan bur sesuai letak orifice. Menghilangkan
tanduk pulpa menggunakan round diamond bur dengan gerakan menarik keluar
kavitas, sehingga cavity entrance terbentuk dengan baik dan alat preparasi dapat
a. Ekstirpasi Pulpa
titik referensi koronal ke titik di mana preparasi dan obturasi saluran akar harus
berakhir". Dapat juga di definisikan sebagai panjang dari alat preparasi yang masuk ke
Panjang Kerja merupakan panjang dari alat preparasi yang masuk ke dalam
saluran akar pada waktu melakukan preparasi saluran akar. Menentukan panjang kerja
dikurangi 1mm panjang gigi sebenarnya, untuk menghindari rusaknya apical
Keberhasilan perawatan saluran akar merupakan tujuan dari setiap dokter gigi.2 Banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari perawatan saluran akar, diantaranya keakuratan dan
pembersihan yang sempurna dari saluran akar tanpa terjadinya perforasi di bagian apikal. Untuk
mencapai hal tersebut, panjang kerja dalam perawatan saluran akar harus ditentukan secara
akurat serta pembersihan dan pembentukan saluran akar harus dilakukan sesuai panjang kerja.1,3
Dengan kata lain, jika preparasi saluran akar dilakukan lebih pendek atau lebih panjang dari
Oleh karena itu, penentuan panjang kerja yang akurat merupakan salah satu faktor
terpenting dalam melakukan perawatan saluran akar. Ada dua macam metode umum dipakai
dalam menentukan panjang kerja, yaitu cara konvensional dan menggunakan peralatan
elektronik yaitu electronic apex locator. Metode konvensional yang sering dipakai adalah dengan
menggunakan radiografi. Terkadang radiografi tidak dapat digunakan secara ideal karena posisi
pengambilan yang sulit, adanya anatomi atau struktur gigi yang terlihat bertumpuk pada hasil
foto dan kebanyakan pasien tidak kooperatif pada saat pengambilan radiografi seperti pasien
anak dan adanya refleks mual pada pasien. Perkembangan electronic apex locator sangat
akar tanpa dikombinasikan dengan teknik yang lain. Cementodentinal junction merupakan tempat yang
tepat dan titik perhentian untuk melakukan preparasi dan obturasi dalam saluran akar dan titik tersebut
tidak dapat secara tepat dilihat dengan radiografi.4,12 Electronic apex locator generasi terbaru dapat
menentukan titik tersebut dengan akurasi lebih dari 90%. Walaupun perkembangan alat tersebut semakin
canggih, tetapi pemakaian electronic apex locator tidak direkomendasikan untuk pemakaian tunggal
Penggunaan electronic apex locator dapat mengurangi jumlah pemakaian radiografi sehingga
mengurangi pemaparan radiasi. Namun pengambilan radiografi tetap direkomendasikan sebelum dan
sesudah perawatan. Electronic apex locator dapat menjadi salah satu alternatif alat bantu dalam
menentukan panjang kerja ketika di daerah tidak tersedia fasilitas radiografi. Cara tersebut dapat dipakai
dengan bantuan mengetahui panjang rata-rata gigi. Dengan mengkombinasikan cara tersebut maka
Cleaning and shaping merupakan tujuan utama dalam preparasi saluran akar. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah menghilangkan iritan pada saluran akar. Iritan yang dimaksud
dapat berupa bakteri, produk bakteri, jaringan nekrotik, debris organik, jariangan vital,
yang akan berkontak dengan dinding saluran akar untuk mengikis debris. Kemudian
dilanjutkan dengan irigasi untuk menghilangkan debris dari saluran akar. (Torabinejad,
2002)
Debridement merupakan pembuangan Iritan dari sistem saluran akar yang bertujuan
untuk membasmi habis iritan tersebut walaupun dalam kenyataan praktisnya hanyalah
sebatas pengurangan yang signifikan saja. Iritan dapat berupa bakteri, produk samping
Pembentukan Saluran AkarYaitu membentuk saluran akar melebar secar kontinyu dari
apeks ke arah korona. Pelebara saluran akar harus cukup besar untuk melakukan
debridement yang baik dan dapat memanipulasi serta mengendalikan instrumen dan material
obturasi dengan baik tapi tidak sampai melemahkan gigi serta meningkatkan peluang
terjadinya kesalahan prosedur. Ketirusan hasil preparasi harus cukup sehingga instrumen
penguak dan pemampat gutta perca dapat berpenetrasi cukup dalam. Saluran akar siap
menerima obturasi baik dengan kondensasi lateral maupun vertikal, saluran akar harus
berbentuk corong ke arah korona dan dalam ukuran cukup besar sehingga instrument
Teknik konvensional yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada gigi
dengan saluran akar lurus dan akar telah tumbuh sempurna. Preparasi saluran akar
menggunakan file tipe K. Gerakan file tipe K-flex adalah alat diputar dan ditarik.
Sebelum preparasi stopper file terlebih dahulu harus dipasang sesuai dengan panjang
kerja gigi. Stopper dipasang pada jarum preparasi setinggi puncak tertinggi bidang
Preparasi saluran akar dengan file dimulai dari nomor yang paling kecil. Preparasi
harus dilakukan secara berurutan dari nomor yang terkecil hingga lebih besar dengan
panjang kerja tetap sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau terdorongnya
besar harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal ini bertujuan untuk membersihkan
sisa jaringan nekrotik maupun serbuk dentin yang terasah. Irigasi harus dilakukan secara
bergantian anatar H2O2 3% dan aquadest steril, bahan irigasi tyerakhir yang dipakai
adalah aquadest steril. Bila terjadi penyumbatan pada saluran akar maka preparasi
diulang dengan menggunakan jarum preparasi yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain.
Bila masih ada penyumbatan maka saluran akar dapat diberi larutan untuk mengatasi
Preparasi saluran akar dianggap selelsai bila bagian dari dentin yang ter infeksi
telah terambil dan saluran akar cukup lebar untuk tahap pengisian saluran akar.
a. Yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada saluran akar yang bengkok
b. Tidak dapat digunakan jarum reamer karena saluran akar bengkok sehingga
preparasi saluran akar harus dengan pull and push motion, dan tidak dapat dengan
gerakan berputar.
c. Dapat menggunakan file tipe K-Flex atau NiTi file yang lebih fleksibel atau lentur.
e. Setiap pergantian jarum file perlu dilakukan pengontrolan panjang kerja dengan
file no. 25, untuk mencegah terjadinya penyumbatan saluran akar karena serbuk
f. Preparasi selesai bila bagian dentin yang terinfeksi telah terambil dan saluran
b. Menggunakan file no. 10 dengan gerakan steam wending, yaitu file diputar
searah jarum jam diikuti gerakan setengah putaran berlawanan jarum jam.
d. Pada 2/3 koronal dilakukan preparasi dengan Gates Glidden Drill (GGD)
f. Dilakukan irigasi
a. Teknk disebut juga dengan teknik step down, merupakan modifikasi dari teknik
step back.
b. Menghasilkan hasil yang serupa yakni seperti corong yang lebar dengan apeks
c. Bermanfaat pada saluran akar yang kecil dan bengkok di molar RA dan RB.
digerakkan mesin.
3.6.4 Irigasi
Keberhasilan dari suatu pembersihan dan pembentukan saluran akar adalah dengan
tersingkirnya sisa-sisa jaringan pulpa, bakteri dan toksin dari system saluran akar. Ini secara
mekanis semata-mata tidak mencukupi untuk mebersihkan saluran akar secara total. Sisa-
sisa jaringan pulpa bakteri dan debrisdentin mungkinmasih tersisa didalam system saluran
akar yang tidak teratur. Oleh karena itu, larutan irigasi harus dapat membantu dan
Suatu larutan irigasi saluran akar yang baik harus mampu melarutkan kotoran organic dan
anorganik, melancarkan alat endodontic, membunuh mikroba, tidak toksik, dan ekonomis.
Larutan irigasi yang paling baik adalah mempunyai daya antimikroba yang maksimal
dengan toksisitas yang minimal. Pendapat ini diperkuat oleh Anusavice (1996) yang
menyatakan bahwa setiap bahan yang dipakai di bidang kedokteran gigi harus memenuhi
membahayakan pulpa dan jaringan lunak, tidak mengandung substansi yang bias
menyebabkan respon sistemik bila berdifusi dan diadsorpsi ke dalamsistem sirkulasi, dan
bebas dari agen sensitisasi yang dapat menyebabkan respon alergi serta tidak berpotensi
karsinogenik.
Sodium hipoklorit (NaOCl) merupakan bahan irigasi yang paling sering digunakan pada
saat ini. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2,5% dan 5,2%. Larutan ini berfungsi
sebagai debridement, pelumas, antimikroba, dan dapat melarutkan jaringan lunak. Pada
prosedur preparasi saluran akar sodium hipoklorit akan melarutkan kolagen pada dentin
saluran akar sehingga mudah dipreparasi. Kemampuan antimikroba dari larutan NaOCl
berhubungan dengan konsentrasinya, makin tinggi konsentrasinya makin sedikit waktu yang
digunakan terakhir karena akan mengurangi ikatan antara dentin saluran akar dengan sealer,
sehingga harus diakhiri dengan bahan desinfektan lainnya yaitu EDTA. EDTA merupakan
suatu bahan yang berfungsi membersihkan dan melebarkan saluran akar. EDTA juga
3.6.5 Obturasi
Obturasi siap dilakukan setelah saluran akar dibersihkan dan dipreparasi sesuai dengan
ukuran dan kelembaban yang optimum. Menurut Grossman, material saluran akar dibagi
menjadi material plastis, solid, semen, dan pasta. Grossman juga menyatakan bahwa
terdapat 10 syarat material saluran akar yang ideal, yang berlaku untuk material metal,
6. Bersifat radiopak
9. Bersifat steril
Tahapan :
b. Pasta diulaskan pada jarum lentulo dan guttap point untuk kemudian dimasukan
kedalam saluran akar yang telah dipreparasi jarum lentulo sesuai panjang kerja
c. Guttap point ( trial foto disterilkan dengan alcohol 70% dan dikeringkan
Dengan teknik preparasi saluran akar secara step back. Sering digunakan hampir semua
Tahapan :
a. Pencampuran pasta,
c. Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar sesuai
dengan tanda yang telah dibuat dan ditekan kea rah lateral menggunakan spreader.
tekan ke arah lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak dapat masuk
e. Guttap point dipotong 1-2mm dibawah orifice dengan eskavator yang telah
dipanasi.
Untuk pengisian saluran akar dengan teknik step back. Menggunakan pluger yang
dipanaskan, dilakukan penekanan pada guttap perca yang telah dilunakan dengan
panas kearah vertical dan dengan demikian menyebabkan guttap perca mengalir dan
Tahapan :
a. Suatu kerucut guttap perca utama sesuai dengan instrument terakhir yang
c. Kerucut disemen
e. Pembawa panas segera didorong ke dalam 1/3 koronal guttap perca. Sebagian
f. Condenser vertical dengan ukuran yang sesuai dimasukan dan tekanan vertical
dikenakan pada guttap perca yang telah dipanasi untuk mendorong guttap perca yang
g. Apikalis panas berganti oleh pembawa panas dan condenser diulangi sampai
guttap perca plastis menutup saluran aksesori besar dan mengisi luman saluran dalam
3 dimensi – foramen apikal. Bagian sisa saluran diisi dengan potongan tambahan
Dapat digunakan untuk mengisi saluran kea rah apikal dan lateral. Teknik
menggunakan suatu bagian kerucut guttap perca untuk mengisi suatu bagian 1/3
Tahapan :
2. Pluger saluran dimasukan sampai 3-4mm dari apeks dipanaskan dalam sterilitator
3. Kerucut guttap perca dipotong beberapa bagian sesuai dengan ukuran saluran yang
saluran pada kedalaman yang sebelumnya telah diukur dan ditekan kearah vertical.
5. Pluger dilepas dengan hati-hati untuk mencegah ke luarnya bagian guttap perca
yang dimasukan
dikondensasi.
api dan ditambahkan pada bagian sebelumnya dengan tekanan vertical untuk
memampatkan pengisi
5. Metode kompaksi
step back
Digunakan terbatas pada gigi dengan saluran kecil, berkelok-kelok, yang tidak
3.7 Pasak
3.7.1 Bentuk Pasak
Pasak endodontik dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Costum-cast post
Costum-cast post di buat di klinik dan laboratorium dari hasil reproduksi negatif saluran
akar yang telah dipreparasi. Alloy emas (Tipe III dan IV) merupakan logam pilihan yang
digunakan hingga saat ini.
2. Pasak Prefabricated
Pasak ready made atau prefabricated dapat terbuat dari metal dan non-metal. Pasak metal
pada umumnya memiliki retensi yang baik (tapi mempunyai modulus elastis yang
berbeda dengan dentin sehingga tekanan yang jatuh pada gigi terkonsentrasi dan dapat
menimbulkan fraktur.
Bentuk pasak prefabricated ada beberapa jenis yaitu tapered, paralel, serrated (tajam) dan
threaded (ulir). Pasak threaded merupakan pasak yang retentif diikuti oleh paralel sided serrated
post
Keuntungan menggunakan pasak prefabricated adalah murah, mudah, cepat, kuat dan
retentif akan tetapi penggunaanya sangat selektif, bentuk pasak dan saluran akar tidak sesuai dan
mudah terjadi korosi.
Beragam desain pasak prefabricated telah dikembangkan dan keanekaragaman ini
merupakan usaha untuk memenuhi tujuan retensi dan proteksi bagi struktur gigi yang tersisa.
Semua desain pasak ini dimasukkan kedalam kelompok di bawah ini.4
1. Tapered, smooth-sided, disemen ke dalam saluran akar yang telah dipreparasi dengan
ukuran yang disesuaikan dengan reamer endodontik, seperti : Kerr Endopost dowels
(Sybron-Kerr Inc, Romulus, Mich.)
Tapered mempertahankan struktur gigi pada apeks dari ruang pasak tetapi
menyebabkan wedging effect dan konsentrasi tekanan pada coronal end.
2. Parallel-sided disemen ke dalam saluran akar yang berbentuk silinder, seperti
Whaledent Parapost dowels ( Wahledent Int., New York, N.Y)
Parallel sided mendistribusikan beban fungsi lebih pasif sepanjang panjang pasak
kecuali pada apeks, dimana konsentrasi tekanan lebih besar karena pengambilan
struktur gigi lebih banyak dan tentunya apikal seat pasak pada dentin.
3. Tappered self-threading screw, dengan ulir yang melibatkan dinding dentin untuk
memperoleh retensi. Jenis ini tidak direkomendasikan karena sering menyebakan
tekanan dan fraktur. Contoh : FlexiPost dowels (EssentilaDental Systems, S
Hackensack,N.J)
Pasak fiber dapat dilekatkan pada dentin saluran akar dengan menggunakan semen resin.
Pasak fiber terbuat dari serat karbon, kuarsa, silica, zirkonia atau kaca dalam satu matriks epoksi
resin. Secara kimia, pasak fiber sesuai dengan bahan dasar resin yang digunakan untuk sementasi
yaitu Bis- GMA( Wulansari, 2007). Pasak ini terbuat dari serat berdiameter 7-10 mikrometer dan
dikelilingi oleh matriks resin polimer yang umumnya berupa resin epoksi. Bahan inti dan semen
resin dilihat dengan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan pembentukan lapisan
resin tags hybrid. Bonding yang baik akan meminimalkan efek ungkitan di dalam saluran akar
sehingga dapat digunakan pasak dengan ukuran lebih pendek dan diameter lebih kecil ( Ganap,
2007) Pasak fiber, semen resin, bahan inti resin komposit, dan dentin memiliki
modulus elastisitas yang hampir sama, sehingga meningkatkan keberhasilan
restorasi, dibandingkan dengan pasak dan inti metal. Pasak fiber memiliki modulus elastisitas
yang hampir sama dengan dentin, yaitu 20 GPa (modulus elastisitas dentin = 18 GPa,
pasak metal prefabricated = 200 GPa dan pasak keramik=150 GPa), sehingga pasak fiber
lebih lentur daripada pasak metal, mempunyai sifat biokompatibel terhadap dentin dan
tahan terhadap korosi, serta mudah diambil dari saluran akar bila terjadi kegagalan
dalam perawatan saluran akar (Wulansari, 2007). Keuntungan pasak fiber adalah dapat
diindikasikan untuk saluran akar yang lebar, dinding saluran akar yang tipis misalnya pada akar
yang belum terbentuk sempurna.selain itu, pasak fiber juga memiliki keuntungan dari segi
estetik, karena pasak ini memiliki warna sesuai dengan warna gigi, sehingga tidak menimbulkan
bayangan warna keabu-abuan pada gigi yang telahdirestorasi. Hal ini tidak hanya berperan
pada gigi anterior tetapi juga pada gigiposterior. Preparasi saluran akar pasak dilakukan hingga
kira-kira tersisa 4,5 mm gutta percha pada bagian apikal, lalu pasak fiber disementasi dengan
menggunakan semen resin. Setelah itu kavitas ditutup dengan tumpatan resin kompositt hingga
penuh dan kelebihan pasak fiber dipotong sebatas permukaan oklusal.
1. Gigi vital/nonvital
2. Sudah tidak bisa ditambal lagi
3. Karies yang meluas sampai menghilangkan cusp gigi
4. Jaringan periodonta sehat
5. Tidak ada riwayat alergi pada bahan pasak
6. Gigi antagonisnya masih bagus sehingga tidak menjadi iritasi pada bagian mukosa palatal
7. Retensi pada gigi yang akan diberi mahkota masih baik dalam artian masih ,a,pu
meneriman beban mahkota pasak itu sendiri
8. Akar gigi masih bagus
Restorasi mahkota pasak tidak dapat dilakukan pada kasusu close bite/cervikalcervikal
bite, akar gigi yang terlalu pendek atau tipis, kesehatan umum yang buruk, kesehatan umum
yang buruk, kesehatan mulut yang buruk, dan juga had oral habit (Weine dan Franklin, 2004)
Custom cast post diindikasikan dalam kehilangan sedang sampai berat struktur gigi koronal dan
pada saluran akar non circular, penampang elips. Pembesaran saluran akar untuk pasak
prefabricated bisa menyebakan perforasi pada daerah apikal. Selain itu, custom cast
dianjurkan dalam keadaan berikut:
1. Saat sudut inti harus diubah sehubungan dengan pasak;
2. Saat core retention sulit pada dowel head karena ukuran gigi kecil seperti gigi insisivus
mandibula;
3. ketika beberapa restorasi core dowel diindikasikan di lengkung yang sama. Prosedur
dapat diselesaikan dengan cara yang lebih hemat biaya dengan menyiapkan beberapa
ruang pasak dan membuat cetakan
Pasak prefabricated biasanya digunakan pada saluran akar dengan penampang cicular.
Pasak prefabricated tapered adalah pilihan ideal bila ada panjang saluran akar yang cukup untuk
retensi aksial. Pasak prefabricated parallel direkomendasikan untuk kebutuhan peningkatan
retensi dan saat preparasi dari ruang pasak paralel tidak akan membahayakan integritas akar pada
apical third.
3.8 Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
(Boushey, 2005)
Asma terdiri atas 3 hal yaitu obstruksi saluran napas yang reversibel,hipereaktiviti serta
inflamasi saluran napas. Inflamasi asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Namun
demikian penilaian derajat asma berdasarkan gejala klinik dan faal paru, bukan inflamasi kronik
saluran napas.Gejala asma bergantung kepada persepsi penderita. Faal paru tergantung pada
effort dan teknik melakukannya. Asma dalam derajat apapun merupakan inflamasi kronik
saluran napas. Pada asma intermiten, faal paru dapat normal. Terdapat sejumlah penderita
dengan inflamasi saluran napas namun faal paru normal. Inflamasi ini sudah terdapat pada asma
dini dan sangat ringan. Inflamasi mukosal sudah terjadi sebelum disfungsi paru. Jarak antara
inflamasi mukosal dan munculnya disfungsi paru belum diketahui. Inflamasipun ada pada asma
episodik pada saat tidak ada gejala. Penderita asma ringan dapat mempunyai respons eosinofil
yang sama dengan asma berat.
Sel inflamasi yang berperan terutama ialah limfosit T, sel mast dan eosinofil. Limfosit T
yang berperan ialah CD4 atau T helper. Inflamasi saluran napas merupakan faktor utama pada
patogenesis asma. Biopsi bronkus dan bronchoalveolar lavage (BAL) digunakan untuk menilai
inflamasi saluran napas, namun cara ini merupakan tindakan invasif dan tidak nyaman untuk
penderita. Pemeriksaan lain untuk menilai inflamasi saluran napas ialah dengan pemeriksaan
sputum. Pada penderita asma dapat dilakukan induksi sputum. Induksi sputum tidak invasif dan
dapat digunakan untuk penilaian inflamasi saluran napas.
World Health Report di tahun 2000 menunjukkan asma menduduki peringkat kelima
sebagai penyakit paru utama yang menyebabkan kematian di dunia. Saat itu penderita asma di
dunia mencapai 100-150 juta orang, dan terus bertambah sekitar 180 ribu orang pertahun (WHO,
2000). Jumlah terkini di tahun 2008 mencapai 300 juta orang Dalam 8 tahun, asma mencapai
perkembangan hingga dua kali lipat dari jumlah awal. Hal ini sangat meresahkan. Di Indonesia
sendiri, prevalensi asma berkisar di angka 5-7% Asma juga terbukti menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Riset terhadap 3.207 kasus asma menunjukkan 44-51% penderita mengalami batuk
malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling
tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi
atau berolahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%,
pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun
pekerjaan dalam setahun terakhir dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi tiga domain besar, yaitu alergen, iritan, dan hal-
hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s Health, 2002).
Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma terdiri dari faktor
internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor internal terdiri dari
genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi emosi yang kuat atau
berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational irritant, infeksi virus di saluran
nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan perubahan suhu terkait perubahan
musim atau kondisi geografis lainnya). (Suyono, 2001)
Efek samping yang umum diantaranya goyah, sakit kepala, denyut jantung yang cepat,
pusing, dan perasaan cemas, dan xerostomia. Efek samping yang serius mungkin termasuk
memburuknya penyempitan bronkus, detak jantung tidak teratur, dan kadar kalium darah rendah.
Obat ini dapat digunakan selama kehamilan dan menyusui, tetapi keamanan tidak sepenuhnya
jelas. Albuterol adalah short-acting beta2 agonis reseptor adrenergik yang bekerja dengan
menyebabkan otot polos pada saluran napas relaksasi. (Starkey et al, 2014)
3.9 HIV/AIDS
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit epidemi meningkat
di seluruh dunia tanpa perawatan pasti. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus yang dahulu
disebut Lymphadenopaty Associated Virus (LAV) yang kemudian di Amerika Serikat bernama
Human T-Cell Leukemia Virus III (HTLV-III). HTLV-III disebut juga Human T-Cell
Lymphotrophic Virus (suatu retrovirus). Setelah melalui perdebatan yang panjang, penyebab
AIDS kemudian ditetapkan sebagai HIV untuk menggantikan LAV dan HTLV. Sampai saat ini
telah ditemukan 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua virus tersebut dapat menyebabkan
AIDS, namun perjalanan penyakit yang disebabkan oleh HIV-2 berlangsung lebih lama.(Little,
JW dkk,2008 dan Scully,2008).
Virus tersebut menyebar di dalam darah, air mata, saliva, air susu, cairan spinal, sekresi
vagina dan cairan semen dari orang yang terinfeksi dan menyebar terutama melalui kontak
seksual, darah, atau produk-produk darah, transplantasi organ, atau secara perinatal (Langlais
dkk, 2009). Virus HIV dikenal sebagai virus limfadenopati atau virus limfotropik sel T. HIV
mempunyai kemampuan melekat dan membunuh limfosit CD4 sehingga mengurangi imunitas
humoral dan imunitas yang diperantarai sel. Untuk berada dalam tubuh manusia HIV harus
langsung masuk ke dalam aliran darah. Di luar tubuh manusia HIV cepat mati oleh air panas,
sabun, dan bahan pencuci hama. Jangka waktu antara kontak awal sampai munculnya infeksi
bervariasi. Umumnya berkisar antara 3-6 bulan setelah terpapar. Orang-orang yang terinfeksi
HIV biasanya menunjukkan limfadenopati menyeluruh dan menetap (PGL) yang kemudian
diikuti oleh AIDS related complex (ARC). Hal tersebut ditandai oleh limfadenopati, kelelahan,
penurunan berat badan, demam, diare, alergi kulit, kandidiasis oral, hairy leukoplakia, dan virus
herpes rekuren (Samaranayake, 2008).
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV
dan AIDS ditambahkan dan ditegaskan pula indikasi tes HIV, yaitu:
1. Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga terjadi
infeksi HIV terutama dengan riwayat tuberkulosis dan IMS
2. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV
Untuk melakukan tes HIV pada anak diperlukan izin dari orang tua/wali yang memiliki
hak hukum atas anak tersebut (contoh nenek/kakek/orang tua asuh, bila orang tua kandung
meninggal atau tidak ada) merujuk pada peraturan lain terkait anak.
Sedikit berbeda dengan orang dewasa, bayi dan anak memerlukan tes HIV pada kondisi
di bawah ini:
1. Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau
mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan diare kronis
atau berulang)
2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan tindakan
pencegahan penularan dari ibu ke anak
3. Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis terinfeksi
HIV (pada umur berapa saja)
4. Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara kandungnya
didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua orangtua meninggal oleh sebab yang
tidak diketahui tetapi masih mungkin karena HIV
5. Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik yang
terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab lain
6. Anak yang mengalami kekerasan seksual.
Sesuai dengan perkembangan program serta inisiatif SUFA maka tes HIV juga harus
ditawarkan secara rutin kepada:
1. Populasi Kunci (Pekerja seks, Penasun, LSL, Waria) dan diulang minimal setiap 6
bulan sekali
2. Pasangan ODHA
3. Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi terkonsentrasi
4. Pasien TB
5. Semua orang yang berkunjung ke fasyankes di daerah epidemi HIV meluas
6. Pasien IMS
7. Pasien Hepatitis
8. Warga Binaan Pemasyarakatan
9. Lelaki Beresiko Tinggi (LBT)
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis.
Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium
HIV dapat berupa:
1. Tes serologi
Tes serologi terdiri atas:
a. Tes cepat
Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap
HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel
yang lebih sedikit dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari
20 menit bergantung pada jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis
yang terlatih.
Bayi dan anak umur usia kurang dari 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat
dan belum dilakukan tes virologis, dianjurkan untuk dilakukan tes serologis pada
umur 9 bulan (saat bayi dan anak mendapatkan imunisasi dasar terakhir). Bila
hasil tes tersebut:
Kandidiasis oral seringkali merupakan gejala awal dari infeksi HIV. Faktor utama
etiologi kandidiasis oral adalah jamur Candida albicans, meskipun spesies lain dari Candida
dapat terlibat. Prevalensi yang dilaporkan bervariasi secara luas, sampai setinggi 72% pada anak-
anak dan 94% pada orang dewasa. Kandidiasis oral yang dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
bentuk, yaitu : pseudomembranosis (Gambar 1), eritematus (atropik), hiperplastik, dan keilitis
angularis. Jumlah Candida albicans dalam saliva pada penderita HIV positif dan tampaknya
meningkat bersamaan dengan menurunnya rasio limfosit CD4: CD8. Jenis pseudomembranosus
tampak sebagai membran putih atau kuning yang melekat dan dapat dikelupas dengan jalan
mengeroknya, meninggalkan mukosa eritematus di bawahnya. Keadaan ini dapat mengenai
mukosa dimana saja, tetapi lidah dan palatum lunak adalah daerah yang paling sering terkena.
Kondisi ini biasanya akut, tetapi pada penderita HIV bisa bertahan beberapa bulan. Bentuk
eritmatus ditandai oleh daerah merah dan gundul pada bagian dorsum lidah. Kandidosis
hiperplastik kronis pada HIV merupakan sub tipe yang paling langka, tetapi dapat menimbulkan
bercak putih pada mukosa bukal. Tipe ini harus dibedakan dengan hairy leukoplakia, yang
seringkali mengandung kandida pada permukaanya. Semua jenis kandidosis dapat diikuti dengan
terjadinya keilitis angularis yang tampak sebagai fisur merah dan sakit pada sudut mulut,
terutama pada penderita HIV positif (Neville BW, 2003).
Terapi kandidosis oral pada penderita HIV positif terdiri atas pemberian obatobat topikal,
seperti nystatin atau amphotericin B, walaupun obat-obat tersebut kurang efektif dan gejala dapat
kambuh lagi. Selain itu, dapat pula dilakukan terapi sistemik dengan ketoconazole, fluconazole
atau itraconazole. Penggunaan obat-obat sistemik tersebut sangat efektif tetapi terjadi kekebalan
diantara beberapa strain kandida perlu diwaspadai (Vaseliu, 2010).
Oral hairy leukoplakia (OHL) lebih umum terjadi pada orang dewasa yang terinfeksi
HIV daripada anak yang terinfeksi HIV. Prevalensi OHL pada orang dewasa adalah sekitar 20%-
25%, meningkat dengan CD4+ menurun jumlah limfosit, sedangkan pada anak prevalensinya
sekitar 2% -3%. Kehadiran OHL adalah tanda imunosupresi berat (Vaseliu N dkk, 2010). OHL
merupakan lesi putih, tidak berbatas jelas, berkerut, menonjol pada tepi lateral lidah dan
berkaitan dengan virus Epstein Barr dan infeksi HIV. Lesi awal tampak sebagai plak vertikal,
putih, besar, pada tepi lateral lidah, dan umumnya bilateral. Lesi-lesi tersebut dapat menutup
permukaan lateral dan dorsal lidah, meluas ke mukosa pipi dan palatum (Gambar 2) . Lesi
tersebut tanpa gejala dan tidak dapat dihapus, serta mengganggu estetika. Bukti histologi tampak
tonjolan mirip rambut hiperkeratotik, kolisitosis, sedikit radang dan infeksi kandida. Hal ini
sangat penting karena dapat digunakan untuk meramalkan perkembangan AIDS (Regezi JA,
2008). OHL biasanya tidak memerlukan pengobatan apapun, tetapi dalam kasus yang parah
dianjurkan untuk memberikan antiviral sistemik. Ketika OHL dikaitkan dengan kandidiasis oral,
manajemen terapi kandidiasis oral diperlukan.
Penyakit periodontal merupakan penyakit umum di antara pasien yang terinfeksi HIV.
Hal ini ditandai dengan gusi berdarah, bau mulut, nyeri/ ketidaknyamanan, gigi goyang, dan
kadang-kadang luka. Prevalensi luas berkisar antara 0% dan 50%. Jika tidak diobati, HIV-
Associated Periodontal Disease dapat berkembang menjadi infeksi yang mengancam jiwa,
seperti angina ludwig dan noma (cancrum oris). Gambaran klinis dari HIV-Associated
Periodontal Disease terdiri dari 4 (empat) bentuk yaitu:
1. Linear gingival erythema ditandai dengan terdapatnya garis merah sebesar 2-3 mm sepanjang
marginal gingiva, berhubungan dengan eritema difus pada attached gingiva dan mukosa mulut.
Perawatannya dapat dilakukan scaling dan root planning serta penggunaan chlorhexidin gluconat
0,5 oz dikumur selama 30 detik dan dibuang setiap 12 jam (Neville BW, 2003).
2. NUG lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak. Hal ini ditandai dengan
adanya ulserasi, pengelupasan, dan nekrosis satu atau lebih papila interdental, disertai rasa sakit,
pendarahan, dan halitosis berbau busuk (Gambar 3). Terapi dengan debridement saja atau
dikombinasi dengan metronidazol jika terdapat demam, malaise, dan anoreksi.
3. NUP ditandai hilangnya jaringan lunak dan gigi secara luas dan cepat (Gambar 4).
Gambar 4. Kehilangan tulang Anterior dan posterior pada Necrotizing Ulseratif Periodontitis
4. Necrotizing Stomatitis merupakan kelanjutan yang parah dari NUP yang tidak diobati. Hal ini
ditandai dengan lesi ulceronecrotic akut dan sakit pada mukosa oral yang menyebabkan
terbukanya tulang alveolar.
Infeksi (HSV) dapat bersifat primer (herpes gingivostomatitis) atau sekunder (herpes
labialis). Prevalensi infeksi HSV oral bervariasi antara 10% dan 35% pada orang dewasa dan
anak-anak yang terinfeksi HIV. Adanya infeksi HSV selama lebih dari 1 bulan merupakan suatu
gejala terjadinya AIDS. Virus ini terdapat dalam jumlah yang besar pada penyakit mulut yan
diderita oleh pasien AIDS. Infeksi HSV membentuk sekelompok vesikel biasanya terlokalisasi
yang terjadi pada mukosa berkeratin (palatum keras, gingiva) dan batas vermillion bibir dan kulit
perioral. Vesikel pecah dan membentuk luka yang menyakitkan tidak teratur dan seringkali
terjadi penggabungan vesikel-vesikel tersebut menjadi ulkus yang besar.
Hal ini menyebabkan terganggunya proses pengunyahan dan penelanan yang akan
mengakibatkan terjadinya penurunan asupan oral dan dan dehidrasi. Pengobatan dilakukan
dengan terapi sistemik acyclovir 800mg peroral setiap 4 jam selama 10 hari. Pada kasus resisten
acyclovir bisa difunakan foscarnet 24-40mg/kg peroral setiap 8 jam.Obat antivirus topical dapat
digunakan untuk lesi herpes labial dan perioral. Pengobatan ini lebih efektif jika dilakukan dalam
tahap infeksi prodromal.
Ini terjadi pada sekitar 1% -7% dari pasien yang terinfeksi HIV. Ditandai dengan ulser
yang sakit pada mukosa oral tidak berkeratin, seperti mukosa labial dan bukal, langit-langit
lunak, dan ventral lidah. Lesi aphthous berulang yang parah biasanya terjadi bila jumlah limfosit
CD4 + kurang dari 100 sel / uL. Gambaran klinisnya bisa berupa ulser minor, mayor atau
herpetiform. Ulkus Aphthous kecil adalah ulkus kurang dari 5 mm ditutupi oleh pseudomembran
dan dikelilingi oleh halo eritematosa. Biasanya sembuh secara spontan tanpa jaringan parut.
Ulkus aphthous besar menyerupai ulkus aphthous kecil, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan
ukuran lebih besar dengan diameter (1-3 cm), lebih sakit serta bertahan lebih lama. Ulkus ini
mengganggu pengunyahan, menelan, dan berbicara. Penyembuhan terjadi lebih 2-6 minggu.
Ulkus aphthous herpetiform berupa lesi kecil (1-2 mm) yang tersebar di langit-langit lunak,
amandel, lidah, dan mukosa bukal. Pengobatan. Pengobatan awal bagi kasus ini adalah kontrol
nyeri dan pencegahan superinfeksi. Pengobatan secara topikal dengan pasta triamcinolon 0,1%,
bethametason fosfat, fluocinonide 0,05%, dexamethasone elixir 0,5mg/ml (Vaseliu N dkk, 2010).
Lebih sering kambuh pada pasien HIV positif daripada pasien biasa. Gambaran klinisnya
sama, tetapi prognosisnya lebih buruk pada pasien imunosupresi. VZV menimbulkan vesikel
multipel yang terletak pada batang tubuh atau wajah secara unilateral dan biasanya sembuh
sendiri dan unilateral. Vesikel-vesikel kepala dijumpai disepanjang cabang saraf trigeminus, baik
intra maupun ektra oral. Pembentukan vesikel, gabungan vesikel, ulkus, dan terbentuknya sisik
adalah khas pada infeksi VZV. Sakit menyayat adalah gejala utamanya, dapat menetap sebagai
post herpetik neuralgia. Terapi dengan acyclovir seringkali digunakan untuk mempercepat
penyembuhan dan meringankan gejala (Langlais RP, 2009).
HPV sering dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Telah dikenal lebih dari 65
serotipe, dengan berbagai lesi mukokutan, seperti papiloma squamosa, veruka vulgaris,
hiperplasia epitel fokal (penyakit Heck) dan kondiloma akumilatum. Lesi lebih banyak terjadi
pada orang dewasa (1% -4% kasus) dibandingkan pada anak-anak. Gambaran klinisnya seperti
kembang kol, berduri, atau timbul dengan permukaan datar. Lokasi yang paling umum adalah
mukosa labial dan bukal. Pengobatan mungkin diperlukan untuk pasien dengan beberapa lesi.
Pengobatan topikal dengan resin podhopyllin 25%, bedah eksisi, terapi laser dan cryotherapi.
Disebut juga kutil kelamin, menonjol, kecil, lunak, merah muda sampai abu-abu kotor
yang mempunyai permukaan seperti kembang kol. Lesi ini multipel, kambuh, dan bergabung,
menjadi lebih lebar, berbintil-bintil, dan tak bertangkai. Lesi ini dapat dijumpai pada mukosa
mulut, tertuma ventral lidah, gusi, mukosa bibir, dan palatum. Penularan terjadi secara kontak
langsung yaitu penjalaran secara kontak dari anus ke daerah genitalia. Perawatan yang dilakukan
adalah eksisi ipkal dan menghilangkan semua lesi dari pasangan seksual yang terinfeksi (Scully
C, 2008).
Seringkali Kapossi merupakan tumor sel endotelial ganas yang hampir selalu terjadi pada
penderita HIV positif. Keganasan itu adalah tumor dari proliferasi vaskuler yang terjadi pada
kulit maupun jaringan mukosa. Lesi terjadi pada palatum, tampak sebagai bercak berdarah/ungu
pada tahap awal yang akan berubah menjadi eksofitik. Penyebabnya belum diketahui, namun
diperkirakan berkaitan dengan CMV. Sarkoma Kapossi ditandai oleh 3 tahap. Awalnya,
keganasan merupakan makula merah tanpa gejala, selanjutnya membesar menjadi plak merah
biru. Lesi yang lanjut nemapak sebagai nodula biru ungu, berlobus, berulserasi, dan
menyebabkan sakit. Perawatannya adalah paliatif dengan memakai radiasi dan kemoterapi
(Scully C, 2008).
Seringkali dihubungkan dengan infeksi HIV sebagai akibat dari penjagaan kekebalan
abnormal yang dapat meningkatkan proliferasi neoplastik. Limfoma nonhodgkins sering tampak
sebagai masa ungu, difus, cepat berproliferasi dari kompleks palatum retromolar. Karsinoma sel
squamosa sering dijumpai sebagai lesi putih kemerahan atau berulserasi pada tepi lateral lidah.
Sebagai seorang dokter gigi pertimbangan utama dalam perawatan dental adalah untuk
meminimalisasi kemungkinan penularan HIV dari pasien yang terinfeksi kepada mereka sendiri,
para staf, dan pasien lain (Samaranayake L, 2008).
1. Meskipun saliva tidak menimbulkan penularan virus, namun potensi itu tetap ada. Prosedur
dental yang bersinggungan dengan jaringan lunak dapat menyebabkan saliva bercampur darah,
yang merupakan tempat penularan HIV.
2. Rencana perawatan untuk pasien HIV sama dengan pengobatan pasien kompleks lainnya
dengan potensial terjadinya kerusakan fatal. 4 (empat) parameter yang perlu dipertimbangkan
untuk formulasi rencana perawatan yang tepat pada pasien ini adalah:
Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan
kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai
tidak terdeteksi.
a. penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas yang telah menunjukkan
stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350
sel/mm3;
b. ibu hamil dengan HIV
c. bayi lahir dari ibu dengan HIV;
d. penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun;
e. penderita HIV dengan tuberkulosis;
f. penderita HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C;
g. penderita HIV pada populasi kunci;
Yang dimaksud berisiko adalah kelompok populasi kunci (pekerja seks, pengguna napza
suntik, LSL, waria) dan kelompok khusus: pasien hepatitis, ibu hamil, pasangan
serodiskordan, pasien TB, pasien Infeksi Menular Seksual (IMS), dan Warga Binaan
Permasyarakatan (WBP).
h. penderita HIV yang pasangannya negatif;
i. penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIV meluas.
Daftar obat ARV di Indonesia berikut nama dagang sering digunakan, dosis dan efek sampingnya
Kriteria klinis dan imunologis untuk pemberian terapi ARV pada pasien dengan
ketergantungan NAPZA tidak berbeda dengan rekomendasi umum. Pengguna NAPZA suntik yang
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan terapi ARV harus pula dijamin dapat menjangkau obat.
Perhatian khusus untuk populasi tersebut adalah berhubungan dengan gaya hidup yang tidak
menentu sepanjang hidupnya sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan terapinya. Selain itu perlu
diperhatikan kemungkinan terjadi interaksi antara terapi ARV dengan zat-zat yang mereka
gunakan seperti misalnya Metadon. Dianjurkan pengembangan suatu program yang memadukan
perawatan ketergantungan obat (termasuk terapi substitusi) dengan HIV sehingga pasien terpantau
dengan lebih baik. Penggunaan paduan ARV dengan dosis sekali sehari masih dalam penelitian
untuk diterapkan sehingga bisa untuk mempermudah terapi.
Sebenarnya mekanisme dari timbulnya reaksi SSJ masih tidak jelas, namun diduga hal ini
disebabkan oleh reaksi antara limfosit T dan sel target (keratinosit) yang dipicu adanya
antigen, reaksi ini disebut “delayed drug hypersensitivity reaction”. Interaksi ini
menyebabkan keluarnya perforin dan granzyme B dari limfosit T sehingga terjadi apoptosis
keratinosit dan vaskulitis. Kehancuran lapisan epitel terjadi akibat adanya Fas ligand, suatu
molekul tumour necrosis factor (TNF) yang berikatan dengan reseptor Fas pada keratinosit.
Dalam menanggulangi masalah SSJ ini, pertama sekali harus dicari dahulu penyebab
utamanya, bila penyebabnya adalah obat-obatan antiretrovirus maka penatalaksanaan
utamanya adalah penghentian obat tersebut, kemudian perawatan dilanjutkan terhadap
masalah yang bersifat simtomatik, yakni berupa pemberian antihistamin untuk mengatasi
gejala pruritus/gatal, larutan burowi untuk blister kulit, steroid topikal untuk papula dan
makula pada kulit yang intak, antibiotika untuk mengobati infeksi kulit menggunakan yang
berspektrum luas dan Imunoglobulin intravena untuk menghambat kematian keratinosit
oleh Fas. Sedangkan perawatan konservatif ditujukan untuk merawat lesi kulit yang terbuka
dengan berkoordinasi dengan unit luka bakar, terapi cairan elektrolit, alimentasi kalori dan
protein secara parenteral dan pengendalian nyeri
2. Makroglosia
Makroglosia merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan lidah yang membesar
secara abnormal.Etiologi dari kelainanan lidah ini bervariasi dan dapat disebabkan oleh
hipertrofi otot idiopatik, malformasi vaskuler, kelainan endokrin, reaksi alergi, tumor, dlll.
Selain beberapa etiologi di atas, makroglosia juga dapat disebabkan oleh obat-obatan.
Diantara obat-obatan tersebut Lopinavir/Ritonavir obat antiretrovirus golongan PI juga
termasuk di dalamnya. Dari sebuah laporan kasus yang terjadi di daerah Thessaloniki
(Yunani) ditemukan kelainan lidah berupa makroglosia pada seorang pasien HIV yang
disebabkan oleh penggunaan Lopinavir/Ritonavir.
3. Warts
Warts adalah tumor atau pertumbuhan pada kulit yang disebabkan oleh Human
Papillomavirus (HPV). Lesi ini umumnya kecil (<5 mm), asimtomatik, dan memiliki
gambaran eksofitik dengan hiperkeratosis seperti daun pakis, papula yang mempunyai
bentuk seperti kubah dengan warna seperti mukosa normal atau putih akibat hiperkeratosis
atau papula dengan bagian datar pada puncaknya yang hanya sedikit bertumbuh di atas
permukaan dan umumnya seperti mukosa normal. Pada pasien HIV/AIDS sebenarnya
kelainan ini telah ada, berdasarkan sebuah penelitian persentase timbulnya sekitar 5% pada
pasien yang tidak diberi terapi antiretrovirus. Namun setelah diperkenalkannya penggunaan
antiretrovirus, lesi ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi, dimana pada pasien yang
menggunakan Reverse Transkriptase lesi ini meningkat menjadi 15% sedangkan pada
pasien yang diberi tambahan PI persentasenya bisa meningkat sampai 23%.28 Mekanisme
pasti dari meningkatnya persentase warts pada pasien yang menerima terapi antiretrovirus
belum diketahui pasti, tetapi ada perkiraan bahwa kemungkinan peningkatan persentase ini
disebabkan oleh efek samping berupa Immune reconstitution syndrome. Pada sindroma ini
imunitas dari tubuh akan kembali setelah pasien menerima terapi obat antiretrovirus
sehingga tubuh akan kembali bereaksi terhadap HPV yang telah ada sebelumnya sehingga
reaksi inflamasi akan semakin parah. Sebenarnya efek samping ini akan berkurang seiring
waktu, tetapi waktu yang diperlukan oleh setiap individu tidak sama. Tetapi akibat keluhan
yang dirasakan pasien baik karena estetis maupun rasa sakit yang ditimbulkan maka dapat
dilakukan perawatan meskipun hal ini sulit mengingat lesi ini sering kambuh. Perawatan
yang dapat dilakukan adalah kimiawi dengan menggunakan asam salicylic untuk
menyingkirkan bagian sel yang mati pada permukaan kulit, cryotherapy dengan
menggunakan nitrogen cair untuk menghancurkan kulit yang terinfeksi, electrosurgery
untuk menyingkirkan warts yang luas dan mengganggu serta pengobatan lainnya seperti
immune modulator contohnya Imiquimod.
4. Xerostomia
Xerostomia merupakan kondisi dimana saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga
menyebabkan kondisi mulut menjadi kering. Xerostomia dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti efek samping obat, komplikasi penyakit dan infeksi, dehidrasi, terapi radiasi
dan pembedahan untuk membersihkan kelenjar saliva. Antiretrovirus merupakan salah
satu obat yang memberikan efek samping xerostomia. Obat antiretrovirus yang dapat
memberikan efek samping xerostomia adalah Didadosine, Efivarenz, Indinavir,
Nelfinavir, Ritonavir dan Saquinavir. Penyebab pasti dari terjadinya xerostomia pada
pasien HIV belum diketahui pasti tetapi dari beberapa efek samping obat antiretrovirus,
infiltrasi lemak pada kelenjar parotis mungkin merupakan salah satu hal yang dapat
menyebabkan hal ini, karena pembesaran kelenjar parotis yang kemungkinan akan
mengganggu aliran saliva. Penanggulangan masalah xerostomia adalah dengan mencari
penyebab utamanya untuk diatasi bila memungkinkan. Bagi pasien yang xerostomianya
berhubungan dengan pengobatan, perawatan terhadap simtom mungkin akan berguna
untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan regimen obat yang digunakannya. Perawatan
terhadap simtom secara khusus dibagi dalam 4 hal, yaitu : meningkatkan aliran saliva
yang keluar dengan cara menstimulasinya menggunakan bahan-bahan kimia seperti
anhydrous crystalline maltose, menggantikan sekresi yang hilang dengan menggunakan
saliva buatan, mengontrol karies gigi dan tindakan khusus seperti pengobatan terhadap
infeksi.
5. Cheilitis
Cheilitis merupakan kondisi bibir yang terlihat kering, bersisik dan mungkin memiliki
satu atau lebih retakan atau fisur yang kecil. Etiologi dari penyakit ini terdiri dari
berbagai faktor seperti infeksi, faktor mekanik, nutrisional atau imunologi. selain hal
tersebut obat-obatan juga dapat menyebabkan timbulnya cheilitis walaupun tanpa adanya
infeksi Candida albicans. Obat antiretrovirus juga termasuk dalam obat-obatan yang
dapat menimbulkan efek samping berupa cheilitis, khususnya dari golongan PI yaitu
Indinavir dan Ritonavir. Mekanisme terjadinya cheilitis yang disebabkan oleh
antiretrovirus belum diketahui pasti tetapi ada yang mencoba menghubungkan hal ini
dengan efek samping beberapa antiretrovirus yang akan mempengaruhi metabolisme
retinol, yang menyebabkan peningkatan level retinol atau asam retinoid atau
mempengaruhi jalur sinyal mediasiretinoid. Peningkatan level asam retinoid ini
diperkirakan berperan terhadap timbulnya cheilitis.
Penanganan utamanya adalah menghilangkan segala faktor sistemik yang menjadi
penyebab timbulnya cheilitis dan bila disebabkan oleh infeksi maka organisme yang
menginfeksi tersebut harus di eliminasi. Perawatan potensial terhadap simtomnya adalah
penggunaan protectans untuk mengurangi sementara cheilitis tersebut dan membantu
mempertahankan bibir agar tidak menjadi kering akibat angin atau karena udara dingin,
hidrokortison berguna untuk mengobati iritasi minor pada kulit, gatal dan ruam-ruam.
6. Parotid Lipomatosis
Parotid lipomatosis merupakan penumpukan lemak pada jaringan kelenjar ludah parotis.
Penumpukan lemak yang tidak normal di sini disebabkan oleh obat antiretrovirus
golongan PI yang telah diketahui memberikan efek samping penumpukan lemak tidak
normal pada pasien HIV. Obat antiretrovirus yang telah dilaporkan memberikan efek
samping parotid lipomatosis diantaranya adalah Saquinavir, Amprenavir, Indinavir,
Nelfinavir, Ritonavir. Mekanisme terjadinya belum diketahui pasti tetapi salah satu
hipotesis memberi masukan bahwa kelainan ini mungkin terjadi akibat efek samping obat
antiretrovirus yaitu terjadinya redistribusi lemak, dimana HIV-1 PI menginduksi
lipodistropy perifer dan hal ini disebabkan oleh penghambatan 2 protein yang meregulasi
metabolisme lemak, Hal ini menyebabkan berkurangnya diferensiasi dan meningkatnya
kematian sel adiposa perifer dengan kerusakan penyimpanan lemak dan pelepasan lipid.
Belum ada perawatan yang spesifik untuk kasus parotid lipomatosis yang disebabkan
oleh obat antiretrovirus ini tapi dari sebuah kasus yang terjadi, setelah obat yang
diperkirakan menjadi penyebab digantikan dengan obat lain ternyata kelainan ini menjadi
berkurang.
3.11 Tembakau
Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman genus
Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, dipergunakan sebagai obat dalam bentuk nikotin
tartrat, tetapi juga dapat dipergunakan sebagai pestisida. Tembakau dikonsumsi dengan cara
yang bervariasi, bisa sebagai smoked tobacco atau smokeless tobacco. Smoked tobacco
dikenal antara lain sebagai rokok, cerutu, atau dengan menggunakan pipa. Smokeless
tobacco dikenal ntara lain sebagai daun tembakau yang dikunyah, daun tembakau yang
dikunyah dikombinasi dengan pinang, tembakau potongan kasar yang kering, atau tepung
tembakau yang dipertahankan di rongga mulut dengan meletakkannya di antara pipi dan gusi.
Penggunaan tembakau yang dikunyah ataupun dikombinasi dengan pinang banyak dijumpai
di desa-desa negara berkembang atau sebagai suatu tradisi dari suatu negara. Sayangnya
semua kebiasaan yang berkaitan dengan tembakau adalah kebiasaan buruk yang dapat
membahayakan kesehatan dirinya sendiri maupun orang lain (Little, et al., 2008; Walsh and
Ellison, 2005; Bouquot and Schroeder, 1992).
Selama ini pengaruh tembakau hanya dikaitkan dengan kesehatan umum saja
sedangkan di bidang kedokteran gigi tembakau dikenal terutama karena memberi pewarnaan
gigi yang mengganggu estetika ataupun karena halitosis. Dengan mengenal pengaruh
tembakau terhadap kese-hatan mulut, diharapkan praktisi medis, baik dokter maupun dokter
gigi dapat bekerja sama sebagai satu tim dalam penanggulangan kesehatan mulut, sebagai
bagian dalam menunjang kesehatan umum secara menyeluruh (Bouquot and Schroeder,
1992; Sham, et al., 2003).
Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang
dibakar, akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Rokok menghasilkan suatu pembakaran yang
tidak sempurna yang dapat diendapkan dalam tubuh ketika dihisap. Secara umum komponen
rokok dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu komponen gas (92%) dan komponen
padat atau partikel (8%). Komponen gas asap rokok terdiri dari Karbonmonoksida,
Karbondioksida, Hidrogen sianida, Amoniak, oksida dari Nitrogen dan senyawa
Hidrokarbon. Partikel rokok terdiri dari tar, nikotin, benzantraccne, benzopiren, fenol,
cadmium, indol, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan
kanker (karsinogen). Nikotin merupakan komponen yang paling banyak dijumpai di dalam
rokok (Aditama, 1995, 1997; Natamiharja and Butar-Butar, 2001).
Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling
berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam
komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke
rongga mulut sebagai uap padat yang setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk
endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru. Komponen tar
mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan resiko
timbulnya kanker (Aditama, 1997).
Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan
ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis, berbentuk
cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan
berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin berperan dalam
menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal, menurunkan isi
protein fibroblast, serta dapat merusak sel membrane (Obradovic, 2007; Giannopoulou,
1999).